SETANGKAI BUNGAKU
21
(Tien Kumalasari)
Pratiwi berlari ke arah rumah untuk mengambil sepedanya.
Ia sangat panik mendengar adiknya terserempet mobil. Tapi ia belum ingin
berterus terang kapada ibunya, kalau semuanya belum jelas.
“Tiwi? Kamu mengeluarkan sepeda untuk apa?” tanya yu
Kasnah yang ternyata mendengar suara Pratiwi mengeluarkan sepeda.
“Iya Bu, mau keluar sebentar.”
“Mau ke mana?”
“Menyusul Nano Bu.”
“Memangnya Nano ke mana?”
“Ke rumah temannya. Tiwi pergi sebentar ya Bu,” kata
Pratiwi yang sudah langsung menaiki sepedanya, keluar dari rumah, setelah
mengambil tas kecil miliknya.
“Kemana Nano itu. Biasanya dia sudah pulang. Sekarang
sampai harus disusul kakaknya. Dasar anak nakal, nanti kalau pulang pasti aku jewer
telinganya,” gerutu yu Kasnah sambil kembali duduk, menunggu kembalinya
anak-anaknya.
Sementara itu Pratiwi terus mengayuh sepedanya ke arah
rumah sakit, dimana Nano dibawa. Tadi temannya sudah mengatakan di mana rumah
sakitnya.
Sesampai di rumah sakit, napas Pratiwi tersengal,
keringat juga membasahi wajah dan bajunya. Ia lupa mengganti pakaian yang lebih
pantas untuk keluar rumah, yang dipikirkan hanyalah keselamatan adiknya.
Setelah meletakkan sepeda di tempat parkiran, ia
langsung memasuki rumah sakit. Lalu dilihatnya salah seorang tetangganya yang
tampak sedang menunggu.
“Pak Dirman?”
“Pratiwi, untung kamu segera datang.”
“Bapak kah yang tadi membawa Nano kemari?”
“Iya Wi, aku melihatnya terserempet mobil ketika mau
menyeberang di ujung gang kita. Lalu aku menyuruh temannya agar mengabari kamu,
sedangkan aku lalu membawa Nano ke rumah sakit, supaya segera ditangani.”
‘Terima kasih banyak Pak, tapi bagaimana keadaannya?”
“Hanya luka memar di bahunya, tapi kelihatannya kaki
sebelah kanan cedera, dokter segera memeriksanya.”
Pratiwi ingin berlari masuk ke ruang IGD, tapi pak
Dirman, tetangganya itu melarangnya.
“Jangan dulu masuk ke sana, aku sudah diberi tahu,
Nano sedang ditangani.”
“Dia sadar?”
“Sadar kok, cuma dia merintih kesakitan, katanya kakinya
sakit sekali.”
“Ya ampun, mengapa Nano pulang lebih lambat beberapa jam dari
biasanya?”
“Entahlah, aku juga tidak tahu. Duduklah dulu.”
Pratiwi duduk dengan gelisah.
“Menurut aku, tulang kakinya patah, atau retak.”
“Ya Tuhan,” Pratiwi menutup wajahnya. Terbayang
olehnya, bagaimana penanganan kaki yang patah. Terburuk adalah operasi. Dan itu
adalah uang.
“Sabar ya Wi, semoga dokter bisa menanganinya.”
Tak lama kemudian seorang perawat keluar.
“Keluarganya Hartono.”
Pratiwi melompat dari tempat duduknya, dan menghambur
menghampiri perawat.
“Ya Sus?”
“Dokter ingin bicara.”
Pratiwi masuk mengikuti perawat. Ketika melewati Nano
yang sedang terbaring, Pratiwi berhenti. Dilihatnya Nano berbaring dengan berbalut
perban di lengannya. Wajahnya pucat.
“Apa yang terjadi?”
“Ada mobil menyerempet Nano, padahal Nano berjalan di
pinggir.”
“Mengapa kamu baru pulang sekolah?”
“Aku belajar laptop di rumah teman, soalnya laptop punya
mas Ardian baru jadi dua hari lagi.”
“Ya ampun No. Kamu membuat mbak cemas.”
“Kakiku sakit sekali,” rintih Nano.
“Bersabarlah, dokter akan menangani.”
“Mbak, dokter menunggu,” perawat tadi mengingatkan.
