Thursday, February 9, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 15

 

SETANGKAI BUNGAKU  15

((Tien Kumalasari)

 

Ratih mengangkat ponselnya sambil bersungut-sungut, karena dia sedang ingin melayani ayahnya saat beristirahat sore.

“Ada apa?” sapanya.

“Ya ampuun, kok jawabnya galak begitu?”

“Habis, aku lagi repot nih. Cepat katakan, ada apa?”

“Aku mau bicara, dan ini serius. Kamu harus mendengarnya dengan sungguh-sungguh.”

“Masalah apa? Kalau untuk maksud buruk, aku nggak mau dengar.”

“Bukan, ini justru maksud yang sangat baik dan mulia. Sudah beberapa hari aku pikirkan, baru sekarang akan aku katakan sama kamu.”

“Masalah apa sih? Tumben aku kamu jadikan teman bicara tentang hal serius.”

“Karena hanya kamu yang bisa melakukannya.”

“Oh ya? Coba katakan, aku mau dengar, tapi awas ya, kalau aneh-aneh aku nggak mau.”

“Nggak, ini sesuatu yang sangat bagus, untuk mengangkat derajat seseorang.”

“Apa tuh?”

“Kamu tahu, Pratiwi itu pekerjaannya kan hanya menjual sayuran?”

“Ya, memangnya kenapa? Masalah buat kamu? Dia suka melakukannya, dan itu pekerjaan mulia karena untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.”

“Okey, panjang banget jawabannya. Kamu tidak mengerti maksudku ya? Aku tuh bukan merendahkan dia, aku justru mau menolong dia.”

“Oh ya? Menolong bagaimana? Memberi dia uang yang banyak, lalu kamu punya maksud tersembunyi?”

“Ratih, aku tahu dia tak akan mau kalau aku memberinya uang banyak sekalipun. Aku ingin memberi dia pekerjaan yang lebih layak.”

“Wouw, pekerjaan?”

“Aku kan baru saja membuka cabang perusahaan di kota ini. Aku minta kamu mau membujuk dia supaya mau bekerja di kantor aku. Tapi kamu tidak usah mengatakan bahwa itu milik aku. Aku hanya ingin, agar dia bekerja lebih layak, untuk mengangkat derajat dia, dari seorang penjual sayuran, menjadi pekerja kantoran.”

“Eh, nanti dulu. Kamu merendahkan seorang penjual sayuran? Kamu pikir itu pekerjaan hina? Tidak berkelas?”

“Ratih, rupanya kamu hanya berpikir bahwa aku punya maksud buruk. Tidak Tih, sungguh aku merasa kasihan sama dia. Aku janjikan gaji yang pantas, yang bisa mencukupi semua kebutuhan keluarganya.”

“Aku heran saja, tiba-tiba kamu peduli pada kehidupan seseorang.”

“Kamu tidak ingin melihat aku menjadi orang baik?”

“Ada apa dibalik kebaikan kamu itu Mas?”

“Yaaah, susah kalau ngomong sama orang yang selalu berprasangka buruk. Aku tuh tulus, ingin membantu dia. Yakinlah Tih. Dan bantu aku.”

“Aku harus melakukan apa?”

“Bantu bujuk dia supaya mau melakukannya. Soalnya dia itu wanita luar biasa, belum tentu bisa menerima kebaikan orang begitu saja.”

“Dia hanya lulusan SMA, apa kamu sudah tahu?”

“Sudah lah Tih, bu Kasnah sudah mengatakan tentang keluarganya.”

“Lalu apa yang membuat kamu merasa bahwa  dia akan bisa melakukannya?”

“Dia bisa komputer kan?”

“Pasti bisa lah, sekolah jaman sekarang, masih SMP juga pasti sudah tahu tentang komputer.”

“Nah, selebihnya akan ada yang melatih dia. Dia akan aku letakkan di bagian administrasi.”

“Entahlah, aku tidak janji.”

“Ratih, aku sungguh minta tolong sama kamu. Ini demi dia, demi rasa kasihan aku sama dia.”

“Tanpa maksud tersembunyi?”

“Ratih !” Sony merasa kesal.

“Akan aku coba, tapi aku nggak janji ya, soalnya Mbak Tiwi itu bukan orang yang gampang dibujuk.”

“Pokoknya bantu aku, besok aku menelpon lagi.”

“Eh, kok besok, buru-buru amat. Belum tentu aku ketemu dia hari ini, atau besok.”

“Tolonglah Tih, Tapi sekali lagi, jangan bilang kalau itu perusahaan aku.”

“Ya, akan aku coba.”

“Terima kasih, cantik, sayang, cinta …” kata Sony sambil tertawa, tapi Ratih sudah menutup ponselnya.

