Saturday, September 27, 2025

LANGIT TAK LAGI KELAM 22

 LANGIT TAK LAGI KELAM  22

(Tien Kumalasari)

 

Pengendara mobil itu terbahak, mentertawakan Misnah yang sedang menangis sambil ngelesot di jalan.

“Ada apa kamu ini? Sedih ya, hidup sengsara di jalanan?” ejeknya sambil masih tertawa-tawa.

“Melihat tampang laki-laki itu, membuat Misnah melupakan kesedihannya. Kemarahannya memuncak. Ia harus punya kesempatan untuk memaki-makinya.

“Kamu? Anak orang kaya yang jahat itu mentertawakan kehidupanku? Aku justru tertawa melihat kamu. Kamu kaya raya, tapi hatimu buruk dan busuk. Kamu fitnah aku dan ayahku, tapi sebenarnya penjahatnya adalah kamu. Ya kan?”

“Apa maksudmu? Kamu dan ayahmu itu memang pencuri, ya sudah terima saja, kan sudah terbukti kalau kamu memang pencuri?”

“Aku dan ayahku diam karena mengingat kebaikan tuan Hasbi, tapi aku tahu apa yang kamu lakukan! Kamulah pencuri yang sebenarnya!”

“Jangan sembarangan ngomong, aku tampar mulutmu yang lancang itu.”

“Oh ya? Tampar saja, biar semua orang melihatnya, biar polisi melihatnya lalu menjadikan perkara ini dibawa ke kantor polisi, dan aku akan mengatakan semuanya.”

Laki-laki yang memang Rizki adanya turun dari mobil. Ia siap menghajar gadis kecil yang dianggapnya lancang itu.

“Aku pernah melihat kamu membuka almari tuan, apakah aku harus mengatakannya kepada tuan, supaya kamu yang diusir olehnya?”

“Omong kosong!!”

“Ayo, tampar aku, memangnya aku takut? Orang jahat seperti kamu ini tidak harus ditakuti. Aku sudah tahu semuanya. Bisa saja aku menemui tuan Hasbi dan mengatakan apa yang pernah aku lihat. Tapi ayahku yang jujur dan baik hati melarangnya. Biarlah Allah yang menghukum kamu atas perbuatan kejam kamu.”

“Dasar bodoh! Karena kamu takut hidup sengsara di jalanan maka kamu mengarang cerita yang bukan-bukan!”

“Aku tidak takut hidup sengsara di jalanan, karena hatiku lebih nyaman. Tapi kamu yang menyimpan kejahatan di dalam hidup kamu, tak akan bisa tenteram seumur hidup kamu,” kata Misnah yang kemudian melangkah pergi, meninggalkan Rizki yang masih berdiri sambil menatapnya geram.

“Anak kecil kebanyakan bicara, biar aku habisi saja dia,” geramnya sambil masuk ke dalam mobilnya, lalu menjalankannya berbalik arah, mengikuti ke mana Misnah melangkah.

Tanpa belas, kemudian Rizki menyerempet tubuh Misnah sehingga terpental dan jatuh menimpa tanah keras yang dipijaknya.

Misnah menjerit kesakitan, dan mobil Rizki melaju tanpa belas.

Misnah menatap mobil yang menyerempetnya, matanya berkilat menahan amarah.

"Penjahat itu berusaha mencelakai aku. Dia ingin membunuhku rupanya,” kata Misnah yang menahan sakit di tubuhnya, dan darah memenuhi wajahnya karena keningnya menimpa batu.

Ia ingin berdiri, tapi badannya terasa sakit semua. Ada seseorang yang kemudian membantunya berdiri. Orang itu baru turun dari mobil dan melihatnya tergeletak di tepi jalan.

“Aku bawa kamu ke rumah sakit, kamu terluka parah, kamu kenapa sebenarnya?”

“Diserempet mobil.”

“Ayo ke rumah sakit, kamu terluka parah.”

“Tidak usah … tidak usah,” kata Misnah yang tidak membawa uang sepeserpun karena uang yang di dalam dompet di larikan pencopet.

“Ini rotinya berantakan, kamu menjual roti?” kata orang itu yang kemudian memasukkan roti-roti yang terserak, ke dalam keranjangnya.