Pratiwi bergegas meninggalkan Nano, menuju ke ruang
dokter, seperti ditunjukkan perawat tadi.”
“Anda keluarganya Hartono?” tanya dokter yang
menangani Nano.
“Saya kakaknya,”
“Kaki Hartono patah.”
Pratiwi diam, dia sudah mendengar dugaan pak Dirman
tadi, sehingga kata dokter itu tidak mengejutkannya. Yang mengejutkannya adalah
bahwa kaki Hartono tidak bisa ditangani tanpa operasi karena bukan hanya retak,
tapi patah.
“Bisakah dilakukan tindakan lain? Bagaimana kalau
tanpa operasi?”
“Kalau tidak dioperasi, pulihnya akan lama, dan lagi
kemungkinan besar kakinya akan bengkok, karena tidak bisa memulihkan tulang patah
seperti kondisi adik Anda.”
Pratiwi pucat pasi, dengan gemetar dia menanyakan
berapa biayanya.
“Saya tidak bisa mengatakannya dengan persis, tapi
lebih kurangnya adalah sekitar limabelas juta.”
Pratiwi bersandar pada kursi yang didudukinya, Kalau
tidak, barangkali dia akan pingsan. Limabelas juta, lebih kurang. Ya kalau
kurang, bagaimana kalau lebih?
“Adik Anda masih anak-anak, pulihnya tidak akan lama.
Saya akan menunggu keputusan Anda.
Pratiwi keluar dari ruangan, menghampiri lagi Nano
yang masih juga tampak menahan sakit.
“Mbak, kakiku kenapa?”
“Kakimu patah. Dokter akan menanganinya, kamu tenang
ya, mbak akan keluar sebentar.”
Nano mengangguk, rasa sakit itu sudah berkurang, karena
dokter sudah memberikan obat pengurang rasa sakit.
Pratiwi langsung keluar, dan duduk disamping pak Dirman.
“Bagaimana? Patah kan kakinya? Aku melihat ada
benjolan yang sepertinya runcing. Pasti Nano kesakitan.”
“Iya, benar. Dokter akan mengoperasi kakinya. Tapi …. “
“Mahal kah?”
“Sekitar limabelas juta.
Pak Dirman terbelalak. Ia tahu bahwa Pratiwi pasti tak
punya uang sebanyak itu.
“Wi, karena ini penting, kita harus mengusahakan
uangnya.”
Pratiwi mengangguk.
“Aku akan meminta tolong pada pak RT, agar bisa
menggalang dana untuk keperluan adik kamu.”
Pratiwi terkejut. Pasti akan menyusahkan banyak orang.
Hal yang dia tidak suka. Tapi kalau terpaksa, bagaimana lagi?
Ketika Pratiwi diam itu, tiba-tiba ponselnya
berdering. Nomornya tak dikenal, tapi dia mengangkatnya.
“Selamat siang,” sapanya.
“Selamat siang. Dengan Pratiwi?”
“Ya.” Pratiwi berpikir, itu seperti suara yang pernah
dikenalnya.
“Aku bu Susana.”
“Oh iya, bu Susana. Ada apa?”
“Pimpinan kami menanyakan, bagaimana dengan pekerjaan
itu, karena kalau Anda menolak, maka akan ada pelamar lain,” kata Susana dengan
kata-kata yang selalu manis.
Pratiwi diam sejenak. Ia sedang memikirkan sakit
adiknya, yang membutuhkan biaya banyak. Ia tak suka pada pekerjaan yang ditawarkan,
tapi kalau dia boleh mengajukan syarat, dan diterima, maka ia akan
menjalaninya.
Uang itu sangat dibutuhkannya.
“Bagaimana Pratiwi?”
“Mm, baiklah … saya akan menemui Bu Susana sekarang.”
“Kamu bersedia?”
“Kita bicara di kantor saja, ya.”
“Kapan?”
“Sekarang saja.”
“Baiklah Pratiwi, aku tunggu.”
Susana memutuskan sambungannya tiba-tiba, lalu Pratiwi
termenung. Berhasilkah apa yang akan diupayakannya? Entahlah, dia kan sedang
berusaha?
“Ada apa Wi?” tanya pak Dirman.
