Thursday, February 16, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 21

 

SETANGKAI BUNGAKU  21

(Tien Kumalasari)

 

Pratiwi berlari ke arah rumah untuk mengambil sepedanya. Ia sangat panik mendengar adiknya terserempet mobil. Tapi ia belum ingin berterus terang kapada ibunya, kalau semuanya belum jelas.

“Tiwi? Kamu mengeluarkan sepeda untuk apa?” tanya yu Kasnah yang ternyata mendengar suara Pratiwi mengeluarkan sepeda.

“Iya Bu, mau keluar sebentar.”

“Mau ke mana?”

“Menyusul Nano Bu.”

“Memangnya Nano ke mana?”

“Ke rumah temannya. Tiwi pergi sebentar ya Bu,” kata Pratiwi yang sudah langsung menaiki sepedanya, keluar dari rumah, setelah mengambil tas kecil miliknya.

“Kemana Nano itu. Biasanya dia sudah pulang. Sekarang sampai harus disusul kakaknya. Dasar anak nakal, nanti kalau pulang pasti aku jewer telinganya,” gerutu yu Kasnah sambil kembali duduk, menunggu kembalinya anak-anaknya.

Sementara itu Pratiwi terus mengayuh sepedanya ke arah rumah sakit, dimana Nano dibawa. Tadi temannya sudah mengatakan di mana rumah sakitnya.

Sesampai di rumah sakit, napas Pratiwi tersengal, keringat juga membasahi wajah dan bajunya. Ia lupa mengganti pakaian yang lebih pantas untuk keluar rumah, yang dipikirkan hanyalah keselamatan adiknya.

Setelah meletakkan sepeda di tempat parkiran, ia langsung memasuki rumah sakit. Lalu dilihatnya salah seorang tetangganya yang tampak sedang menunggu.

“Pak Dirman?”

“Pratiwi, untung kamu segera datang.”

“Bapak kah yang tadi membawa Nano kemari?”

“Iya Wi, aku melihatnya terserempet mobil ketika mau menyeberang di ujung gang kita. Lalu aku menyuruh temannya agar mengabari kamu, sedangkan aku lalu membawa Nano ke rumah sakit, supaya segera ditangani.”

‘Terima kasih banyak Pak, tapi bagaimana keadaannya?”

“Hanya luka memar di bahunya, tapi kelihatannya kaki sebelah kanan cedera, dokter segera memeriksanya.”

Pratiwi ingin berlari masuk ke ruang IGD, tapi pak Dirman, tetangganya itu  melarangnya.

“Jangan dulu masuk ke sana, aku sudah diberi tahu, Nano sedang ditangani.”

“Dia sadar?”

“Sadar kok, cuma dia merintih kesakitan, katanya kakinya sakit sekali.”

“Ya ampun, mengapa Nano pulang lebih lambat  beberapa jam dari biasanya?”

“Entahlah, aku juga tidak tahu. Duduklah dulu.”

Pratiwi duduk dengan gelisah.

“Menurut aku, tulang kakinya patah, atau retak.”

“Ya Tuhan,” Pratiwi menutup wajahnya. Terbayang olehnya, bagaimana penanganan kaki yang patah. Terburuk adalah operasi. Dan itu adalah uang.

“Sabar ya Wi, semoga dokter bisa menanganinya.”

Tak lama kemudian seorang perawat keluar.

“Keluarganya Hartono.”

Pratiwi melompat dari tempat duduknya, dan menghambur menghampiri perawat.

“Ya Sus?”

“Dokter ingin bicara.”

Pratiwi masuk mengikuti perawat. Ketika melewati Nano yang sedang terbaring, Pratiwi berhenti. Dilihatnya Nano berbaring dengan berbalut perban di lengannya. Wajahnya pucat.

“Apa yang terjadi?”

“Ada mobil menyerempet Nano, padahal Nano berjalan di pinggir.”

“Mengapa kamu baru pulang sekolah?”

“Aku belajar laptop di rumah teman, soalnya laptop punya mas Ardian baru jadi dua hari lagi.”

“Ya ampun No. Kamu membuat mbak cemas.”

“Kakiku sakit sekali,” rintih Nano.

“Bersabarlah, dokter akan menangani.”

