Monday, January 8, 2024

BUNGA UNTUK IBUKU 36

 BUNGA UNTUK IBUKU  36

(Tien Kumalasari)

 

Pak Rangga menatap Wijan tak mengerti. Wijan mengedipkan sebelah matanya, sementara bibik sudah membuka pintu gerbang, langsung menuju rumah.

“Pak Rangga, ini adalah pak Bejo namanya. Saya akan membawanya ke dokter karena pak Bejo hilang ingatan.”

Melihat sikap Wijan, pak Rangga segera mengerti.

Wijan mengajak semuanya memasuki halaman. Bibik sudah membuka pintu rumah.  Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, dan  kemudian langsung ke belakang untuk mengambil sapu. Rumah itu begitu kotor dan berdebu.

“Mas Wijan, duduk di teras saja dulu, biarkan saya membersihkan ruangan dalam sebentar."

“Baiklah.”

Lalu Wijan mempersilakan ‘tamu-tamunya’ duduk sementara di teras.

Kecuali membersihkan ruang tamu, bibik juga membersihkan kamar tamu. Ia tak akan mengijinkan tuan Bejo memasuki kamarnya semula, karena berbau mesum dan kotor. Ia harus membersihkannya sampai tak terlihat bekas perbuatan terkutuk itu ada.

Pak Rangga masih bingung. Melihat penampilan Bejo, dan penolakannya ketika dipanggil Raharjo, belum sepenuhnya bisa dimengerti.

Sekali lagi Wijan mengedipkan matanya, pak Rangga merasa ada sesuatu yang pasti akan dikatakan Wijan, tapi belum sekarang. Karenanya pak Rangga memilih menanyakan keadaan Wijan selama ini.

“Saya baik-baik saja Pak. Saya pergi karena ibu Rusmi mengusir saya. Tapi saya kemudian fokus melanjutkan sekolah saya, setelah mencari bapak tidak ketemu. Saya sudah hampir kuliah. Tahun ini saya akan mulai kuliah.”

“Anak baik. Aku berusaha menghubungi kamu, tapi nomor kamu tidak pernah aktif. Padahal banyak kejadian yang seharusnya kamu mengetahuinya.”

“Saya tidak ingin kembali kemari, karena tidak ingin bertemu ibu Rusmi lagi. Jadi saya mengganti nomor saya. Bapak memberi saya bekal untuk melanjutkan kuliah sebelum kecelakaan itu terjadi.”

Bibik keluar dengan membawa baki berisi tiga gelas susu coklat panas.

“Silakan Pak, kebetulan di dapur masih ada susu coklat, dan saya lihat masih bagus.”

“Terima kasih, Bik,” kata Wijan.

“Saya sudah membersihkan kamar tamu, kalau bapak Bejo mau beristirahat.”

“Pak, minumlah dulu, setelah ini Bapak mandi dan berganti pakaian,” kata Wijan kepada Bejo.

“Tapi saya tidak membawa baju Nak, biar saya tetap memakai baju ini saja.”

“Jangan Pak, itu sudah kotor karena seharian Bapak tidak ganti baju. Di kamar banyak baju ganti, Bapak bisa memakainya.”

“Mana bisa memakai baju yang bukan milik saya.”

Wijan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bejo tampak sangat lugu dan belum sadar siapa sebenarnya dirinya.

“Pak, baju itu saya pinjamkan untuk Bapak. Pinjam itu kan boleh sih Pak. Nanti Bapak bisa mengembalikannya. Ayo di minum dulu, bibik sudah membuatkannya untuk kita,” kata Wijan sambil mendahului menyeruput minumannya.

Bejo meraih gelasnya dengan ragu, tapi kemudian dia meminumnya juga, karena dia juga sebenarnya merasa haus, bahkan lapar.

Kemudian dia menurut, ketika Wijan mengajaknya memasuki kamar dan memintanya mandi. Rupanya bibik sudah menyiapkan semuanya, dari alat mandi, handuk dan baju ganti milik Raharjo.

Wijan menunjukkan kamar mandinya, dan dengan heran dia melihat, bahwa Bejo tidak merasa canggung melihat kamar mandi mewah di ruangan itu.

