Wednesday, March 5, 2025

ADA MAKNA 02

 ADA MAKNA  02

(Tien Kumalasari)

 

Emmi menatap ‘ayahnya’ dengan pandangan tak mengerti. Tampaknya sang ayah juga tidak mengenal foto lama yang ditunjukkannya. Ia terus memandanginya, seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Bapak juga nggak kenal?”

“Mm, dia itu kan … eh … kamu belum pernah melihatnya?”

“Nggak tahu Pak, seperti asing. Dulu sekali, Emmi pernah bertanya pada nenek. Kata nenek, dia temannya ibu.”

Ardi mengangguk-angguk. Ia sedang berpikir, apakah dia akan berterus terang saja? Emmi sudah dewasa, sepertinya dia harus tahu apa yang sebenarnya. Tapi Ardi tampak belum siap mengatakannya. Ia bingung akan mengatakannya dari mana.

“Seperti ini Pak, bukankah anak kecil yang duduk di depan pengantin itu Emmi?”

Ardi lebih terkejut lagi. Pertanyaannya akan lebih rumit lagi. Maksudnya, yang rumit adalah jawabannya. Lagi-lagi karena ia belum siap menjawab. Tapi Emmi bukan anak kecil yang dengan mudah bisa dibujuk atau dibohongi.

“Iya kan Pak? Ini Emmi, dan Emma kan?”

“Iyaa, benar.” Ardi menggaruk-garuk kepalanya.

“Pengantinnya ini Bapak sama ibu kan?”

“Mm, iya.”

“Berarti Emmi bukan anak Bapak dong?”

“Apa?” Ardi terkejut, Emmi langsung menembaknya.

“Bapak sama ibu menikah, tapi Emmi dan Emma sudah besar.”

“Ada apa ini, asyik bener,” kata Kinanti yang tiba-tiba meletakkan sepiring pisang goreng di depan meja.

“Wauw … pisang goreng. Ini kesukaan bapak,” kata Ardi yang langsung mencomot pisangnya, lalu menggigitnya, yang sebenarnya ingin mengalihkan pembicaraan itu. Tapi kemudian ia berteriak karena pisang gorengnya masih panas.

“Tunggu sebentar lagi dong Pak, masih panas, tahu,” kata Kinanti sambil mengipas-ngipas pisang gorengnya.

“Keburu pengin ngrasain.”

“Bu, ini lho Bu, tadi Emmi bertanya pada bapak. Ini foto siapa?” kata Emmi sambil menyodorkan album lama yang masih terbuka persis di halaman di mana Guntur terpampang di foto itu.

Kinanti terkejut. Ia saling pandang dengan suaminya.

“Lalu yang di album satunya ini. Nah, ini kan foto Emmi sama Emma ketika masih kecil?”

Kinanti mengangguk bingung.

“Nah, ini foto pengantin bapak sama Ibu kan?”

“Iy … iya.”

“Bapak sama Ibu jadi pengantin, ketika Emmi dan Emma sudah besar. Berarti Emmi dan Emma bukan anak kandung Ibu, atau bukan anak kandung Bapak,” katanya lagi dan kali ini sambil menatap ayahnya.

Sekali lagi Kinanti saling pandang dengan suaminya, kemudian keduanya sama-sama mengangguk. Sepertinya sudah saatnya mereka mengatakan semuanya.

“Emmi, begini … memang sudah saatnya kamu mengerti. Bapak sama ibu tidak ingin menyembunyikan ini lebih lama, karena kamu berhak tahu,” kata Ardi.

Emmi menatap ayah dan ibunya berganti-ganti. Siapakah yang orang tua kandungnya? Ayah atau ibunya?

“Bapak sama ibu menikah, ketika kamu berumur empat tahunan, sedangkan Emma berumur dua tahunan, kira-kira. Jadi sebenarnya, bapak ini bukan ayah kandung kamu dan bukan ayah kandung Emma.”

Emmi menatap ibunya, yang kemudian mengangguk setuju.

“Tapi kamu tidak perlu khawatir, bapak sangat mencintai kalian seperti anak kandung bapak sendiri. Kamu tahu kan?”

Emmi mengangguk perlahan.

“Setelah bapak sama ibu menikah, lahirlah Nuri. Nah, Nuri inilah yang anak kandung bapak sama ibu.”

Kinanti kembali mengangguk.

“Apa kamu merasa bahwa perlakuan bapak terhadapmu dan pada Nuri berbeda?”

