ADA MAKNA 18
(Tien Kumalasari)
Emmi menatap ayahnya sambil tersenyum. Ia memegang tangan ayahnya dan menepuknya lembut.
“Bapak, tidak usah mengambil dari simpanan Bapak ya, Emmi ada kok, nanti akan Emmi berikan kepada Reihan, dan Emmi juga akan menambahinya sedikit.”
“Apa kamu punya uang?”
“Ada Pak, bapak Ardi memberi Emmi uang beberapa, katanya kalau perlu sesuatu bisa mempergunakan uang itu."
Guntur diam. Ada rasa tersayat di dalam hatinya. Bahkan sedikit uangnya yang ingin diberikan kepada anaknya, tidak bisa memberi arti. Wajahnya muram seketika. Sekuat tenaga dia menahan air matanya yang sudah menggenangi pelupuk. Emmi memegang erat tangan ayahnya. Ia mengira sang ayah merasa terharu atas ‘kebaikan’ hatinya, padahal sesungguhnya Guntur merasa sedih dan tak berharga.
“Bapak tidak usah memikirkan apapun. Serahkan semuanya kepada Emmi,” kata Emmi sambil menatap ayahnya dengan senyum tulus. Beda yang diberikan, beda yang di rasa. Apakah Guntur akan marah karena tersinggung? Guntur merasa tak mampu berkata-kata. Mengungkapkan kekecewaan juga tak mampu. Kata yang ingin diucapkannya hanya tersekat di tenggorokan.
Emmi mengembalikan kartu ATM ayahnya.
“Akan Emmi ambilkan dulu uangnya ya Pak.”
“Mbak tidak usah repot-repot, ibu pasti memikirkannya,” kata Reihan sungkan.
“Ssst, tenanglah, nanti bapak kecewa kalau kamu menolaknya,” kata Emmi sambil menepuk punggung adiknya.
“Rei, kamu di sini dulu, mas mau mengantarkan mbak Emmi ya. Ngobrollah dengan bapak,” kata Wahyu sambil mengikuti langkah Emmi.
“Apakah saya menyusahkan Bapak?” tanya Reihan.
“Tidak, kamu lihat sendiri, bapak tidak melakukan apa-apa. Itu kakakmu yang akan memberikan uangnya,” kata Guntur dengan ekspresi datar.
“Bapak sakit apa?”
“Bukan apa-apa, bapak akan segera sembuh dan pulang.”
“Di mana Bapak tinggal?”
“Untuk apa kamu menanyakannya?”
“Terkadang kalau Reihan kangen, boleh menemui Bapak kan?”
Guntur tersenyum. Ada anak yang terkadang merasa kangen terhadapnya?
“Bapak masih akan lama di sini kan? Bapak masih sakit, kan?” lanjut Reihan.
“Tidak, bapak akan segera pulang.”
“Benarkah sudah sembuh?”
Guntur mengangguk.
“Katakan, di mana Bapak tinggal.”
“Nanti saja bapak beri tahu kamu.”
“Mengapa nanti?”
“Belum saatnya kamu tahu.”
“Sepertinya Bapak selalu ingin bersembunyi,” gumam Reihan.
Guntur menepuk tangan Reihan yang diletakkan di kasur tempat tidur.
***
Emmi sudah mengambil sebagian uang yang diberikan bapak Ardi. Ia tak tega, sang ayah yang sedang menderita sakit masih harus mengeluarkan uang untuk Reihan. Ia akan mengabarinya nanti, karena hari inipun pasti sang bapak sedang bekerja.
“Mengapa kamu mengikuti aku?” tanya Emmi ketika melihat Wahyu mengikutinya.
“Apa tidak boleh? Apa kamu belum mau memaafkan aku?”
“Aku bahkan sudah melupakannya.”
“Terima kasih Emmi, aku sangat bodoh ketika mempercayai kabar itu. Ada rasa tidak percaya sebenarnya, tapi_”
“Tapi nyatanya kamu percaya.”
“Maaf.”
“Menjauhlah dariku, nanti kalau ibumu tahu, kamu akan kena marah lagi.”
