AKU BENCI AYAHKU 23
(Tien Kumalasari)
Monik berdebar melihat pemandangan itu. Tapi ia tak ingin Boy melihatnya. Ia segera menarik Boy, agar segera masuk kehalaman rumah.
“Ibu ada apa melihat ke arah sana terus?” si kecil cerdik ternyata melihat ketika dirinya terkejut karena ada Tomy turun dari mobil Satria.
“Nggak apa-apa. Melihat ada tetangga lewat, kok nggak menyapa kita."
“Kan ini malam Bu, barangkali tidak kelihatan.”
“Kamu benar, ayo cepat masuk. Udara di luar dingin.”
“Nggak kok. Gerah nih Bu. Kalau di dalam taksi tadi sih, dingin.”
“Kalau kelamaan di luar bisa kedinginan,” katanya sambil menarik Boy ke dalam rumah. Belanjaan sudah di tata, Boy sudah mengambil es krim pesanannya, dan disibukkan dengan menikmati kesukaannya itu.
Sementara Monik mengganti baju, sambil pikirannya ke arah apa yang dilihatnya barusan. Rupanya Satria mengantarkan Tomy, baiklah, karena mereka satu kantor walau beda kedudukan. Tapi ke rumah yang dekat dengan rumahnya? Apa Tomy tinggal di rumah kost-kostan itu?
Monik menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mana dia mengira bahwa Tomy kost di rumah itu? Lalu bagaimana nanti kalau Boy mengetahuinya? Lalu bagaimana ia harus bersikap? Ia tahu Tomy tak akan peduli padanya walau ketemu. Tapi untuk apa ia selalu meminta agar bicara? Berbulan-bulan sudah berlalu, tapi proses cerai yang diinginkannya belum juga dilakukannya. Apakah Tomy ingin membicarakan perceraian diantara mereka? Atau dia masih membawa pesan ayahnya agar bisa membawanya kembali? Tidak akan. Monik sudah memutuskan tak akan kembali pada Tomy, dan dia berharap tak akan bertemu atau berhubungan lagi dengannya.
“Ibu … apakah Ibu juga mau es krimnya?” teriakan Boy mengejutkannya. Monik segera keluar dan mendekati anaknya.
“Enak?” tanyanya.
“Enak. Bukankah es krim selalu enak?”
“Dimakan separo saja ya, yang separo buat besok.”
“Ibu mau?”
“Tidak, semuanya untuk Boy, tapi ingat separo saja. Setelah itu cuci tangan dan ganti baju. Saatnya tidur, ya kan?”
“Iya, sebentar lagi ya Bu. Ini yang separo, Ibu simpan lagi di kulkas.”
Monik menyimpan sisa es krimnya, lalu mengajak Boy mencuci kaki dan tangan serta mengganti bajunya. Selama itu pula, pemikiran akan Tomy masih selalu mengganggunya.
“Atau … jangan-jangan Tomy tahu bahwa aku tinggal di sini,” kata batin Monik.
***
Minar menyambut kepulangan Satria yang sudah agak malam.
Ia menyiapkan minuman hangat untuk suaminya, menemaninya duduk santai sejenak sebelum istirahat.
“Sibuk sekali ya Mas, jam sembilan baru sampai rumah.”
“Iya sih, sebenarnya tadi jam delapan sudah selesai, tapi aku mengantarkan Tomy dulu ke rumah kost nya.”
“Tomy juga ikutan lembur?”
“Iya. Sebenarnya dia sudah pulang jam tujuh tadi, tapi kemudian mengantarkan pak Ratman pulang, lalu kembali lagi ke kantor, karena mobilnya kan harus selalu kembali ke kantor. Lalu aku ajak saja dia pulang bareng.”
“Tadi Monik datang kemari.”
“Sama Boy?”
“Iya, kan Boy yang ingin ketemu mas Satria. Tapi karena dia juga mau belanja, lalu pulang cepat, tak mau aku suruh menunggu Mas. Lagian kalau menunggu kan kasihan, belum tentu juga, Mas akan pulang jam berapa.”