“Ya. Biarkan saja, terima kasih.”

“Ini rantangnya juga terlempar ke mana-mana. Untunglah nggak ada isinya.”

“Terima kasih, biar saya melanjutkan perjalanan saya.”

“Mana bisa Nak, kamu terluka. Tuh, kamu jalan juga terpincang-pincang.”

“Tidak apa-apa. Tidak apa-apa.”

“Jangan bandel, kamu harus ke rumah sakit, kelihatannya pelipismu robek.”

“Tidak apa-apa, terima kasih,” kata Misnah menghindar.

“Saya akan mengembalikan … ini dulu,” lanjutnya sambil menunjuk ke arah rantang yang dimasukkannya ke dalam keranjang, lalu tiba-tiba Misnah merasa lemas dan ambruk ke tanah.

Penolong itu terkejut, mau tak mau ia harus menggendong gadis kecil itu dan membawanya ke arah mobilnya. Setelah memungut tas, keranjang dan rantang yang tadinya dibawa gadis itu, ia segera melarikannya ke rumah sakit.

***

Sudah sangat siang ketika Dewi menunggu gadis bernama Misnah yang katanya akan mengembalikan rantang. Ia bahkan duduk di teras depan dengan ditemani kedua abdi setianya.

“Kok belum datang ya Mbok.”

“Katanya mau mengembalikan rantang. Kok nggak datang, padahal aku juga mau beli rotinya, gantian, soalnya kemarin yang memborong sudah yu Manis,” kata mbok Randu.

“Mungkin masih muter menjajakan dagangannya,” sahut mbok Manis.

“Ini sudah sore, masa sih masih menjajakan dagangannya?” sahut Dewi yang sepertinya juga kecewa.

“Apakah dia bohong?”

“Hanya rantang plastik saja. Bukankah kemarin sampeyan juga bilang kalau tidak dikembalikan juga tidak apa-apa?”

“Iya sih, tapi kalau dia baik pasti dikembalikan.”

Tiba-tiba ponsel Dewi berdering.

“Ya, mbak Arum?”

Ternyata telpon dari Arum, istri Listyo.

“Apa mas Listyo mampir ke situ?”

“Tidak tuh? Memangnya ngomong kalau mau mampir?”

“Tidak sih, tapi waktu mau pulang kan nanya, aku mau nitip apa, katanya dia sudah dalam perjalanan pulang. Tapi sudah dua jam lebih belum sampai rumah tuh.”

“Ya ampun, mampir ke mana ya? Ditelpon saja Mbak.”

“Sudah, ponselnya nggak aktif. Itu sebabnya aku menelpon jeng Dewi.”

“Nggak mampir kok. Mungkin ke mana dulu, begitu. Tapi nanti kalau dia mampir beneran, aku kabarin mbak Arum.”

Ponsel ditutup dengan perasaan heran. Tak biasanya Listyo telat pulang ke rumah. Pasti ada sesuatu yang terjadi, pikir Dewi.

“Ke mana ya mas Listyo? Istrinya sampai kebingungan.”

“Den Listyo sekarang jarang kemari kalau nggak sangat perlu, ya kan Den Ajeng?”

“Benar Mbok, aku kok ya jadi kepikiran. Mikir Misnah, mikir mas Listyo.”

“Saya ke belakang dulu, menyiapkan minuman hangat, sudah saatnya den Satrio pulang.”

“Iya Mbok.”

Dan nyatanya sampai kemudian Satria pulang, yang ditunggu tidak juga muncul.

***

Pak Misdi kebingungan, karena sudah sore Misnah belum juga menyusul ke bengkel kecilnya. Pak Misdi pulang dengan perasaan khawatir, tapi tentu saja ia tak menemukan Misnah di sana. Dengan panik pak Misdi mencari ke perusahaan roti tempat Misnah selalu mengambil dagangannya. Tapi ia juga mendapat jawaban yang membuatnya semakin panik. Misnah belum datang menyetor atau mengembalikan dagangannya barangkali ada yang tersisa.

“Ke mana ya anak itu? Tak biasanya sampai sore begini. Biasanya dia pulang sebelum sore, karena punya kewajiban belajar."

