MAWAR HITAM 33
(Tien Kumalasari)
Pak Sunu berlari ke arah depan, tapi di pinggir jalan dia tak melihat bayangan Andira. Bu Sunu yang menyusul terlihat cemas.
“Ada apa sih Pak, mengapa Bapak memutuskan sesuatu tanpa bicara dulu? Lalu bagaimana ini? Andira pergi ke mana? Bapak harus cepat mencarinya.”
“Pasti ke rumah Andra yang di dekat kantor, aku akan ambil mobil dulu.”
“Aku ikut ,” kata bu Sunu sambil mengikuti suaminya.
Pak Sunu mengambil kunci mobilnya, lalu memacunya keluar rumah dengan sang istri bersamanya.
“Mengapa Bapak melakukannya?” tanya bu Sunu dalam perjalanan ke rumah Andra.
“Perbuatan Andra itu sudah keterlaluan. Uang perusahaan dipergunakan untuk memberi modal kepada pembantu sialan itu, demi mendirikan rumah makan. Itu belum cukup, ia mengijinkan bocah setan itu bekerja di perusahaan kita. Tentu saja aku marah besar.”
“Pasti ada sesuatu yang membuat Andra melakukannya.”
“Alasannya mabuk, lalu pulang dan memperkosa Sinah. Bukankah aku sudah mengatakannya? Ibu tidak mengerti juga?” jawab pak Sunu bernada kesal, karena sesungguhnya dia juga bingung.
“Mengapa Bapak tidak bicara dulu di rumah, langsung memutuskan ketika masih ada di kantor. Ternyata Andira menentang keputusan Bapak, dia memaafkan kesalahan suaminya. Bapak apa tidak tahu, sesungguhnya mereka saling mencintai. Tadi Andra datang, bersimpuh memeluk istrinya sambil menangis, pasti berat bagi dia untuk berpisah dengan istrinya, tapi Bapak sudah mengusirnya.”
“Diamlah Bu, aku ini juga sedang kacau, jangan menambah berat pikiranku dengan mengomel tidak karuan,” kesalnya.
“Bapak tidak mengerti, aku ini seorang ibu, kalau terjadi apa-apa atas Andira, aku hancur, Pak.”
“Apakah kamu mengira hanya kamu yang panik, bingung, kacau? Aku juga merasakan hal yang sama, jadi diamlah.”
Bu Sunu diam, tapi isak tangis yang terdengar serasa mencabik-cabik hati suaminya. Ia tak mengerti, apakah salah kalau menghukum orang yang bersalah? Pak Sunu orangnya baik, tapi ia selalu keras dalam bertindak. Tak peduli siapa yang bersalah, walau anaknya sekalipun ia tetap akan menghukumnya. Apakah ia terlalu kejam?
Pak Sunu terus memacu mobilnya, tapi jalanan sangat ramai di siang hari itu, jadi terpaksa ia tak bisa mengendarainya terlalu cepat.
***
Andira yang tadi berlari keluar rumah demi mengejar suaminya, sudah sampai di rumah Andra yang terletak tak jauh dari kantornya. Beruntung dia mengantongi uang kembalian dari simbok, sehingga dia bisa naik becak, sehingga segera sampai di rumah itu.
Andira melihat pintunya tertutup. Ia memencet bel tamu, tapi tak ada tanda-tanda pintu dibuka. Ia menggedor-gedor pintu sampai telapak tangannya terasa sakit. Tapi sepertinya tak ada orang di dalam.
Andira menangis sangat keras.
“Maas, kamu di mana Mas, pulanglah Mas, aku maafkan kamu. Aku maafkan kamu seperti permintaanmu Mas. Ayo pulang, bukankah kamu ingin segera punya anak? Besok kita sama-sama menjemput dokter yang akan membantu kita. Mas Andra, aku tak mau kehilangan kamu. Kamu mengatakan cinta, tapi kamu pergi meninggalkan aku. Kamu bohong Mas, mengapa kalau cinta maka kamu meninggalkan aku Mas?”
Tubuh Andira luruh ke lantai di depan pintu. Tak ada yang mendengarkan, karena Andra memang tidak pulang ke rumah itu. Ia pergi entah kemana, membawa duka, luka dan sesal yang terus menghantuinya.
Ia menyandarkan kepalanya di pintu, dan menangis tersedu-sedu.
