RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 12
(Tien Kumalasari)
Sanusi dan Alvin mengikuti kakek bersorban itu dengan perasaan heran. Entah siapa kakek itu, tapi mereka senang karena kedatangan kakek itu membuat kera bongkok dan kera-kera lainnya kemudian mengerubuti kakek itu, karena si kakek menyebarkan buah-buahan yang sangat banyak. Entah bagaimana tadi dia membawanya, karena tampaknya dia hanya berjalan melenggang.
Ia mengikuti langkah kakek itu, yang tanpa suara menyuruhnya mengikuti langkahnya. Tentu saja mereka mengikutinya, karena kakek itu berjalan menjauhi keberadaan kera-kera yang entah ada berapa banyaknya.
“Kakek … terima kasih telah membantu kami terlepas dari jeratan kera bongkok dan kawan-kawannya.”
Kakek yang berjalan di depan tak menjawab. Menolehpun tidak.
“Kakek yang baik, bolehkah kami mengetahui siapa namamu?”
Kakek itu tetap bergeming dan terus melangkah.Sanusi dan Alvin saling pandang, tapi kemudian diam, tak mengajaknya bicara lagi. Barangkali kakek itu memang enggan bicara. Tak apa bagi keduanya, yang penting kakek itu telah menolongnya. Semoga ia benar-benar bisa membawanya keluar dari bukit Senyap yang penuh siluman itu.
Jalan yang mereka lalui itu menuruni bukit yang terjal. Si kakek berjalan dengan nyaman, semetara Alvin dan Sanusi terkadang harus menyibakkan ranting dan pohon-pohon perdu yang menghalang.
Apakah pohon-pohon itu menyimpang dengan sendirinya ketika kakek itu mau lewat? Sepertinya dia bukan orang sembarangan. Setidaknya punya kelebihan sehingga bisa membuat keduanya terlepas dari dunia siluman yang mengerikan.
Hari mulai senja, dan kegelapan mulai menyapu alam sekitar. Alvin dan Sanusi terus mengikuti kakek bersorban itu, walau badan terasa lelah. Sudah setengah hari mereka berjalan. Lalu tiba-tiba keduanya melihat dua orang wanita cantik melintas. Mereka terkejut, dari mana datangnya dua perempuan itu, yang tiba-tiba berada tak jauh di sampingnya. Aroma seribu bunga tercium menyengat.
Kedua wanita itu tersenyum. Pada suasana temaram, wajah cantik itu masih tetap tampak mempesona.
Tiba-tiba keduanya terkejut. Bayangan kakek bersorban itu tak tampak lagi. Lenyap bagai ditelan bumi.
Alvin dan Sanusi merasa panik. Gara-gara menatap perempuan cantik, mereka kehilangan kakek bersorban yang menolongnya.
Ketika ia menoleh ke arah di mana perempuan cantik itu berada, dengan heran mereka tak lagi melihat bayangannya.
“Aneh. Mana dia?”
“Sudah, jangan memikirkan perempuan tak jelas itu. Yang penting kita harus menemukan kakek bersorban itu,” tegur Sanusi. Padahal sebenarnya ia juga terpana melihat kecantikannya.
Mereka terus melangkah, dan tak lagi menoleh ke belakang, di mana tadi dua perempuan itu berdiri sambil tersenyum.
“Ke mana perginya kakek itu?”
“Kakek!” Sanusi berteriak, diikuti temannya. Tapi bayangan kakek bersorban itu tak lagi kelihatan.
“Pasti ke arah depan, ayo kita lari.”
“Bagaimana bisa lari diantara semak-semak begini?”
Mereka terus berjalan sambil menyibakkan pepohonan yang menghadang. Tapi bayangan kakek bersorban itu benar-benar lenyap ditelan bumi.
“Bagaimana bisa menghilang begitu saja?”
“Jangan-jangan dia juga bukan manusia.”
Lalu bulu kuduk mereka merinding. Suasana di sekitar tempat itu mulai gelap. Semuanya serba hitam.
“Celaka. Jangan-jangan kakek itu tak berjalan ke arah sini.”
“Padahal kita cuma menoleh sedikit tadi, kok tiba-tiba dia sudah tak kelihatan.”
“Dia bisa menghilang. Bagaimana ini, ke mana kita akan mencarinya. Gelap di mana-mana.”
“Pokoknya kita jalan lurus ke depan saja, semoga kita bisa menyusul kakek bersorban itu."
Merekapun terus berjalan melangkah ke depan, keinginannya cuma satu. Ketemu kakek bersorban yang menghilang entah ke mana. Kakek itu mereka anggap sudah menolongnya, berarti dia pasti akan menolongnya lagi. Paling tidak menunjukkan jalan keluar dari bukit itu. Itulah yang terpikir oleh mereka.