Kalang kabut pak Misdi menyusuri jalanan, yang kira-kira dilalui oleh Misnah dalam menjajakan dagangannya.

Hari sudah gelap ketika itu. Pak Misdi menemukan sebuah mushala, kemudian bershalat di sana, sambil menangis.

“Ya Allah, tunjukkanlah ke mana perginya Misnah, dan apa yang terjadi?”  

Dengan berlinangan air mata pak Misdi menyusuri jalan, berharap menemukan Misnah yang tak diketahui kemana perginya dan apa yang terjadi.

***

Sementara itu di rumah sakit Misnah masih dirawat. Penolong itu adalah Listyo yang kebetulan melihat Misnah saat terkulai di tepi jalan.

Ia meraba ponselnya untuk mengabari istrinya tentang apa yang dialaminya, tapi rupanya ponselnya mati. Ia lupa ngecas sehingga tak bisa menghubungi siapapun. Tapi rasa belas kasih yang dimilikinya, membuatnya kemudian mengurus gadis kecil yang terluka ke rumah sakit, dan bertanggung jawab atas semua biayanya.

Misnah belum sadar ketika itu. Listyo membuka tas sekolahnya, tapi tidak menemukan apa-apa di dalam tas itu. Misnah punya kartu pelajar, tapi ada di dalam dompet yang dicopet orang.

Karenanya sampai sore Listyo belum menemukan jalan untuk mengabari keluarganya.

Luka yang di derita Misnah agak parah. Ia mengalami gegar otak ringan dan dahinya perlu dijahit. Karenanya ia perlu dirawat.

Ia belum bisa meninggalkan gadis yang ditolongnya sebelum gadis itu siuman dan bisa mengatakan dimana keluarganya.

Kemudian atas bantuan petugas rumah sakit itu ia bisa mengisi batery ponselnya.

***

Dewi sedang berbincang dengan suaminya malam itu, dan membicarakan tentang Misnah yang jualan roti, dan ingin sekali ditemuinya.

“Kamu tetap mencurigai Rizki yang melakukan pencurian itu?”

“Tampaknya begitu. Dari mas Listyo aku kemudian menyadari bahwa Rizki tidak benar-benar menyayangi kakek seperti kakek menyayanginya. Agak menyesal aku, karena yang mengusulkan agar kakek mengadopsi Rizki itu adalah aku. Nyatanya tidak sesuai dengan keinginan kakek, yang berharap punya teman di kesehariannya.”

“Kamu tahu di mana pak Misdi mangkal?”

“Belum tahu, kata simbok sudah tidak di dekat rumah kakek lagi. Pastinya sungkan, atau juga nggak suka berada di sana.”

“Kata mbok Manis, Misnah berjualan setelah pulang sekolah.”

“Iya, dia masih memakai seragam sekolahnya ketika berjualan itu.”

“Kalau begitu dilihat saja seragamnya, kan ada badge yang tertempel, yang menunjukkan asal sekolahnya?”

“O iya, pasti bisa, tapi nanti kalau ketemu, sedangkan seharian aku menunggu dia tidak datang, sementara simbok-simbok bilang katanya dia akan datang mengembalikan rantang. Tapi bagus sekali Sat, hanya saja kalau ketemu kan tidak usah melihat baju seragamnya. Bisa bertanya langsung kan?”

“Semoga besok kamu bisa bertemu dia. Bukankah kebenaran harus benar-benar terkuak?”

“Iya Sat, kasihan kalau memang pak Misdi dan Misnah tidak bersalah.”

Tiba-tiba ponsel Dewi berdering. Rupanya Arum menelpon lagi.

“Ya Mbak? Mas Listyo belum ketemu?”

“Sudah, ya ampun, ternyata mas Listyo menolong orang kecelakaan di jalan.”

“Menolong orang?”

“Ada gadis kecil keserempet mobil, tampaknya si pengendara mobil tidak bertanggung jawab. Gadis itu tergeletak di tepi jalan, lalu mas Listyo yang kebetulan lewat menolongnya, membawanya ke rumah sakit.”

“Ya ampun. Tapi nggak apa-apa kan?”

“Tadi masih belum siuman, jadi mas Listyo belum bisa meninggalkannya.”

