Wednesday, February 15, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 20

 

SETANGKAI BUNGAKU  20

(Tien Kumalasari)

 

Satpam tampak heran ketika Pratiwi tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri. Ia menatapnya, dan kemudian menyapanya.

“Mbak, kenapa berhenti di situ?”

Pratiwi memang agak ragu. Ia merasa, ia telah di sambut dengan cara yang luar biasa, dan ini adalah berlebihan. Mengapa satpam sudah tahu namanya? Dan mengapa manager yang bernama Susana dikatakan sudah menunggunya? Siapa dirinya, dan ada apa?”

“Iya. Bagaimana Bapak bisa tahu bahwa saya adalah Pratiwi?”

“Oh, itu. Dari datang bu Susana sudah mengatakan, bahwa akan ada wanita yang akan menemuinya. Namanya Pratiwi. Begitu Mbak,” terang sang satpam.

“Saya belum pernah mengajukan apapun, bagaimana bu Susana bisa tahu?”

“Mengapa Mbak bertanya kepada saya? Saya hanya satpam, jadi tidak banyak tahu tentang perusahaan. Jadi kalau Mbak ingin menanyakan sesuatu, nanti setelah bertemu bu Susana, maka Mbak bisa menanyakannya.”

Pratiwi mengangguk. Apa yang dikatakan sang satpam memang ada benarnya. Kemudian dia mengangguk, menuju ke ruang yang ditunjuk satpam tersebut.

Diluar pintu masuk, seorang sekretaris menyambutnya, denan sikap yang sama. Sudah tahu nama dan siapa yang akan dia temui. Ia mengikuti ketika sekretaris itu mengetuk, lalu membuka pintu, dan melapurkan adanya seseorang yang akan menemui sang manager.

Pratiwi masuk, dan sekretaris itu meninggalkannya. Seorang wanita cantik anggun, duduk di kursi di belakang meja kerjanya. Ia menatapnya ramah, membuat hati Pratiwi sedikit tenang.

“Silakan duduk, Pratiwi.”

Yang ini membuat Pratiwi kembali tertegun. Ia dengan ramah menyebut namanya, padahal dia belum pernah mengajukan lamaran, yang membuat manager cantik di depannya bisa mengerti siapa namanya.

“Apa Anda heran bagaimana saya bisa tahu siapa nama Anda?” kata Susana yang menebak apa yang dipikirkan Pratiwi.

“Ya,” jawab Pratiwi pelan.

“Kami sudah mendapat informasi dari atasan, bahwa posisi administrasi sudah di siapkan untuk Pratiwi. Barangkali sudah ada yang melaporkan bahwa Anda akan datang siang ini.”

Pratiwi mengangguk mengerti. Barangkali Ratih sudah mengatakan kepada temannya yang entah siapa, bahwa dirinya akan mencoba  menjalani pekerjaan yang ditawarkannya.

Pratiwi meletakkan map berisi lamaran dan surat-surat yang barangkali diperlukan, termasuk ijazah yang dimilikinya. Tentu saja tanpa pengalaman kerja.

Susana menarih map itu, dan sepertinya hanya membaca sekilas.

“Anda langsung diterima, dengan gaji awal sebanyak enam juta. Selama tiga bulan Anda akan menjalani masa percobaan. Kalau berlanjut, Anda akan menjadi pekerja tetap dan akan mendapat gaji lebih tinggi.”

Kembali Pratiwi terhenyak. Gaji itu dirasanya sangat tinggi, untuk lulusan SMA seperti dirinya. Apa Pratiwi akan langsung menerimanya? Manager cantik itu belum menanyakan apapun, dan belum banyak bicara tentang dirinya. Tak ada wawancara seperti layaknya orang melamar pekerjaan. Ini bahkan lamaran itu seakan belum dibaca oleh Susana. Ia langsung mengatakan bahwa dirinya diterima, lalu mengutarakan besarnya gaji yang akan diterima. Ini membuatnya ragu.