“Tidak apa-apa. Ibu harus bisa mengerti perasaan aku.”
“Perasaan apa?”
“Aku menyukaimu.”
“Jangan ….”
Emmi mempercepat langkahnya, tapi Wahyu tentu saja mampu mengimbanginya, sehingga mereka bisa berjalan sejajar.
“Jangan sampai membuat keributan lagi. Aku malu.”
Wahyu tak menjawab. Dalam hati dia kesal kepada ibunya, yang tanpa sungkan tadi berteriak-teriak di tempat umum.
Mereka sudah sampai di depan kamar inap Guntur. Emmi membiarkannya masuk.
“Jam berapa Reihan dioperasi?”
“Masih nanti jam tiga, tapi tampaknya aku akan mengajak Reihan kembali ke kamarnya. Sebelum operasi pasti akan diadakan pemeriksaan, entah apanya.”
Emmi mengangguk.
“Bapak, ini uangnya,” kata Emmi sambil menyerahkan uang yang baru saja diambilnya.
“Mengapa menyerahkannya pada bapak?”
“Emmi serahkan langsung uangnya pada Reihan?”
Guntur hanya mengangguk.
“Rei, ini dari bapak, kamu terima ya. Barangkali sedikit membantu.”
“Dari kakakmu,” sambung Guntur.
Emmi hanya tersenyum. Toh tadi Reihan juga mendengar pembicaraan tentang uang itu.
“Terima kasih, nanti akan Rei berikan kepada ibu,” kata Reihan setelah menerima uang itu.
“Kami harus segera pamit. Takutnya Reihan sudah ditunggu,” kata Wahyu.
“Baiklah, semoga semuanya lancar,” kata Guntur.
Emmi mengantarkannya sampai ke pintu, lalu sebelum ia menutup kembali pintunya, didengarnya suara berteriak.
“Apa yang kamu lakukan di situ?”
Emmi geleng-geleng kepala.
“Untunglah aku sudah tidak bersama mereka,” gumamnya sambil mengunci pintunya kembali.
***
“Kamu pasti berdalih mengantarkan Reihan menemui ayahnya, sementara kamu ingin bertemu gadis itu bukan?”
Wahyu tak menjawab. Ia tak ingin berdebat dengan sang ibu. Lagipula dia juga masih enggan berbincang dengan sang ibu.
“Bagaimana kalian bisa masuk ke situ? Perawat tidak menghalangi?”
“Tidak. Mas Wahyu bilang bahwa Reihan putra dokter Guntur.”
“Syukurlah.”
Begitu memasuki kamarnya, Reihan menyerahkan uang yang diberikan Emmi kepada ibunya.
Wajah Wanda berseri. Ia sedang butuh uang, dan ia begitu gembira menerima uang itu, yang diyakininya pasti pemberian dari Guntur.
“Aku sudah tahu, ayahmu akan sangat perhatian pada anak kandungnya,” katanya sambil menghitung uangnya.
“Sepuluh juta, sudah lumayan. Ini memperingan beban ibumu. Nanti ibu bilang terima kasih pada ayahmu,” kata Wanda lagi.
“Bukan bapak yang memberikan uangnya,” kata Reihan.
“Siapa?”
“Mbak Emmi.”
“Apa?” Wanda membelalakkan matanya. Ia hampir melemparkan uang itu, tapi kemudian diingatnya bahwa dia sedang sangat membutuhkan uang.”
Dengan ragu ia menatap bungkusan uang dalam genggamannya. Separuh hatinya butuh, tapi separuh hatinya merasa turun harga kalau menerima. Dari Emmi, gadis yang tidak disukainya. Tapi apa boleh buat.
Wahyu merasa kesal melihat sikap ibunya. Ia tahu apa yang dipikirkannya.
“Memangnya mengapa kalau uang itu dari Emmi?” kata Wahyu.
Wanda melotot ke arah Wahyu. Ia merasa anak laki-laki sulungnya sedang mengejeknya.
“Apa ibu marah?” sambung Reihan.