Ia mendekati bathtup, lalu mematikan air hangat yang mengucur.

“Aku tidak biasa mandi dengan air hangat. Aku dan simbok selalu mandi dengan air dingin.,” katanya.

Wijan tersenyum. Pak Bejo anaknya simbok bisa mematikan keran air hangat dan menggantinya dengan air dingin. Dari mana simbok mengajarkannya?

“Keluarlah Nak, biar saya mandi dulu.”

“Baiklah Pak, nanti baju ganti Bapak sudah ada di atas meja.”

“Terima kasih Nak, maaf kalau saya merepotkan, bahkan harus memakai baju pemilik rumah.”

“Tidak apa-apa. Anggap seperti di rumah Bapak sendiri,” kata Wijan sambil menutupkan pintunya setelah keluar.

Wijan keluar, dan melihat bibik sudah menceritakan sekilas tentang pertemuannya dengan Bejo, yang diyakininya sebagai pak Raharjo, dan sedang menderita lupa ingatan.

“Bagus sekali kalian berhasil membujuknya untuk pulang,” kata pak Rangga.

“Sebenarnya tidak mudah Pak, tapi saya dan bibik terus membujuknya, dan akhirnya berhasil. Saya bermaksud membawanya ke rumah sakit besok, untuk menangani amnesia yang dideritanya."

“Lakukan yang terbaik untuk Bapak. Ada mobil Bapak di sini, nanti aku akan mengirimkan sopir untuk mengantarkan kamu dan bapak, yang pastinya membutuhkannya untuk pulang pergi ke rumah sakit,” kata pak Rangga yang kemudian menelpon sopir perusahaan agar besok langsung datang ke kantor lebih pagi, untuk mengambil kunci mobil, lalu kerumah pak Raharjo untuk mengantarkan Wijan dan pak Bejo ke rumah sakit.

“Terima kasih Pak.”

“Kamu tidak usah memikirkan apapun. Semua biaya adalah urusan saya, karena saya bertanggung jawab untuk mengurus aset perusahaan serta menjaganya. Semua itu milik kamu juga.”

Wijan hanya bisa mengangguk haru.

Ketika Bejo keluar setelah mandi, semuanya melihat pak Raharjo lah yang muncul, karena dia memakai baju pak Raharjo.

“Bapak sudah bersih dan cakep.”

“Ini baju pak Raharjo, kenapa sangat pas di badan saya,” kata Bejo dengan tersipu.

“Itu namanya jodoh.”

“Tapi Nak Wijan belum memperkenalkan aku dengan bapak ini,” katanya sambil menunjuk ke arah pak Rangga.

“Oh iya Pak, soalnya tadi Bapak masih kelihatan capek dan agak bingung. Baiklah, ini namanya pak Rangga. Dia tangan kanan bapak saya di perusahaan.”

Pak Rangga mengulurkan tangannya, Bejo menyambutnya.

“Saya Bejo, dari kampung. Ibu saya namanya mbok Supini, meninggal belum lama ini,” kata Bejo memperkenalkan dirinya dengan lengkap.

Pak Rangga tersenyum. Menepuk punggung tangan Bejo dengan hangat.

“Anggap ini rumah sendiri ya Pak, dan saya harap Bapak bersedia menuruti apa yang dikatakan Wijan.”

“Besok saya akan membawa Bapak bercukur lebih dulu. Rambut Bapak sudah panjang.”

Bejo tersenyum tersipu.

“Simbok pernah mengajak saya potong rambut di pasar, sudah lama. Sekarang sudah agak panjang lagi.”

“Besok dipotong lagi, setelah itu kita ke rumah sakit, ya Pak.”

“Tapi sudah saya katakan tadi, saya tidak punya uang. Harusnya saya menjual sayur besok pagi untuk mendapat uang,” katanya terus terang, membuat pak Rangga dan Wijan tertunduk sedih.

