BUNGA UNTUK IBUKU 37
(Tien Kumalasari)
Wijan sudah sampai di tempat gadis itu berdiri, tapi yang dicarinya tak tampak lagi bayangannya. Wijan mencari ke sana kemari, tanpa hasil.
“Tadi seperti Nilam. Tapi benarkah Nilam? Ia memakai seragam sekolah SMA. Aduh, mengapa tiba-tiba dia pergi? Apakah hanya bayanganku saja? Apakah karena aku selalu mengingatnya, lalu menganggap gadis itu Nilam?” gumam Wijan dengan wajah kecewa. Ada perasaan ragu. Benarkah Nilam melanjutkan sekolah, lalu sudah SMA?
Sekali lagi dia mengamati sekeliling tempat itu, tapi bayangan gadis itu benar-benar lenyap bagai ditelan bumi. Wijan kembali ke arah mobilnya, yang sudah selesai mengisi bahan bakar. Rasa sedih menggumpal dalam benaknya. Ia sungguh berharap yang dilihatnya tadi adalah Nilam. Tapi angan-angan itu kabur oleh keraguan yang kemudian melintas.
“Mas Wijan mencari siapa, tadi?” tanya Sardi, sang sopir.
“Itu tadi … gadis itu, seperti adik saya. Tapi barangkali juga bukan.”
“Nak Wijan punya adik?” tiba-tiba Bejo yang semula diam ikut bertanya.
“Punya Pak, sebenarnya adik tiri, tapi saya sangat menyayangi dia. Demikian juga dia, juga sangat menyayangi saya,” jawab Wijan sedih.
“Kita ke mana sekarang Mas?” tanya Sardi.
“Langsung ke rumah sakit Pak.”
Wijan kemudian terdiam. Bayangan gadis yang semula berdiri di tepi jalan itu terus melintas di benaknya. Ketika sang ayah sudah ketemu, walaupun masih hilang ingatan, kemudian dia harus memikirkan Nilam. Kemana gerangan adik tirinya yang manja itu berada?
“Ke mana perginya adik Nak Wijan?” tanya Bejo lagi.
“Entahlah Pak, setelah bapak mengalami kecelakaan, keluarga ini menjadi tak karuan. Banyak hal yang terjadi, bahkan yang saya tidak tahu, karena saya pergi lebih dulu,” kata Wijan sedih.
“Nak Wijan jangan sedih. Saya akan ikut berdoa, agar ayah Nak Wijan segera kembali, dan adik Nak Wijan juga bisa ditemukan,” kata Bejo, prihatin.
Wijan yang duduk di samping Bejo kemudian merapatkan duduknya, lalu memegang tangan Bejo. Kehangatan menyusuri hatinya, seperti menemukan sebuah permata berharga yang lama hilang.
Bejo menatapnya iba. Seperti merasakan kesedihan yang sama, tapi Bejo tak sadar, kenapa kesedihan juga ikut merayapi hatinya. Ia menepuk tangan Wijan, seakan ingin menghibur anak muda itu dari kesedihannya.
Air mata Wijan meleleh, segera dihapusnya.
“Jangan sedih,” sekali lagi Bejo mengatakannya. Air mata itu terasa seperti pisau mengiris hatinya. Ada kedekatan yang tak disadarinya. Ada ikatan yang terasa seperti bayang-bayang semu, susah untuk ditangkapnya.
Mobil sudah berhenti di rumah sakit. Ketika keduanya melangkah masuk, pak Rangga menyambut kedatangannya.
“Pak Rangga sudah lama?”
“Tidak, baru saja, ayo segera mendaftar. Katanya sambil tersenyum senang. Ia benar-benar melihat sosok atasannya yang gagah dan selalu bersikap lembut. Tapi ia tak banyak berkata-kata, takut membuat Bejo semakin bingung.
***
Nilam keluar dari persembunyiannya, ketika melihat mobil yang diyakininya sebagai mobil kakaknya, sudah tak lagi kelihatan. Sebenarnya Nilam tadi mampir ke rumah temannya yang rumahnya tak jauh dari tempat itu. Ada buku yang ingin dipinjamnya dari temannya itu.
