Monday, September 29, 2025

LANGIT TAK LAGI KELAM 23

 LANGIT TAK LAGI KELAM  23

(Tien Kumalasari)

 

Arum heran, Dewi berteriak, lalu diam beberapa saat lamanya.

“Jeng, kamu masih di situ? Jeng Dewi?”

“Oh .. iya … mbak, masih … tentu saja masih.”

“Kok kemudian diam, memikirkan apa?”

“Itu Mbak, anak yang ditolong mas Listyo … itu anak sekolahan?”

“Iya, mas Listyo menyuruh saya membawakan baju ganti, bajunya masih seragam sekolah tadi. Ini baru mau saya carikan baju saya yang kekecilan. Soalnya dia kan masih kecil. Nanti kami mau ke rumah sakit mengantarkan baju-baju dan kalau mungkin makanan. Kasihan dia. Sama mas Listyo itu lho, malah tas sekolah dan lain-lain yang punya dia, dibawa ke rumah, nanti aku akan membawanya ke rumah sakit saja. Kalau-kalau dia mencarinya.”

“Tapi dia sudah tidak apa-apa kan?”

“Katanya sudah sadar, tapi masih kelihatan bingung. Jadi mas Listyo bilang belum bisa menemukan siapa dia dan di mana keluarganya.”

“Aku mau bicara sama mas Listyo, bisa?”

“Bisa, tadi baru mandi. Eh … tidak, itu sudah selesai,” kata Arum

“Ya, Dew … kelihatannya kamu tertarik sekali pada gadis kecil yang aku temukan itu,” sahut Listyo

“Ya, karena aku sedang menunggu seorang gadis kecil yang akan mengembalikan rantang kerumah, tapi sampai malam tak kunjung tiba.”

“Oh, Arum cerita tentang rantang? Memangnya kamu yakin bahwa kamu mengenal dia?”

“Gadis itu juga penjual roti.”

“Benarkah dia?”

“Dia berjualan roti sepulang dari sekolah.”

“Kok persis. Dia memang masih mengenakan seragam sekolah. Apa benar dia? Kalau begitu kamu tahu dong di mana orang tuanya? Atau aku yakinkan dulu apa benar dia yang kamu maksud?”

“Aku justru sedang ingin bertemu dia karena ingin menanyakan di mana rumahnya.”

“Lho, ini aneh. Kamu mengenal dia, tapi tidak tahu di mana dia tinggal?”

“Walau hampir yakin, tapi semuanya belum jelas kalau aku belum bertemu dia.”

“Siapa sebenarnya dia?”

“Beberapa bulan yang lalu dia ikut kakek Hasbi. Ayahnya yang seorang tukang tambal ban diminta agar merawat kebunnya, dan anaknya disekolahkan.”

“Berarti dia tinggal di rumah pak Hasbi?”

“Tidak. Beberapa hari yang lalu mereka diusir.”

“Lhoh, bagaimana nih ceritanya. Rumit banget kelihatannya.”

“Begini, aku mau  ikut ke rumah sakit, supaya semuanya menjadi jelas. Sebenarnya Mas Listyo bisa melihat baju seragamnya. Badge yang ada kan bisa menunjukkan dia di sekolah mana?”

“Oh iya, kenapa aku bodoh sekali? Nanti aku lihat. Sampai sekarang dia belum ganti baju, Arum baru aku suruh membawakan baju ganti.”

“Mas mau ke sana sekarang? Nanti aku cerita semuanya. Eh, rumah sakit mana?”

“Rumah Sakit Pusat, dia baru saja  ke ruang rawat, tapi tadi masih bingung, belum bisa mengatakan apa-apa.”

“Iya, baiklah aku menyusul ke sana sebentar lagi, aku bilang sama Satria dulu.”

***

Ketika sampai di rumah sakit, mereka tiba bersamaan. Dewi bersama Satria, dan Listyo bersama Arum. Arum membawa sebuah bungkusan besar, berisi baju-baju yang akan dipakaikan pada Misnah. Arum juga membawa rantang dan barang-barang milik gadis kecil itu, termasuk roti di dalam keranjang, yang sebenarnya disesali Arum, mengapa Listyo membawanya pulang, tidak ditinggalkan saja di rumah sakit, supaya gadis itu mengenali miliknya.

“Itu benar, sepertinya rantang di rumahku. Jadi kalau begitu aku yakin, gadis itu Misnah,” kata Dewi.

