Monday, June 23, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 44

 CINTAKU JAUH DIPULAU SEBERANG  44

(Tien Kumalasari}

 

Ketiga orang saling menatap dengan perasaan yang berbeda-beda. Mereka juga terkejut, dengan pertanyaan yang berbeda-beda juga. Saraswati merasa heran karena melihat Listyo datang bersama Arum dan anak-anaknya. Arum heran karena bibi Listyo adalah den ayu Saraswati, dan Listyo heran melihat Aryo langsung merosot turun dari gendongannya, berlari tertatih mendekati sang bibi.

“Bbwwuuu … Bwwuuuuu … ,” pekiknya sambil merangkul kaki Saraswati. Walau belum hilang rasa terkejutnya, Saraswati segera mengangkat tubuh Aryo, yang kemudian dengan kedua tangan kecilnya menepuk-nepuk pipi Saraswati.

“Aryo, kamu datang untuk ibu?”

“Bwwuuu …. bwwuuu …,” celotehnya sambil terkekeh senang.

Saraswati menciumi pipi Aryo dengan gemas.

Sementara itu Arum menatap Listyo dengan tatapan tajam. Ia tak menyangka bahwa Listyo masih kerabat den ayu Saraswati.

“Bibi, apakah kedatangan saya mengejutkan Bibi?” tanya Listyo pada akhirnya.

Saraswati menatap Listyo, sementara Aryo masih menepuk-nepuk pipinya.

“Kamu mengenal mereka ini?”

“Ini Arum, wanita yang ingin Listyo nikahi,” kata Listyo pelan.

“Dia?” tanya Saraswati terkejut.

“Benar, Bibi. Walaupun dia janda beranak dua, tapi saya mencintainya.”

Arum langsung marangkapkan kedua tangannya kearah Saraswati.

“Mohon Den Ayu memaafkan saya, saya sama sekali tidak menduga kalau ….”

“Listyo mencintai kamu … apakah kamu pernah mengatakan siapa ayah dari anak-anakmu ini?”

Arum menggelengkan kepalanya pelan. Perasaan takut menyelimutinya. Sama sekali dia tidak menyangka bahwa Listyo adalah kerabat Adisoma.

“Listyo, apa kamu tahu bahwa Arum adalah selir dari pamanmu Adisoma?”

Listyo terkejut. Ia menatap Arum yang kemudian mengangguk pelan.

“Begitu ya? Tapi bukankah Arum sudah membatalkan pernikahan siri dengan paman Adisoma?”

Listyo sudah mendengar perjalanan hidup Arum yang sudah menceritakannya dengan gamblang. Sejak bertemu dengan laki-laki yang tidak lagi muda, yang memberinya perhatian penuh, lalu Arumpun jatuh cinta, kemudian setelah Arum hamil lalu laki-laki itu kabur, dan bertemu lagi ketika ia mengabdi pada sebuah keluarga yang ternyata laki-laki di keluarga itu adalah laki-laki yang telah meninggalkannya, dan semuanya Arum sudah mengatakannya. Listyo sudah tau, hanya saja Arum tidak menyebut nama. Tak ada nama disebutkan, dan Listyo tidak pernah mendesak untuk menanyakannya. Ia terkejut ketika mendengar bahwa ayah dari Aryo dan Sekar adalah Adisoma. Tapi hal itu tak membuat Listyo mundur. Ia tak pernah jatuh cinta lagi setelah Dewi meninggalkannya, dan sekarang, ketika ada cinta menghampirinya, maka ia tak ingin melepaskannya. Walau sulit, cinta itu harus diperjuangkan.

“Mas Listyo, biarkan saya pergi,” kata Arum lirih. Ia merasa dunia begitu sempit. Betapapun ia ingin menghindar dari kehidupan Adisoma, ternyata ia kembali menemukannya. Pasti akan bertemu, karena Listyo masih kerabatnya.

“Tidak Arum, kamu adalah calon istri aku. Kamu harus selalu bersama aku.”