“Bapak tidak perlu memikirkan uang. Nanti kalau Bapak sudah bisa kembali untuk menjual sayuran, Bapak bisa mengumpulkan uangnya sedikit demi sedikit untuk menggantinya,” kata pak Rangga untuk menghilangkan perasaan sungkan yang terus saja ada di hati Bejo.

“Itu benar, saya pasti akan menggantinya,” kata Bejo bersemangat.

“Saya sudah pesan makanan untuk makan malam, Setelah itu, pak Bejo boleh beristirahat,” kata pak Rangga.

Bejo tersipu, sesungguhnya dia memang lapar.

***

Hari itu Wijan begitu bersemangat. Ia menyuruh bibik yang tanpa sengaja kembali lagi mengabdi ke rumah itu. Agak enggan sebenarnya ia harus memakai baju Rusmi yang tertinggal. Ia hanya memakai satu dua baju harian yang tidak menyolok. Lalu menyingkirkan yang lainnya dan memasukkannya ke dalam sebuah kardus.

Tapi ia berjanji, kalau ada waktu akan pulang sebentar untuk mengambil baju-bajunya. Ia sangat mencintai keluarga Raharjo, sehingga tanpa ragu dia bersedia kembali mengabdi.

Ia menyiapkan makan pagi setelah Wijan memberinya uang. Membeli yang sudah matang saja. Nasi pecel tumpang dan goreng ayam, semuanya di warung yang buka pagi hari. Ketika menatanya di meja makan, dia melihat Bejo sudah bangun, lalu tanpa canggung duduk di ruang makan.

Bejo merasa aneh, serasa begitu familiar dengan ruangan-ruangan yang ada di rumah itu. Begitu melihat Bejo duduk, bibik benar-benar seperti melihat tuan majikannya telah kembali. Ia tersenyum cerah sambil menyajikan dua gelas coklat susu seperti biasanya.

“Bu Bibik,” demikian ia memanggil.

Bibik berhenti, menunggu apa yang akan dikatakannya.

“Saya kok seperti melihat keseharian saya di rumah simbok. Apakah di sini ada singkong rebus?”

Bibik tertegun.

“Pak, nanti kalau saya ke pasar, saya akan membeli singkong dan akan merebusnya buat Bapak. Sekarang ini adanya roti bakar, sudah saya siapkan,” kata bibik sambil beranjak ke belakang dan kembali dengan sepiring roti bakar.

Bejo menatap piring kecil di depannya, memegangnya dan mengamatinya. Saat itulah Wijan keluar dari kamarnya, sudah mandi dan rapi.

“Bapak sudah bangun? Apa semalam tidur dengan nyenyak?” tanya Wijan sambil duduk di depan Bejo.

“Begitu bangun saya bingung. Ingin ke kebun memetik sayuran, ternyata semuanya sudah berbeda.”

Wijan tertawa.

“Sekarang rumah Bapak di sini, bukan di kampung yang ada kebun sayurnya.”

Bejo mengerutkan keningnya.

“Mana bisa begitu, Nak. Saya harus merawat peninggalan simbok. Kalau saya keenakan di sini, simbok pasti akan kecewa, menganggap saya anak yang tidak berbakti. Saya tidak mau,” kata Bejo yang terkadang ber ‘saya’, terkadang ber ‘aku’ kalau bicara dengan Wijan.

Wijan tertawa.

“Bapak jangan khawatir. Kalau nanti ingatan Bapak sudah kembali, Bapak boleh merawat kebun simbok lagi.”

Bejo tampak mengangguk.

“Bapak sudah mandi?”

“Saya selalu mandi begitu bangun pagi.”

“Baiklah. Setelah sarapan, kita pergi. Tapi menunggu sopir yang dikirimkan pak Rangga datang ya.”

“Apa? Sopir? Maksudnya apa harus menunggu sopir? Apakah Nak Wijan menyewa angkutan umum?”

“Tidak Pak, kita nanti naik mobilnya bapak saya.”

Bejo mengerutkan keningnya.

“Kasihan benar, pak Raharjo. Orangnya berada entah di mana, tapi barang-barangnya kita pakai semua. Termasuk baju ini.”

Wijan tertawa.