“Syukurlah kalau kamu mengenalinya. Ayo masuk,” kata Listyo.

“Syukurlah bertemu di sini, tadi aku lupa bertanya kamar apa nomor berapa,” kata Dewi yang kemudian mengikuti Listyo masuk.

Ketika memasuki ruang rawat Misnah, mereka terkejut karena tak menemukan Misnah di sana.

“Mana dia?”

“Dia bisa berjalan?” tanya Dewi.

“Pastinya bisa, tapi dia kan diinfus?”

“Mungkin ke kamar mandi,” sambung Arum.

Tapi mereka tak menemukan Misnah di sana. Perawat jaga juga terkejut. Ia tidak menemukan Misnah di mana-mana.

“Apa tadi ada yang membezoek dia?”

“Ada, katanya kakaknya.”

“Perempuan atau laki-laki?”

“Perempuan cantik, masih muda kok. Dia bilang kakaknya. Tapi  apa dia mengajaknya pergi. Akan saya tanyakan ke penjaga di depan,” kata perawat yang kemudian kelihatan panik, lalu setengah berlari ke arah depan.

Listyo dan Dewi saling pandang. Mereka heran, apakah Misnah diculik? Tapi kenapa?

“Siapa yang mengaku sebagai kakaknya Misnah?” tanya Dewi.

“Kamu yakin dia Misnah?”

“Hampir yakin,” kata Dewi yang  melihat keranjang roti dan rantang yang dibawa Arum. Dewi tidak lupa kalau rantang itu rantang dari rumahnya.

“Dia punya kakak?” kata Listyo.

“Setahuku tidak, Pak Misdi hanya hidup berdua bersama Misnah, itupun anak angkat.”

Lalu perawat itu mengatakan, kalau tadi ada seorang wanita muda, bersama seorang gadis yang tubuhnya ditutupi Jacket, tapi keningnya di plester, keluar dari halaman rumah sakit sambil berjalan kaki.

“Itu jelas pasien kami. Mohon maaf, ini keteledoran kami, yang mengaku kakaknya itu membungkus tubuhnya dengan jacket,” kata perawat yang kemudian berlari melapor ke kantor.

“Kita harus lapor polisi,” kata Listyo tandas.

***

Pagi hari itu, ketika sarapan, pak Hasbi menegur Rizki karena semalam pulang sangat larut.

“Beberapa hari ini kamu selalu pulang malam, dan yang terakhir tadi malam, kamu pulang sangat larut. Apa yang kamu lakukan?”

“Ini kan mau ujian Pak, saya dan teman-teman sedang diskusi tentang semua mata kuliah, di rumah teman.”

“Kalau memang begitu, mengapa tidak di rumah sini saja. Kalau kamu dan teman-teman kamu berdiskusi di sini, simbok bisa menyediakan minum dan makanan untuk kalian.”

“Tadinya pengin begitu, tapi kasihan simbok, kan setiap habis makan malam, simbok harus pulang?”

“Kalau kamu bilang, simbok pasti akan melakukannya.”

“Iya, lain kali akan saya ajak teman-teman kemari saja.”

“Apa kamu masih berhubungan dengan gadis itu?” tiba-tiba tanya pak Hasbi.

“Gadis yang mana Pak? Rizki punya banyak teman gadis.”

“Yang kamu ajak ke acara pernikahan Dewi itu.”

“O, itu juga hanya teman.”

“Aku melihat kalian ada hubungan yang tak biasa. Kamu kira, karena aku sudah tua lalu tidak bisa melihat hubungan yang biasa atau yang tidak?”

“Kami memang dekat, tapi ya cuma teman kok.”

“Bapak ingatkan kamu, gadis itu bukan gadis baik-baik.”

“Apa maksud Bapak?”

“Dia bukan gadis yang baik. Entah mengapa, bapak ingin mengingatkan kamu, jangan berhubungan terlalu dekat.”

“Tidak baiknya kenapa Pak?”

“Entahlah, Bapak tidak bisa mengatakannya. Tapi naluri bapak mengatakan bahwa dia bukan gadis yang pantas untuk kamu.”

“Bapak ada-ada saja.”

“Bapak serius. Tapi jangan tanya mengapa. Sebuah naluri terkadang tidak bisa digambarkan. Tapi perlu kamu ingat bahwa seorang tua memiliki mata yang tajam dalam menilai seseorang.”

Rizki tak menjawab, asyik menguyah makanannya.