“Menyesal aku. Tadi kenapa harus melihat perempuan aneh yang berdiri di dekat kita.”
“Itu pasti juga bukan perempuan biasa, barangkali sama dengan Kenanga atau Widuri.”
“Kakek itu mungkin marah karena kita selewengan ketika bertemu perempuan.”
Walau beribu pertanyaan memenuhi benak mereka, mereka terus saja melangkah sambil mengawasi arah depan. Suasana gelap, tapi pastinya sorban berwarna putih itu bisa terlihat, seandainya ia ada di depan mereka.
Tiba-tiba sebuah dahan pohon besar berjuntai kebawah, dan sesuatu bergelantungan persis di depan mereka, lalu membuat langkah mereka berhenti. Sesuatu itu berwarna putih, panjang dan ujung atasnya bertali. Bau busuk menyengat segera tercium, sangat memuakkan.
Alvin dan Sanusi gemetaran.
“Poc … pocong …. “
Keduanya berbalik arah, bermaksud lari tapi kaki terasa lemas, lalu jatuh berguling-guling ke arah bawah. Rupanya mereka berdiri di pinggir sebuah jurang, lalu masuk ke dalamnya karena tak kelihatan mana jurang mana jalan yang datar.
Diudara terdengar suara-suara mengkikik menakutkan, seperti ribuan iblis sedang mentertawakan mereka, membuat merinding bagi yang mendengarnya. Apakah mereka tersesat lagi di tempat yang lebih angker daripada sebelumnya?
***
Rasto, Hasto dan Sarman masih duduk di tepi sungai, sambil sesekali menatap kearah guyuran air dari atas, berharap melihat tubuh kedua teman mereka terjun ke bawah. Tapi sampai gelap menyelimuti alam sekitar, mereka tak melihat kedua temannya muncul di sungai itu.
“Apa yang terjadi pada Alvin dan Sanusi?”
“Jangan-jangan benar seperti perkiraan Kenanga, mereka keluar dari goa itu, ke arah yang berlawanan dari kita.”
“Ya Allah, kasihan sekali mereka.”
“Apa yang harus kita lakukan? Menunggu di sini terus?”
“Kalau sampai besok mereka tidak muncul, terpaksa kita mencari jalan keluar. Barangkali lebih baik pulang untuk mencari pertolongan lagi.”
“Kita tunggu Kenanga dulu. Barangkali dia bisa menemukan solusi yang baik.”
“Benar, dia kan penduduk daerah sini, barangkali tahu apa yang harus kita lakukan.”
“Apakah sebaiknya kita tidur saja?”
“Bagaimana kalau Alvin dan Sanusi muncul sementara kita sedang tidur? Dia bisa terhanyut jauh ke sana.”
”Benar. Kita tertolong karena ada Kenanga yang membantu kita.”
“Kalau begitu kita tidur bergantian. Dua tidur, satu berjaga. Kalau melihat sesuatu, yang berjaga harus segera memberi tahu yang lainnya.”
“Kita berdua tidur dulu, biar Hasto yang berjaga. Dua jam tidur, dua jam berjaga."
Pastinya mereka tak tahu waktu karena mereka tak mengenakan arloji.
“Jangan aku dulu,” teriak Hasto yang lebih penakut dari temannya.
Teriakan itu membuat kedua temannya tertawa.
“Kamu itu laki-laki atau perempuan sih?”
“Terserah kalian mau bilang apa, tapi aku yang tidur duluan, berjaga belakangan,” kata Hasto tak malu-malu.
“Baiklah, kalian tidurlah, aku saja yang berjaga,” kata Rasto.
“Mengapa gadis itu tidak kembali kepada kita ya?”
“Pastinya dilarang oleh ayahnya, masa anak gadis dibiarkan malam-malam keluar rumah.”
“Benar, kalau dia datang, pasti pagi hari nanti.”
“Ya sudah, kalian tidurlah, biar aku berjaga duluan.”
“Dingin. Kalau saja korek api masih ada, kita bisa menyalakan ranting-ranting kering untuk pemanas.”
“Iya, sayang sekali, pasti sudah tercebur ke dalam sungai.”
Kedua temannya sudah memejamkan mata. Rasto duduk bersila, mencoba berdoa untuk menenangkan pikiran, seperti yang selalu mereka lakukan selama ini.
Tiba-tiba Rasto melihat sesuatu, sebentuk api di kejauhan, berjalan-jalan ke arah kiri dan kanan. Rasto menatap kedua temannya yang tampaknya sudah pulas, karenanya ia tak sampai hati membangunkannya. Ia hanya menatap kearah nyala api itu dengan hati berdebar-debar. Api apa itu gerangan? Rasto bersiap untuk berteriak, seandainya api itu adalah sesuatu yang menakutkan.