“Bagaimana, Pratiwi?” tanya Susana ketika melihat Pratiwi terdiam, bahkan tidak tampak ada kegembiraan pada raut wajahnya.

Pratiwi mengangkat wajahnya. Ia merasa semuanya tidak wajar. Terlalu berlebihan. Apa karena dia kenal dengan Ratih?

“Saya … akan memikirkannya,” kata Pratiwi pelan.

“Jadi Anda tidak bisa langsung memberi jawaban? Ini kesempatan langka, karena perusahaan ini sangat membutuhkan pekerja yang baik dan jujur.”

“Saya tidak tahu, mengapa saya mendapatkan penghasilan yang berlebih, dan sepertinya Ibu tidak memperitungkan siapa saya sebenarnya.”

“Ini perintah dari atasan saya, yang pastinya sudah sangat mengerti siapa dan bagaimana Anda sesungguhnya. Itu sebabnya Anda terpilih dengan kedudukan dan penghasilan yang sudah diperhitungkannya.”

Pratiwi tetap tidak bisa mengerti. Ia harus bertemu Ratih dan mengatakan semuanya.

“Okey, Anda siap menerimanya?”

Pratiwi mengangkat wajahnya, yang semula menunduk dalam berpikir akan  kejadian yang dialaminya.

“Kalau Anda menerima, minggu depan Anda bisa memulainya.”

“Saya bahkan tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya belum pernah bekerja, jadi tidak pernah punya pengalaman sama sekali.”

“Nanti akan ada yang membimbing Anda. Anda tidak perlu khawatir."

Pratiwi menghela napas, tapi dia tidak serta merta mengangguk.

“Saya akan memikirkannya,” katanya singkat.

“Apa? Anda menolaknya?”

“Saya tidak mengatakan itu, tapi saya akan datang kembali ketika saya sudah memikirkannya.”

Susana terhenyak. Ada ya, calon karyawan yang menyuruh pimpinan untuk menunggu keputusannya? Tapi dia tak bisa apa-apa. Gadis cantik sederhana ini adalah pilihan sang penguasa di perusahaan ini.

Pratiwi mengangkat tas kecilnya, dan menyangkutkannya di pundak, bersiap untuk berdiri.

“Jadi kapan Anda akan memberi jawaban?”

“Secepatnya,” jawabnya sambil berdiri.

Susana mengangguk tapi tak pernah melepaskan senyuman manisnya.

“Selamat siang,” kata Pratiwi yang kemudian keluar dari ruangan.

Susana mengangguk, tertegun melihat sikap Pratiwi yang tampaknya tidak tergiur dengan gaji yang ditawarkan.

***

Sony sedang berada di ruang kerjanya. Wajahnya muram. Marsam yang sejak lama duduk di depannya, tak berani mendahului bicara, takut dibentak sehingga terlempar dari kursi duduknya. Sony sangat heran melihat sikap Pratiwi. Gaji besar dan sikap bersahabat yang ditunjukkan Susana sama sekali tidak membuatnya tergiur. Ia kehabisan akal untuk bisa menguasai Pratiwi. Apa lagi yang harus dilakukannya? Sony lupa, bahwa sikap berlebihan yang ditunjukkannya, iming-iming gaji besar yang ditampakkannya, justru membuat Pratiwi merasa aneh dan curiga. Pratiwi bukan gadis mata duitan. Ia selalu melangkah dengan pertimbangan. Ia tak bisa menerima sikap berlebihan yang ditunjukkannya padanya. Ia bukan gadis pintar dengan pendidikan yang tinggi, tapi ia pintar dalam menilai sikap seseorang.

“Mengapa susah sekali, Sam?” akhirnya Sony buka suara.

“Apakah dia menolak?” tanya Marsam, hati-hati.

“Belum sepenuhnya menolak, tapi Susana menilai bahwa tampaknya Pratiwi tidak tertarik. Padahal aku akan memberi gaji yang tinggi, dan itu pasti diluar bayangannya. Dia hanya lulusan SMA tapi aku berani membayar tinggi,” gerutunya.