“Sudah lama tidak ketemu Boy.”
“Dia bertambah pintar, dan juga lucu.”
Satria menghabiskan kopinya, lalu bangkit.
“Mas mau makan?”
“Tidak, aku sudah makan di kantor. Tapi kalau kamu belum makan, aku akan menemani kamu.”
“Aku sudah makan, sedikit. Nggak pengin lagi.”
“Kamu harus makan banyak, supaya semakin sehat. Kalau kamu makan sedikit, anak kamu yang di dalam perut pasti ikut kelaparan.”
“Benarkah?”
“Iya dong. Kan dia makan dari apa yang kamu makan. Dokter juga mengatakan itu kan?”
“Baiklah. Kalau pas tidak begitu mual, aku akan makan banyak.”
“Bagus. Anak kita harus sehat. Dan kamu juga tidak boleh terlalu capek.”
“Baiklah, mas mandi dulu, lalu kita akan istirahat saja.”
***
Pak Ratman menghentikan mobilnya di depan rumah Rohana. Tadi pak Ratman sempat mengajak Rohana makan di sebuah restoran, ketika Rohana mengeluh lemas, dan ternyata ia mengaku kalau sejak siang belum makan.
Rohana yang licik mempergunakan kesempatan itu untuk menikmati makan enak bersama laki-laki yang diincarnya. Bukan karena ia tertarik oleh ketampanan wajahnya, karena wajah pak Ratman jauh dari tampan. Ia hanya ingin melepaskan diri dari jeratan hutang yang terasa sangat berat membebaninya.
“Kasihan sekali bu Rohana, mengapa tidak makan sejak siang?” tanya pak Ratman saat mereka sudah berhadapan di sebuah meja di rumah makan itu.
“Terkadang saya nggak doyan makan, yang pada akhirnya membuat tubuh saya lemas. Maklum Pak, saya kan sedang banyak pikiran.”
“Bu Rohana memikirkan apa sih?”
“Kan saya sudah bilang, saya ini belum lama ini ditipu teman. Ratusan juta rupiah lho Pak, sampai mobil saya terpaksa saya jual. Karena itulah saya belum bisa mengembalikan uang Bapak,” alangkah pintarnya Rohana berbohong, dan kebohongan itu membuat pak Ratman mengangguk-angguk. Ia terus menatap Rohana yang katanya sedang kesusahan memikirkan hutang, tapi wajahnya tetap terpoles cantik.
“Baiklah, saya merasa kasihan pada Bu Rohana. Tidak apa-apa kalau pembayaran hutang bu Rohana mundur beberapa hari.”
“Terima kasih banyak ya Pak,” kata Rohana sambil tersenyum, memikat, membuat mata tua pak Ratman kembali berkedip-kedip.
Ia mengantarkan Rohana pulang. Tapi Rohana mengajaknya masuk terlebih dulu.
“Tidak enak kalau menurunkan saya di jalan. Ada baiknya pak Ratman turun sebentar, agar saya bisa menyuguhkan segelas minuman hangat, sebagai ungkapan terima kasih saya.”
“Tadi kan sudah minum,” pak Ratman berusaha menyanggah.
“Beda dong Pak, minuman buatan restoran dengan buatan tangan saya.”
Pak Ratman tersenyum. Mata Rohana yang seakan mengundang, membuatnya tak ingin menolak ajakan turun dan sekedar singgah sebentar saja.
Rohana tersenyum manis. Ia melenggang di depan, dan pak Ratman mengikutinya di belakang, menatapnya tak berkedip.
***
Di rumah, Kartika baru saja pulang dengan diantar temannya. Ia baru saja menggarap skripsi dan berdiskusi bersama teman-temannya tentang skripsi yang akan mereka buat.
“Ibu, bapak di mana?” Kartika berteriak karena tak melihat mobilnya di garasi.
“Entahlah, tadi ada tamu perempuan, bicara soal hutang, tapi tiba-tiba ayahmu mengantarkannya pulang.”