“Tidak apa-apa Pak, dari teman. Bapak kalau memang
capek, boleh pulang duluan. Nano biar saya yang mengurusnya. Tapi kalau Bapak
pulang, maukah Bapak mampir ke rumah dan memberitahukannya pada ibu? Hanya saja
Bapak tidak usah mengatakan tentang keadaan kaki Nano, apalagi sampai
mengatakan bahwa Nano harus dioperasi. Nanti ibu akan cemas.”
“Jadi aku harus mengatakan bahwa lukanya ringan dan
Nano baik-baik saja.”
“Iya Pak, tolonglah.”
“Baiklah, aku pulang dulu ya Tiwi, setelah menemui yu
Kasnah, aku akan langsung ketemu pak RT. Barangkali bersedia membantu.”
“Jangan dulu Pak. Pratiwi akan berusaha sendiri saja.
Nanti Bapak akan saya kabari hasilnya. Kalau saya tidak berhasil, Bapak boleh
melakukannya. Tapi Bapak tunggu saya dulu ya.”
“Baiklah, kalau begitu.”
Setelah pak Dirman pulang, Pratiwi bergegas menemui
Susana.
“Syukurlah kamu sudah datang Tiwi, bagaimana? Sudah
kamu pikirkan?”
“Saya bersedia memenuhi panggilan pekerjaan ini.”
“Bagus, kalau kamu mau, kamu bisa bekerja awal bulan,
bahkan besok pagi kamu bisa memulainya,” kata Susana bersemangat.
“Tapi saya mengajukan syarat.”
“O, syarat?” tanya Susana heran. Baru kali ini ada
calon pekerja yang diterima kerja, tapi dia mengajukan syarat.
“Benar. Maaf, barangkali ini tak biasa, tapi harus
saya lakukan.”
“Katakan saja.”
“Saya minta uang gaji saya diberikan, sebanyak tiga
bulan kedepan, sebelum saya mulai bekerja.”
Susana terbelalak. Ada calon karyawan mengajukan
syarat dengan meminta gaji tiga bulan kedepan?
“Barangkali ini tidak layak, tapi saya harus
melakukannya, karena saya sangat butuh uang. Ibu harus percaya bahwa saya tidak
akan menipu. Misalnya setelah menerima uangnya lalu saya kabur. Tidak. Bisa
dengan perjanjian dan sebutkan sangsinya kalau saya bohong,” kata Pratiwi
dengan suara bergetar. Ini sungguh diluar akal sehatnya. Ia harus melakukan
apapun demi adiknya.
Dilihatnya Susana tersenyum, lalu berdiri.
“Tunggu sebentar, saya akan bicara dengan pimpinan
kami.”
Lalu Susana keluar dari ruangan. Tampaknya Susana
sedang menelpon seseorang, tapi tidak jelas apa yang dikatakannya, karena
Susana berbicara sambil berjalan menjauh.
Pratiwi berdebar, Ia juga malu telah mengajukan syarat
yang pasti dianggap keterlaluan. Tapi ia menahan semua perasaan itu. Terbayang
olehnya Nano yang tergolek kesakitan, lalu terbayang seandainya tidak ditangani
lalu kaki adiknya akan tumbuh bengkok. Tidak. Pratiwi ngeri membayangkannya.
Adiknya harus jadi orang. Berhasil bersekolah di jenjang yang lebih tinggi
darinya, menjadi seorang pemuda yang tak ada cacat celanya.
“Baiklah, berhasil atau tidak, aku akan tetap berharap.
Kalau sampai persyaratan itu tidak diterima, apa boleh buat. Pratiwi sudah
berusaha, nanti dia akan berusaha dengan cara lain. Diam-diam dia menghitung,
uangnya ada berapa, lalu sepeda akan dijual, aduh, pasti banyak sekali
kurangnya, lalu diam-diam air matanya berlinang. Menangisi sikapnya yang tak
tahu malu, menangisi nasib buruknya.
Pratiwi sedang mengusap air matanya, ketika Susana
memasuki ruangan.
“Pratiwi,” katanya sambil duduk.
Pratiwi mengangkat wajahnya. Hal terburuk sudah
terbayang. Pastilah di tolak, belum bekerja sudah mengajukan syarat. Memangnya
siapa dirinya? Pikir Pratiwi.
