LANGIT TAK LAGI KELAM 25
(Tien Kumalasari)
Pak Hasbi merasa senang dengan kedatangan Dewi, sehingga tak memperhatikan perubahan wajah Dewi ketika mendengar penuturannya. Dewi mencurigai Rizki, entah mengapa. Karena Rizki kelihatan kalau tak suka pada pak Misdi dan anaknya. Ia merasa pak Misdi tak mungkin melakukan hal buruk itu sementara semua kebutuhannya tercukupi. Kalau memang dia butuh uang dengan jumlah banyak, mengapa amplop gajinya masih utuh dan justru ditinggalkan ketika dia pergi. Mata polos Misnah juga sedikit sekali kemungkinannya untuk melakukan perbuatan tercela. Yang paling mungkin adalah Rizki melakukannya, tapi ingin mengkambing hitamkan Misnah dan pak Misdi yang paling gampang untuk dituduh. Tapi Dewi belum menemukan bukti untuk itu, karenanya dia tak ingin mengatakannya kepada kakeknya tentang apa yang dipikirkannya. Yang jadi nanti malah kakeknya justru semakin bingung.
“Mengapa kamu diam, Dewi?” tak urung pak Hasbi menangkap rasa tidak suka di wajah Dewi.
“Tidak apa-apa, kan Dewi sedang mendengarkan Kakek bicara.”
“Rizki sekarang sudah banyak berubah. Dia baik, santun, dan malah menawarkan diri untuk membantu mengirimkan sumbangan-sumbangan yang biasanya dilakukan simbok. Dengan begitu pekerjaan simbok menjadi lebih enteng kan?”
“Iya, Kek. Syukurlah.”
“Dia juga tidak pernah meminta uang berlebih. Kalau merasa uangnya cukup, tidak pernah minta uang saku. Kakek senang melihat perubahannya. Semoga dia benar-benar menjadi baik.”
Dewi mengangguk-angguk, untuk menyenangkan hati sang kakek.
“Kesibukan apa yang kamu lakukan, sehingga baru sekarang menemui kakek?”
“Bukan hal penting, hanya urusan rumah tangga biasa. Kakek marah ya?”
“Tidak, mengapa marah? Kakek bisa memaklumi keadaan kamu, kan kamu sudah punya suami, sebenarnya aku tak boleh mengganggu kesibukan kamu melayani suami kamu.”
“Satria kan setiap hari ke kantor Kek, sedangkan dia melarang Dewi bekerja, jadi Dewi tidak punya pekerjaan di rumah. Itu sebabnya Dewi berjanji akan sering menemani Kakek.”
“Iya, aku tahu.”
Tapi Dewi melihat wajah pak Hasbi sedikit pucat.
“Apakah Kakek sakit?”
“Tidak, hanya sedikit pusing. Tapi tidak masalah, rasa pusingnya sudah hilang ketika kamu datang.”
”Jangan begitu Kek, kalau memang sakit harus dibawa ke dokter.”
“Tidak usah, di dekat sini ada mantri kesehatan yang pintar. Nanti biar simbok memanggilnya.”
“Kalau mantri kesehatan kan hanya melihat sekilas Kek, tapi di rumah sakit, Kakek akan diperiksa semuanya. Jadi penyebab sakitnya apa, obatnya harus yang seperti apa. Gitu Kek.”
“Ini sakit biasa, aku tidak suka ke rumah sakit. Dulu pernah kan, aku sama sekali tidak kerasan.”
“Masa? Bukankah Kakek waktu itu malah mengatakan bahwa lebih suka di rumah sakit?”
Pak Hasbi tertawa.
“Iya, waktu itu. Kakek benar-benar seperti anak kecil ya. Waktu itu kakek takut kalau kakek pulang, lalu kamu tidak mau merawat kakek lagi.”
“Ternyata tidak kan? Dewi sudah mengatakan kalau Dewi cucunya Kakek. Masa Dewi tidak mau merawat Kakek. Ada-ada saja Kakek nih. Nanti sore Dewi antar ke dokter ya? Beneran nih, Kakek harus mau.”
"Pak Mantri sajalah.”
“Dokter sajalah. Sekarang Kakek istirahat dulu, Dewi mau menelpon mas Satria, supaya dari kantor nanti langsung kemari untuk mengantarkan Kakek.”
“Kasihan suami kamu sih Dew, kan capek, habis kerja disuruh mengantar ke dokter.”