Saraswati menatapnya bingung. Begitu besar cinta Listyo kepada Arum, tanpa peduli bahwa Arum adalah bekas selir Adisoma. Masalah besar sedang menanti Listyo. Bagaimana menghadapi Adisoma nanti, dan bagaimana menghadapi orang tuanya yang sudah jelas menentang hubungannya dengan perempuan biasa, bahkan yang sudah beranak dua.

“Listyo, kamu sudah memikirkan semuanya masak-masak?”

“Saya datang kemari agar Bibi mengenal wanita yang menjadi pilihan saya. Apakah Bibi juga akan menentang hubungan kami ini?”

“Mas Listyo, biarkan saya pergi.”

“Tidak. Apa kamu takut? Ada aku yang akan selalu melindungi kamu. Kamu tidak akan menjalani hidup kamu seorang diri. Aku akan selalu ada untuk kamu.”

Saraswati tersenyum tulus. Ia tahu Arum adalah wanita yang baik. Apa yang menimpanya adalah takdir yang harus dijalaninya. Ia berhak bahagia. Ia berhak mendapatkan laki-laki yang bisa menjadi pelindungnya.

“Arum, kamu mendapatkan laki-laki yang mencintai kamu dengan tulus. Jangan lagi lari dari kehidupan baik yang menunggu kamu. Sudah saatnya kamu menemukan hidup tenang dan bahagia,” kata Saraswati sambil berdiri, membiarkan Aryo merangkul lehernya, kemudian terkulai di pundaknya. Aryo mengantuk. Saraswati mengelus punggungnya.

“Apakah itu berarti bahwa Bibi mendukung keinginan Listyo?”

“Kalau kamu ingin menjalani kehidupan yang baik, kenapa tidak? Aku tahu Arum wanita yang tidak akan mengecewakan kamu. Hanya saja kamu akan banyak menghadapi rintangan. Apa kamu sadar?”

“Saya mengerti, Bibi. Tapi tekad saya sudah bulat. Saya tidak akan mundur selangkahpun demi cinta saya ini.”

Arum menghapus air matanya. Ia melihat orang-orang baik didekatnya. Ada haru menyelimuti ketika melihat Aryo tidur di pundak Saraswati. Dulu pernah menjadi anak angkatnya, dialah yang memisahkan mereka sementara ikatan diantara keduanya sudah terjalin, sejak Aryo masih bayi.

Mbok Manis yang keluar untuk menghidangkan minuman, sedikit banyak mendengar perbincangan mereka. Ada rasa senang ketika mendengar Listyo ingin memperistri Arum. Ia melihat kedekatan Aryo dan den ayu Saraswati, dan itu membuatnya terharu. Entah dengan cara apa, bahagia bisa saja tercipta kapan saja.

“Silakan diminum,” kata mbok Manis sambil meletakkan beberapa cangkir berisi minuman di atas meja, sambil tersenyum menatap Arum.

“Den Aryo tidurnya enak sekali, apa harus saya tidurkan di kamar, Den Ayu?” kata mbok Manis sambil mengulurkan tangannya ke arah Aryo yang terlelap dalam gendongan Saraswati.

“Biar saya pangku saja, nanti dia malah terbangun.” kata Saraswati sambil duduk.

“Biar saya yang memangkunya, Bibi,” kata Listyo menawarkan diri.

“Tidak apa-apa. Aryo sedang kangen sama ibunya,” kata Saraswati sambil mendekap punggung Aryo.

Listyo terharu, ternyata sudah begitu dekat sang bibi dengan Aryo. Benar kata Arum, bahwa ibu angkatnya memang sangat menyayangi Aryo.

“Bibi, saya mau mengajar sebentar, bolehkah saya menitipkan Arum dan anak-anaknya di sini dulu? Sebenarnya saya hanya ingin mengenalkan Arum kepada Bibi, tidak tahunya ternyata mereka sudah sangat mengenal dekat. Saya tidak mengira, wanita sangat baik dan penuh kasih sayang yang diceritakan Arum adalah Bibi saya ini,” kata Listyo sambil mendekat ke arah Saraswati.

“Arum mengatakan itu?”

“Iya. Dia juga masih menyimpan perhiasan pemberian Bibi.”

“Oh, ya ampuun, apa kamu tidak mempergunakannya untuk mencukupi kebutuhan anak-anakmu, Arum?”