Nilam kemudian kembali mencegat angkutan yang akan membawanya ke rumah. Kalau saja dia tahu bahwa Wijan sedang mencari-carinya saat itu, pasti dia akan sangat berbahagia.
Ketika sampai di rumah, dilihatnya sang ibu angkat sedang membenahi tempat yang akan dijadikan warung ayam bakar. Nilam senang sekali. Ia sesungguhnya merasa kasihan melihat ibu angkatnya setiap hari menjajakan ayam panggang itu berkeliling. Terkadang sampai jauh, hampir ke daerah lain. Tapi dengan membuka warung di rumah, Suri, ibu angkatnya, tak harus capek berkeliling.
“Ibu, sudah siapkah warungnya?” tanya Nilam sambil meletakkan tas sekolahnya di bangku yang ada di dekatnya.
“Sudah hampir jadi, tinggal menata bangku, barangkali ada yang mau makan di sini. Kok kamu sudah pulang?”
“Iya, pulang pagi, gurunya ada rapat.”
“Oh, ya sudah. Ganti pakaianmu, dan makan.”
“Aku nanti mau membantu ibu benah-benah.”
“Iya, tapi makan dulu, ibu tadi sudah masak sayur bening dan tahu terik.”
“Hm, enak tuh. Tapi Nilam mau ganti baju dulu,” kata Nilam sambil beranjak ke arah kamarnya.
Suri tersenyum. Ia benar-benar menikmati hidup dengan seorang anak yang amat berbakti dan pintar. Kecuali itu ia juga cantik. Suri tak menyangka akan menemukan hidup sebahagia itu.
Ketika keduanya duduk menikmati makan siang mereka, Nilam menceritakan tentang mobil Hasti yang dilihatnya.
“Belum-belum kamu sudah lari dan sembunyi, bukankah banyak sekali mobil yang sama? Modelnya, warnanya.”
“Tapi plat nomornya kan tidak ada yang sama. Nilam ingat banget nomor mobilnya mbak Hasti.”
“Memangnya kenapa kalau ketemu kakak kamu?”
“Nggak mau dong Bu, nanti Nilam bisa diajak pulang.”
“Tapi menurut yang ibu dengar ketika melewati rumah keluarga Raharjo, rumah itu kosong. Berarti dia tidak tinggal di sana lagi. Ibu kamu ditangkap polisi bersama selingkuhannya, eh, maaf aku mengatakannya lagi,” kata Suri yang takut Nilam sedih mendengarnya. Tapi wajah Nilam datar saja.
Sekilas Nilam ingat, sepertinya Hasti mengatakan bahwa mereka bukan anak kandung ibu Rusmi. Hanya saja dia lupa bagaimana ceritanya. Itulah sebabnya, ikatan diantara dirinya dan sang ibu terasa tidak begitu kental. Apalagi sang ibu tidak terlalu memberinya kasih sayang dengan tingkah laku seorang ibu, kecuali hanya memanjakannya dengan kemewahan.
“Maaf Nilam, kamu jangan sedih mendengarnya lagi. Dulu ibu pernah mengatakan itu ya. Maaf.”
“Ibu tidak usah minta maaf. Bukankah kata ibu, ada saatnya menanam dan ada saatnya mengunduh?”
Suri tersenyum prihatin. Anak angkatnya benar-benar sudah kehilangan keluarganya. Sudah sepantasnya kalau dia menyayanginya seperti anak kandung sendiri.
“Nilam, apa kamu tahu, ibu ini sangat menyayangi Nilam.”
“Iya Bu, Nilam tahu. Nilam juga sangat menyayangi ibu,” kata Nilam dengan mata berkaca-kaca.
Suri meraih bahunya, meletakkan kepala Nilam di dadanya.
“Ibu bahagia memiliki kamu.”