Emmi menggeleng. Ia tidak pernah merasakan perbedaan itu. Ayah sambungnya ini begitu menyayangi dirinya dan Emma, seperti rasa sayangnya pada Nuri.

“Jadi kamu tidak perlu memikirkan apapun. Ayahmu ya bapak ini.”

“Kalau begitu, di manakan ayah Emmi dan Emma?”

Pertanyaan itu sudah pasti akan terlontar, Kinanti dan Ardi sudah menduganya. Mereka berpandangan satu sama lain, dan Kinanti mengangguk. Berarti dia setuju Ardi mengatakan semuanya.

“Bapak dan ayahmu dulu sangat akrab, dan bersahabat sangat erat, melebihi saudara kandung.”

“Bapak merebut ibu dari ayahku?” tuduh Emmi tiba-tiba.

Ardi tertawa.

“Tidak. Mana mungkin bapak merebut istri sahabat sendiri.”

“Lalu ….”

“Ayahmu menceraikan ibumu ini, dan menikah lagi.”

Mata Emmi terbelalak. Alangkah kejam ayah kandungnya. Istri yang begini cantik, dicerai untuk menikah lagi?

“Agak lama ibumu menjanda, dan jatuh bangun dalam kehidupan yang membuatnya gagal menjadi orang,” lanjut Ardi.

“Satu-satunya sahabat yang selalu menghibur dan membuat ibu bersemangat, ya ayahmu ini. Beberapa tahun kemudian kami baru menikah,” kata Kinanti.

“Umur berapa Emmi ketika ayah Emmi meninggalkan ibu?”

“Kamu masih berumur dua setengah tahun. Emma masih bayi.”

“Ya Tuhan. Seperti apa wajah seorang suami dan ayah yang tega meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil?” tanya Emmi, mengandung perasaan geram.

“Pastinya kamu sudah sering bertemu, digendong dan disayang. Tapi karena kamu masih kecil, kamu tidak ingat apa-apa tentang ayahmu,” sambung Kinanti lagi.

“Emmi tidak ingat.”

“Ya sudah, kamu tidak usah memikirkannya,” hibur Ardi yang sekarang berani mencomot pisang gorengnya.

“Kamu hidup bahagia bersama bapak ini kan?” sambungnya. Emmi mengangguk.

“Lalu di manakah dia dan istrinya sekarang?”

“Setelah memiliki seorang anak, mereka bercerai.”

“Bercerai lagi? Apa ayahku seperti artis-artis yang suka kawin cerai?” kata Emmi yang merasa rasa tegangnya sudah berkurang.

Ardi tersenyum.

“Bukan begitu. Ini sangat rumit bagi kehidupan orang dewasa. Kamu tidak mudah mengerti pastinya,” kata Kinanti.

“Sebenarnya, mungkin ayahmu masih mencintai ibumu ini. Ada satu hal yang rumit untuk diceritakan mengapa kemudian ayahmu bercerai dengan ibumu. Mungkin juga karena ayahmu tidak mencintai istri barunya, sehingga pernikahannya tidak langgeng,” kata Ardi lagi.

“Di mana ayahku sekarang?”

“Ayahmu seorang dokter. Foto yang kamu tanyakan itulah orangnya.”

“Apa? Ini foto ayahku?” tanya Emmi sambil menarik lagi album yang tadi disodorkan pada ibunya, lalu ia memandangi foto Guntur berlama-lama.

“Tidak seperti aktor, masih ganteng ayah sambungku. Kok bisa mata keranjang?” celetuknya pelan seenaknya, membuat Ardi menatap dengan penuh teguran.

“Tidak sesederhana itu, bukan berarti dia mata keranjang,” tegur Ardi.

“Lalu apa? Menceraikan istrinya, menikah lagi, lalu bercerai lagi? Sekarang dia sudah menikah lagi untuk kesekian kalinya?”

“Jangan memvonis ayahmu dengan prasangka buruk. Bapak tadi sudah bilang kalau orang dewasa terkadang rumit. Ada sebuah alasan sehingga ayahmu melakukan itu, tapi kamu tidak perlu mengetahuinya,” lanjut Ardi dengan bijak.

“Kalau begitu di mana dia sekarang? Sudah menikah lagi juga?”

“Kabarnya tidak, tapi bapak kurang tahu di mana dia berada. Pastinya dia sudah pensiun. Entah di mana.”

Emmi terdiam. Betapapun buruk ayahnya, dia ingin bertemu.

“Emma mana?” tanya Emmi.

“Tadi sepedaan bersama temannya,” jawab Kinanti.