“Selama ini kami hidup berhemat. Saya hampir menjual kalung saya ini untuk modal berdagang, ketika tiba-tiba mas Listyo melamar saya dan melarang saya menjualnya.”

“Bagaimana ceritanya, sehingga kalian bisa bertemu? Memang barangkali semua ini sudah kehendak Yang Maha Kuasa.”

“Nanti biar Arum yang menceritakannya, Bibi. Saya akan mengajar sebentar. Paling-paling dua jam saya sudah kembali.”

“Baiklah, hati-hati.”

“Arum, kamu di sini dulu ya. Aku tidak akan lama.”

Arum hanya mengangguk lalu menundukkan wajahnya.

“Mbok, tidurkan saja anak Arum yang kecil ini di kamar, tapi jangan kamu tinggalkan. Tampaknya dia sudah bisa bergerak banyak, nanti kalau bangun dan tidak ketahuan, bisa-bisa terjatuh.”

“Baiklah, mana den Arum, biar saya tidurkan di kamar.”

“Panggil saya Arum, tidak usah pakai den ya Mbok, saya masih seperti dulu.”

“Den Arum akan menjadi istri den Listyo juga, mana bisa saya hanya memanggil nama?”

“Saya merasa tidak enak.”

“Nggak apa-apa, mana … saya tidurkan den kecil di kamar, saya akan menungguinya sampai dia terbangun,” kata mbok Manis sambil meraih Sekar yang masih ada di gendongan Arum.

“Terima kasih Mbok, terima kasih, Den Ayu.”

“Jangan sungkan, Arum. Oh iya Mbok, bilang sama mbok Randu agar menyiapkan makan siang untuk kami. Listyo akan kembali tidak lama lagi.”

“Baik, sambil ke kamar saya akan menyampaikan pesan Den Ayu.”

***

Arum sudah menceritakan semuanya. Bagaimana polahnya ketika ingin pergi dari kota Solo, lalu ketemu Listyo yang melarangnya pergi karena waktu itu baru dua hari dirinya melahirkan Sekar. Lalu Listyo memintanya tinggal di pavilyun rumahnya, dan akhirnya dia melamarnya.

“Sebuah perjalanan hidup kamu yang sangat memprihatinkan, Arum. Semoga setelah ini kalian hidup berbahagia.”

“Aamiin, terima kasih Den Ayu.”

“Panggil saya bibi.”

“Tidak berani, Den Ayu. Biarlah seperti biasanya saja.”

“Ya sudah, terserah kamu saja, dengan berjalannya waktu, kita bisa menempatkan diri kita, dan bagaimana seharusnya kita bersikap.”

“Sesungguhnya saya takut menjalani hidup bersama mas Listyo. Saya ini siapa, dan mas Listyo ini siapa. Biarpun saya belum tahu bahwa mas Listyo adalah keturunan priyayi luhur, tapi sudah jelas kami tidak sepadan. Saya hanya perempuan kampung yang bodoh, tanpa pendidikan, sudah janda, punya dua anak pula. Tapi mas Listyo meyakinkan saya bahwa ini adalah jalan hidup kami yang harus kami jalani dengan penuh keyakinan. Saya hanya bisa pasrah, entah akan menjadi baik, atau menjadi buruk, saya akan menerimanya sebagai takdir yang tidak bisa saya hindari.”

“Kamu wanita yang baik, aku percaya bahwa kamu akan menemukan yang terbaik untuk hidup kamu.”

“Aamiin, terima kasih karena telah membesarkan hati saya.”

“Minumlah, kalian baru saja melakukan perjalanan jauh, pasti haus. Sebentar lagi kita makan. Mbok Randu baru menyiapkan makan siang, sebentar lagi Listyo datang.”

“Biar Aryo saya gendong, Den Ayu. Pasti Den Ayu akan capek.”

“Tidak. Biar begini. Aku tidak capek, kan hanya memangku saja.”

***

Seperti biasa, disaat kosong, Dewi dan Satria selalu bercengkerema bersama di kampus. Entah sedang duduk berdua di bawah pohon beringin, atau sedang menikmati es kelapa muda di kantin.