“Itu tidak masalah, bapak saya suka bersahabat dengan orang baik, dan pak Bejo adalah orang baik itu. Sekarang ayo kita sarapan saja. Begitu sopirnya datang, saya akan mengantarkan Bapak ke tukang cukur, langsung ke rumah sakit.”

Bejo mengelus rambutnya.

“Jangan membuat hutangku semakin banyak.”

“Tenang saja Pak, di sini semuanya murah. Hutang Bapak tidak akan banyak.”

Bejo meneguk minumannya dengan nikmat.

“Bik, tolong siapkan baju untuk pak Bejo, dia harus berganti baju untuk saya ajak keluar setelah sarapan,” katanya kepada bibik.

Bibik mengangguk. Dengan bersemangat dia pergi ke kamar pak Raharjo, dan menyiapkan baju untuk Bejo. Agak merasa aneh juga si bibik, meminjamkan baju kepada yang punya. Gimana sih? Pikir bibik sambil menepuk jidatnya.

Wijan dan Bejo menikmati makan pagi yang disiapkan bibik. Bejo juga tidak tampak canggung ketika makan dengan sendok dan garpu.

Wijan yakin, masalah ingatan itu akan membuat semuanya menjadi terang, karena kebiasaan di rumah itu, Bejo seperti sudah mengenalnya dengan baik.

“Bagaimana kalau saya memakai baju dan celana yang saya pakai ini saja? Ini sudah sangat bagus.”

“Tidak bisa Pak, ini pakaian rumahan, dan sudah Bapak pakai sejak semalam. Ketika keluar, Bapak harus berganti baju dengan yang lebik baik.”

“Orang kaya terlalu banyak aturan,” omel Bejo sambil melanjutkan makannya.

Tak lama setelah makan, sopir yang dikirimkan pak Rangga telah datang. Ia harus memanasi mobil Raharjo yang dikeluarkan dari garasi, karena lama tidak dipakai. Itu bukan mobil yang dipakai Raharjo sebelumnya, karena mobilnya sudah rusak berat. Ia mengambil salah satu mobil yang ada, yang biasanya dipakai Hasti. Tapi ia harus mencuci dan membersihkannya terlebih dulu.

Ketika mereka mau berangkat, bibik mendekati Wijan dan berbisik pelan.

“Mas, kamar bapak sebelumnya akan saya bersihkan, kalau perlu mas Wijan memanggil tukang untuk mengecat kembali, dan merubah tatanan kamarnya. Bibik sendiri merasa jijik melihat kamar itu. Berbau mesum.”

“Baiklah Bik, sebaiknya begitu. Sekarang saya mau pergi dulu. Bibik boleh belanja untuk makan siang nanti. Bapak harus terbiasa dengan suasana rumah ini dan kesehariannya, barangkali bisa membantu mengingatkan kembali masa lalunya.”

“Baik, Mas.”

Tapi kemudian bibik berpikir, kalau kamar Raharjo dirubah, barangkali Bejo tidak akan mengenali kamarnya yang dulu.

Jadi bibik hanya membersihkannya dengan sangat bersih, membuang seprei yang masih terpasang, menggantinya dengan yang baru, mengepel lantainya berkali-kali, mengelap semuanya sampai berkilat-kilat.

“Kalau masuk ke ruangan ini, pak Bejo pasti segera mengingat bahwa ini adalah kamarnya. Semuanya diganti, tapi tatanan tidak berubah."

***

 Hari itu sepulang sekolah, Nilam sedang menunggu angkutan umum yang akan membawanya pulang ke rumah ibu angkatnya.

Ia pulang agak pagi karena gurunya rapat atau entah ada keperluan apa.

Angkutan yang ditunggunya belum lewat, tapi tiba-tiba ia melihat sebuah mobil melaju, dan berhenti di sebuah pom bensin yang berada tak jauh di tempatnya berdiri.

Nilam terkejut karena mengenali mobil itu.

“Itu kan mobil mbak Hasti,” pekiknya tertahan.