“Mbak, dokter menunggu,” perawat tadi mengingatkan.

Pratiwi bergegas meninggalkan Nano, menuju ke ruang dokter, seperti ditunjukkan perawat tadi.”

“Anda keluarganya Hartono?” tanya dokter yang menangani Nano.

“Saya kakaknya,”

“Kaki Hartono patah.”

Pratiwi diam, dia sudah mendengar dugaan pak Dirman tadi, sehingga kata dokter itu tidak mengejutkannya. Yang mengejutkannya adalah bahwa kaki Hartono tidak bisa ditangani tanpa operasi karena bukan hanya retak, tapi patah.

“Bisakah dilakukan tindakan lain? Bagaimana kalau tanpa operasi?”

“Kalau tidak dioperasi, pulihnya akan lama, dan lagi kemungkinan besar kakinya akan bengkok, karena tidak bisa memulihkan tulang patah seperti kondisi adik Anda.”

Pratiwi pucat pasi, dengan gemetar dia menanyakan berapa biayanya.

“Saya tidak bisa mengatakannya dengan persis, tapi lebih kurangnya adalah sekitar limabelas juta.”

Pratiwi bersandar pada kursi yang didudukinya, Kalau tidak, barangkali dia akan pingsan. Limabelas juta, lebih kurang. Ya kalau kurang, bagaimana kalau lebih?

“Adik Anda masih anak-anak, pulihnya tidak akan lama. Saya akan menunggu keputusan Anda.

Pratiwi keluar dari ruangan, menghampiri lagi Nano yang masih juga tampak menahan sakit.

“Mbak, kakiku kenapa?”

“Kakimu patah. Dokter akan menanganinya, kamu tenang ya, mbak akan keluar sebentar.”

Nano mengangguk, rasa sakit itu sudah berkurang, karena dokter sudah memberikan obat pengurang rasa sakit.

Pratiwi langsung keluar, dan duduk disamping pak Dirman.

“Bagaimana? Patah kan kakinya? Aku melihat ada benjolan  yang sepertinya runcing. Pasti Nano kesakitan.”

“Iya, benar. Dokter akan mengoperasi kakinya. Tapi …. “

“Mahal kah?”

“Sekitar limabelas juta.

Pak Dirman terbelalak. Ia tahu bahwa Pratiwi pasti tak punya uang sebanyak itu.

“Wi, karena ini penting, kita harus mengusahakan uangnya.”

Pratiwi mengangguk.

“Aku akan meminta tolong pada pak RT, agar bisa menggalang dana untuk keperluan adik kamu.”

Pratiwi terkejut. Pasti akan menyusahkan banyak orang. Hal yang dia tidak suka. Tapi kalau terpaksa, bagaimana lagi?

Ketika Pratiwi diam itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Nomornya tak dikenal, tapi dia mengangkatnya.

“Selamat siang,” sapanya.

“Selamat siang. Dengan Pratiwi?”

“Ya.” Pratiwi berpikir, itu seperti suara yang pernah dikenalnya.

“Aku bu Susana.”

“Oh iya, bu Susana. Ada apa?”

“Pimpinan kami menanyakan, bagaimana dengan pekerjaan itu, karena kalau Anda menolak, maka akan ada pelamar lain,” kata Susana dengan kata-kata yang selalu manis.

Pratiwi diam sejenak. Ia sedang memikirkan sakit adiknya, yang membutuhkan biaya banyak. Ia tak suka pada pekerjaan yang ditawarkan, tapi kalau dia boleh mengajukan syarat, dan diterima, maka ia akan menjalaninya.

Uang itu sangat dibutuhkannya.

“Bagaimana Pratiwi?”

“Mm, baiklah … saya akan menemui Bu Susana sekarang.”

“Kamu bersedia?”

“Kita bicara di kantor saja, ya.”

“Kapan?”

“Sekarang saja.”

“Baiklah Pratiwi, aku tunggu.”

Susana memutuskan sambungannya tiba-tiba, lalu Pratiwi termenung. Berhasilkah apa yang akan diupayakannya? Entahlah, dia kan sedang berusaha?

“Ada apa Wi?” tanya pak Dirman.

“Tidak apa-apa Pak, dari teman. Bapak kalau memang capek, boleh pulang duluan. Nano biar saya yang mengurusnya. Tapi kalau Bapak pulang, maukah Bapak mampir ke rumah dan memberitahukannya pada ibu? Hanya saja Bapak tidak usah mengatakan tentang keadaan kaki Nano, apalagi sampai mengatakan bahwa Nano harus dioperasi. Nanti ibu akan cemas.”

“Jadi aku harus mengatakan bahwa lukanya ringan dan Nano baik-baik saja.”

“Iya Pak, tolonglah.”

“Baiklah, aku pulang dulu ya Tiwi, setelah menemui yu Kasnah, aku akan langsung ketemu pak RT. Barangkali bersedia membantu.”

“Jangan dulu Pak. Pratiwi akan berusaha sendiri saja. Nanti Bapak akan saya kabari hasilnya. Kalau saya tidak berhasil, Bapak boleh melakukannya. Tapi Bapak tunggu saya dulu ya.”

“Baiklah, kalau begitu.”

Setelah pak Dirman pulang, Pratiwi bergegas menemui Susana.

“Syukurlah kamu sudah datang Tiwi, bagaimana? Sudah kamu pikirkan?”

“Saya bersedia memenuhi panggilan pekerjaan ini.”

“Bagus, kalau kamu mau, kamu bisa bekerja awal bulan, bahkan besok pagi kamu bisa memulainya,” kata Susana bersemangat.

“Tapi saya mengajukan syarat.”

“O, syarat?” tanya Susana heran. Baru kali ini ada calon pekerja yang diterima kerja, tapi dia mengajukan syarat.

“Benar. Maaf, barangkali ini tak biasa, tapi harus saya lakukan.”

“Katakan saja.”

“Saya minta uang gaji saya diberikan, sebanyak tiga bulan kedepan, sebelum saya mulai bekerja.”

Susana terbelalak. Ada calon karyawan mengajukan syarat dengan meminta gaji tiga bulan kedepan?

“Barangkali ini tidak layak, tapi saya harus melakukannya, karena saya sangat butuh uang. Ibu harus percaya bahwa saya tidak akan menipu. Misalnya setelah menerima uangnya lalu saya kabur. Tidak. Bisa dengan perjanjian dan sebutkan sangsinya kalau saya bohong,” kata Pratiwi dengan suara bergetar. Ini sungguh diluar akal sehatnya. Ia harus melakukan apapun demi adiknya.

Dilihatnya Susana tersenyum, lalu berdiri.

“Tunggu sebentar, saya akan bicara dengan pimpinan kami.”

Lalu Susana keluar dari ruangan. Tampaknya Susana sedang menelpon seseorang, tapi tidak jelas apa yang dikatakannya, karena Susana berbicara sambil berjalan menjauh.

Pratiwi berdebar, Ia juga malu telah mengajukan syarat yang pasti dianggap keterlaluan. Tapi ia menahan semua perasaan itu. Terbayang olehnya Nano yang tergolek kesakitan, lalu terbayang seandainya tidak ditangani lalu kaki adiknya akan tumbuh bengkok. Tidak. Pratiwi ngeri membayangkannya. Adiknya harus jadi orang. Berhasil bersekolah di jenjang yang lebih tinggi darinya, menjadi seorang pemuda yang tak ada cacat celanya.

“Baiklah, berhasil atau tidak, aku akan tetap berharap. Kalau sampai persyaratan itu tidak diterima, apa boleh buat. Pratiwi sudah berusaha, nanti dia akan berusaha dengan cara lain. Diam-diam dia menghitung, uangnya ada berapa, lalu sepeda akan dijual, aduh, pasti banyak sekali kurangnya, lalu diam-diam air matanya berlinang. Menangisi sikapnya yang tak tahu malu, menangisi nasib buruknya.

Pratiwi sedang mengusap air matanya, ketika Susana memasuki ruangan.

“Pratiwi,” katanya sambil duduk.

Pratiwi mengangkat wajahnya. Hal terburuk sudah terbayang. Pastilah di tolak, belum bekerja sudah mengajukan syarat. Memangnya siapa dirinya? Pikir Pratiwi.

“Semua keinginan Anda sudah aku sampaikan kepada pimpinan.”

“Saya minta maaf, saya memang lancang.”

“Tidak. Pimpinan mengijinkan persyaratan kamu. Besok silakan datang kemari untuk menerima tiga bulan gaji pertama kamu, dan membuat kontrak kerja.”

Wajah Pratiwi bersinar.

“Benarkah?”

“Saya tunggu kamu sekitar jam sepuluh.”

“Baiklah, terima kasih banyak Bu.”

***

 Pak Dirman memasuki halaman rumah yu Kasnah. Dilihatnya yu Kasnah duduk di teras, tampak seperti menunggu. Begitu mendengar suara, yu Kasnah langsung menyapa.

“Tiwi? Sudah bersama Nano?”

“Permisi Yu Kasnah.”

“Lho ini siapa?”

“Saya Dirman.”

“Dirman? O, Dirman yang rumahnya agak di pojok itu?”

“Benar Yu.”

“Kok tumben, ada apa? Ini Pratiwi sedang pergi menjemput adiknya. Agak nakal Nano itu, jam segini belum pulang.”

“Yu, kedatangan saya kemari justru akan menyampaikan pesan Pratiwi.”

“Lho, pesan bagaimana?

“Yu Kasnah jangan terkejut. Ini tidak apa-apa.”

“Kamu itu ngomong apa, aku tidak mengerti.”

Ya, Dirman memang susah sekali bicara jelas, karena harus ada yang ditutupi, harus menjaga supaya yu Kasnah tidak terkejut, dan alangkah susah memulainya.

“Begini Yu, sesungguhnya, Nano ada di rumah sakit.”

“Apa?” yu Kasnah benar-benar terkejut.

“Nano sakit?”

“Itu … hanya jatuh, tapi tidak apa-apa, hanya luka sedikit.”

“Kalau luka sedikit, mengapa harus dibawa ke rumah sakit?”

“Pratiwi hanya khawatir, kalau kenapa-kenapa, jadi harus diperiksa tuntas. Barangkali juga nanti harus dirawat Yu.”

“Aku tidak mengerti. Setahu aku, orang sakit yang harus dirawat, adalah yang sakitnya parah. Berarti Nano luka parah?”

“O tidak Yu, sungguh tidak parah. Pratiwi meminta Nano diperiksa secara keseluruhan, supaya jelas bahwa Nano tidak apa-apa. Nah, pemeriksaan itu, adanya pagi. Jadi harus menunggu sampai besok pagi.”

“Tapi benar, Nano tidak apa-apa?”

“Bahkan dia bisa bicara macam-macam.”

“Sebenarnya tadi tuh dia kemana? Sampai siang belum pulang?”

“Katanya, tadi belajar komputer di rumah temannya.”

“O .. anakku, rupanya belajar.”

“Ya sudah Yu, aku tinggal dulu ya. Yu Kasnah tidak perlu khawatir. Nano tidak apa-apa. Nanti Pratiwi pasti segera pulang,” kata Dirman yang merasa lega bisa menerangkan dengan karangan yang bisa diterima oleh yu Kasnah.

***

Nano sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Ia tidak berani bergerak, karena bergerak sedikit saja kakinya terasa sakit.

“No, besok kamu mau dioperasi,” kata Pratiwi yang sudah sampai di rumah sakit kembali.

“Aku sudah diberi tahu oleh dokternya. Katanya operasi itu tidak sakit, karena aku akan dibius.”

“Iya benar. Kamu akan dibius, lalu tulang kamu dibetulkan.”

“Aku tahu.”

“Kamu laki-laki, tidak boleh takut. Yang penting kamu segera ditangani dan sembuh.”

“Iya. Tapi operasi itu kan mahal?”

“Mahal atau tidak, yang penting mbak bisa membayarnya.”

“Mbak punya uang?”

“Mbak akan bekerja di kantor. Jadi akan bisa membayar biaya operasi kamu.”

“Mbak akan bekerja di kantor? Apa gajinya lebih besar?”

“Kamu tidak perlu memikirkan apa-apa. Yang penting kamu sembuh, kamu tetap sekolah dan kewajiban kamu adalah sekolah yang pintar, dan jadilah orang. Mengerti?”

Nano mengangguk. Ia tahu kakaknya banyak berkorban untuk dirinya. Digenggamnya tangan Pratiwi erat, kemudian diciumnya.

***

Pagi hari itu Pratiwi sudah menanda tangani persetujuan operasi untuk Nano. Operasi akan dilakukan siang nanti. Lalu Pratiwi pergi memenuhi janjinya pada Susana, untuk menanda tangani kontrak kerja, kemudian  mengambil tiga bulan gajinya.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

35 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir

    ReplyDelete
  2. Alhmdllh..yg dtunggu sdh hdir... terima kasih

    ReplyDelete
  3. 🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂
    Alhamdulillah SB 21 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien....
    Sugeng nDalu, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun sanget bu Tien. Salam seroja

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah
    Terimakasih bunda Tien cerbung nya

    ReplyDelete

  7. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~21 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Terima ksh bunda....sdh menghibur kami...

    ReplyDelete
  10. Terpaksa kerja dibidang yang bukan merupakan keinginannya. Tapi tentu akan terjadi perubahan pada Sony.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. Yg nabrak Nano pasti orang suruhan Sony,kejam nian ya tuh orang,menghalalkan segara cara.Bikin emosi sj Sony .Ha ha ha hanyut terbawa cerbung nya mbak Tien yg semakin seru.Salam seroja mbak Tien dari Tegal.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah Setangkai Bungaku Eps. 21 sudah tayang. Matur nuwun mbak Tien.
    Sugeng dalu lan Salam sehat..

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah SB-21 sdh hadir
    Yg nabrak Nano kemana? kaburkah? kok tdk diusut?
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  14. Sehat2 u bu Tien yaa ..salam aduhai..tambah Bingung antara trima apa gak nih pekerjaan ini

    ReplyDelete
  15. Puji Tuhan, ibu Tien K tetap sehat, semangat dan produktip shg SB 21 hadir bagi kami penggandrungnya.

    Semoga Nano cepat kembali sehat dan Pratiwi gadis luar biasa baik yg mulai kerja selalu dalam lindungan Allah Yg Maha Kasih.

    Semoga Sony maupun Ardian mau menjaga Pratiwi walau dari jauh..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah bunda Tien, terimakasih.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 21 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  18. Menghadap hrd hanya dasteran tanpa make up dengan mengendarai yamancal kesayangan mengajukan persyaratan yang kesannya perusahaan sangat membutuhkan, dan itu Tiwi lakukan dasar nya tanggung jawab sebagai kakak dan tulang punggung keluarga; bukan yang laen.
    Kebetulan saja ada peluang untuk mendapatkan dana yang cukup untuk keperluan biaya operasi kaki Nano itu terpaksa dilakukan.
    Susana juga nggak ngerti apa yang ada di otak bos nya ada calon karyawan nol tahun pengalaman, berani menggaji segitu gede, gaji tiga bulan minta diberikan sekarang, wuih kaya dept colektor aja.
    Eh diberi lagi sama bos Sony; tapi harus menandatangani perjanjian kerja, apalagi itu masih dicampur dengan pikiran busuknya Sony; tentu merugikan Tiwi, penting bagi Pratiwi penyiapan kebutuhan dana kesehatan Nano adeknya di siapkan titik.
    Nggak semua dibaca lengkap detail perjanjian kerja itu juga, mau cepat cepat kembali ke rumah sakit memberi jawaban, agar cepat diambil tindakan.
    Wao dasteran lunga blanja nang pasar, nggak ini menghadap hrd minta uang muka gaji tiga bulan sekali gus?!
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke dua puluh satu sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  19. Matur suwun bundaSB nya..slmsehat sll unk bunda🙏😘🥰🌹

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🤗🥰 ,sehat wal'afiat ya

    Kasihan sekali mereka ( kel Tiwi) ,,yah itulah hidup ,,yg sering kita lihat dlm kenyataan ,,aduhaii bu 🙏😊

    ReplyDelete
  21. Yuk Mainkan Bermacam Jenis Slot Gacor di MARIO BOLA dan menangkan jutaan,Claim bonus Deposit Harian Up to 200rb Setiap Hari nya !!
    Deposit Via Apapun Online 24 jam !!

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 12

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  12 (Tien Kumalasari)   Arum terbelalak menyadari bahwa laki-laki yang dicintai adalah junjungan di istana ...