Tuesday, November 20, 2018

SEPENGGAL KISAH XXIX

Pagi itu Asri berangkat lebih pagi. Ia ingin agar Bowo tidak datang menjemputnya. Ia menunggu bis kota yang akan lewat di halte dekat rumahnya. Banyak yang difikirkannya dari kemarin itu. Kata2 bu Prasojo yang mengatakan bahwa Dewi lebih pantas duduk dikursinya terasa sangat mengganggunya. Mungkin tak lama lagi ia harus meninggalkan pekerjaannya. Lalu ia akan mencari pekerjaan lain pastinya. Menjahit? Sesungguhnya ia tidak pintar menjahit. Lagipula mesin jahit juga tidak murah harganya. Lalu apa? Apakah ada perusahaan yang mau menerimanya sebagai karyawan hanya dengan ijazah SLTA yang dimilikinya? Kalau ia sekarang bekerja dikantor Bowo.. itu karena belas kasihan, sangat yakin dia. Dan sekarang ..
Teet.. teet.. tiba2 suara klakson mengejutkannya. Dan sebuah mobil yang dikenalnya berhenti persis didepannya. Asri menghela nafas. Aduuh.. bis kota yang ditunggunya terlalu lama sih... Dan Bowo sudah turun dari mobil itu lalu menarik tangannya.
"Mau lari dariku non?"
Asri tak bisa menolak tentu saja. Nanti kalau dia menolak bisa2 orang mengira dia mau diculik dan orang2 akan menghajar Bowo habis2an.
"Ayo masuk... ini perintah."
Mobil itu kembali melaju diantara lalu lalang kendaraan yang membuat jalanan jadi ramai. Seramai hati Asri pagi itu.
"Kamu marah?"
"Oh.. tidak.. tidak.. sesungguhnya.. saya tidak ingin menyusahkan bapak."
"Bukan bapak.. ini belum dikantor," tegur Bowo
"Ya.. ma'af.." Asri menjawab singkat. Batinnya berkata, baiklah aku menuruti kata2nya, toh mungkin tinggal beberapa hari saja dia bekerja disana.
Dikantornya Asri tak banyak bicara. Bowo menangkap kesedihan pada sikap Asri hari itu.
"Kamu marah?" pertanyaan itu terulang kembali.
"Tidak... tidak.." dan itu juga jawaban yang sama yang dilontarkannya ketika mereka masih dimobil.
"Wajahmu lain.. sikapmu juga lain..Ada sesuatu?"
Asri mengangkat mukanya dan lagi2 ia melihat senyum itu.. dan lagi2 juga ia teringat pada senyuman Damar. Aduhai hati... alangkah sulitnya melupakan dia. Asri menghela nafas.
"Kalau ada sesuatu.. katakan saja.. siapa tau aku bisa membantu."
"Sebenarnya... " Asri tak bisa melanjutkan kata2nya. Dan kata2 yang terputus itu membuat Bowo penasaran.
"Sebenarnya.....?" Bowo menirukan kata Asri dan berharap mendapatkan lanjutannya.
"Sebenarnya.. saya merasa .. tak.. tak pantas duduk disini.." akhirnya Asri mampu mengucapkan. Ia berfikir.. daripada menjadi beban dihatinya lebih baik ia berkata tetus terang.
Bowo mengerutkan keningnya.
"Setelah 3 bulan lebih kau mengatakan itu? Mengapa?"
"Lama2 saya berfikir begitu. Saya ini siapa.. pendidikan saya apa.. dan..."
"Stoppp..." Bowo memenggal kalimat yang akan diucapkan Asri.
"Kalau aku memperkerjakan kamu disini.. dan ternyata kamu bisa melakukannya dengan baik.. memuaskan.. maka aku tak perduli kau siapa dan ijazahmu apa."
Asri ingin mengatakan tentang ucapan bu Prasojo tapi diurungkannya.
"Jadi sekarang lanjutkan pekerjaanmu."
Bowo menarik lap top dan mulai tenggelam dalam kesibukannya.
Asri menghela nafas. Hm.. kalau saja kau tau tentang keinginan ibumu. Kemudian Asri menjadi pasrah. Apa yang akan terjadi.. terjadilah..
Sore itu Bowo mengajak Asri mampir kesebuah mal. Bowo akan membeli sesuatu dan minta agar. Asri menemaninya.
Baiklah.. srkalian juga Asri akan membelikan beberapa kebutuhan untuk ayahnya.
Ketika mereka terpisah .. tiba2 seseorang menepuk bahunya.
"Asri... !
Asri menoleh dan terkejut.
#adalanjutannyatuh#

No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...