“Dia harus tahu juga kan? Bukankah dia juga berhak tahu?”

“Beri tahu dia, nanti kalau sudah pulang. Ingat, kalian tidak boleh membenci ayahmu,” pesan Ardi wanti-wanti.

“Siapa nama ayahku?”

“Guntur. Dokter Guntur.”

Benarkah Guntur sudah pensiun? Sebenarnya sudah, hanya saja di kota kecil itu ia masih diperbantukan untuk praktek di rumah sakit, karena belum menemukan dokter pengganti. Tapi bisakah Emmi menemukannya?

***

Di sebuah warung bakso, Emma sedang bercanda dengan sahabatnya, yang hari itu berulang tahun dan mendapat hadiah sepeda darinya. Sebenarnya bukan dia yang memilih hadiah itu, tapi ayahnya. Anak SMA mana pantas diberi mainan seperti mainan anak-anak? Lalu pilihannya jatuh pada sepeda. Emma tahu, beberapa hari yang lalu Feri mengatakan bahwa ingin ke sekolah dengan naik sepeda. Lalu ketika sang ayah menawarkan tentang hadiah sepeda, Emma langsung menyetujuinya. Hadiah langsung dikirim dari tokonya, ke alamat rumah Feri.

“Emma, aku tidak mengira mendapat hadiah sebagus ini dari kamu,” kata Feri saat mereka menikmati bakso di sebuah warung.

“Itu bapak yang memilihkannya. Bukankah kamu bilang ingin naik sepeda saat pergi ke sekolah?”

“Kamu bilang pada bapakmu?”

“Tidak, bapak yang menawarkan, bagaimana kalau hadiah sepeda, lalu aku ingat keinginan kamu, jadi aku setuju. Maaf, hanya yang murah,” kata Emma.

“Itu sepeda mahal buat aku. Sebenarnya di rumah ada sepeda, tapi sepeda lama. Punya bapak ketika masih kuat sepedaan. Ia suka olah raga dengan sepeda, kalau pagi, sebelum ke kantor. Tidak selalu, tapi sering.”

“Syukurlah kalau kamu senang menerimanya.”

“Senang sekali. Kamu baik deh.”

“Karena kamu juga baik sama aku,” kata Emma sambil mengakhiri makannya.

“Biasa saja kok. Hadiah dari aku dulu itu kan hadiah murahan.”

“Tidaaak, jangan menilai rupiahnya, tapi perhatiannya. Kamu suka merendah begitu sih.”

“Keluargaku tidak seperti keluarga kamu. Ayahku sudah pensiun, tapi masih menyekolahkan ke empat anaknya, termasuk aku. Tapi kakak sulungku sudah lulus kuliah dan sudah bekerja. Ia yang membantu perekonomian keluarga.”

“Kakakmu hebat. Punya toleransi besar untuk membantu keluarga.”

“Itu sebabnya setiap ada yang ulang tahun, tidak ada lagi pesta, seperti ketika kami masih kecil.”

“Tidak apa-apa. Siapa bilang setiap ulang tahun harus ada pesta? Ulang tahun cukup dirayakan dalam hati. Dengan rasa syukur, karena bisa melewati tahun-tahun sebelumnya dalam keadaan sehat dan pastinya bahagia.”

Feri tertawa.

“Kamu lucu deh, bisa mengatakan kalimat sebagus itu. Kamu seperti sudah ibu-ibu.”

“Ibuku yang mengajari aku.”

“Kalau saja aku punya ibu, barangkali akan lebih banyak petuah yang aku dengarkan.”

“Kamu tidak punya ibu?”

“Ibuku meninggal ketika aku masih kecil. Aku bahkan tidak ingat ibuku seperti apa, kecuali melihat fotonya.”

“Ayahmu … maaf, tidak menikah lagi?”

“Tidak.”

“Luar biasa sekali, membesarkan lima orang anak sendirian, padahal dia seorang laki-laki.”

“Ayahku sangat baik. Kata mbak Tia, dulu bapak pernah hampir menikah lagi, tapi mbak Tia, kakak sulungku terutama, tidak suka memiliki ibu tiri. Akhirnya bapak tidak mau menikah sampai sekarang.”

“Karena cerita tentang ibu tiri selalu menakutkan? Padahal tidak selalu begitu. Aku punya kerabat, ia menjadi istri muda karena istri tua sudah meninggal. Istri tua itu anaknya ada delapan. Jaman dulu nih, belum ada istilah KB. Tapi sang istri muda merawat dan menyayangi semua anak tirinya, sementara dia tidak dikaruniai seorang anakpun.”