“Perempuan? Kebiasaan itu Bu, kenapa Ibu membiarkannya?”
“Ibu bisa apa? Kalau ayahmu punya kemauan, ibu tak mungkin bisa menghalanginya.”
Kartika mengangguk, mengerti.
“Aku lapar Bu,” kata Kartika yang kemudian masuk ke ruang makan.
“Cuci tangan dulu, biar bibik menyiapkannya.”
“Tadi bapak juga belum makan ya?”
“Belum, ibu sedang menunggu nih.”
“Biar Kartika menelpon saja. Pasti bapak sedang bersama perempuan itu. Siapa sih dia?”
“Nggak tahu ibu. Sudah biasa ayahmu punya urusan hutang dengan banyak perempuan."
“Kartika akan menelpon sekarang.”
Saat itu pak Ratman sedang meneguk segelas teh hangat buatan Rohana. Rohana sudah berganti pakaian rumahan yang menawan, membuat pak Ratman tak berhenti mengaguminya.
Pak Ratman nyaris mengeluarkan kata pujian, ketika tiba-tiba ponselnya berdering.
Pak Ratman merogoh ponselnya, dan dengan wajah cemberut menjawabnya.
“Ada apa?”
“Bapak di mana?”
“Sedang ada urusan nih, penting.”
“Bapak pulang dulu deh. Kartika menunggu nih.”
“Nanti, sebentar lagi, ya.”
“Nggak mau, Kartika lapar, tapi nggak mau makan kalau Bapak nggak ada,” rengek Kartika.
“Sabar sebentar dong, Tika.”
“Nggak mau, keburu Kartika pingsan.”
Rengekan Kartika membuat pak Ratman gagal terhanyut pada pemandangan yang dilihatnya. Ia justru berdiri.
“Pak Ratman mau kemana?”
“Anak saya menunggu. Maaf bu Rohana.”
“Tapi lain kali Bapak akan datang kemari lagi, bukan?”
“Ya, baiklah. Saya janji,” kata pak Ratman yang langsung keluar dari rumah. Pak Ratman yang mata keranjang hanya luluh kepada rengekan Kartika, anak gadis semata wayangnya. Karena itulah ia mengabaikan sesuatu yang hampir saja menghanyutkannya.
Rohana tersenyum. Memang sih sebenarnya Rohana tak berselera melayani pak tua, tapi ia senang bisa meruntuhkan hatinya yang semoga akan berujung lunasnya semua hutang yang memberatkannya. Senyum yang dilukiskannya adalah senyuman licik yang selalu merajai hatinya.
***
Pak Ratman sampai di rumah dengan wajah cemberut. Keinginannya akan Rohana terputus gara-gara rengekan Kartika. Maka ketika melihat Kartika sedang duduk di meja makan bersama ibunya, maka kemudian pak Ratman menjewernya keras, sehingga Kartika berteriak kesakitan.
“Aduuuh, Bapaaak, sakit, tahu!” Kartika memegangi kupingnya sambil mengaduh-aduh.
“Kamu mengganggu bapak yang lagi bicara penting sih.”
“Bicara penting apa sih? Pasti Bapak sedang bersama seorang perempuan. Ya kan?”
“Ngawur saja kamu ini.”