“Dulu tuan pernah berkata, bahwa iming-iming pemberian uang banyak, sama sekali tidak menarik baginya. Itu pernah dilakukan bu Minar, bukan? Tuan marah karena bu Minar salah langkah dengan iming-iming uang itu. Tapi tuan melakukannya sendiri. Dan terjadi bukan, bahwa dia tidak tertarik?”

Sony diam, merenungkan apa yang dikatakan Marsam. Itu benar. Pratiwi tidak pernah tertarik dengan iming-iming uang. Itu membuatnya penasaran. Itu juga membuatnya tertarik, dan keinginan untuk menjeratnya semakin besar di hatinya.

“Saya heran sama tuan.”

Sony mengerutkan dahinya. Ia tahu Marsam akan mencelanya, dan itu tidak membuatnya suka. Marsam juga pasti akan menuduhnya jatuh cinta pada penjual sayur itu.

“Apa? Kamu mau bilang apa? Heran kenapa?” katanya dengan nada tinggi, dan membuat hati Marsam tiba-tiba ciut. Ia merasa telah memancing kemarahan tuannya.

“Kamu ingin menuduh aku jatuh cinta pada penjual sayur yang pastinya bau itu? Dan karenanya aku melakukan segala cara?” tuduh Sony sambil menunjuk ke arah dahi Marsam.

“Bukan, bukan begitu, tuan.”

“Lalu apa?”

Marsam mencari-cari alasan yang ada hubungannya dengan kata ‘heran’ yang tadi diucapkannya.

“Apa? Kenapa kamu diam?”

“Itu … tuan, saya heran pada gadis itu,” akhirnya Marsam menemukannya jawaban.

“Iya, kenapa heran?”

“Itu … biasanya perempuan suka uang banyak … kok dia tidak peduli ya? Biasanya perempuan juga suka wajah ganteng, sementara tuan kan ganteng, kok dia juga tidak tertarik?”

Sony menampakkan senyuman tipis. Pujian ganteng itu membuatnya suka. Tapi itu belum memuaskannya. Ia selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Hanya seorang penjual sayur, anak seorang perempuan tuna netra, mengapa bisa membuat hatinya kalang kabut? Apa tuduhan Marsam bahwa dia jatuh cinta itu benar? Sony membenci tuduhan itu. Banyak gadis cantik seksi yang siap melayaninya, dan penjual sayur itu sama sekali tidak tertarik padanya?

“Tuan, bukankah mbak Susana belum mengatakan bahwa Pratiwi menolak?”

“Belum, tapi dia mengatakan bahwa tampaknya Pratiwi tidak tertarik.”

“Tuan jangan putus asa dulu, masih ada waktu untuk menunggu. Jadi tuan harus bersabar.”

Sony menggaruk-garuk kepalanya.

Tiba-tiba sekretarisnya masuk setelah mengetuk pintu.

“Pak, Bapak ditunggu di ruang meeting.” Katanya.

“Haa, iya, ada meeting hari ini? Tapi aku sedang tidak enak badan, undur saja meeting nya sampai besok pagi,” perintahnya tandas.

Sekretaris itu mengundurkan diri setelah mengatakan ‘siap', sementara Marsam geleng-geleng kepala. Ia heran, seorang gadis penjual sayur bisa membuat tuannya jatuh bangun.

***

 Pratiwi melangkah memasuki rumah, mendapati ibunya sedang berada di meja makan, tampaknya bersiap untuk makan, karena tadi dia sudah menyiapkannya. Yu Kasnah belum sempat menyendok nasi dan sayurnya, ketika mendengar langkah kaki mendekat.

“Nano ?”

“Saya Pratiwi Bu, memangnya  Nano belum pulang?” tanya Pratiwi sambil duduk di samping ibunya, membantu merapikan nasi dan sayur yang agak belepotan di piringnya.

“Pratiwi? Aku kira Nano. Nggak tahu anak itu, ini jam berapa?”

“Jam setengah dua, mungkin sebentar lagi.”

“Kamu sudah ketemu kantor baru itu?”

“Sudah Bu.”