“Ya tidak apa-apa Kek, demi Kakek, tidak ada kata capek. Ayo sekarang Kakek ke kamar dulu. Dewi mau ke dapur, tanya bumbu masakan,” kata Dewi yang langsung menggandeng kakeknya masuk ke kamar.
***
Dewi mendekati simbok yang sedang menjerang air. Ia duduk di kursi dapur, melihat apa yang dilakukan pembantu yang rajin dan setia itu.
“Kakek sepertinya sakit, nanti aku akan membawanya ke dokter.”
“Bagus Non, simbok juga merasa begitu. Wajah tuan kelihatan pucat, tapi selalu bilang tidak apa-apa. Menurut simbok, sebenarnya tuan itu sayang sama pak Misdi, ada rasa kecewa ditinggalkan pak Misdi. Tapi kenapa kemudian ada kejadian seperti itu,” kata simbok mirip sebuah keluhan.
“Simbok percaya, kalau pak Misdi atau Misnah melakukannya?”
"Kalau menurut hati kecil simbok sih, sepertinya tidak mungkin. Misnah itu gadis lugu. Ketika pada suatu hari dia menyapu, lalu menemukan uang jatuh di depan kamar tuan, uang itu juga dikembalikan. Kalau memang dia tidak jujur, pasti uang itu dimasukkan ke dalam sakunya. Tapi mau bagaimana lagi, bukti-bukti mengarah ke pak Misdi, gara-gara mas Rizki menemukan uang di almari pak Misdi.”
“Apa simbok pernah berpikir, ada orang lain memasukkan uang itu ke almari pak Misdi, supaya pak Misdi jadi tersangka?”
“Nah, simbok pernah berpikir begitu, tapi kan simbok hanya pembantu. Kalau simbok bicara pada tuan, yang sedikit saja membela pak Misdi, tuan langsung menghentikan omongan simbok. Pokoknya pak Misdi dan anaknya tetap dianggap bersalah. Tapi simbok yakin, jauh di dasar hati tuan, ada rasa sayang pada keduanya.”
"Menurut simbok, mengapa Rizki mengkambing hitamkan pak Misdi dan Misnah?”
“Dari awal mas Rizki sudah tidak suka pada mereka, entah kenapa.”
“Apa simbok tahu kalau Misnah hilang?”
“Hilang? Beberapa hari yang lalu ada dua temannya mencari Misnah kemari. Saat itu Misnah tidak masuk sekolah, lalu gurunya menyuruh teman Misnah menanyakannya ke rumah. Tapi kan Misnah sudah tidak ada di sini? Simbok tidak bisa berkata apa-apa. Ternyata hilang?”
“Misnah keserempet mobil, jatuh pingsan, kebetulan mas Listyo, saudaraku yang melihatnya, kemudian membawanya ke rumah sakit. Tapi ketika aku ke sana, Misnah hilang.”
“Kok bisa hilang sih Non.”
“Sekarang sedang ditangani polisi. Ini sangat rumit.”
“Apa mas Rizki yang melakukannya?”
“Entahlah, semuanya harus dibuktikan.”
***
Riski dan Citra sudah sampai di depan rumah temannya, tapi sang teman malah sudah menyambutnya sebelum mereka turun dari mobil.
“Maaf Citra, maaf sekali.”
“Ada apa?” tanya Citra sambil turun.
“Anak itu pergi.”
“Pergi? Mengapa kamu membiarkannya pergi?” kata Citra berteriak. Ia marah sekali.
“Aku sudah memberi kamu uang, aku hanya bilang titip dan jagalah dia, mengapa kamu biarkan dia pergi?” sambung Citra karena sang teman tampak bingung tak bisa menjawabnya.
“Ya karena itulah aku minta maaf. Bukan aku tidak menjaganya. Ia aku suruh tidur di kamar belakang, sementara karena mengantuk aku juga tidur di kamarku. Tapi ibuku melihat dia, lalu mengusirnya. Ada orang yang mau kost dan memilih kamar belakang, padahal ada anak kecil itu. Lalu ibuku mengusirnya begitu saja.”
“Kamu tidak mengejarnya?”
“Aku terbangun baru saja, dia pergi sudah beberapa jam lalu, sebelum hujan turun.”
“Kamu ini benar-benar tidak bertanggung jawab!” hardik Citra yang kemudian masuk ke dalam mobil.
“Ke arah mana dia pergi?” tanya Rizki.
“Maaf, saya juga tidak tahu.”
“Dasar bodoh!!”
Sebelum mobil berlalu, sang teman masih berteriak meminta maaf.