“Ya sudah, ayo kita makan. Nggak enak, makan sambil bicara nggak karuan,” kata bu Ratman, seorang wanita sederhana yang selalu menerima apa adanya, dan tak pernah protes apapun yang dilakukan suaminya. Ia tahu sang suami memiliki wanita-wanita yang mendekati karena uangnya, tapi ia tak pernah marah. Bukannya ia tak cinta, tapi karena takut menentang suaminya. Hal itu bermula ketika ia melihat suaminya bersama seorang perempuan, lalu dia dengan marah menegurnya. Tapi bukannya takut, sang suami justru marah dan mengancam akan menceraikannya kalau sang istri menentangnya. Bu Ratman dulunya adalah gadis miskin yang kebetulan berwajah cantik lalu diperistri oleh pak Ratman. Ia tak punya siapa-siapa. Ancaman cerai membuatnya takut, karena ia tak memiliki siapa-siapa. Karenanya ia membiarkan saja suaminya melakukan apapun, asalkan dia masih dianggap istri dan diberi kehidupan yang tidak kekurangan. Tapi berbeda dengan ibunya yang selalu diam, Kartika lebih banyak mencela perbuatan sang ayah, dan sang ayah seperti tak berkutik mendengar omelan-omelan Kartika, yang memang hanya anak satu-satunya yang sangat dikasihinya. Tapi kasih sayang sang ayah tidak membuat Kartika manja dan bertindak seenaknya. Ia baik seperti ibunya, dan pintar dalam sekolahnya.
“Mengapa Bapak hanya makan sedikit?” tanya Kartika.
“Sudah kenyang.”
“O, tadi sudah makan bersama seseorang ya? Apa dia cantik? Bapak harus tahu, mereka itu suka sama Bapak, karena Bapak banyak uangnya.” Kartika mengoceh sebelum menyelesaikan makannya.
“Bukan begitu. Kalau malam, memang lebih baik sedikit makan.”
“Benar, dan tidak boleh banyak keluar malam kan?”
“Apa?” pak Ratman melotot.
“Iya Pak, apalagi kalau umur sudah uzur. Harus lebih menjaga kesehatan. Udara malam itu nggak sehat. Makan diluar juga nggak sehat. Lebih baik makan masakan ibu, jelas enak dan juga hygienis.”
Pak Ratman menutup sendok dan garpunya, lalu berdiri, meninggalkan anak dan istrinya yang masih duduk di meja makan.
“Kartika, tidak baik mencela orang tua. Kamu itu kelewatan cerewetnya.”
“Bu, ibu itu tidak baik selalu diam. Ditegur dong kalau bapak masih suka main-main dengan wanita.”
“Nggak usah, biarkan saja. Bapakmu kan suka meminjam-minjamkan uang kepada banyak orang, jadi tidak aneh kalau dia berhubungan dengan mereka.”
“Mengapa orang-orang yang suka minta tolong itu kebanyakan perempuan?”
“Entahlah, ibu juga nggak tahu bagaimana asal mulanya. Tapi yang jelas alasan bapakmu itu hanya untuk menolong.”
“Tapi Bu ….”
“Sudahlah, kamu istirahat saja. Ibu lebih suka ketenangan, tidak suka mendengar ribut-ribut. Itu sebabnya ibu selalu diam.”
Kartika menatap ibunya dengan iba. Ibunya ini sebenarnya cantik. Tapi tak pernah merawat wajahnya dengan baik. Ia juga banyak memiliki pakaian bagus, tapi di rumah selalu memakai pakaian sederhana yang nyaris lusuh.
Kartika diam-diam berjanji, akan mendandani sang ibu agar kelihatan cantik dan menarik. Siapa tahu, dengan begitu sang ayah tidak harus lari ke mana-mana untuk menghibur diri.
***
Hari-hari terakhir ini memang banyak kesibukan di kantor. Sehingga Satria sering kali harus bekerja lembur.
Siang hari itu ia sedang berbincang dengan pak Ratman tentang sebuah proyek baru yang sedang dikerjakannya. Pak Ratman sangat mengasihi Satria karena dia pintar dan bisa diandalkan. Karena itulah pak Ratman bisa dengan tenang menyerahkan segala urusan kepada Satria.
Siang hari itu ketika ia selesai berbicara dengan Satria, sekretarisnya mengatakan bahwa ada tamu ingin bertemu.
Ketika mendengar nama tamu tersebut, pak Ratman segera meminta agar sang tamu dipersilakan masuk.
Satria yang sudah sampai di pintu, berpapasan sekilas dengan tamu itu. Satria terkejut, bukankah dia ayah Tomy?