“Kamu suka?”

“Entahlah Bu, Tiwi belum memberi jawaban, padahal mereka sudah yakin menerima Tiwi, dan mengatakan juga tentang gaji pada tiga bulan pertama.”

“Kamu masih ragu-ragu? Gajinya sedikit ya?”

“Justru terlalu besar. Tiwi kok merasa aneh.”

“Kalau aturannya memang memberikan gaji besar, apa yang membuat kamu merasa aneh?” tanya yu Kasnah sambil menyendok makan siangnya.

“Entahlah Bu, Tiwi belum merasa yakin akan bisa bekerja di sana.”

“Suasananya tidak enak?”

“Tidak, bukan itu.”

“Lalu apa?”

“Hanya merasa kurang nyaman saja. Entahlah, nanti akan Tiwi pikirkan lagi.”

“Ya sudah, terserah kamu saja. Yang penting dalam bekerja itu adalah, rasa nyaman  dan menyukai pekerjaan itu. Kalau tidak ya tidak usah dijalani.”

“Iya Bu.”

“Sekarang kamu makanlah, tadi ibu merasa lapar, lalu mengambil makan sendiri tanpa menunggu Nano.”

“Iya Bu, Tiwi cuci tangan dan ganti pakaian dulu ya.”

“Ibu tunggu. Nanti kalau Nano pulang biar dia makan sendiri.”

Tapi baru saja Pratiwi duduk, didengarnya ketukan pintu, dan Ratih tiba-tiba sudah nyelonong ke ruang makan.

“Ratih?”

“Kok aku kalau datang pasti pas sedang makan ya,” kata Ratih sambil tertawa.

“Ini namanya rejeki, ayo makan sekalian.”

“Kali ini enggak deh Mbak, aku tidak sendiri.”

“Yaa? Kamu sama siapa?”

“Sama mas Bondan.”

“Ya sudah, kamu duduk di depan saja dulu, aku buatkan minum.”

“Tidak usah, aku sama mas Bondan bawa jus jambu untuk semuanya. Nih,” kata Ratih yang kemudian mengeluarkan bungkusan beberapa gelas jus, yang semula disembunyikan di balik punggungnya.

“Ya ampuun, banyak benar.”

“Ini juga untuk ibu, untuk Mbak, dan untuk Nano.”

“Baiklah, ayo ke depan saja, yang untuk ibu sama Nano biar aku tinggalkan di sini,” kata Pratiwi yang kemudian meletakkan tiga gelas diatas nampan, lalu dibawanya ke depan.

“Bu, saya ke depan ya, jusnya diminum,” kata Ratih sambil memegangi tangan yu Kasnah.

“Iya … iya, nanti ibu minum, duduk lah dulu, ibu sedang menunggu Nano,” kata yu Kasnah.

Ratih mengikuti Pratiwi yang sudah membawa nampan berisi jus itu ke depan.

“Mas Bondan, apa kabar?” sapa Pratiwi.

“Kabar baik, Tiwi. Kamu sedang sibuk ya?”

“Tidak, sedang melayani ibu makan. Kok mas Bondan ada di sini? Ini kan belum hari libur?”

“Lagi tugas, lalu mampir ke rumah, terus pengin ketemu Tiwi deh.”

Pratiwi tertawa.

“Terima kasih, sudah dikangenin.”

“Iya, tapi nanti sore sudah kembali ke Jakarta. Itu sebabnya kami nggak bisa lama di sini.”

“Oh, ya ampun. Sudah mau kembali ya.”

“Mbak Tiwi sudah datang ke kantor itu?”

“Sudah tadi sehabis jualan.”

“Lalu bagaimana? Cocok ?”

“Belum.”

“Maksudnya belum?”

“Baru akan aku pikirkan. Biar saja dulu. Kalau tidak sabar ya biar mencari orang lain saja dulu. Aku kan harus memikirkannya.”

“Betul Mbak, jangan terburu-buru menerima, Mbak harus melihat untung ruginya.”

