ADA CINTA DI BALIK RASA 11
(Tien Kumalasari)
Anjani kebingungan, ia sudah memegangi sepeda motornya, bersiap untuk segera pergi. Ia sudah mendengar pintu tertutup dari mobil yang baru saja datang, pastilah Usman melihatnya dan ingin memaksanya pulang. Ia tak ingin terjadi kegaduhan di tempat itu setelah Jatmiko datang dan ketahuan oleh Usman. Tapi tiba-tiba sebuah tangan memegang lengannya.
“Kamu Anjani kan?”
Anjani terkejut. Itu bukan suara Usman. Ia melepaskan pegangan pada sepeda motornya, lalu membalikkan tubuhnya.
Seorang laki-laki tampan menatapnya tak berkedip. Itu benar, laki-laki yang dilihatnya di pom bensin beberapa waktu yang lalu adalah laki-laki ini. Entah mengapa waktu itu ia meyakininya sebagai Jatmiko. Sayangnya hanya sekilas, karena Jatmiko sudah langsung pergi dan tidak mendengar teriakannya.
“Kamu Jatmiko?”
“Mengapa kamu mau pergi? Bukankah kita janjian bertemu di tempat ini?”
“Ah, terjadi salah paham.”
Anjani tersenyum. Jantungnya berdebar kencang ketika Jatmiko terus memandanginya. Ada perasaan rindu yang terpendam, tapi ia malu mengungkapkannya. Mereka hanya saling pandang, kemudian Jatmiko mengajaknya masuk ke dalam, dan duduk di sebuah bangku yang agak jauh dari pengunjung yang lain.
“Anjani … kamu … kamu … kamu … ya ampun, aku sampai salah mengenali orang. Matanya mirip mata kamu, tapi dia galak bukan main.”
Lalu Jatmiko terkekeh lucu.
“Maksudmu, bu Nilam? Benarkah dia galak?”
“Bu Nilam? Dia kira-kira seumuran sama kamu, bagaimana kamu bisa memanggilnya bu Nilam?”
“Aku akan menjadi bawahannya, seandainya aku bekerja di perusahaan itu. Aku sedang wawancara ketika pimpinan perusahaan tiba-tiba bicara tentang gelang itu.”
“Kamu, sedang melamar pekerjaan di sana?”
“Aku bingung, mau cerita dari mana. Bu Nilam sudah menceritakan awal ketemunya sama kamu.”
“Iya, pertemuan yang unik. Aku dimarah-marahi, diomelin, ya Tuhan, gadis cantik itu benar-benar galak, tapi sangat menyenangkan, aku suka gadis itu.”
Tiba-tiba Anjani merengut. Baru saja bertemu dengan dirinya, dia sudah mengatakan suka? Siapa yang tak kesal, coba.
“Anjani, ceritakan tentang keadaan kamu,” kata Jatmiko sambil mengeluarkan dua kantung berisi gelang mote milik mereka berdua.
Anjani meraih kantung-kantung itu, dan mengeluarkan isinya. Meletakkannya berjajar di atas meja. Kenangan masa lalu kembali melintas. Dari sepotong roti yang dimakan bersama setiap hari, terjalinlah persahabatan itu.
“Ceritakanlah pejalanan hidupmu setelah kita berpisah,” kata Jatmiko sambil tak melepaskan senyuman dibibirnya.
Tapi tiba-tiba senyuman Anjani tak lagi nampak. Keningnya berkerut, dan matanya bersinar redup.
“Apa yang terjadi?”
“Kamu sekarang sudah kaya, punya mobil, pasti hidup kamu senang,” kata Anjani pelan.
Keduanya memilih menu yang disodorkan pelayan.
“Iya kan?” lanjut Anjani.
“Aku bisa meneruskan sekolahku, sampai lulus kuliah.”
“Luar biasa.”
“Dengan mambanting tulang tanpa mengenal lelah, aku bisa mencapai semua keinginan aku.”
Anjani tersenyum penuh haru. Sahabat kecilnya yang papa ketika itu, ternyata bisa menggapai cita-cita yang setinggi langit biru.
“Kamu luar biasa Miko.”
“Aku bekerja di sebuah perusahaan garmen, dan dipercaya menjadi manager marketing. Mobil itu bukan punyaku. Itu mobil perusahaan yang dipercayakan untuk aku pakai.”
“Senang mendengarkan kisah hidup kamu, Miko. Aku tidak menyangka kamu sukses, dan bisa menjadi orang terpandang. Aku ikut bahagia mendengarnya.”