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteYess.. jeng Susi
Delete🪼🐠🪼🐠🪼🐠🪼🐠
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🌹
AaBeAy_23 sdh tayang.
Matur nuwun sanget,
tetep smangats nggih Bu.
Semoga slalu sehat dan
bahagia. Aamiin.
Salam Aduhai 😍🦋
🪼🐠🪼🐠🪼🐠🪼🐠
This comment has been removed by the author.
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Duwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteABeAy episode 23..sudah tayang
Matur nuwun Mbak Tien
Salam sehat
Salam ADUHAI..dari Bandung
🙏🥰🤗🩷🌹🌸
Sami2 jeng Ning
DeleteADUHAI dari Solo
Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 23 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien
Selalu sehat Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah 👍🌷
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
🍅🌻☘️🌹🤝🌹☘️🌻🍅
ReplyDeleteAlhamdulillah
AaBeAy_23 sdh hadir.
Matur nuwun sanget nggih Budhe, doaku
semoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & sehat selalu, bahagia
lahir bathin. Aamiin.
Salam seroja...
Tetap ADUHAI
😍🤩
🍅🌻☘️🌹🤝🌹☘️🌻🍅
Sami2 mas Kakek
DeleteTetap ADUHAI
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlsmdullillh
ReplyDeleteNuwun ibu Endang
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Salamah
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Sami2 ibu Endah
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Matur nuwun
Semoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah ... maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
DeleteAlhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~23 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulilah ak be ay 23 sudah tayang , terima kasih bu Tien semoga ibu selalu sehat dalam lindungan Allah SWT , salam aduhai aduhai bun ...🤩🤩❤️❤️
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Salam aduhai aduhai deh
Matur nuwun jeng Tien salam Bagas waras
ReplyDeleteSalam srhat sejahtera mbak Yaniiik
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 23* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien "aq benci ayahku" sdh tayang
Semoga bu tien selalu sehat² n tetap semangat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan semakin Aduhai...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💐
Rohana liciknya , yg penting hutang lunas 😁
Knp Ayah nya Tomy, DTG , jgn bilang mau tny Tomy ya 😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulillah. Matursuwun Bu Tien "aq benci ayahku" sdh tayang
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sehat selalu bersama keluarga dan tetap semangat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillah
ReplyDeleteAbay 23 dah hadir .trmksh Bu Tien..
Semoga Bu Tien sehat selalu.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Utinah
Sami2 pak Latief
ReplyDeleteWallah ko kaya benang kusut to yo, muter"gitu, ....ealah kalau gak muter" ya bukan bunda Tien dong....serahin saja bagaimana besok sama bunda Tien yg selalu bikin penasaran saja
ReplyDeleteMks bun ABA 23 nya.,.selamat mlm ...smg bunda selalu sehat n bahagia bersama putro wayah....daaaagh
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Langkah pertama Rohana gagal. Tapi pak boss berjanji akan datang lagi. Akan lunaskah hutang Rohana...
ReplyDeleteMonik dengan dalih ngantar Boy ingin ketemu Satria. Tapi awas jangan ganggu Minar, ada yang sudah nyiapin sambal kalau macam macam...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Tambah serem. Semoga membuat kepuasanl.
ReplyDeleteTerima kasih. Selamat malam
ReplyDeleteSami2 pak Widay2
DeleteHamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -23 telah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tienñ
Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin
Mantab...pak Ratman dan Ayah nya Tomy bertemu...kedua nya sama2 Bos.
Ayah nya Tomy di ceritakan mempunyai sifat tegas dan disiplin.
Kalau pak Ratman di ceritakan kelebihannya suka menolong orang yng tak mampu, tetapi mempunyai sifat Tokmis, alias Mata Keranjang kpd kaum Hawa yang di tolong nya..piye iki ya..😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
DeleteHehe...ayah Tomy siapa namanya ya? Belum terungkap...apalah artinya sebuah nama? Wkwk...😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.🙏
Nanti kan ada...
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Matur nuwun ibu Nana
Zipp
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap aduhai