“Bukankah kamu ingin agar aku memaafkan kamu? Aku sudah memaafkan Mas, jangan begini Mas, kamu menyiksa aku, pulang Mas, lupakan semuanya, aku janji tak akan mengungkit apa yang telah kamu lakukan. Aku tahu kamu adalah korban. Korban dari kelemahan kamu sendiri. Seharusnya kamu berterus terang saja ketika itu, tapi kamu menutupinya, kamu takut sesuatu. Sekarang kamu di mana Mas? Pulang ya Mas, pulang, jangan pergi Mas,” suara Andira semakin lemah, terdengar berbisik dari bibir tipisnya yang bergerak-gerak. Wajahnya basah oleh duka dan air mata. Ia bahkan tak merasa ketika tiba-tiba sang ibu sudah ada di belakangnya dan memeluknya sambil menangis juga.
“Andira, mengapa begini? Ayo pulang dan bicara lagi.”
“Andira tak ingin bicara, Ibu, Andira ingin mas Andra kembali pulang,” kata Andira lemah.
“Ya, tentu saja, nanti kita bicarakan lagi, agar ayahmu bisa membawa Andra kembali pulang.”
“Apa Ibu tahu, ke mana mas Andra pergi?”
“Dia pergi tanpa mengatakan ke mana, tadinya ayahmu juga mengira dia pulang kemari, tapi ternyata tidak. Pasti ayahmu akan mengusahakannya."
Pak Sunu duduk di kursi yang ada di teras itu, tak bicara apapun. Ada sesal ketika ia menjatuhkan hukuman yang ternyata juga menyakiti hati Andira. Ia tahu mengapa istrinya mengomeli dirinya di sepanjang jalan tadi. Ia tak mengira kalau akibatnya begini. Andira bukannya marah, justru menangisi kepergian sang suami.
“Andira, ayo pulang, Nak,” akhirnya kata pak Sunu lembut.
“Andira tidak mau pulang tanpa mas Andra. Andira akan di sini menunggu mas Andra kembali,” jawab Andira dengan air mata tetap bercucuran.
“Jangan begitu, Andira, kita pulang dulu, bapak akan mencari cara untuk mengajak Andra pulang.”
“Mas Andra tak akan pulang. Dia sangat keras kepala. Dia, walaupun melakukan kesalahan, dia tak akan begitu mudah untuk melupakan perlakuan Bapak kepadanya. Tiba-tiba mengusir, bahkan menyarankan agar dia menceraikan aku. Bapak sangat kejam.”
“Baiklah, bapak mengaku salah atas tindakan itu, tapi berhentilah menangis. Bapak tak bermaksud membuat kamu bersedih. Mengertilah, Andira.”
Andira masih terisak. Bagaimanapun semuanya sudah terjadi. Satu-satunya jalan adalah harus bisa menemukan dan mengajak pulang Andra. Tapi ke mana perginya Andra? Dia pergi tak membawa apapun. Mobil ditinggalkan, baju hanya yang dipakainya saja. Menurut sang ayah ketika bicara di rumah, Andra juga tak membawa uang perusahaan, hanya yang ada di rekeningnya, yaitu uang gaji, yang selalu diberikannya kepada istrinya, sehingga Andira tahu bahwa Andra tak memiliki banyak uang.
“Andira, berhentilah menangis, ayo kita pulang dulu, ya,” bujuk sang ibu.
Andira masih bersimpuh dilantai, di depan pintu. Pak Sunu bangkit, lalu mengangkat tubuh Andira, memintanya agar berdiri.
“Aku mau di sini saja, menunggu mas Andra pulang.”
“Kamu bilang bahwa suami kamu tak akan pulang, bukan? Jadi sampai kapan kamu akan menunggu?”
“Dia tidak akan pulang ke rumah Andira, tapi dia akan pulang kemari.”
“Andira, itu kan belum tentu, bagaimana kalau nanti sampai malam, Andra tetap belum kembali?” kata bu Sunu lagi.
“Mas Andra tidak punya siapa-siapa, jadi kalau pulang dia pasti kemari,” bantah Andira.
“Jangan begitu Andira, lebih baik kamu menunggu di rumah saja, jangan di sini,” kata pak Sunu.
“Kalau di rumah, Andira tidak akan tahu kalau dia pulang. Bapak dan Ibu pulang saja, jangan mengusik Andira. Andira akan tetap di sini.”