Rizki dan Citra bertengkar di dalam mobil. Mencoba menyusuri kemana kira-kira Misnah pergi, tapi tak ditemukannya.
***
Ketika itu Satria dan Andra serta temannya berbincang tentang bangunan yang akan diserahkan padanya.
Mereka kemudian makan dari nasi bungkus yang dibelikan Andira.
“Kamu tadi lama sekali sih, padahal kamu meninggalkan bayi di rumah,” tegur Andra kepada istrinya.
“Maaf, aku tadi tuh melihat seorang laki-laki setengah tua yang kehujanan, aku beri dia bungkusan nasi itu, tapi dia tak mau makan, katanya hanya mau makan bersama anaknya yang hilang. Namanya Misnah.”
“Misnah?” Satria berteriak, tentu saja dia mengenal nama itu. Tapi apakah yang dimaksud adalah orang yang sama?
“Kenapa berteriak Sat? Kamu kenal nama itu?”
“Yang sangat mengenalnya adalah istri saya Pak. Dia itu anak dari seorang tukang tambal ban yang disekolahkan oleh pak Hasbi.”
“Oh ya? Pak Hasbi, cucunya dulu hampir menjadi istriku, tapi kemudian dia meninggal. Kami ketemu ketika kamu menikah.”
“Bahkan mengantarkan beliau pulang,” sambung Andira.
“Tunggu, bu Andira ketemu ayah Misnah? Sekarang dia ada di mana?”
“Entahlah, aku menawarkan untuk mengantarkan dia, tapi dia tidak mau. Badannya kurus kering, kelihatan lemah, tapi tak mau berhenti. Kasihan aku melihatnya. Sebenarnya aku mengenalnya. Itu lho mas, laki2 yang mengambilkan dompetku ketika jatuh saat aku turun dari mobil."
"O, ketika ada pekerjaan renovasi di sebuah sekolah?"
"Iya, ternyata Misnah sekolah di sana. Waktu itu ayahnya sedang mengantarnya."
“Kalau begitu aku mau mencarinya, tolong di mana bu Andira melihatnya? Yang namanya Misnah itu hilang diculik orang.”
“Diculik?”
“Iya, karenanya aku pamit dulu. Aku juga harus mengantar kakek Hasbi ke dokter. Tapi aku akan mencoba mencari bapaknya itu dulu.”
Andira memberi ancar-ancar di mana ketemu pak Misdi, kemudian Satria bergegas pergi.
Tapi sudah hampir satu jam dia berputar-putar di daerah yang ditunjukkan Andira, sama sekali tak ditemukannya laki-laki setengah tua yang dikenalinya sebagai pak Misdi, sementara Dewi sudah menelpon karena harus mengantarkan pak Hasbi ke rumah sakit.
***
Ketika simbok sedang bersih-bersih di dapur, ia mendengar Rizki pulang. Tapi dia tidak menyambutnya. Biasanya juga begitu. Ia hanya menyiapkan minuman yang diletakkannya di ruang tengah.
“Kok sepi? Bapak mana?”
“Tuan ke dokter.”
“Pak Mantri?”
“Bukan. Dokter ya dokter.”
“O, itu sepeda motor mbak Dewi ya?”
“Iya, non Dewi yang mengantarkannya ke dokter.”
“Ya sudah.”
“Tadi mas Rizki mengantarkan sumbangan ke panti-panti kan?”
“Iya.”
“Sudah beres?”
“Ya sudah, simbok nanya-nanya seperti wartawan saja.”
“Takutnya kesasar. Kan biasanya simbok.”
“Memangnya aku buta huruf? Kan sudah ada tulisannya, masa nyasar.”
“Ya sudah, cuma nanya, kok mas Rizki marah.”
“Simbok nggak usah nanya-nanya, ini urusanku sama bapak.”
“Ya sudah, maaf,” kata simbok sambil ngeloyor pergi.
“Cuma pembantu, kebanyakan nanya,” gumamnya kesal. Tapi kemudian dia masuk ke kamar sang ayah.
Simbok menatapnya heran, mengapa Rizki masuk ke kamar tuannya, sementara tuannya pergi?
Ketika simbok ingin meletakkan cemilan di atas meja, ia melirik ke dalam kamar sang tuan. Rizki masih ada di dalam, membuat simbok curiga. Setelah pembicaraannya dengan Dewi, simbok memang kemudian mencurigai Rizki. Tapi curiga tentang apa, simbok belum menemukannya.