Mereka berbincang tidak lama, karena Bondan harus segera pulang sore harinya. Tapi Bondan merasa senang, bisa bertemu Pratiwi walau hanya sebentar.

***

Tapi sepeninggal Ratih dan Bondan, Pratiwi merasa gelisah, karena Nano belum juga pulang. Ia berjalan kearah jalanan, dan melongok ke kiri dan ke kanan, tak sabar menunggu.

Tiba-tiba seorang bocah sebaya Nano berlari mendekati.

“Mbak … mbak … Nano kecelakaan. Terserempet mobil.”

Pratiwi merasa lemas.

“Kecelakaan di mana?”

“Di pinggir jalan, sudah dilarikan ke rumah sakit.”

***

Besok lagi ya.

 

35 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Isti Juara 1.
      Pastinya setelah lihat tayangan di WAG PCTK selanjutnya melongoh blog spot bu Tien.

      Delete
  2. Topic: Kesehatan Lambung Mempengaruhi Fungsi Organ Tubuh
    Time: Feb 15, 2023 07:45 PM Jakarta

    Join Zoom Meeting
    https://us02web.zoom.us/j/83984811770?pwd=TkJsazhSNWczYmxuMTBiditsVnJEdz09

    Meeting ID: 839 8481 1770
    Passcode: mdi

    Hayo sahabat-2 pukul 19.45sd 22.00 merapat ke LINK tersebut diatas untuk mengikuti WEBINAR OMA NING HARMANTO, dengan tema : KESEHATAN LAMBUNG MEMPENGARUHI FUNGSI ORGAN TUBUH

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah mruput....

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Masih sore sb ku 20 sdh tayang
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah ...
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  6. Aduhh..Nano kecelakaan, semoga pemilik mobilnya bertanggung jawab.
    Apa Sony akan mencari cara lain yang lebih manjur ya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  7. Terima kasih, ibu Tien...SBK 20 tayang awal. Koreksi kecil: "Mas Bondan, apa kabar?" sapa Pratiwi (bukan Ratih).

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah .....
    Esbeka 20 sdh datang gasik
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat .....

    ReplyDelete
  9. Waduh siapa yang nyrempet Nano, mudah mudahan bukan buat alasan untuk menyandera Pratiwi, Pratiwi demi kemandirian, dan dalih tidak merepotkan orang lain untuk biaya Nano dirumah sakit, jadi terpaksa mau menjadi pekerja dikantornya Sony; yang dia belum tahu yang tadi dimasukin itu sebenarnya kantor milik Sony.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke dua puluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete

  10. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~20 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 20 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah...
    Matunuwun, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah terima kasih bu tien sb sdh tayang ...salam sehat

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien, SB 20 sudah hadir sebelum zoom.
    Saya curiga ini apa idenya Marsam ya, supaya Pratiwi terpaksa menerima bekerja di tempat Soni. Ardiaaaaan ayo bantu Pratiwi, tiba2 hadir kasih bantuan, biar Pratiwi tidak terjebak Sony.
    Salam Aduhai sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sptnya Pratiwi gak semudah itu deh terkecoh dgn gaji gede

      Pastinya penuh pertimbangan mengingat dia sangat lah setia dgn ibunya

      Lagian laptop udah di ksh Ardian
      Utk jualan brgkli bs berkembang krn udah mulai dgn sayur matang juga

      Lht aj nanti pasti akan berlanjut
      Trus kl bu Juwono udah mulai ikut lihat jd tmbh langganan

      Ini kan ber andai2 deh menurutku,tp kita ikutin aj deh alur ceritanya bu Tien

      Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

      Delete
  15. Alhamdulillah.... matur nuwun bunda Tien, salam sehat dri Bintaro

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, Terima kasih mbak Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Ya ampyuun, cobaan apa lagi yg dihadapi Pratiwi, semoga Nano baik2 saja.
    Mtr nwn bu Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah ..dan terima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, Matursuwun Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 29

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  29 (Tien Kumalasari)   Arum menyelesaikan administrasi dengan segera. Peringatan bahwa dia harus beristira...