“Sepertinya dia itu senang menguasai. Kalau kamu meneruskan hubungan kamu, kamu akan terus dikuasainya. Kamu harus menjauhi dia.”

Rizki kemudian berpikir. Gadis itu suka menguasai? Apa benar Citra begitu? Nyatanya dia selalu mengatur apa yang harus dilakukannya. Banyak memberi saran ini dan itu. Apakah itu yang dimaksud sang ayah?

“Camkan apa yang dikatakan bapak, sebelum kamu menyesalinya.”

Rizki hanya mengangguk pelan, tapi diam-diam dia memikirkan sikap Citra selama ini. Benarkah dirinya sudah dikuasai Citra, dan dia tak pernah mampu menolaknya?

***

Simbok menyajikan cemilan ke teras, ketika melihat pak Hasbi duduk sambil melamun di sana.

“Tuan, ini ceriping pisang yang simbok buat sendiri. Manis dan legit,” kata simbok.

“Iya, taruh saja di situ.”

“Saya akan menyiram tanaman dulu, kemarin belum sempat menyiramnya.”

“Terserah kamu saja,” kata pak Hasbi tak acuh.

“Kamu ingat nggak Mbok, bukankah Dewi berjanji akan datang setiap hari?” lanjut pak Hasbi tiba-tiba yang membuat simbok berhenti melangkah.

“O, itu simbok juga mendengarnya, tapi mungkin non Dewi sedang sibuk dan belum sempat melakukannya.”

“Sudah dua hari sejak dia mengatakannya. Tapi aku bisa mengerti, dia kan punya suami. Mungkin juga suaminya tidak mengijinkan.”

“Saya kira bukan karena itu. Suami non Dewi orangnya sangat baik. Dia juga perhatian pada Tuan, kan?”

“Iya juga sih.”

“Tuan tunggu saja, siapa tahu hari ini non Dewi datang. Nanti kalau dia datang pasti mengatakan, maaf Kek, kemarin ada urusan yang tidak bisa saya tinggalkan, begitu tuan,” kata simbok, terdengar seperti sedang menghibur anak kecil yang sedang rewel.

“Tidak apa-apa, aku bisa memaklumi.”

“Tiba-tiba ada dua orang anak yang berdiri di depan pagar. Kelihatannya mau masuk, tapi ragu-ragu.

“Siapa anak kecil itu?”

“Nggak tahu, Tuan, coba saya tanya dia,” kata simbok yang kemudian bergegas mendekati anak-anak itu.

“Mau mencari siapa, cah ayu?” tanya simbok ramah.

“Misnah ada?”

“Misnah, tidak ada. Kamu temannya?”

“Teman sekolahnya. Apa Misnah sakit?”

“Lhoh, saya tidak tahu, Nak. Misnah sekarang tidak ada di sini.”

“O, tidak ada di sini?”

“Iya. Memangnya ada apa mencari Misnah?”

“Hari ini tidak masuk tanpa ijin. Bu Guru meminta kami menengoknya, barangkali dia sakit.”

“O, tidak masuk ya? Sayangnya Misnah sekarang tidak tinggal di sini, jadi entah ada apa ya, sampai dia tidak masuk.”

“Sekarang Misnah tinggal di mana?” kata anak satunya.

“Waduh, aku juga tidak tahu Nak, entah dia sekarang tinggal di mana,” jawab simbok yang juga kebingungan.

“Ya sudah, kami pamit dulu Bu,” kata kedua gadis kecil itu sambil pergi dengan bergandengan tangan.

“Owalah, ada apa anak itu sampai tidak masuk sekolah?”

“Ada apa Mbok?” tanya tuan Hasbi setelah melihat kedua anak itu pergi.

“Mereka teman Misnah. Teman sekolah,” jawab simbok sambil mendekat.

“Mau apa mereka?”

“Mau ketemu Misnah, dan menanyakan apa Misnah sakit, soalnya hari ini tidak masuk tanpa pamit.”

“Mengapa mencari kemari?”

“Mereka kan tidak tahu kalau Misnah sudah pergi, Tuan, jadi mereka masih menganggap kalau Misnah ada di sini.”

Tuan Hasbi terdiam.

Ia kembali menyesali apa yang menurutnya diperbuat Misnah.

“Anak baik, anak pintar, mengapa mencuri?” gumamnya pelan, tapi simbok tidak mendengarnya, karena kemudian sibuk menyalakan kran air untuk menyiram tanaman.