“Hebat ya. Nggak tahu aku, kenapa kami semua menolak ibu tiri.”

“Sudah sore, ayo pulang.”

“Ini bener lhoh, aku nggak bawa uang,” kata Feri tersipu.

“Kan aku yang ngajak, demi merayakan ultahmu, jadi aku yang bayar.”

“Terima kasih Emma.”

***

Begitu sampai di rumah, Feri mendapat teguran dari kakaknya.

“Katanya cuma muter-muter, kok lama?” tegur Tia, kakak sulung Feri.

“Ketemu teman, ditraktir bakso.”

 “Wah, enaknya. Padahal kamu tuh ditungguin. Kita mau makan diluar untuk merayakan ultahmu.”

“Kenapa harus dirayakan? Buang-buang uang saja.”

“Feri, ini keinginan aku untuk menyenangkan kamu. Gimana sih?”

“Kebutuhan mbak Tia kan masih banyak. Ulang tahun tidak harus dirayakan dengan membuang-buang uang.”

“Tidak apa-apa. Sudah lama sekali kita tidak makan diluar bersama-sama. Mbak Tia baru gajian nih, dapat bonus pula karena pekerjaan mbak bagus.”

“Apa bapak mau?”

“Ya mau lah, kan mbak Tia yang ajak.”

“Ya sudah, terserah mbak Tia saja.”

“Kalau begitu kamu mandi sana, yang lain sudah rapi tuh.”

Tapi ketika Feri melangkah pergi, Tia menghentikannya lagi.

“Eh, tunggu dulu. Siapa yang memberi kamu hadiah sepeda itu?”

“Teman sekolah.”

“Hebat, pasti anak orang kaya.”

“Bapaknya pengusaha, ibunya dokter gigi.”

”O, pantesan. Bagus sekali kamu pacaran dengan anak ora kaya,” ledek sang kakak.

“Enggak kok, siapa bilang aku pacaran. Hanya teman baik saja,” kata Feri sambil terus berlalu ke dalam.

***

Di sebuah rumah makan, Tia mentraktir makan sang ayah dan adik-adiknya, yang katanya dalam rangka merayakan ulang tahun Feri.

“Sebenarnya Feri tidak ingin. Bukankah masih banyak kebutuhan lain?” kata Feri.

“Tidak apa-apa, sesekali makan bersama-sama.”

“Terima saja Fer, ini keinginan kakakmu. Ia ingin agar adik-adiknya senang. Maaf, bapak sudah tidak bisa seperti dulu lagi,” kata Suryawan.

“Tidak apa-apa Pak, Bapak tidak usah memikirkannya. Ayo makan yang banyak, enak lho ini, ada beefsteak dengan kentang, kesukaan Feri kan?” kata Tia lagi.

Tapi tiba-tiba terdengar seseorang memanggil Feri.

“Feri? Kamu juga di sini?”

Semuanya menoleh ke arah suara, dan Suryawan membuka matanya lebar-lebar.

" Apakah itu Kinanti?" kata batin Suryawan.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

53 comments:

  1. 🌸🦋🌸🌸🦋🌸🦋🦋
    Alhamdulillah 🙏💝
    Cerbung ADA MAKNA_02
    sudah tayang.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam seroja 💐😍
    🌸🦋🌸🦋🌸🦋🌸🦋

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 02" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah Teraweh. aamiin yra 🤲🤲
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  4. 👀👀👀👀👀👀👀👀

    Alhamdulillah ADA MAKNA
    #Episode_02
    Sudah ditayangkan.
    Matur nuwun bu Tien.

    Semoga bu Tien selalu sehat dan sehat selalu, tetap berkarya dan tetap ADUHAI🌹🌹

    👀👀👀👀👀👀👀👀

    Selamat buat jeng Sari Bekasi, kung Latief Sragentina dan Jeng Sri Maryani Pondok Gede

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maturnuwun pakde Djoko, selamat berbuka puasa salam utk bude Ning 🥰🥰

      Delete
    2. Asyiiiik, buka puasa sambil baca cerbung Bu Tien, senangnya.. 💃👍😍

      Delete
    3. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakekg

      Delete
  5. Matur nuwun Bu Tien. Sugeng ndalu,

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda tien
    Semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  7. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA "
    🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  8. Alhamdulillah ADA MAKNA~02 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
    Semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  9. Kalau Guntur sudah pensiun, Kinanti paling tidak hampir pensiun. Padahal anak" mereka masih remaja.
    Tia sudah bekerja, adik"nya masih sekolah. Tentunya berat membiayai sekolah adik"nya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief.