Walau tidak melakukan hal-hal yang melewati batas pertemanan, tapi kebersamaan mereka sangat tampak dan semua orang tahu bahwa mereka tidak sekedar berteman.

Siang hari itu keduanya sedang menikmati segarnya angin siang dibawah sebuah pohon rindang. Ada canda, ada pembicaraan serius, yang selalu saja ada ketika mereka sedang berdua. Mereka berpisah ketika Satria ada kelas, dan Dewi masih harus menunggu.

“Aku nanti pulang sore, jadi tidak bisa mengantar kamu,” kata Satria sambil berdiri.

“Tidak apa-apa, aku setelah ini pulang, sampai ketemu besok pagi. Akan aku bawakan kamu jambu dersana. Nanti aku akan mengambilnya di kebun.”

“Iya, ingat pak Listyo yang berkali-kali mengingatkan jambu dersana, saya belum jadi main ke sana.”

“Mas Listyo juga jarang pulang ke rumah, lebih suka pulang ke Solo walau selesai mengajar sampai menjelang malam. Sepertinya tadi sedang mengajar, aku tadi melihatnya.”

“Iya benar, tapi tadi bilang akan segera pulang, katanya mau ke rumah bibinya.”

“Oh ya? Bisa numpang dong, kalau bisa sama-sama pulang,” kata Dewi.

Saling melambaikan tangan adalah cara berpisah mereka sebelum esok hari bertemu lagi.

***

Arum masih berbincang dengan Saraswati, ketika Aryo sudah terbangun tapi masih menggelendot pada Saraswati. Tampaknya dia benar-benar kangen pada ibu angkatnya.

“Apakah Aryo masih makan bubur?”

“Tidak, makan nasi sudah biasa.”

“Ayo diambilkan dulu, di meja makan sepertinya sudah siap. Aku atau mbok Randu tidak tahu apa yang disukai Aryo,” kata Saraswati sambil berdiri, dan berjalan dengan menggendong Aryo.

Arum sebenarnya sungkan, Aryo sangat bergantung pada Saraswati, bahkan mengabaikan ibunya sendiri. Sekarang dia merosot turun, mengikuti langkah Saraswati menuju ke ruang makan.

“Aryo jangan nakal ya,” kata Arum.

“Bwwuu… bwuuu…”

“Aryo mau makan apa?”

Arum segera mengambilkan nasi dan sayur, yang kebetulan ada sup ayam. Tapi ketika disuapi oleh Arum, Ario melengos …

“Bwwuuu… “ tangan kecilnya menunjuk ke arah Saraswati.

“Aryo, nggak boleh nakal ya, sini, makan dulu …”

“Bwuuu… “

Saraswati tersenyum, ia segera mengambil mangkuk berisi nasi sup dari tangan Arum, lalu ditunjukkannya kepada Aryo, Aryo mendekati Saraswati dan menurut ketika Saraswati menyuapinya, membuat Saraswati tertawa senang.

“Anak pintar, ayo makan tapi harus duduk ya,” katanya sambil mendudukkan Aryo di sebuah kursi.

Arum geleng-geleng kepala. Ia tak mengira Aryo sedekat itu dengan ibu angkatnya.

Ia baru saja selesai menyusui Sekar yang kemudian digendong mbok Manis ke serambi depan.

Tiba-tiba terdengar mobil memasuki halaman.

“Mbok, sepertinya Listyo sudah datang. Meja makan sudah siap?”

“Sudah, Den Ayu, semuanya masih hangat.”

Tapi ketika terdengar langkah-langkah kaki, yang muncul adalah Adisoma. Arum sangat terkejut. Ia ingin lari tapi tak sempat lagi, karena Adisoma sudah melihatnya.

***

Besok lagi ya.

46 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG~44 telah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga tercinta.
    Aamiin YRA.๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  3. Alhamdulillah CeJeDePeeS_44 sudah tayang.
    Semoga bu Tien dan pak Dayat, sehat terus dan terus sehat. Aamiin....๐Ÿคฒ๐Ÿคฒ

    Waduh......
    Dikira Listyo jebule Adisoma....