***

Teman-teman sekolahnya juga menanyakan kepada perusahaan roti, di mana Misnah selalu mengambil dagangan setiap pulang sekolah.

Tapi pekerja di sana juga heran, kemarin siang dia mengambil dagangan, tapi sampai sekarang belum muncul. Biasanya dia menyetor sore hari, atau mengembalikan dagangannya kalau ada yang tidak laku.

“Kemarin juga ada laki-laki setengah tua yang menanyakan Misnah. Katanya dia adalah ayahnya. Kasihan, dia tampak sedih,” lanjut pekerja perusahaan roti itu.

Teman-teman Misnah sudah ribut, berita hilangnya Misnah segera tersebar.

Misnah pintar dan baik hati. Dia disukai para guru dan teman-temannya. Karena itulah ketika dia tidak masuk sehari saja maka segera wali kelas meminta teman Misnah yang sering jalan bersama untuk menanyakan keadaannya.

***

Pak Misdi merasa tubuhnya sangat lelah, jiwanya apa lagi. Hilangnya Misnah melebihi kesedihannya ketika tak berhasil menemukan anaknya yang ketika masih bayi dibawa oleh istrinya.

Nasib anak kandungnya diperkirakan sudah lebih baik kalau saja ada di sebuah panti asuhan atau dipungut oleh seseorang. Tapi Misnah? Bagaimana nasibnya? Apa yang terjadi sehingga tak pulang?

“Apa yang terjadi pada anakku? Kenapa kamu tidak pulang Nduk? Biasanya kamu tidak begini. Kamu tahu Nduk, bapakmu sangat sedih kehilanganmu. Bapak tak bisa hidup tanpa kamu Misnah. Kalau terjadi sesuatu atas kamu, entah apa yang akan bapak lakukan? Bapak bertahan hidup karena kamu. Gadis pintar yang penuh kasih sayang, yang mewarnai hidup bapakmu ini dengan kehidupan yang tentram walau miskin tak punya harta.”

Ia terus berjalan melewati hari dan malam, sambil air matanya bercucuran.  Entah sampai di mana kakinya melangkah, ia tak tahu lagi. Ia tak tahu apakah hari sudah malam, ataukah masih pagi. Langit tampak selalu gelap dan kelam. Ia juga lupa lapar dan minum, lalu ambruk di sebuah rerumputan yang gersang karena hujan lama tak datang.

***

Besok lagi ya.

24 comments:

  1. Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~23 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien & keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
  2. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 23 " sampun tayang...
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien..πŸ™πŸ₯°

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.....
    Sudah tayang.
    Matur nuwun Bu Tien. Salam SEROJA.

    ReplyDelete
  5. πŸ„πŸ‚πŸ„πŸ‚πŸ„πŸ‚πŸ„πŸ‚
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’πŸ¦‹
    Cerbung eLTe'eLKa_23
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲.Salam seroja 😍
    πŸ„πŸ‚πŸ„πŸ‚πŸ„πŸ‚πŸ„πŸ‚

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah....

    Matur nuwun Bu Tien....

    Semoga Bu Tien sekeluarga sehat selalu.....

    Aamiin....

    ReplyDelete
  7. Terima ksih bundaqu cerbungnya..slmt mlm dan slmt istrht..salam sht sll unk bunda bersama bpk πŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 23 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillaah dah tayang makasih Bunda

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 23 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah. Suwun Bu Tien. Salam Seroja..

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah cerbung Labgut Tak Lagi Kelam eps 23 sudah tayang. Terimakasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu bunda Tien sekeluarga.... Aamiin YRA 🀲🀲🀲

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat.
    Semoga ada yg segera menemukan Misnah dan menolong pak Misdi, kasihaaan.....

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Semoga selalu sehat dan bahgia bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  17. Waduh, gawat nih...karena Rizki yang mencelakai, bisa-bisa Misnah dihabisi sesuai rencana semula, untuk menutupi jejak perbuatannya. Pasti Citra tuh yang sekongkol menculiknya.😰

    Terima kasih, ibu Tien. Salam bahagia.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  18. Maturnuwun Bu Tien cerbung telah tayang,semoga sehat dan bahagia,bersama Kel tercinta

    ReplyDelete
  19. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete

LANGIT TAK LAGI KELAM 38

   LANGIT TAK LAGI KELAM  38 (Tien Kumalasari}   Pak Misdi terkejut, ketika Listyo membawanya ke rumah pak Hasbi. “Kok ke sini pak Listyo? T...