“Apa kamu memiliki kunci rumah ini?”
“Ada, di rumah. Tapi entah di mana Andira menaruhnya, Andira lupa.”
“Bu, ayo kita pergi, cari tukang kunci supaya Andira bisa masuk ke dalam rumah,” kata pak Sunu lagi. Ia tahu, seperti dirinya, Andira juga keras kepala. Walau dibujukpun ia belum tentu mau.
“Kalau begitu biar aku menemaninya di sini,” kata sang ibu.
“Jangan Bu, biarkan Andira sendiri. Aku tidak mau ditemani,” kata Andira yang merasa bahwa keberadaan ibunya akan menghambat keinginannya untuk mencari suaminya. Ia bertekad mencarinya sendiri, entah kemana, Andira belum tahu.”
“Baiklah, kalau begitu biarkan simbok saja, sekarang ayo kita pulang. Kita cari tukang kunci lalu membawa simbok kemari.”
Andira diam, tak bereaksi. Ia masih merasa kesal pada ayahnya.
“Biar aku di sini dulu Pak, sampai simbok Bapak bawa kemari,” kata bu Sunu yang takut kalau Andira akan pergi lagi.
***
Sementara itu Satria yang mengikuti Sinah, melihat bahwa Sinah ternyata kembali ke rumahnya. Satria pura-pura masuk ke dalam, dengan dalih ingin makan. Ia duduk di sebuah meja dan memesan makanan. Kepada pelayan dia bertanya, apakah bu Mawar ada tamu, didalam? Tapi pelayan itu mengatakan tidak. Satria tidak tahu, bahwa Sinah melihat saat Satria mengikutinya. Karenanya dia urung pergi menemui Bagus yang sudah menyekap Dewi sejak kemain.
Ia hanya masuk ke dalam kamarnya, tidak menelpon kecuali hanya mengirimkan pesan. Bagus mengatakan kalau keadaan Dewi panas, karena lukanya parah. Sinah menjawab, biarkan dia mati. Tapi Bagus tidak setuju. Dia tidak ingin menjadi pembunuh, karenanya ia memanggil dokter dengan bayaran tinggi, agar mau merawat Dewi di rumahnya.
Satria tak mendapatkan apapun. Ia menelpon Listyo bahwa dia mencurigai seseorang.
“Kalau begitu laporkan saja pada polisi kalau kamu mencurigai seseorang. Siapa dia?” tanya Listyo.
“Sepertinya Sinah, bekas pembantu Dewi, yang akhir-akhir ini mengubah namanya menjadi Mawar dan memiliki rumah makan Mawar Hitam.”
“Jadi dia memang Sinah? Bagaimana dia bisa mendirikan rumah makan? Dia pasti punya modal yang besar, bukankah menurut Dewi Sinah hanya menjadi penjaja buah dan makanan?” kata Listyo yang pernah mendengar penuturan Dewi ketika membeli mangga masam ketika itu.
“Dia hanya pura-pura, ceritanya panjang. Tapi saya mencurigai dia karena mendengar saat dia menelpon temannya, dan sepertinya menyebut tentang sebuah penculikan. Hanya saja saya belum menemukan buktinya.”
“Mengapa dia ingin mencelakai Dewi?”
“Karena sejak lama dia menyukai saya, sejak masih sekolah.”
“Ya ampun, tapi bagaimana dia bisa menjadi sekaya itu?”
“Nanti saya akan menceritakannya. Saat ini saya sedang mengawasi dia di rumah makan itu, tapi tidak menemukan apapun. Saya curiga dia tahu bahwa saya mengikutinya.”
“Kalau begitu kita laporkan saja ke polisi, biar polisi yang mengawasi gerak-geriknya.”
“Baiklah, barangkali itu yang terbaik,” kata Satria mengakhiri pembicaraam yang dilakukannya di halaman rumah makan, sehingga tak ada yang mendengarkan.
***
Sementara itu di sebuah rumah, Dewi sedang terbaring lemah. Tadi Bagus memanggil dokter yang kemudian memeriksa dan mengobati luka-luka Dewi. Rasa sakit itu sudah berkurang, dan dengan kepala dibebat pembalut, Dewi tadi tak berani bicara apapun karena Bagus mengancamnya.
Ketika dokter itu pergi, lalu Bagus memberinya makan, Dewi menolaknya.