“Tidak menghubungi keluarganya?”

“Tidak ada identitas yang bisa menunjukkan siapa dia dan di mana rumahnya.”

“Keluarganya pasti bingung dong.”

“Tentu saja. Nggak tahu tuh, bagaimana nanti mas Listyo. Semoga saja semuanya baik-baik saja.”

“Aamiin.”

“Aku cuma mengabari, supaya jeng Dewi tidak bingung, soalnya tadi aku telpon kemari.”

“Iya, sempat kepikiran juga. Syukurlah kalau sudah jelas keberadaannya.”

“Baik, nanti aku kabari lagi.”

“Ada apa? Mbak Arum ya yang menelpon?”

“Tadi siang mbak Arum kan bingung, mas Listyo belum pulang padahal sudah mengatakan kalau mau pulang. Dikiranya mampir kemari, padahal tidak. Ini tadi mengabari bahwa mas Listyo belum pulang karena menolong orang kecelakaan di jalan.”

“Waduh, bagaimana keadaannya?”

“Belum tahu, waktu menelpon tadi katanya belum siuman. Orang tuanya belum tahu, nggak ada identitas yang dibawa korban.”

Tapi tak lama kemudian ponsel Dewi berdering lagi.

“Mbak Arum, ada apa lagi?”

“Mas Listyo baru saja pulang, gadis kecil itu sudah siuman tapi belum bisa ditanya apapun, kelihatannya masih bingung. Tapi sudah dipindahkan ke ruang rawat, mas Listyo yang mengurusnya. Ini dia malah membawa pulang tas sekolah gadis itu, keranjang berisi roti dan ada rantang kosong juga.”

“Apa? Keranjang berisi roti, rantang, tas sekolah?” Dewi berteriak.

***

Besok lagi ya.

 

25 comments:

  1. πŸ‡πŸ«πŸ‡πŸ«πŸ‡πŸ«πŸ‡πŸ«
    Alhamdulillah πŸ™πŸ˜
    Cerbung eLTe'eLKa_22
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam aduhai πŸ’πŸ¦‹
    πŸ‡πŸ«πŸ‡πŸ«πŸ‡πŸ«πŸ‡πŸ«

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah
    Wa syukurillah.
    eLTeeLKa_22 sdh tayang.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih bu Tien, sakam SEROJA dan tetap semangat berkarya, selalu ADUHAI....

      Delete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Langit tak lagi kelam telah tayang

    ReplyDelete
  4. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 22 " sampun tayang...
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  6. Alha.dulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  7. Makasih bunda tayangannya, sedang asik" baca eee bersambung, nunggu senin

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~22 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien & keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
  9. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Maturnuwun Bu Tien cerbung dah tayang, semoga Bu Tien tetap sehat semangat bahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 22 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  13. Alhamdullilah terima ksiih bunda cerbungnya sdh tayang .slmt mlm dan slmr istrhat dan salam seroja uno bunda sekeluargaπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillaah, Matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Mantab,,,,, πŸ‘πŸ‘πŸ‘
    Misnah anak baik kan ...Dewi msh bingung, kita tunggu besok lusa,,lama bener ya😁🀭

    ReplyDelete
  15. Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..22..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.

    Rizki jangan puas dulu ya, Misnah yang kamu tabrak lari msh hidup. Dengan bantuan Dewi, Satria dan Listyo, Misnah akan menuntut mu ke Polisi.

    ReplyDelete
  16. Terimakasih bunda Tien, selamat berlibur dan berkumpul dengan keluarga tercinta, sehat dan bahagia selalu....Aduhaaii

    ReplyDelete
  17. Terimakasih bunda Tien, selamat berlibur dan berkumpul dengan keluarga tercinta, sehat dan bahagia selalu....Aduhaaii

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 22 " Sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta...

    ReplyDelete
  20. Aduh, harus menunggu Senin nih...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah terima kasih Mbu Tien... sehat sllu bersama keluarga trcnta

    ReplyDelete

LANGIT TAK LAGI KELAM 22

  LANGIT TAK LAGI KELAM  22 (Tien Kumalasari)   Pengendara mobil itu terbahak, mentertawakan Misnah yang sedang menangis sambil ngelesot di ...