“Terima kasih Anjani.”
Pesanan mereka sudah terhidang di meja.
“Ayo diminum, dimakan, Jani. Ini hari kebahagiaan kita. Mimpi kita saat masih kecil dan terwujud menjadi begini indah. Hei, kenapa wajahmu tiba-tiba tertutup mendung? Malah aku yang duluan cerita, padahal tadi aku bertanya lebih dulu sama kamu,” kata Jatmiko sambil menghirup es buah yang dipesannya.
“Kisahku tidak seindah kisahmu.”
Jatmiko mengerutkan keningnya. Ia melihat wajah sahabat masa kecilnya yang tiba-tiba murung.
“Apa yang terjadi?”
Anjani mengusap setetes air mata yang melompat dari mata indahnya.
Jatmiko masih mengerutkan keningnya. Derita apa yang sebenarnya disandang oleh gadis cantik bertama indah dan dirindukannya ini?
“Tak lama setelah aku ikut orang tuaku pindah ke kota lain, ibuku meninggal dunia.”
“Benarkah? Anjani, aku ikut prihatin, ya.”
“Tapi tak lama setelah itu, ayahku menikah lagi.”
“Apakah ibu tirimu kejam terhadap dirimu?”
“Tidak kejam secara fisik, tapi ia menyiksa batinku.”
“Apa yang dilakukannya?”
"Ayahku menderita sakit jantung sehingga tidak lagi bisa bekerja. Seorang yang kaya raya membantu pengobatan ayahku. Bahkan bulan depan ini ayahku akan segera dioperasi."
“Orang kaya itu juga membiayainya?”
“Ya. Tapi …. “
Air mata Anjani kembali menetes. Kali ini lebih deras.
Jatmiko mengangsurkan jus nanas yang dipesan Anjani, lalu Anjani meneguknya beberapa teguk.
Lalu Anjani menceritakan tentang seorang laki-laki setengah tua yang ingin memperistrinya, karena merasa telah berjasa membiayai pengobatan ayahnya.
“Ya Tuhan. Berapa banyak dia telah mengeluarkan uang demi ayah kamu?”
“Entahlah. Dia juga mencukupi semua kebutuhan rumah. Ibuku memaksa aku untuk menuruti kemauannya. Nanti setelah ayahku dioperasi dan sehat, aku harus menikah dengannya.”
“Anjani??”
Jatmiko membelalakkan matanya.
“Dan kamu bersedia menerimanya?”
“Apa dayaku? Ibuku sudah menjanjikannya. Aku harus menurutinya karena keluarga kami berhutang nyawa pada dia. Kalau dia tidak menolongku, barangkali ayahku sudah tiada,” katanya sendu.
“Berapa banyak uang yang sudah dikeluarkannya?”
“Entahlah, aku tidak tahu.”
“Aku ingin membantu. Kalau kita bisa mengembalikan uangnya, maka kamu tidak usah menjadi istrinya.”
“Apakah semudah itu?”
“Tentu saja. Bukankah dia melakukannya karena ingin memperistri kamu? Jadi kalau kamu atau keluarga kamu tidak berhutang budi pada dia, maka dia tidak akan memaksamu, bukan?”
“Masalahnya dia ingin memiliki aku, maka dia melakukan semua itu. Bukan karena dia orang baik, karena kebaikan yang dilakukannya itu punya nilai jual beli.”
“Mengapa kamu mau menuruti permintaannya?"
“Ibuku selalu mengatakan tentang sebuah utang budi. Dan aku juga tak mau ayahku mengetahui kenapa aku bersedia berkorban.”
“Coba tanyakan pada dia, kapan dia punya waktu senggang.”
“Lalu apa?”
“Aku akan berusaha membantumu. Melepaskan kamu dari jeratan laki-laki itu.”
“Apa kamu punya uang?”
“Tolong tanyakan dulu, berapa uang yang sudah dikeluarkan untuk keluarga kamu.”
Anjani menatap sahabatnya dengan terharu, Ia akan berbahagia sekali. Alangkah menyenangkan apabila bisa terlepas dari tangan bandot tua itu.Tapi bagaimana cara dia menanyakannya? Tak mungkin Usman mau menjawabnya. Atau … barangkali dia bisa minta tolong pada Estiana … sang ibu tiri.
“Habiskan makan minumnya. Ini hari yang sangat berbahagia untuk kita, jangan bersedih. Aku janji akan membantu kamu.”
“Terima kasih.Miko. Entah bagaimana caranya, aku akan berusaha mencari tahu.”