“Terus terang ibu tidak suka. Ibu tahu, Emmi memberikannya untuk menarik hati kakakmu ini. Bukankah dia tergila-gila padanya?”
“Masa sih Bu, sikap mbak Emmi dingin pada mas Wahyu. Tidak banyak bicara juga. Tergila-gila itu apa?” protes Reihan.
“Ya sudah, terima saja. Bukankah kita sedang membutuhkannya? Bukankah Ibu sudah tahu berapa kebutuhan kita nanti dengan ditanganinya Reihan?”
“Hei, jangan mencoba mengajari ibu. Walau butuh, ibu akan mengembalikannya nanti,” kata Wanda sengit.
“Susah amat,” kata Wahyu sambil beranjak keluar.
“Hei, bagaimana hasil ujian kamu? Apa kamu lulus? Jangan mentang-mentang kamu membiayai sendiri kuliah kamu, lalu merasa tidak perlu memberi tahu ibumu tentang hasil ujian kamu?”
“Wahyu lulus, atas doa Ibu,” katanya sambil berhenti sebentar, kemudian berlalu.
“Gara-gara dekat dengan perempuan tak punya sopa santun itu, Wahyu jadi tertular penyakit minim sopan santun itu,” gerutu Wanda.
“Tapi baguslah, sudah lulus. Aku akan segera mengabari Tia dan keluarganya,” lanjutnya dalam hati.
Ia pasti akan melanjutkan omelannya, tapi tiba-tiba seorang perawat masuk dengan membawa sebuah kursi roda.
“Ibu, mas Reihan akan segera ditangani.”
“Oh, baiklah.”
“Bu, sebenarnya Reihan takut.”
“Eh, kamu itu anak laki-laki, mengapa takut? Ada ibu menunggui kamu di luar.”
“Mas Wahyu mana?”
“Sudah, dia sedang kesal, jangan kamu pikirkan.”
Ketika selesai diperiksa, Reihan segera dibawa ke ruang operasi. Reihan merasa lega ketika melihat sang kakak sudah duduk di sebuah bangku, di luar ruang operasi itu.
***
Emmi masih menunggui sang ayah.
Ia kemudian menjauh dari tempat ayahnya berbaring, lalu keluar dari ruangan. Ia mengabari bapak Ardi tentang uang yang digunakannya untuk Reihan.
“Apakah Bapak marah?” tanya Emmi.
“Tidak. Bagus sekali kamu bisa meringankan beban ayah Guntur. Ia pasti merasa lega, dalam keadaan sakit ada yang membantunya.”
“Benar Pak, bagaimanapun Reihan adalah putranya, dan membantunya membayar biaya operasi walau tidak seberapa, pasti membuatnya lega. Tadi juga seperti sangat terharu, Emmi melihat matanya berkaca-kaca.”
“Kamu anak yang baik. Kalau begitu tolong nanti kamu tanyakan ke bagian administrasi, berapa biaya keseluruhannya, nanti bapak akan mentransfernya.”
“Benarkah?” tanya Emmi gembira.
“Tentu saja. Sekarang bagaimana keadaan ayah Guntur.”
“Sedang tidur, Emmi tidak berani mengganggunya.”
“Bagus sekali kalau bisa tertidur nyenyak. Semoga pertanda dia sehat.”
“Aamiin.”
“Kamu masih akan menunggui di sini?”
“Mungkin dua hari atau tiga hari ke depan. Masih belum tega meninggalkannya. Semoga keadaan Bapak semakin membaik. Kata dokter tidak perlu transplantasi, tapi harus benar-benar dijaga agar tidak semakin parah.”
“Ibumu juga mengatakan itu.”
“Bapak masih di kantor?”
“Iya, mungkin agak sorean baru pulang. Segera tanyakan ke bagian administrasi, bapak tunggu ya.”
“Baiklah. Terima kasih, Pak.”
“Jaga baik-baik ayah Guntur, kalau kamu mau pulang, kabari bapak. Bapak akan menjemputmu.”
“Baiklah. Emmi mau langsung ke bagian administrasi dulu.”