“Aku kehilangan keluarga, tapi menemukan Ibu sebagai penggantinya. Aku juga bahagia, Bu.”
“Ya sudah, habiskan nasinya, dan istirahat.”
“Nilam mau membantu ibu benah-benah.”
“Apa yang mau dibantu? Ibu sudah selesai, tinggal memasang tulisan di atas warung. Kamu tahu ibu namakan apa warung itu? Ahaa, kamu belum melihat spanduk yang ibu buat ya?”
“Belum Bu, ibu sudah memasangnya?”
“Belum, baru mau minta tolong tetangga. Soalnya harus memanjat.”
“Biar aku saja Bu,” Nilam bersemangat.
“Eeh, jangan. Kamu itu lho.”
“Memangnya tulisannya apa?”
“Nanti lihatlah sendiri.”
Karena ingin segera melihatnya, Nilam buru-buru menyelesaikan makan siangnya, kemudian berlari ke arah depan. Ia melihat lipatan kain di atas kursi, lalu dibukanya. Nilam terbelalak membacanya, kemudian terkekeh senang.
‘WARUNG AYAM PANGGANG NILAMSARI’
“Ibu, itu kan nama Nilam?”
“Memang iya. Bagus kan?”
“Kenapa tidak memakai nama Ibu saja? SURI HASTUTI. Bagus kan?”
“Tidak Nilam. Dengan adanya kamu, ibu seperti mendapat keberkahan. Dagangan ibu semakin laris dan sekarang bahkan bisa membuka warung di rumah. Itu karena adanya kamu.”
“Ibu ada-ada saja. Kenapa karena Nilam? Memang ibu bekerja keras, jadinya usaha ibu semakin maju. Masa karena Nilam.”
“Memang iya, ibu bekerja keras. Tapi dengan adanya kamu, ibu jadi lebih bersemangat. Sudahlah, jangan protes. Biar saja warung ayam panggang Nilamsari. Itu sangat bagus."
Nilam tersenyum sambil merangkul ibu angkatnya.
***
Bejo sudah diperiksa, tapi untuk pemeriksaan secara menyeluruh, Bejo harus dirawat, paling tidak sampai keesokan harinya. Wijan dan pak Rangga tidak keberatan. Mereka memilihkan kamar terbaik untuk Bejo, yang kebingungan karena harus tidur di sebuah kamar mewah dengan perlengkapan serba lengkap.
“Mengapa saya harus tidur di sini?”
“Hanya sampai besok Pak, nanti saya menemani Bapak.”
“Repot sekali, dan ini kamar bagus, pasti harus bayar mahal kan? Saya tidak mau, nanti saya keberatan membayarnya. Saya hanya berjualan sayur yang harus saya petik di kebun, bagaimana bisa membayar hutang saya? Sampai saya menjadi kakek-kakek belum tentu bisa lunas,” keluh Bejo sambil duduk di tepi pembaringan.
Wijan menahan senyumnya. Bejo masih menganggap bahwa semua biaya yang dibutuhkan adalah hutangnya. Karena itulah dia mau diajak berobat.
“Pak, kamar ini diberikan kepada semua orang yang harus dirawat, harganya sama, tidak mahal,” kata Wijan.
“Bapak juga tidak perlu tergesa-gesa membayarnya, yang penting Bapak segera bisa sembuh dari sakit ingatan. Bukankah sedih tidak bisa mengingat masa lalu Bapak?” sambung pak Rangga.
Bejo diam. Tampaknya dua orang didepannya ini akan memaksakan kehendak. Wajahnya menjadi muram.
“Pak, bersabar ya. Bapak akan diperiksa lebih cermat. Hanya sehari saja, besok sudah boleh pulang.”
“Apakah besok saya sudah bisa mengingat kembali semuanya?”
Wijan saling pandang dengan pak Rangga.
“Kalau Bapak menurut apa kata dokter, Bapak akan sembuh lebih cepat,” kata Wijan sambil duduk di depan Bejo.
Bejo terdiam, tapi ia tampak tak puas dengan jawaban Wijan maupun pak Rangga.