“Baiklah. Ayo sekarang kita makan. Setelah itu aku antarkan kamu pulang.”
“Aku membawa sepeda motor, biar aku pulang sendiri saja.”
Tiba-tiba ponsel Anjani berdering. Sebuah pesan tertulis di sana. Dari perusahaan Raharjo Sentosa.
Anjani membukanya, lalu dia memekik senang.
“Aku diterima.”
“Itu tentang pekerjaan?”
“Iya, aku akan segera bekerja. Besok aku akan ke kantor untuk menanda tangani kontrak kerja,” katanya riang. Kisah sedih yang tadi diungkapkannya sudah dilupakannya.
Tapi Jatmiko masih memikirkannya. Bagaimana caranya supaya bisa membantu Anjani. Mungkin ia bisa melakukan sesuatu.
“Miko, bukankah ini masih jam kerja? Kamu sudah menemui aku dan kita sudah bicara banyak. Pasti kamu meninggalkan pekerjaan kamu. Bagaimana kalau nanti sore kita bertemu lagi?”
“Apakah kamu harus segera pulang juga?”
“Aku harus menyiapkan obat untuk bapak. Tadi aku tidak membayangkan akan bisa bertemu kamu, jadi aku tidak menyiapkan obat-obat untuk bapak sebelumnya.”
“Baiklah. Sayang sekali kamu membawa motor. Kalau tidak, aku bisa mengantarkan kamu seperti yang tadi aku katakan.”
“Tidak usah, nanti saja kita ketemu lagi, aku tidak akan membawa motor. Rasanya belum puas berbincang denganmu.”
“Kamu benar, rasanya memang belum puas, kita akan berjalan-jalan sore nanti. Aku boleh menjemputmu?”
“Jangan. Kita bertemu agak jauh dari rumahku saja. Kalau ibuku tahu bahwa aku dijemput oleh seorang laki-laki, pasti dia akan marah dan melarangku pergi.”
“Baiklah, aku jemput di mana, enaknya?”
“Nanti aku kabari.”
“Sekarang habiskan makananmu, lalu kamu boleh pulang.”
Anjani trersenyum. Bahagia sekali bisa bertemu, setelah bertahun-tahun berpisah.
Meskipun tidak bisa mengantarkan Anjani dengan mobilnya, tapi Jatmiko mengiringi terus sepeda motor Anjani, sehingga dia tahu di mana rumahnya.
***
Nilam sedang makan di kantin kantor, bersama Wijan. Agak kesal hati Nilam, karena Wijan terus menerus membicarakan Anjani.
“Sepertinya mas Wijan suka ya sama Anjani?” tuduh Nilam dengan bibir mengerucut.
Wijan tersenyum lebar. Menatap Nilam yang tampak kesal, sehingga menggigit paha ayam dengan gemas.
“Kamu kok menuduh aku suka. Bukankah dia adalah calon karyawan kita yang besok akan menanda tangani kontrak kerja? Kalau aku membicarakan dia, apa aku salah?”
“TIdak salah, tapi cara mas Wijan ngomong tentang Anjani itu berbeda.”
“Ada-ada saja. Aku tuh hanya merasa, bahwa sesungguhnya Anjani sedang tertekan. Mungkin ada sesuatu yang membuat dia sedih.”
“Itu hanya perasaan Mas Wijan saja. Dia sedih karena menceritakan ibunya yang sudah meninggal. Itu wajar kan?”
“Tidak hanya itu. Ada yang lain.”
“Perhatian mas Wijan sangat berlebihan. Saat ini dia sedang berbahagia karena bisa bertemu dengan Jatmiko.”
“Apakah Jatmiko itu pacarnya?”
“Mereka berpisah selama puluhan tahun, pasti bahagia setelah bisa ketemu. Aku bersyukur bisa menjadi perantara pertemuan mereka.”
“Apakah mereka pacaran?”
“Mana aku tahu? Mereka saling merindukan, itu pasti. Tapi apakah kemudian mereka saling jatuh cinta, siapa yang tahu?”
Wijan meneguk teh hangat yang tinggal separuhnya. Ada perasaan aneh yang sukar diungkapkannya. Perasaan tentang Anjani. Barangkali rasa kasihan mengingat wajah Anjani yang tampak sedih ketika menceritakan keluarganya. Apakah dia tidak bahagia? Anjani memang tidak mengatakan tentang laki-laki yang akan menjadi suaminya, yang selalu membuatnya sedih. Dan Wijan menangkapnya seperti ada ketidak bahagiaan setelah ditinggal ibunya lalu memiliki seorang ibu tiri. Itukah yang membuatnya trenyuh? Merasa kasihan? Atau apa?