***
Sementara itu, dikaki bukit beberapa penduduk dusun sedang menunggu berita. Empat orang yang nekat naik ke atas belum jelas kabarnya.
Salah seorang yang paling tua bercerita tentang bukit di atas mereka. Tampaknya dia anak keturunan orang yang tadinya membuat goa persembunyian, sehingga tahu banyak tentang goa itu.
“Di atas itu banyak tempat-tempat angker. Bukit Senyap penghuninya siluman perempuan. Kalau siang mereka menjadi kera, kalau malam berubah menjadi perempuan-perempuan cantik. Ada lagi hutan di atas sana yang isinya siluman yang bermacam-macam. Banyak kuburan liar tersebar tak beraturan. Ada pocong, jrangkong dan masih banyak lagi yang menakutkan. Tapi ada tempat aman yang para mahluk halus itu tidak berani menjamah, yaitu goa Karun. Dinamakan goa Karun karena di dalam situ banyak tersimpan harta karun. Tapi tak seorangpun berani memasukinya, karena beberapa korban berjatuhan di dalam sana. Mereka bermaksud mengambil harta tapi tak bisa keluar karena banyak tempat-tempat rahasia yang sukar dipecahkan jalan keluarnya. Akhirnya mereka meninggal di dalam sana.”
Sekarang mereka gelisah menunggu.
“Apa kira-kira mereka masuk ke goa itu karena tertarik harta yang terpendam ya?” kata salah seorang.
“Tampaknya tidak, karena tadinya hanya seorang yang pergi. Mungkin tersesat.”
“Dimanapun mereka tersesat, kemungkinan untuk bisa keluar sangat sulit. Bukit itu tak pernah membiarkan orang keluar dengan selamat.”
***
Sementara itu Sanusi dan Alvin yang terperosok ke dalam jurang, sangat beruntung karena tepian jurang itu banyak ditumbuhi pohon-pohon perdu yang bisa menahan tubuh keduanya sehingga tidak terbanting di bebatuan yang ada di dasar jurang.
“Bagaimana ini?” kata Alvin sambil berpegangan pada salah satu dahan yang ada.
“Lebih baik kita meluncur turun. Di atas banyak gangguan.”
Lalu terdengar suara mengikik mengerikan dari atas mereka, seakan mentertawakan kesialan yang mereka alami. Aroma busuk tercium oleh hidung mereka, seperti ketika tadi melihat pocong yang menghadang.
***
Besok lagi ya.
Yessssss
ReplyDeleteAlhamdulillah
Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang
ReplyDeleteAssalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Rumah Kenanga di Tengah Belantara 12" sampun tayang,
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun π€²ππ©·π©·
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah... Masih bisa mengikuti walau kadang telat bacanya..., terimakasih mbakyu, sehat selalu njih, aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~12 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA..π€²
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 12 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
π️ππ️ππ️ππ️π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
Cerbung eRKaDeBe_12
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
π️ππ️ππ️ππ️π
Slmt mlm bundaqu .yerima ksih cerbungnys..slm seroja dan tetap aduhai sll unk bunda sekeluarga ππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Hamdallah sdh tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....12...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.
Kasihan Alvin & Sanusi, keluar dari Bukit Senyap, tersesat di Hutang Angker, yang di situ banyak hantu nya, seperti Pocong, Jerangkong, Gendruwo, dll...weleh...weleh..malah aku dadi cerita Memedi ta iki...ππ»π©..π₯ππ
Mks bun RKDB 12 sdh tayang ...sereeeeem bgt lo bun.........smg bunda dan pakTom sll sehat sll dlm perlindungan Allah
ReplyDeleteWaaah ceritanya makin horor tapi penasaran ingin tahu kelanjutannya, Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien cerita horornya, semoga ibu tetap sehat,bahagia,semangat berkarya mengarang cerbung,ππ
ReplyDeleteHutang : Hutan.
ReplyDeleterevisi
Matur suwun Bu Tien salam sehat utk keluarga di Solo.
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun Bu Tien cerita horornya tapi menarik,selalu penasaran ingin tahu kelanjutannya, semoga ibusehat,bahagia,semangat berkarya mengarang cerbung...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur suwun Bu Tien salam sehat utk keluarga
ReplyDeleteAlhamdulillah.... Ceritanya semakin seram dan mencekam, semakjn penasaran bagaimana nasib Alvin dkk... Terimakasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu...
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....
ReplyDeleteTerima kasih bunda.....semakin mèndebarkan.
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDelete