Tuesday, November 20, 2018

SEPENGGAL KISAH XXVIII

SEPENGGAL KISAH  XXVIII

Hari itu pak Prasojo pulang lebih sore. Badannya agak kurang enak.. rencananya mau kontrol kedokter dengan mengajak pak Marsam. Itulah sebabnya mengapa ia melarang pak Marsam pulang sekembalinya mereka dari kantor.
Diruang dalam bu Prasojo menunggu suaminya duduk setelah menghidangkan secangkir kopi pahit dimeja itu.
"Jadi kontrol ke dokter pak?" 
"Ya , sudah agak lama aku tidak kontrol." 
Pak Prasojo meneguk kopi yang dihidangkan isterinya.
"Pak.. apakah dikantornya Bowo masih bisa menerima karyawan lagi?"
Bu Prasojo bertanya hati2.
"Nggak.. aku kira cukup."
"Sekretaris Bowo.. barangkali?"
"Lho.. Bowo kan sudah punya sekretaris. Dan Bowo senang karena Asri itu pintar.."
"Bukankah lebih baik kalau sekretarisnya itu seorang sarjana?"
"Lho.. ibu ini maksudnya apa ta? Kok tiba2 bicara begitu?"
"Itu lho pak.. anaknya bu Harlan..si Dewi.. dia itu sarjana ekonomi.. "
"O... anaknya bu Harlan?"
Pak Prasojo meraih koran yang ada didepannya.
"Dia bingung mencari pekerjaan."
"Hm.." pak Prasojo hanya bergumam.
"Bapak ini bagaimana sih?"bu Prasojo kesal melihat sikap suaminya.
"Lha memang ta bu.. jaman sekarang itu nggak gampang cari pekerjaan."
"Apa kita tak bisa membantu?"
"Tidak bisa bu.. semuanya sudah cukup."
Pak Prasojo bangkit mencari pak Marsam.
"Pak Marsaam.."
Tergopoh pak Marsam mendekati majikannya.
"Ya.. pak."
"Kita berangkat sekarang."
"Baik pak.."
Pak Marsam keluar dan mempersiapkan mobilnya. Diteras dilihatnya bu Prasojo, pak Marsam mengangguk, tapi bu Prasojo membuang muka. Pak Marsam heran. Apakah ia telah berbuat kesalahan? Tapi ia tak bisa berfikir lama2 karena majikannya sudah mendekati mobilnya. Namun sepanjang perjalanan itu pak Marsam memikirkan sikap isteri majikannya tadi.. dan meng ingat ingat apakah ia telah melakukan kesalahan.
"Anakmu bekerja dengan baik." Suara pak Prasojo ini mengejutkannya.
"Bowo sangat puas dengan pekerjaannya."
"Syukurlah pak. Tentu selalu mohon bimbingannya karena Asri kan belum berpengalaman." Pak Marsam merendah.
"Ya itu pasti lah.. tapi anakmu itu memang cerdas. Selama 3 bulan ini Bowo sudah bisa melepasnya."
Pak Marsam menyimpan kebanggaan itu didalam hatinya. 

Bu Prasojo mengangkat telpon rumahnya yang berdering. "Hallo... ya.. saya sendiri.. ooh.. jeng.. pangling sama suara jeng... ya.. oh .. tentu jeng.. sudah.. sudah saya sampaikan ke bapaknya Bowo.. belum ada.. belum ada jawaban.. sedang mencarikan posisi yang bagus buat Dewi.. tentu jeng.. nggak kok.. nggak merepotkan.. pasti lah.. pasti diterima.. Dewi kan sarjana.. cantik pula... yakinlah jeng.. pasti bisa kok.."

#adalanjutannyalho#

2 comments:

  1. sepenggal kisah 27 dan 28 kok sama yaaa Mbak Tien..

    ReplyDelete
  2. Saya juga baru baca... Ternyata Sepenggal Kisah 07 juga sama dengan 08

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...