***
Siang hari itu, setelah makan siang, Bejo merasa sangat mengantuk. Tak lama kemudian ia tertidur. Barangkali karena obat yang diminumnya.
Pak Rangga pamit untuk ke kantor, dan berjanji akan kembali sepulang dari kantor, karena banyak yang harus diurusnya.
Wijan yang duduk termangu di sofa, tiba-tiba teringat gadis yang tadi dilihatnya. Ia masih sangat penasaran, karena gadis itu benar-benar mirip Nilam.
“Apakah Nilam bisa melanjutkan sekolah? Lalu dia bersama siapa? Apakah ada kerabatnya yang mau menerima Nilam dan menyekolahkannya? Memang kalau dihitung-hitung, seandainya melanjutkan sekolah, Nilam pasti sudah SMA,” gumam Wijan.
Tiba-tiba Wijan ingin sekali melacak keberadaan gadis yang dikira Nilam, dari tempat dimana tadi dia melihatnya.
“Tadi tampaknya dia pulang sekolah, berarti ada sekolahan di sekitar tempat itu,” gumamnya sambil bangkit. Ia melirik ke arah Bejo yang masih terlelap, kemudian dia keluar dari ruangan. Ia ingin mencari sekolahan di sekitar ia melihat gadis itu. Dari situ pasti dia bisa menemukan Nilam, atau gadis yang dikira Nilam.
Wijan memanggil sopir yang tadi mengantarnya.
“Pulang Mas?”
Tidak, ke tempat di sekitar POM bensin yang tadi kamu mengisi bahan bakar.”
Wijan menelusuri daerah sekitar POM bensin itu, tapi ia tak menemukan sekolahan di sekitarnya.
“Di mana ya, gadis itu sekolah? Rupanya di tempat ini tak ada sekolahan.”
Wijan menyuruh Sardi, sang sopir, agar menyusuri jalan kecil di dekat ia melihat gadis itu, Sudah jauh mereka berjalan, tapi tetap saja tak ditemukannya sekolahan.
Wijan sangat kecewa. Tapi kemudian dia mengajak Sardi pulang.
Tadi dia tidak mengira bahwa Bejo harus dirawat, sehingga tak membawa baju ganti untuknya. Jadi ia memerlukan pulang dulu ke rumah.
Ketika memasuki rumah, dilihatnya bibik sedang menata masakan di ruang makan.
“Bibik sudah selesai masak?”
“Sudah mas, saya hanya masak sup dan menggoreng ayam, cari yang gampang, soalnya tadi saya membersihkan kamar bapak. Coba Mas Wijan lihat, kamar bapak sudah saya bersihkan semuanya, hanya tatanannya belum saya rubah, untuk membantu pak Bejo mengingat masa lalunya.”
“Baiklah, ayo ke kamar bapak, sekalian bibik siapkan baju ganti untuk bapak, soalnya bapak harus dirawat.
“Oh, iya Mas. Baiklah.”
Keduanya menuju kamar Raharjo. Wijan merasa puas, kamar itu sudah bersih dan berkilau, alas kasur sudah diganti, dan semuanya tampak bagus. Tapi memang bibik tidak merubah letak almari dan lain-lain, untuk membantu mengingatkan tuan majikannya akan kamar yang pernah ditempatinya.
“Bagus Bik, semoga kalau bapak pulang akan segera mengingat semuanya.”
“Ini baju bapak, sudah saya masukkan ke dalam tas."
“Iya Bik, terima kasih. Aku harus segera kembali ke rumah sakit, takutnya bapak terbangun dan bingung karena tidak melihat aku di sana.”
“Mas Wijan tidak makan dulu?”
“Nanti saja Bik, aku harus buru-buru nih, sudah cukup lama meninggalkan bapak.”
“Ya sudah Mas, daripada nanti pak Bejo bingung mencari Mas Wijan.”
“Iya Bik. Kalau saatnya makan, bibik makan saja dulu, nanti aku gampang.”