“Aku tidak mau makan. Katakan mengapa kamu menculikku?” katanya marah, tapi dengan suara lemah.
“Kalau kamu tidak mau makan, kamu bisa mati.”
“Lepaskan aku, tolong. Kalau kamu butuh uang, aku bisa memberimu.”
Agak tergoda Bagus yang mata duitan itu mendengar kata uang. Tapi kalau sampai dia melepaskan Dewi, sekali mendapatkan uang, untuk selanjutnya dia tak akan bisa mendapatkannya lagi dari ‘Mawar’.
“Maaf, aku sebenarnya juga sudah dibayar oleh seseorang.”
“Siapa dia?”
“Aku tak bisa mengatakannya, sekarang istirahatlah. Diluar hujan, aku mau melihat ke depan, terasku tampaknya bocor,” kata Bagus yang masih menimbang-nimbang tentang uang. Iming-iming uang dari Dewi masih menggodanya, tapi dia juga masih memperhitungkan ‘Mawar’ yang akan selalu memberinya uang.
Guntur terdengar menggelegar, barangkali hujan akan semakin deras.
Ketika Bagus ke arah depan, ia melihat seorang laki-laki berlari ke arah rumahnya.
“Mas, maaf, bolehkah saya berteduh di sini sebentar?”
“Oh, boleh, silakan, tapi di teras saja ya, di dalam ada yang bocor. Dan maaf.juga karena di sudut itu juga agak bocor."
“Tidak apa-apa, di sini juga tak apa-apa.”
Dan Bagus dengan terpaksa membiarkan laki-laki itu duduk di teras.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah MAWAR HITAM~33 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA..π€²
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
ππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eMHa_33
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam aduhai ππ¦
ππππππππ
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam ep 33 " sampun tayang . Semoga bu Tien selalu sehat demikian pula pak Tom dan amancu... salam hangat dan aduhai aduhai bun ππ©·π©·
ReplyDeleteAΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai...
Hamdallah sampun tayang
ReplyDeleteMatur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteTerima kasih Bunda Tien ...salam sehat
ReplyDeleteSami2 ibu Sriati
DeleteLama nggak jumpa
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan Pak Tom Widayat sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 33 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 33 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdululillah akhirnya yg ditunggu sdh tayang... spertinya rata² akhir akhir ini tiba tiba huja datang dg deras nya... sepertinya Andra yg datang itu yah... Dewi orang baik pasti sllu ada pertolongan...
ReplyDeleteTerima kasih Mbu Tien... sehat sllu bersama keluarga trcnta..
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia aduhai dr Yk...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteAduhai dari Solo
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 33..sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.
Kasihan deh Andira...nangis gero gero krn di tinggal suami. Ini gara gara pak Sunu sih yang terlalu otoriter, tdk sayang pada anak...he...he...
Siapa ya yng berteduh di tempat persembunyiannya Bagus, ..gara gara hujan deras...polisi reserse kah atau Andra yang sedang berkelana..
Mungkin dewa penolong akan menolong Dewi π₯Ί
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillaah ," Mawar Hitam - 33 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda jg Pak Tom Widayat sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalsamiinπ€²
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Matur nuwun Mbak Tien.. yg ditunggu tunggu sudah hadir
ReplyDeleteSami2 jeng Ira
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *MAWAR HITAM 33* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
AΓ miin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Polisikah yang datang ke rumah Bagus?
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
DeleteMatur nuwun ibu Tien MH 33, semoga ibu selalu sehat sekeluarga senantiasa dlm lindungan Allah SWT Aamiin
ReplyDeleteKalau yang berteduh itu polisi, dari mana ya informasinya. Apa polisi bertanya kepada seluruh dokter dan Rumah Sakit kalau ada yang merawat seorang wanita yang kecelakaan..
ReplyDeleteAndra pergi ke mana... Mengapa tidak menjelaskan masalahnya kepada istrinya. Kalau kepada Sinah rasanya tidak mungkin.
Salam sukses mbak Tien yang aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Maturnuwun Bu Tien MH dah tayang, ceritanya menarik,seru,bikin penasaran para pembaca, semoga Bu Tien sehat,semangat dan bahagia bersama Kel tercinta.....
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteApakah itu Andra ...atau
Pokoknya seru & aduhai cerita nya, ππ
Matur nuwun
ReplyDelete