    Tunggu besuk lagi ya ...
    Bu Tien memang oye...
    Bikin semua pembaca pinisirin......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  4. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 44...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Arum terkejut dan mati langkah, krn Adisoma sdh menemukan tempat persembunyian nya di rumah Keluarga, rmh nya Saraswati..๐Ÿ˜

    Ngotot kah Adisoma ingin mengajak Arum pulang?

    Mungkin kalau Listyo ada di situ...pasti akan berkata...langkahin dulu mayat ku ya Paman ๐Ÿ˜ณ๐Ÿคญ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  5. Matur nuwun Bu Tien, mugi Ibu & kelg.tansah pinaringan sehat.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 44" sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra ๐Ÿคฒ๐Ÿคฒ

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun ๐Ÿฉท๐Ÿฉท

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  7. Mks bun CJDPS 44 sdh tayang...selamat malam smg sll sehat bunda dan pak Tom

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  8. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 44 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Pengen cepat" hari esok nunggu cerbung ke 45 makin seru...
    Makasih bunda tayangannya salam sehat selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah sudah tayang, terima kasih Bunda Tien... sehat selalu ya Bunda agar bisa berbagi karya dengan kami .. barokallloh...ini sudah gak sabar menanti lanjutan ceritanya lho

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  13. Waddduh......kok Adisoma,trus gimana ya,kok deg degan aku......semoga TDK merusak rencana Listyo dan Arum........ Maturnuwun Bu Tien semakin menarik dan seru critanya....Sehat2 dan bahagia Bu Tien ditunggu selalu cerita selanjutnya๐Ÿ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tatik

      Delete
  14. Terimakasih bunda Tien, cerbungnya makin asyiik dan membuat penasaran. Salam sehat selalu bersama keluarga tercinta.... Aduhaaiiii

    ReplyDelete
  15. Terimakasih bunda Tien, cerbungnya makin asyiik dan membuat penasaran. Salam sehat selalu bersama keluarga tercinta.... Aduhaaiiii

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia aduhai selalu....

    ReplyDelete
  17. Setiap akhir cerita selalu bikin kaget, seperti menteri Pranowo saja...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seneng dong disamain sama mentri
      Terima kasih Mas MERa

      Delete
  18. ๐ŸŒธ๐Ÿชท๐ŸŒธ๐Ÿชท๐ŸŒธ๐Ÿชท๐ŸŒธ๐Ÿชท
    Alhamdulillah ๐Ÿ™๐Ÿ’
    Cerbung CJDPS_44
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, tetap
    smangats berkarya &
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai ๐Ÿ’๐Ÿฆ‹
    ๐ŸŒธ๐Ÿชท๐ŸŒธ๐Ÿชท๐ŸŒธ๐Ÿชท๐ŸŒธ๐Ÿชท

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  19. Matur nuwun sanget Ibu Tien Kumalasari.. banyak pelajaran kehidupan yang dapat dipetik dari semua tulisan Panjenengan.. salam hormat untuk Panjenengan sekeluarga.. ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  20. Mudah mudahan Adisoma sadar, Arum sudah dicerai. Merelakan saja Arum dinikahi Listyo. Tinggal berharap Saraswati mau membatalkan tuntutan cerainya.
    Bagaimana dengan Dewi... Dia pulang bersama Listyo.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai, semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  21. Piyeee Iki ...perang Baratayudha kah , aduhai ..

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya ๐Ÿ™๐Ÿค—๐Ÿฅฐ๐Ÿ’–๐ŸŒฟ๐ŸŒธ

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, sehat dan bahagia selalu bersama amancu. Aamin๐Ÿ™๐Ÿ’–

    ReplyDelete
  23. Terima ksih cerbungnya bunda..slmt pgii dan dan slmt beraktivitas..slm sht sll dan aduhai sll unk bunda sekeluarga๐Ÿ™๐Ÿฅฐ๐ŸŒน❤️

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 44

  CINTAKU JAUH DIPULAU SEBERANG  44 (Tien Kumalasari}   Ketiga orang saling menatap dengan perasaan yang berbeda-beda. Mereka juga terkejut,...