“Semua keinginan Anda sudah aku sampaikan kepada
pimpinan.”
“Saya minta maaf, saya memang lancang.”
“Tidak. Pimpinan mengijinkan persyaratan kamu. Besok
silakan datang kemari untuk menerima tiga bulan gaji pertama kamu, dan membuat
kontrak kerja.”
Wajah Pratiwi bersinar.
“Benarkah?”
“Saya tunggu kamu sekitar jam sepuluh.”
“Baiklah, terima kasih banyak Bu.”
***
“Tiwi? Sudah bersama Nano?”
“Permisi Yu Kasnah.”
“Lho ini siapa?”
“Saya Dirman.”
“Dirman? O, Dirman yang rumahnya agak di pojok itu?”
“Benar Yu.”
“Kok tumben, ada apa? Ini Pratiwi sedang pergi
menjemput adiknya. Agak nakal Nano itu, jam segini belum pulang.”
“Yu, kedatangan saya kemari justru akan menyampaikan pesan Pratiwi.”
“Lho, pesan bagaimana?
“Yu Kasnah jangan terkejut. Ini tidak apa-apa.”
“Kamu itu ngomong apa, aku tidak mengerti.”
Ya, Dirman memang susah sekali bicara jelas, karena
harus ada yang ditutupi, harus menjaga supaya yu Kasnah tidak terkejut, dan
alangkah susah memulainya.
“Begini Yu, sesungguhnya, Nano ada di rumah sakit.”
“Apa?” yu Kasnah benar-benar terkejut.
“Nano sakit?”
“Itu … hanya jatuh, tapi tidak apa-apa, hanya luka
sedikit.”
“Kalau luka sedikit, mengapa harus dibawa ke rumah
sakit?”
“Pratiwi hanya khawatir, kalau kenapa-kenapa, jadi
harus diperiksa tuntas. Barangkali juga nanti harus dirawat Yu.”
“Aku tidak mengerti. Setahu aku, orang sakit yang
harus dirawat, adalah yang sakitnya parah. Berarti Nano luka parah?”
“O tidak Yu, sungguh tidak parah. Pratiwi meminta Nano
diperiksa secara keseluruhan, supaya jelas bahwa Nano tidak apa-apa. Nah, pemeriksaan
itu, adanya pagi. Jadi harus menunggu sampai besok pagi.”
“Tapi benar, Nano tidak apa-apa?”
“Bahkan dia bisa bicara macam-macam.”
“Sebenarnya tadi tuh dia kemana? Sampai siang belum
pulang?”
“Katanya, tadi belajar komputer di rumah temannya.”
“O .. anakku, rupanya belajar.”
“Ya sudah Yu, aku tinggal dulu ya. Yu Kasnah tidak
perlu khawatir. Nano tidak apa-apa. Nanti Pratiwi pasti segera pulang,” kata
Dirman yang merasa lega bisa menerangkan dengan karangan yang bisa diterima
oleh yu Kasnah.
***
Nano sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Ia tidak
berani bergerak, karena bergerak sedikit saja kakinya terasa sakit.
“No, besok kamu mau dioperasi,” kata Pratiwi yang
sudah sampai di rumah sakit kembali.
“Aku sudah diberi tahu oleh dokternya. Katanya operasi
itu tidak sakit, karena aku akan dibius.”
“Iya benar. Kamu akan dibius, lalu tulang kamu
dibetulkan.”
“Aku tahu.”
“Kamu laki-laki, tidak boleh takut. Yang penting kamu
segera ditangani dan sembuh.”
“Iya. Tapi operasi itu kan mahal?”
“Mahal atau tidak, yang penting mbak bisa membayarnya.”
“Mbak punya uang?”
“Mbak akan bekerja di kantor. Jadi akan bisa membayar
biaya operasi kamu.”
“Mbak akan bekerja di kantor? Apa gajinya lebih besar?”
“Kamu tidak perlu memikirkan apa-apa. Yang penting
kamu sembuh, kamu tetap sekolah dan kewajiban kamu adalah sekolah yang pintar,
dan jadilah orang. Mengerti?”
Nano mengangguk. Ia tahu kakaknya banyak berkorban
untuk dirinya. Digenggamnya tangan Pratiwi erat, kemudian diciumnya.