Nilam menangkapnya berbeda. Entah mengapa, ia tidak rela seandainya sang kakak menyukai Anjani.
“Hei, mengapa mulut kamu manyun begitu? Apa masih lapar?” ledek Wijan.
Ketika kemudian mereka kembali ke ruang kerja, dilihatnya Raharjo sedang duduk di sofa sambil membuka-buka map yang berisi lamaran Anjani.
“Ini yang akan kalian terima besok?”
“Bagaimana menurut Bapak?” tanya Wijan.
“Kalau kamu merasa dia yang pas, ya sudah. Bapak tidak akan ikut campur dalam hal sepele seperti ini.”
“Mengapa Bapak terus menerus menatap foto Anjani? Bapak juga tertarik?” kata Nilam yang memang suka bicara ceplas ceplos, bahkan kepada ayahnya.
Raharjo tertawa.
“Tertarik dalam hal apa?”
“Bukankah dia memang cantik?”
“Benar. Dia cantik. Tapi ada yang bapak pikirkan tentang gadis ini.”
“Tuh, Bapak juga tertarik kan?”
“Bukan tertarik karena suka atau apa. Bapak seperti pernah melihat gadis ini, tapi di mana ya. Sepertinya belum lama.”
“Kita tinggal se kota, wajar kalau terkadang pernah bertemu,” kata Wijan.
“Kamu benar. Tapi bapak jadi penasaran untuk ingin mengingatnya. Aaaa … ya, di rumah makan, bersama pak Usman.”
“Pak Usman? Berarti Anjani itu anak pak Usman?”
“Kalau anak pak Usman, mengapa melamar pekerjaan di perusahaan kita?”
“Bukan, bukan anaknya. Sepertinya pak Usman memperkenalkannya sebagai calon istrinya.”
“Haaaa?” Wijan dan Nilam bereaksi kaget bersama-sama.
“Masa sih, Bapak pasti keliru deh,” sergah Nilam.
“Apa benar dia, atau bapak memang keliru, soalnya itu waktu malam. Ketika bapak menemani pak Efendi makan. Tapi biarpun malam, lampu di rumah makan itu terang benderang lhoh.”
“Besok kita akan menanyakan, apakah dia kenal pak Usman.”
“Atau apa benar dia calon istri pak Usman,” sambung Nilam.
“Rasanya aneh kalau Anjani itu calon istri pak Usman,” gumam Wijan.
“Kalau iya, bagaimana? Mas patah hati?” ledek Nilam.
“Ngawur ah,” sungut Wijan.
“Ada apa ini? Apa Wijan suka sama Anjani?”
“Anjani kan cantik, Pak. Mas Wijan tertarik, itu wajar kan? Bapak akan segera punya menantu, soalnya sampai sekarang, mas Wijan sangat susah mendapatkan calon istri,” Nilam terus saja mengejek, membuat Wijan kesal, kemudian melemparkan balpoin kearah Nilam yang menghindar sambil terkekeh.
“Kalian itu, nggak di rumah, nggak di kantor, sama saja.”
***
Siang hari itu, ketika Marjono tidur setelah minum obat yang disiapkan Anjani, Anjani mendekati ibunya yang sedang mengutak-atik ponsel di ruang tengah.
“Bu," sapa Anjani.
“Jangan mengganggu. Aku sedang bicara tentang bisnis dengan temanku, siapa tahu nanti nak Usman bisa memberikan modal untuk aku.”
Anjani merasa kesal. Masih ada lagi yang diharapkan ibunya dari Usman.
“Anjani ingin tahu, berapa banyak ya, uang yang sudah dikeluarkan pak Usman untuk kita?” tanyanya hati-hati.
“Apa?”
Estiana meletakkan ponselnya dengan kasar di atas meja.
***
Besok lagi ya.
Trmksh mb Tien
ReplyDeleteSelamat Yangtie.....
DeleteAlhamdulillah ACeDeeR-11 sudah tayang.
Matur nuwun bu Tien....
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI....
Matur nuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteSmg sht sll
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun Yangtie
Sugeng ndalu Bunda Tien.
ReplyDeleteHamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..11 telah tayang. Matur nuwun
Alhamdullilah
Semoga ALLAH memberi kesembuhan ..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien....tercinta🤲❤
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~11 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah maturnuwun Bude udah Tayang, sehat2 inggih Bude, salam Aduhai😘😘
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ana
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Trimakasih Bu Tien .... salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
DeleteSalam sehat juga
ReplyDeleteAlhamdullilah
Ada Cinta Dibalik Rasa 11 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMakasih bu Tien, sehat selalu ya...🙏😀
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Alhamdulillah
ReplyDeleteADUHAI jeng In
Delete🌸🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🌹🦋
Matur nuwun Bu Tien
cantiq & baik hati.
ACeDeeR_11 sdh tayang.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat2 selalu. Aamiin. 🤲
Salam aduhai dr Jatibening.
🌸🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Alhamdulillah Bu Tien Sudah hadir di tengah tengah kita....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....
Sami2 pak Apip
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Anik
Terima kasih Mbu Tien, semakin seru dan pnasaran... sehat sllu bersama keluarga trcnta...
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Mudah2an Anjani ga JD nikah Ama Pak Usman, mudah2an BS d bantu Ama Pak Rahardjo😂
ReplyDeleteTerima kasih ibu Ana
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Ibu Tien, sehat selalu...
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Tri
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sri
Matur nuwun Bunda Tien Kumalasari, semoga sehat terus ya Bunda , Aamiin
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Mundjiati
Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat . Maturnuwun Cerbungipun 🌹🌹🌹🙏
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ugi pak Herry
Sugeng dalu mbak Tien.....
ReplyDeleteSemoga senantiasa sehat dan tetap bersemangat....
Matur Nuwun episode sebelasnya...
Salam Aduhai dr Surabaya 🙏😘😍♥️
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Dewi
Aduhai deh
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dari Yk....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat juga
Hooreee... Anjani ketemu Miko. Tapi Wijan rupanya tertarik juga kepada Anjani. Siapa yang dapat merebut dari nak Usman ya, kita tunggu saja.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
Ahamdulillaah, matursuwun Bu Tien, semoga sehat dan semangat selalu.... salam sehat dan A D U H A I 💕
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteTerima kasih ibu Umi
Salam aduhai deh
Alhamdulillah... kepo. com, siapa yg berhasil menolong Anjani . Matur nuwun Bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Nanik
DeleteHayoo siapa?
Terima kasih Bu Tien, walaupun selalu terlambat tapi tetap setia. mohon maaf hanya bisa berdoa semoga Bu Tien selalu sehat demikian pula keluarga...Aamiin.
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteTerima kasih pak Subagyo
Ikut senang...akhir nya Anjani dapat bertemu Miko, Miko sangat prihatin dengan keadaan Anjani saat ini. Miko akan membantu melepaskan Anjani dari cengkeraman nak Usman.
ReplyDeleteSementara Wijan juga simpati thd Anjani, pak Raharjo juga, tetapi kalau Nilam hanya mulut nya aja yang mengerucut, mendengar mereka simpati kpd Anjani..he..he..
Salam sehat dan Aduhai nggeh Bunda Tien
Matur nuwun pak Munthoni
DeleteSalam sehat aduhai
Lho
ReplyDeleteUsman itu bosnya Miko.
Apa berani si Jatmiko nerak kekarepané bosé.
Dipecat, malah berkumpul di juragan batik, Rahardjo.
Wauw, maèn petak umpêt, sementara Wijan usaha keras pédékaté, sudah terungkap beban yang ada pada Anjani, Miko menjanjikan membebaskan jerat hutang dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, Miko kembali lanjut ke pertemuan yang anèh sama Nilam.
Unik, semua prihatin nasib Anjani itupun masih ada acara Estiana mau berbisnis dengan seseorang yang dianggap menjanjikan.
Modal? Kan sudah terkumpul maspicis rajabrana dari sisa-hasil-usaha nyathil dana biaya pengobatan Maryoto selama di rumah sakit.
Siapa tahu Usman bisa nambahin modal, têtêp dengan format melelang Anjani anak tirinya.
ADUHAI
Terimakasih Bu
Ada cinta dibalik rasa yang kesebelas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta.
🙏
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteTerima kasih pak Nanang
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 KP Lover
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu. Aduhai
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteTerima kasih ibu Sul
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien telah menayangkan acdr 11
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteTerima kasih pak Arif
Alhamdulillah, Matur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua ya🙏 🤗🥰
Semalam mau baca ketiduran,,,,😂
Pagi dah berangkat senam,, skrg baru bisa buat komentar,,
Pak Rahardjo bikin penasaran nih ya ,,, Wijanarko & Nilam mau tau banget tuh ttg Anjani dg pak Usman nya
Aduhaiii 👍👍👍