Emmi menutup ponselnya dengan perasaan senang. Ia memiliki ayah sambung yang benar-benar baik. Penuh cinta dan perhatian. Ia bersyukur keluarganya bahagia dan penuh kasih sayang.
“MBak, biaya belum terhitung seluruhnya, karena barangkali masih ada tambahan obat-obat setelah operasi nanti.”
“Tapi gambaran tentang keseluruhan biaya kan ada?”
“Mbak ini siapanya?”
“Saya Emmi, kakaknya Reihan.”
“Oh, baiklah.”
Petugas itu meminta Emmi menunggu sebentar, lalu Emmi duduk di sebuah bangku.
Ketika kemudian petugas memanggilnya, Emmi bergegas mendekat. Tapi tiba-tiba ia melihat Wahyu berjalan ke arah yang sama.
“Emmi, apa yang kamu lakukan?”
“itu ….”
Emmi belum menerangkannya karena petugas itu menunggunya mendekat, kemudian dia menyodorkan sebuah catatan.
“Baiklah, terima kasih banyak, sebentar lagi saya kemari dan membayar semuanya.”
“Ini belum semuanya. Masih ada obat-obat yang belum tercatat.”
“Tidak apa-apa, nanti akan saya bayar kekurangannya kalau sudah jelas. Yang ini mau saya bayar dulu. Saya tinggalkan nomor kontak saya, kabari saya kalau ada kekurangannya nanti. Tunggu sebentar, saya akan mentransfernya. Ini nomor rekening rumah sakit kan?” kata Emmi karena di catatan itu sudah ada nomor rekening yang tertera.
“Baiklah. Benar, itu nomor rekeningnya.”
Wahyu yang berdiri di dekat Emmi hanya menatapnya. Ia mengira Emmi sedang menanyakan biaya keperluan ayahnya.
“Reihan sudah selesai dioperasi,” kata Wahyu tanpa ditanya.
“Oh, syukurlah. Berhasil baik kan?”
“Kata dokter baik-baik saja. Mungkin nanti malam sudah boleh pulang, atau besok pagi. Menunggu reaksi biusnya sudah lewat.”
“Syukurlah, aku ikut senang. Aku kembali dulu ya, takutnya bapak mencari aku, karena tadi tidak pamit.”
Wahyu mengangguk, tapi ia senang Emmi sudah mau bicara dengan sedikit manis. Ia membiarkan Emmi pergi lalu menuju ke arah loket administrasi. Sama dengan Emmi, dia juga menanyakan berapa banyak biaya yang harus dibayar pada pasien bernama Reihan. Tapi betapa terkejutnya Wahyu, ketika petugas mengatakan bahwa semuanya akan dibayar kakaknya.
“Kakaknya?”
“Yang tadi itu, benar kakaknya kan? Anda tidak mengenalnya? Tadi mengatakan namanya Emmi.”
“Oh, iya, dia memang kakaknya. Baiklah, terima kasih. Saya tidak tahu kalau dia juga akan membayarnya,” kata Wahyu sambil berlalu.
Ia akan mengejar Emmi, untuk mengucapkan terima kasih, tapi kemudian berpapasan dengan sang ibu.
“Sudah menanyakannya?”
“Sudah ada yang akan melunasinya.”
“Apa?”
“Emmi baru saja dari sini.”
“Apa?”
“Sebaiknya ibu menghilangkan citra buruk yang ibu tempelkan padanya. Mereka orang-orang baik.”
“Siapa suruh dia membayar? Aku tidak minta kok. Mentang-mentang anak orang kaya, sombong sekali. Pasti itu semua atas permintaan ayahnya. Ya sudah sewajarnyalah dia membayarnya, Reihan adalah anaknya,” kata sang ibu kemudian berlalu. Ada rasa senang yang dipendamnya, karena dia tidak harus mengeluarkan uang. Sepuluh juta yang tadi diterimanya juga masih digenggamnya.
“Lagi pula dia kan tergila-gila sama kamu, makanya dia kemudian berbaik hati untuk membuat kamu semakin mencintainya.”