***
Pagi hari itu Pratiwi sudah menanda tangani persetujuan
operasi untuk Nano. Operasi akan dilakukan siang nanti. Lalu Pratiwi pergi
memenuhi janjinya pada Susana, untuk menanda tangani kontrak kerja, kemudian mengambil tiga bulan gajinya.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir
ReplyDeleteAlhmdllh..yg dtunggu sdh hdir... terima kasih
ReplyDelete🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 21 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Semoga sehat selalu
dan tetap smangaaats...
Salam Aduhai...
🍂🍃🍂🍃🌻🍃🍂🍃🍂
Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien....
Sugeng nDalu, salam sehat selalu...
Alhamdulilah....suwun bunda Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun sanget bu Tien. Salam seroja
ReplyDeleteAlhamdulillah.... matur nuwun Bu Tien....
ReplyDeleteAlhamdulilah maturnuwun
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbung nya
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
alhamdulillah... maturnuwun
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~21 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Terima ksh bunda....sdh menghibur kami...
ReplyDeleteTerpaksa kerja dibidang yang bukan merupakan keinginannya. Tapi tentu akan terjadi perubahan pada Sony.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Yg nabrak Nano pasti orang suruhan Sony,kejam nian ya tuh orang,menghalalkan segara cara.Bikin emosi sj Sony .Ha ha ha hanyut terbawa cerbung nya mbak Tien yg semakin seru.Salam seroja mbak Tien dari Tegal.
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah Setangkai Bungaku Eps. 21 sudah tayang. Matur nuwun mbak Tien.
ReplyDeleteSugeng dalu lan Salam sehat..
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah SB-21 sdh hadir
ReplyDeleteYg nabrak Nano kemana? kaburkah? kok tdk diusut?
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Sehat2 u bu Tien yaa ..salam aduhai..tambah Bingung antara trima apa gak nih pekerjaan ini
ReplyDeletePuji Tuhan, ibu Tien K tetap sehat, semangat dan produktip shg SB 21 hadir bagi kami penggandrungnya.
ReplyDeleteSemoga Nano cepat kembali sehat dan Pratiwi gadis luar biasa baik yg mulai kerja selalu dalam lindungan Allah Yg Maha Kasih.
Semoga Sony maupun Ardian mau menjaga Pratiwi walau dari jauh..
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah bunda Tien, terimakasih.
ReplyDeleteAlhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 21 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteMenghadap hrd hanya dasteran tanpa make up dengan mengendarai yamancal kesayangan mengajukan persyaratan yang kesannya perusahaan sangat membutuhkan, dan itu Tiwi lakukan dasar nya tanggung jawab sebagai kakak dan tulang punggung keluarga; bukan yang laen.
ReplyDeleteKebetulan saja ada peluang untuk mendapatkan dana yang cukup untuk keperluan biaya operasi kaki Nano itu terpaksa dilakukan.
Susana juga nggak ngerti apa yang ada di otak bos nya ada calon karyawan nol tahun pengalaman, berani menggaji segitu gede, gaji tiga bulan minta diberikan sekarang, wuih kaya dept colektor aja.
Eh diberi lagi sama bos Sony; tapi harus menandatangani perjanjian kerja, apalagi itu masih dicampur dengan pikiran busuknya Sony; tentu merugikan Tiwi, penting bagi Pratiwi penyiapan kebutuhan dana kesehatan Nano adeknya di siapkan titik.
Nggak semua dibaca lengkap detail perjanjian kerja itu juga, mau cepat cepat kembali ke rumah sakit memberi jawaban, agar cepat diambil tindakan.
Wao dasteran lunga blanja nang pasar, nggak ini menghadap hrd minta uang muka gaji tiga bulan sekali gus?!
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke dua puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Matur suwun bundaSB nya..slmsehat sll unk bunda🙏😘🥰🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🤗🥰 ,sehat wal'afiat ya
ReplyDeleteKasihan sekali mereka ( kel Tiwi) ,,yah itulah hidup ,,yg sering kita lihat dlm kenyataan ,,aduhaii bu 🙏😊
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteYuk Mainkan Bermacam Jenis Slot Gacor di MARIO BOLA dan menangkan jutaan,Claim bonus Deposit Harian Up to 200rb Setiap Hari nya !!
ReplyDeleteDeposit Via Apapun Online 24 jam !!