      Delete

  10. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *ADA
    MAKNA 02* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  11. Alhamdullilah AM 02 sdh tayang..terima ksih bundaqu..slmt mlm dan slmt istrht..salam seroja unk bunda sekeluarga🙏🥰❤️🌹

    ReplyDelete
  12. Wah wah...anak Kinanti bersahabat dengan anak Suryawan? Hmm...unik ini nanti, apakah kelak bisa besanan?🤔 Nampaknya kondisi ekonominya berbeda jauh...hebat sekali memberi hadiah ultah sebuah sepeda, biasanya cuma sebatas alat tulis, buku bacaan, mainan hobi/koleksi...😁

    Terima kasih, ibu Tien. Semoga sehat selalu.🙏🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ratna

      Delete
  13. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  14. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap sehat wal'afiat..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  15. Alhamdulillah, cerbung baru sdh hadir, telat yg buka. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhaiii selalu.

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bu Tien ...maaf Bu Tien....Guntur benar sdh pensiun? berarti usianya kira2 58 th atau 60 th .. Emma masih SMA kira2 usianya 18 tahunan .. berarti jadi PNS Kemenkes kira2 40 atau 42 tahunan ? lulus dokter usia berapa ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pensiun dini sehingga bisa pindah ke Pulau Jawa lagi. Di Sumatera batinnya menderita karena cintanya hilang. Jadi dokter Guntur sekarang hanya sebagai seorang dokter bantu saja

      Delete
    2. Sudah dijawab KP-Lover tuh ibu Yulian.
      Salam hangat dari Solo

      Delete
  17. Mbak Tien berhasil membuat pembacanya melongo...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  18. Saya kok bingung ya bu Tien, Guntur, Kinanti dan Ari kan satu angkatan, sekelas waktu SMA, lulus kuliah menikah, anak masih SMA, kok bisa Guntur sudah pensiun? Misalnya umur 25 menikah ditambah umur anak 17+1 =4, setidaknya umur dibawah 50, kok bisa sudah pensiun? Kalau Guntur pensiun, Kinanti juga sudah pensiun dong, kan seumuran..
    Pak Suryawan pensiunan pimpinan BUMN kan mendapat pasangan banyak minimal 1 M. Kok ditampakkan miskin..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan bingung ibu Ismi.
      Sedih dong saya. Yuk baca terus kisahnya.
      Salam hangat dari Solo

      Delete
    2. Terimkasih bund. Sudah saya baca di part 3 jawaban dari pertanyaan saya.... Salam sastra....

      Delete
  19. Luar biasa.....!
    Pesan moral yang ingin disampaikan oleh ibu Tien Kumalasari ada 2 hal, yaitu :
    1. Bagaimana menjelaskan tentang bapak sambung serta bagaimana bersikap seorang anak terhadap bapak sambung dan bapak kandungnya. Mungkin bagi kita yang tidak mengalaminya, tidak pernah membayangkan. Tetapi bagi yang mengalaminya, betapa peliknya bila pertanyaan itu muncul dari seorang anak yang selama ber tahun² sebelumnya dirahasiakan.
    2. Ibu Tien dengan apik sekali menjelaskan bahwa Ulang Tahun tidak harus identik dengan pesta dan hura², namun cukup dengan cara² yang sederhana yang intinya rasa syukur telah melewati satu tahun ujian dari Allah swt.

    Sebagai bonus tambahan adalah pertemuan dramatik antara Kinanti dengan Suryawan dua insan yang sempat berencana merenda kehidupan bersama, namun gagal karena persepsi yang salah dari anaknya, ternyata itu jauh dari gambarannya.

    Bagaimana akhirnya ?

    Kita tunggu kelanjutannya .... 🙏👍

    Semoga ibu Tien tansah pinaringan sehat ugi mas Tom Widayat.

    Salam aduhai .....salam kita semua ....!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun mas Hadi. Ungkapan yang selalu menyemangati.
      Aduhai untuk kita semua

      Delete
  20. Semoga Ardi tdk membeda²kan kasih sayang pada Emmi,Emma dan Nuri..
    Matur nuwun bunda Tien..🙏
    Sehat selalu njih Bun..
    🤲🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Padma Sari

      Delete

ADA MAKNA 42

  ADA MAKNA  42 (Tien Kumalasari)   Wahyu saling pandang dengan sang istri. Tia mengambil seikat mawar itu lalu membawanya ke kamar penganti...