Nilam ketakutan. Bayangan bahwa Hasti akan menyeretnya pulang kembali terlintas di benaknya. Serta merta Nilam berlari menjauhi tempat itu, menyelinap diantara toko-toko, berbelok ke jalan kecil di dekatnya.

Tapi Wijan melihat gerakan aneh seorang gadis yang membuatnya curiga. Ia merasa mengenal gadis itu. Ia segera turun dan bergegas menuju ke arah dimana gadis itu semula berdiri.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

91 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Untuk Ibuku tayang

    ReplyDelete
  2. 🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
    Alhamdulillah...
    BeUI_36 sdh hadir.
    Matur nuwun nggih.
    Semoga Bu Tien
    sehat selalu dan
    tetap smangaats.
    Aamiin. Salam hangat
    dan aduhai 🦋🌹
    🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Titik terang mulai tampak..., semoga Bejo segera ingat akan jati dirinya kembali...
      Wijan rupanya melihat gerak gerik Nilam di dkt pompa bensin, semoga Nilam tdk keburu pergi menjauh...
      Gak sabar menanti kelanjutannya..., selalu bikin penasaran. Matur nuwun nggih Bu Tien...

      Delete
  3. Alhamdulillah.
    Bunga Untuk Ibuku 36 sudah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda tetap Semangat, selalu Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala.
    Aamiin

    Saat nya ngupakara pak Raharjo, agar sembuh dan Bejo...kembali ke asal nya...😁

    Saat Wijan menggapai Idealisme nya, sekolah yang tinggi dan memimpin perusahaan Ayah nya kelak

    Dan saat nya Bibik menempati rumah mewah nya pak Raharjo, posisi sbg Pembantu lagi..😁😁

    Salam Kejora nan Aduhai nggeh Bunda Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun, salam hangat dari Solo pak Munthoni

      Delete
  4. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat karena saya selalu setia menunggu jam 19.00 waktu tayang B U I .Maturnuwun sanget🌹🌹🌹🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillaah...
    Bunga untuk ibuku sdh tayang, mendekati akhir... cerita makin seru
    Sehat selalu bunda Tien 🙏

    ReplyDelete
  8. Terima kasih, ibu Tien cantiiik.... salam sehat penuh semangat, ya Bu....

    ReplyDelete
  9. Maturnuwun, salam aduhai kagem.bu Tien.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah..
    Matur nuwun Bu Tien

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah Maturnuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  12. alhamdulillah
    maturnuwun bunda
    semoga selalu sehat

    ReplyDelete

  13. Alhamdullilah
    Bunga untuk ibuku 36 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah sudah tayang episode 36. Satu persatu ingatan "Bejo" alias pak Raharjo mulai muncul. Semoga segera sembuh dari amnesia. Nilaimyang sembunyi segera melihat Wijan sehingga bisa berkumpul kembali . Mulai megerucut semoga akhir bahagia. aamiin. Salam sehat selalu kagem bu Tien.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur nuwun ibu Noor
      Salam sehat dan aduhai deh

      Delete
  15. Terima kasih Mbu tien... semoga ketemu dan mengembalikan ingatan Pk Bejo... seruu tak sabar menunggu part berikutnya...

    ReplyDelete
  16. Alhamdulilah BUI 36 sdh tayang terima kasih bunda Tien Kumalasari ..semoga ibu dan pak Tom selalu sehat dalam lindungan Allah SWT ..salam hangat dan aduhai bunda..

    Alhamdulilah Bejo sdh pulang dan besok ketemu nilam nih asiiik

    ReplyDelete
  17. Terima kasih bu Tien ... B U I ke 37 sdh tayang ... mau baca dulu ya ... lagi seru nih ... Smg bu Tien & kelrg sll happy n sehat ... Salam Aduhai n semangat ya bu .

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bunda Tien Kumalasari, salam aduhai dari Pasuruan

    ReplyDelete
  19. Bejo Raharjo mulai dibawa ke dokter. Cepat sembuh ya pak Bos...
    Nilam juga mulai tampil. Semoga segera ketemu dengan Wijan, juga dengan bapaknya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah...datang juga hari Senin untuk membaca kelanjutan cerita Pak Bejo. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat selalu dari Yogya....

