Pagi itu Asri berangkat lebih pagi. Ia ingin agar Bowo tidak datang
menjemputnya. Ia menunggu bis kota yang akan lewat di halte dekat
rumahnya. Banyak yang difikirkannya dari kemarin itu. Kata2 bu Prasojo
yang mengatakan bahwa Dewi lebih pantas duduk dikursinya terasa sangat
mengganggunya. Mungkin tak lama lagi ia harus meninggalkan pekerjaannya.
Lalu ia akan mencari pekerjaan lain pastinya. Menjahit? Sesungguhnya ia
tidak pintar menjahit. Lagipula mesin jahit juga tidak murah harganya.
Lalu apa? Apakah ada perusahaan yang mau menerimanya sebagai karyawan
hanya dengan ijazah SLTA yang dimilikinya? Kalau ia sekarang bekerja
dikantor Bowo.. itu karena belas kasihan, sangat yakin dia. Dan sekarang
..
Teet.. teet.. tiba2 suara klakson mengejutkannya. Dan sebuah
mobil yang dikenalnya berhenti persis didepannya. Asri menghela nafas.
Aduuh.. bis kota yang ditunggunya terlalu lama sih... Dan Bowo sudah
turun dari mobil itu lalu menarik tangannya.
"Mau lari dariku non?"
Asri tak bisa menolak tentu saja. Nanti kalau dia menolak bisa2 orang
mengira dia mau diculik dan orang2 akan menghajar Bowo habis2an.
"Ayo masuk... ini perintah."
Mobil itu kembali melaju diantara lalu lalang kendaraan yang membuat jalanan jadi ramai. Seramai hati Asri pagi itu.
"Kamu marah?"
"Oh.. tidak.. tidak.. sesungguhnya.. saya tidak ingin menyusahkan bapak."
"Bukan bapak.. ini belum dikantor," tegur Bowo
"Ya.. ma'af.." Asri menjawab singkat. Batinnya berkata, baiklah aku
menuruti kata2nya, toh mungkin tinggal beberapa hari saja dia bekerja
disana.
Dikantornya Asri tak banyak bicara. Bowo menangkap kesedihan pada sikap Asri hari itu.
"Kamu marah?" pertanyaan itu terulang kembali.
"Tidak... tidak.." dan itu juga jawaban yang sama yang dilontarkannya ketika mereka masih dimobil.
"Wajahmu lain.. sikapmu juga lain..Ada sesuatu?"
Asri mengangkat mukanya dan lagi2 ia melihat senyum itu.. dan lagi2
juga ia teringat pada senyuman Damar. Aduhai hati... alangkah sulitnya
melupakan dia. Asri menghela nafas.
"Kalau ada sesuatu.. katakan saja.. siapa tau aku bisa membantu."
"Sebenarnya... " Asri tak bisa melanjutkan kata2nya. Dan kata2 yang terputus itu membuat Bowo penasaran.
"Sebenarnya.....?" Bowo menirukan kata Asri dan berharap mendapatkan lanjutannya.
"Sebenarnya.. saya merasa .. tak.. tak pantas duduk disini.." akhirnya
Asri mampu mengucapkan. Ia berfikir.. daripada menjadi beban dihatinya
lebih baik ia berkata tetus terang.
Bowo mengerutkan keningnya.
"Setelah 3 bulan lebih kau mengatakan itu? Mengapa?"
"Lama2 saya berfikir begitu. Saya ini siapa.. pendidikan saya apa.. dan..."
"Stoppp..." Bowo memenggal kalimat yang akan diucapkan Asri.
"Kalau aku memperkerjakan kamu disini.. dan ternyata kamu bisa
melakukannya dengan baik.. memuaskan.. maka aku tak perduli kau siapa
dan ijazahmu apa."
Asri ingin mengatakan tentang ucapan bu Prasojo tapi diurungkannya.
"Jadi sekarang lanjutkan pekerjaanmu."
Bowo menarik lap top dan mulai tenggelam dalam kesibukannya.
Asri menghela nafas. Hm.. kalau saja kau tau tentang keinginan ibumu.
Kemudian Asri menjadi pasrah. Apa yang akan terjadi.. terjadilah..
Sore itu Bowo mengajak Asri mampir kesebuah mal. Bowo akan membeli sesuatu dan minta agar. Asri menemaninya.
Baiklah.. srkalian juga Asri akan membelikan beberapa kebutuhan untuk ayahnya.
Ketika mereka terpisah .. tiba2 seseorang menepuk bahunya.
"Asri... !
Asri menoleh dan terkejut.
#adalanjutannyatuh#
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49
CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49 (Tien Kumalasari) Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...
-
ADA MAKNA 36 (Tien Kumalasari) Wahyu menatap Reihan tak berkedip. Ucapannya sedikit mengejutkan. Ia meraba apa yang diinginkan sang adi...
-
KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01 (Tien Kumalasari) Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...
-
ADA MAKNA 35 (Tien Kumalasari) Wahyu terbelalak. Ia mencengkeram ponselnya kuat-kuat, terbawa perasaan geram yang tiba-tiba meliputinya. ...
No comments:
Post a Comment