Wahyu tak menjawab. Sedikit saja ia menjawab maka perbincangan akan semakin panjang. Ia juga urung menemui Emmi, karena ada sang ibu, nanti dia akan membuat malu. Tapi Wahyu kembali ke loket, barangkali Emmi meninggalkan nomor kontak yang nanti akan dihubunginya. Dan beruntung sekali dia mendapatkannya.
***
Guntur memejamkan matanya, tak banyak bicara semenjak Reihan keluar dari kamarnya. Emmi mengira, Guntur sedang khawatir tentang Reihan yang akan dioperasi.
Ia mendekat dan duduk di kursi di samping tempat tidurnya.
“Bapak,” sapanya pelan. Khawatir ayahnya tidur lalu ia mengganggunya.
Tapi Guntur diam. Emmi mengira sang ayah tidur. Tapi ia melihat dadanya turun naik dengan cepat. Emmi merasa khawatir. Biasanya tidak begitu. Apakah itu ada hubungannya dengan penyakitnya?
Emmi sedang akan menghubungi perawat, tidak memencet bel panggilan, takut mengganggu sang ayah. Tapi ketika membuka pintu, tiba-tiba dokter Dian masuk ke ruangannya, dan mereka nyaris bertubrukan.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteAda makna eps 18 sdh hadir gasik.
Terima kasih Bu Tien.... Emmi dilawan... Wanda rai gedek, kepedean mau ngabari Tia segala......
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI, Bu Tien... 🩷🌹🎋
Nuwun mas Kakek
DeleteADUHAI.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 18" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan . aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete💐🦋💐🦋💐🦋💐🦋
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏 💞
Cerbung ADA MAKNA_18
sudah tayang
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam seroja 🌹💝
💐🦋💐🦋💐🦋💐🦋
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai
Alhamdulillah...maturnuwun Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteCerita yg aduhai beginni membuat janting kembang kempis. Salam manis untuk semua pembaca, terutama untuk sang penulis, ibu Tien.
ReplyDeleteTerima kasih ibu Rosie
DeleteTerima kasih bunda Tien Kumalasari, cerbung Ada Makna 18 , udah tayang , salam sehat penuh semangat bunda
ReplyDeleteSsmi2 ibu Mundjiati
DeleteTerima ksih bundaku AM 18 sdh tayang..slmt mlm dan salam seroja..slm aduhai unk bunda sekeluarga 🙏🥰❤️🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteAduhai
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 18 "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah ADA MAKNA~18 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 18* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Walaah...Wanda GR nyaa...mana Emmi tergila-gila dengan Wahyu? Halu kalee...😁
ReplyDeleteBtw, apakah Emmi akan segera berjumpa jodohnya, dr.Dian kah?🤔😀
Terima kasih, ibu Tien. Salam sukacita penuh damai sejahtera.🙏🏻🙏🏻🙏🏻😘😘
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam hangat
Keluarga Kinanti baik hati semua, jadi cocoknya ya Emmi dengan orang baik juga.
ReplyDeleteLain dengan Wanda yang tidak tahu berterima kasih. Biasanya hanya marah marah melulu. Semoga tidak menurun kepada anak"nya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah tayang gasik
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteTerima kasih Bu Tien...
ReplyDeleteApakah Wanda masih saudaraan dg Rohana Bu....? Hehe.....
Semoga Ibu tetap sehat wal'afiat......
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Seperguruan. Hehee
Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Terimakasih bunda Tien untuk cerbung yg selalu aduhaii... selamat beristirahat
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 Mas MERa
DeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeleteTerima kasih, ibu.
ReplyDeleteSami2 ibu Linatun
DeleteAlhamdulillaah, semoga Wanda diberi hidayah,. ,😁🤭 Jd ingat Rohana akhirnya menjadi baik
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya, selamat menunaikan ibadah Ramadhan , semoga Allaah Subhaanahu wata'ala menerima ibadah2 kita & mengampuni dosa2 kita , Aamiin Ya Rabbal 'aalamiin🙏🤗🥰💖
Terima kasih Bu Tien saya senang sekali bava cerbung krn di kirim juga ke grup lansia, tiap malam tungguin cerbung
ReplyDelete