Agak lama Rizki di dalam, dan simbok terkejut ketika Rizki keluar dari kamar itu, kemudian membentaknya.
“Apa yang simbok lakukan?”
“Tidak … simbok hanya meletakkan cemilan di meja, kan nanti ada non Dewi,” katanya sambil berlalu.
***
Seorang gadis kecil berjalan tertatih menyusuri jalanan. Sangat beruntung dia, entah bagaimana keadaannya, dia bisa terlepas dari cengkeraman orang jahat, Gadis itu adalah Misnah, yang diusir dari tempat kost teman Citra karena kamarnya sudah laku disewa.
Misnah masih belum sadar benar apa yang terjadi. Terkadang kepalanya berdenyut nyeri, lalu ia berhenti sejenak sambil memijit-mijitnya.
“Mengapa aku sampai di tempat asing ini? Di mana ayahku? Aku tadi di rumah siapa, diusir dengan semena-mena,” gumamnya lirih sambil memegangi tangannya.
Hari sudah sore, ia menginjak tanah basah setelah diguyur hujan, dan kakinya terasa sakit. Ia telanjang kaki, entah kemana larinya sepatu yang sejak awal dipakainya. Bajunya lusuh, ada bercak-bercak darah. Itu adalah seragam sekolah. Misnah menarik sedikit baju yang agak berbau amis itu, lalu teringat akan sekolahnya.
“Bukankah aku jualan roti? Lalu dompetku diserobot orang, lalu aku diserempet mobil, lalu aku tak ingat apa-apa lagi.”
Misnah berjongkok sambil memegangi kepalanya.
Ketika itu seorang laki-laki berjalan sempoyongan karena lelah. Ia melewati Misnah yang sedang berjongkok.
“Misnah, di mana kamu Misnah,” gumamnya.
Misnah mengangkat kepalanya, melihat punggung laki-laki itu tak berkedip.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteLhoh..... Bojoku ganti jenenge ya Dhe?
DeleteNuning kok dadi jeng In???
Kudu nylameti bubu abang, lho.
π€π€π
Nuwun jeng Ning ..
DeleteAlhamdulillah eLTeeLKa_25 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien.
Semoga bu Tien dan pak Tom sehat selalu dan selalu sehat. Aamiin.
Aamiin Yaa Robbal"alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Matur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAssalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 25 " sampun tayang...
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun π€²ππ©·π©·
Wa'alaikumussalam ibu Sri
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Aduhai aduhai
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
Delete☘️πΎ☘️πΎ☘️πΎ☘️πΎ
ReplyDeleteAlhamdulillah πππ¦
Cerbung eLTe'eLKa_25
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
☘️πΎ☘️πΎ☘️πΎ☘️πΎ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 25 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~25 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien & keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah
ReplyDeleteSelamat malam bunda Tien
Terima kasih cerbungnya
Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endaah aduhai hai hai
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Rupanya Misnah ketemu bapaknya ya... Tapi apakah masalah segera terungkap masih belum ada titik terang.
ReplyDeleteApakah Dewi atau pak Hasbi mengecek uang bantuan sampai alamat? Rizki beraksi lagi dengan menuduh simbok?
Kita simak saja bagaimana lanjutan cerita ini besok.
Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Terimakasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu bunda Tien sekeluarga
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga ibu sehat2 dan bahagia selalu bersama Kel tercinta....
ReplyDeleteTerima kasih, ibu.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien. Cerita Ibu itu selalu aduhai karena tdk bisa ditebak.
ReplyDeleteSemoga Ibu sekeluarga selalu sehat wal'afiat.....
Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 25 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteHatur nuhun bundaqu cerbungnya..slmt mlm dan slmt istrht .slm seroja unk bunda bersm bpk ππ€π₯°πΉ
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteHmm...Rizki sudah berani main api lagi ya...bagaimana nanti kalau pak Hasbi menanyakan kwitansi penerimaan sumbangan ke panti-panti itu? Lalu kalau uang di almari bapaknya berkurang banyak karena diambilnya, apakah dia akan ganti menjadikan simbok sebagai yang tertuduh?π€
ReplyDeleteSyukurlah kalau Misnah sudah ingat semuanya lagi, dan cepat bertemu ayahnya.
Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat selalu ya...ππ»πππ
Alhamdulillah, LTLK 25 telah tayang, matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu semoga Alloh senatiasa meridhoi kita semua, Aamiin yra. π
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteKetemu bapake ya ....terharu, perjuangan seorang yg penuh ujian hidup