“Iya Mas, biar saya bawakan bajunya ke mobil."
***
Wijan bergegas masuk ke rumah sakit, sambil menenteng tas yang dibawakan bibik. Ia memasuki kamar dengan hati-hati, khawatir kalau ‘ayahnya’ terbangun karena suara langkah kakinya.
Wijan berjingkat masuk, lalu meletakkan tas yang dibawanya di meja.
Ia bermaksud mendekati ranjang ‘ayahnya', tapi dengan terkejut, dia melihat bahwa ranjang itu kosong.
“Bapaaak,” Wijan berteriak.
***
Besok lagi ya.
๐ต️๐ผ๐ต️๐ผ๐ต️๐ผ๐ต️๐ผ
ReplyDeleteAlhamdulillah...
BeUI_37 sdh hadir.
Matur nuwun nggih.
Semoga Bu Tien
sehat selalu dan
tetap smangaats.
Aamiin. Salam hangat
dan aduhai ๐ฆ๐น
๐ต️๐ผ๐ต️๐ผ๐ต️๐ผ๐ต️๐ผ
Waah Bejo kaboor kemana yaa...Bikin Wijan panik aja...semoga lg di kmr mandi atau lg jln2 ke taman RS aja...
DeleteSami2 ibu Sari
DeleteAamiin Allahumma Aamiin
Suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteWah... besok kalau reuni di RM NilamSari saja, pengin ketemu Nilam. Juga untuk 'nglarisi' biar Nilam lancar sekolahnya.
DeleteWijan bingung ya, Bejo Raharjo kabur dari Rumah Sakit... Kalau saya tidak, dia ingin ketemu Nilam.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete๐๐
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteMtrnwn mbak Tien
ReplyDeleteSami2 jeng dokter
DeleteAlhamdulillaah
ReplyDeleteBunga untuk ibuku dah tayang
Matur nuwun bunda Tien ๐
Sami2 ibu Wiwik
DeleteMaturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSamo2 ibu Sri
DeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteBunga Untuk Ibuku 37 sudah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda tetap Semangat, selalu Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala.
Aamiin
Saat nya pak Raharjo sembuh dari penyakit nya, hilang ingatan..Anak2 yang pak Raharjo sayangin sdh berada di dekat nya. Semoga pak Raharjo bisa terhibur dan ingat masa lalu nya
Salam Kejora nan Aduhai nggeh Bunda Tien
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah Maturnuwun Bunda.sehat selalu nggih
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 pak Herry
Matur nuwun
ReplyDeleteMbak Yaniiiiik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat aamiin
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteSami2 ibu Salamah
Alhamdulillah BUI 37 sampun tayang ,matur nuwun Bunda Tien ,mugi tansah pinaringan kasarasan .
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun jeng Isti
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah..... terimakasih bunda.... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteSami2 ibu Tutus
Terima kasih, bu Tien cantiiik.... semoga ibu sehat terus...๐
ReplyDeleteAamiin
DeleteTerima kasih jeng Mita
Alhamdulillah tayang gasik, matur nuwun bu Tien, sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteSami2 pak Bams
Waah...malah menghilang? Bikin makin penasaran.๐
ReplyDeleteTerima kasih, bu Tien. Salam sehat selalu.๐
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~37 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..๐คฒ
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteSami2 pak Djodhi
Waaah... semakin rame... semoga pak Bejo mampir di Warung Nilamsari....
ReplyDeleteTerima kasih Mbu tien... sehat sllu bersama keluarga trcnta ....
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Alhamdulillah...matur nuwun Bu Tien cerbungipun
ReplyDeleteSami2 ibu Suprilina
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhsmdulillah ... trimakasih bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bunga untuk ibuku 37 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ..
๐น๐น๐น๐น๐น
Sami2 ibu Susi
DeleteTks bu tien.sht2 slalu njih
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Dwi
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, semoga sehwt selalu
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillah... Terimakasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteSami2 ibu Yati
Alhamdulillah. Terima kasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Endah
DeleteLha kemana pak Raharjo...?