    ReplyDelete
  21. Alhamdulilah, mstur nuwun inggih mbakyu Tien Kumalasari sayang sudah tayang , salam kangen dari Tanggamus Lampung

    ReplyDelete
  22. Selalu menarik, terima kasih bu Tien.

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  24. Terima kasih bunda...sudah tayang
    Ni gemes"...semoga cepet sadar si Bejo..
    Salam sehat ya Bunda

    ReplyDelete
  25. Sugeng daluuu.. mbak Tien
    Alhamdulillah... sudah episode 36.... akankah spi 50 ?
    Senantiasa sehat njiiiih mbaaak...
    Salam aduhai dr Surabaya 🙏😘😍♥️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin
      Hallowww jeng Dewi? Wis mari kesel ?
      Aduhaiselalu dari Solo

      Delete
  26. Sementara pakai baju Rusmi rasanya risih, ya bik, terpaksa nggak apa-apa.
    Eh kan pakai sepatu juga kan. Siapa tuh, ya Bejo lah. Iya ya dia sendiri heran kok pas dipakainya, paling Wijan senyum senyum, lihat Bejo terbiasa mandi di bathtub, tuh kapan simboknya ngajarin coba.
    Merasa banyak aturan; pergi keluar ganti baju lagi, hé hé hé.
    Prihatin melihat keadaan Bejo, sampai mengheningkan cipta tuh pak Rangga dan Wijan.
    Wijan kaya nguber kelinci ucul, familier sekali bleger adik cantik nya, mudah mudahan ketemu.
    Bejo bingung lagi pasti, melihat keseharian mereka berdua. Sampai pusing bila mau berusaha mengingat; kapan ya bayangan itu hadir.
    Kalau pun ditemukan, siapa yang mencari nya pasti Nilam ngikut.
    Lumayan ada waktu ketemuan dengan Wijan, kakak yang selalu menghibur, saling perhatian.
    Ngkali Nilam yang memicu sadar dan ingatan Bejo kembali normal.
    Ngebayangin pernak pernik kangen berkumpul dalam kedamaian dirumah besar.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bunga untuk ibuku yang ke tigapuluh enam sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin
      Matur nuwun pak Nanang atas percrigisannya

      Delete
  27. Akhirnya satu per satu terurai sudah, lega rasanya..🥰🥰

    Matur nuwun bunda Tien..🙏🙏
    Salam sehat selalu kagem bunda..🤲🤲

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah,mugi Bunda Tien tansah pinaringan kasarasan .

    ReplyDelete
  29. Wijan bijak sekali ya...memakai 'trik' untuk membujuk Bejo agar mau berobat menyembuhkan sakit hilang ingatannya. Ga sabar juga nunggu besok, semoga Wijan bisa bertemu Nilam sehingga bisa membantu proses kesemnuhan pak Raharjo.

    Terima kasih, ibu Tien sayang...salam sehat selalu.🙏😀

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah BUI 36
    Semoga bunda Tien selalu sehat, bahagia,semangat.....
    Salam dari Banjarmasin

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah!, suwun bu Tien. Salam sehat selalu..

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah eps.36 sdh tyng Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  33. Terima kasih mbak tien, Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  34. Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun ibu Ting

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien atas tayangan BUI 36
    Semoga bu tien sehat2 selalu, n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra

    SALAM ADUHA I

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah BUNGA UNTUK IBUKU~36 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  37. Terimakasih... Bu Tien. Smg sehat selalu

    ReplyDelete
  38. Aduh senangnya ketemu Nilam,,, terharu jadinya,,,
    Alhamdulillah Matur nuwun bu Tien sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰
    Salam Aduhaiii ,,, mantab ❤️👍

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien

    ReplyDelete
  40. Makasih mba Tien.
    Kehagiaan sudah menjelang.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  41. Matur nuwun mencoba sejak kemarin gak bisa

    ReplyDelete
  42. Crita orang amnesia kok ya lucu ,,tapi sebetulnya yang lucu pengarangnya ,,,idenya. bgak pernah habis

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...