ReplyDeleteAch mungkin ke toilet..๐
Matur nuwun bunda Tien...๐
Salam sehat selalu kagem bunda..
๐คฒ๐คฒ
Sami2 ibu Padmasari
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillaah... Euhhh... Kenapa p Bejo di tinggal sendirian demi Nilam... Semoga pa Bejo ingatannya sehat dan mampir d warung nilamsaribertemu dengan nilam
ReplyDeleteTerima kasih ibu Engkas
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu.
Tetap sehat dan semangat.
Aduhai.
Alhamdulillah.
ReplyDelete..smg pak Bejo hanya ke kamar mandi..
Sehat selalu bund Tien
BeUI 37 tayang
ReplyDeleteMksh bunda Tien sehat selalu doaku
Nilam ngumpet dikiranya Hasti yg kejar dia
Wkwkwk kshn kau nak
Sementara Wijan sptnya juga yakin kalau itu Nilam udah pake seragam SMA pula
Pak Bejo juga msh bingung wah pokoknya kali ini harus sabar dulu deh
Moga setelah di berikan bbrp obat utk bikin sadar akan segera pulih meskipun masih bertahap
Trnyt harus istirahat dulu barang sehari dua hari
Msh heran kalau baju yg dipake juga bs pas
Kadang lucu juga seh
Eeh namanya lupa jelas gak inget....
Nah Nilam heran juga seh kenapa nama warung bu Suri pake nama *Ayam panggang Nilamsari* beruntung ketemu seorang ibu yg sangat mendambakan seorang anak, jadi kasih sayangnya tercurah pada Nilam
Tp kali ini sedih juga kok mlh pak Bejo Raharjo hilang
Wah makin seru sptnya
Yuuk kita ikutin aj lanjutannya besok
Mksh bunda Tien
Ttp semangat dan selalu
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aduh Pak Bejo pake acara sembunyi segala? Kira² kemana ya ? Terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteEh, tambah rumit jadinya...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Terima kasih Bunda....Bejo lg di kamar mandi ...he..he .
ReplyDeleteMalam Bun.. selamat istirahat..
Waduuuh...kemana Pak Bejo, smg bener di kamar mandi.
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Pak Bejo kemana?
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien ... Sehat selalu
Pak Bejo bikin drama baru. Semoga tdk melarikan diri pulang ke rumah Simbok Supi. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat selalu dari Yogya....
ReplyDeleteWaduh Bejo kemana dikau ,,,,
ReplyDeleteAlhamdulillah Matur nuwun bu Tien ๐ค๐, salam sehat wal'afiat selalu
Aduhaiii jd penasaran,, lanjut bu Tien ๐
Sering penasaran jadi awal pemborosan.
ReplyDeleteGolรจk ucรชng kรฉlangan dรชlรชg, tuh buyut bilangnya gitu.
Kelihatan Nilam, merasa aman disamping Bu Suri. Hasti pun merasa ikhlas, kalau adeknya ditemukan orang yang berniat merawat adeknya siapapun itu.
Dengan tanda; ada yang memindahkan sekolah ke sekolah lain.
Setelah beberapa hari Nilam nggak pulang kerumah waktu itu, ngeri ngeri sedap petualangan kedua anak yatim piatu ini.
Wijan kembali kehilangan Bejo yang melarikan diri dari ruang rawat inap, mudah mudahan masih disekitaran komplek Rumkit. Atau malah kerumah besar Rahardjo, ngapain? Wong dia mau cari tambahan agar bisa mengurangi perhitungan 'utang' ; menjual sayur di pasar.
Eh belum tentu, siapa tahu mau ganti baju, iya baju yang kemaren ; seragam harian Bejo, pergi ke pasar, mungkin sudah siap pakai lagi.
Berarti kerumah Rahardjo dong.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bunga untuk ibuku yang ke tigapuluh tujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
๐
Aamiin
DeleteMatur nuwun atas kecrigisannya, pak Nanang
๐
Delete