***

Sony sedang ada di kantornya. Selepas meeting dia memanggil Marsam, pembantu sekaligus orang yang bisa diajaknya berbincang, karena sesungguhnya Marsam adalah teman sepermainan sejak kecil, yang ikut di keluarga orang tua Sony. Dia disekolahkan dan sekarang selalu ada ketika Sony membutuhkannya. Ia adalah pembantu setia, yang akrab bagai teman, tapi juga hormat karena Sony orang yang berkuasa.

Marsam datang dengan membawa keresek berisi dua gelas jus alpukat, kemudian diletakkannya salah satunya, di depan Sony.

“Saya sedang memesan jus, ketika tuan memanggil. Itu sebabnya saya bawakan satu gelas untuk tuan.”

“Duduklah.”

Marsam duduk, sambil menyedot jusnya dengan nikmat.

“Kamu sudah tahu kan, kursi administrasi di kantor baru, nantinya hanya untuk Pratiwi?”

“Iya, semuanya sudah saya persiapkan, karena bukankah itu rencana kita sejak beberapa hari yang lalu?”

“Bagus. Nanti aku dan kamu akan sering ke kantor itu, tapi dengan diam-diam. Aku tidak ingin Pratiwi curiga ketika melihat aku, sebelum keinginan aku terlaksana.”

“Siap, tuan.”

“Jadi harus ada ruangan khusus, dimana kalau kita masuk ke ruangan itu, tidak harus melalui kantor.”

“Saya mengerti tuan. Sekarang silakan diminum dulu jusnya, keburu mencair, jadi tidak enak.”

Sony meraih gelas jus yang diletakkan Marsam, dan menyedotnya sambil tersenyum aneh. Terbayang olehnya, bagaimana kalau nanti keinginannya tercapai. Gadis sombong yang tak peduli padanya, kelak akan tunduk dibawah kakinya, dan menjadi miliknya.

“Apa sebenarnya tuan jatuh cinta pada gadis itu?” tiba-tiba tanya Marsam.

“Apa? Jatuh cinta? Mana mungkin aku jatuh cinta?

“Buktinya tuan mengejar-ngejar dia, sampai melakukan segala cara, tanpa mengingat, apakah membuka cabang di sana itu akan menguntungkan, atau tidak.”

“Kamu tidak tahu ya, bukankah aku pernah bilang bahwa aku hanya penasaran? Kamu tahu Sam, aku tak pernah gagal dalam mencapai keinginanku.”

“Tapi kali ini berbeda.”

“Berbeda bagaimana maksudmu?”

“Ini masalah perempuan, dan tampak aneh kalau tuan mengejarnya.”

“Jangan bodoh, Aku tidak mengejar karena suka sama dia, aku hanya ingin menunjukkan pada dia bahwa aku pasti akan mendapatkannya. Ingat, bukan karena aku mencintainya. Bodoh apa aku ini, jatuh cinta pada seorang tukang sayur yang tidak berkelas. Aku ini pengusaha Sam, terkenal di mana-mana.”

“Iya, saya tahu,” kata Marsam sambil meneguk sisa jusnya, dengan sekali teguk.

“Sekarang kamu boleh pergi.”

“Tuan mau makan di mana?”

“Kalau soal makan, kamu selalu saja ingat,” gerutu Sony.

“Saya hanya tak ingin, tuan jatuh sakit karena terlambat makan.”

“Ya sudah, ayo kita makan di luar saja.”

“Siap, laksanakan. Saya ambil mobilnya dulu, tuan,” kata Marsam sambil membalikkan tubuhnya.

“Heiiii! Berhenti !”

“Ada apa lagi tuan?”

“Buang gelas plastik ini. Sembarangan aja kamu.”

“Oh, maaf Tuan, soalnya saya tergesa-gesa,” kata Marsam sambil meraih dua gelas plastik bekas jus, lalu dibuangnya di tempat sampah.”

Sony berdiri, membenahi mejanya yang penuh berkas, kemudian keluar ruangan.

***

Ardian heran, ketika melihat Roy berjongkok di gudang, mengutak atik sepeda yang sudah lama tidak dipakai. Ia sudah membersihkannya sampai mengkilap, tapi kemudian geleng-geleng kepala.

“Gembos,” keluhnya.

“Apa yang kamu lakukan Roy?” tanya Ardian.

“Ini, sepeda. Ternyata gembos. Harus aku bawa ke tukang sepeda.”

“Iya aku tahu, itu gembos. Kamu mau naik sepeda?”

“Kencan sama Ratih, mau bersepada bareng-bareng.”

“Kencan sama Ratih? Nggak salah dengar, aku ?”

“Eh, memangnya kenapa?”

“Tumben, kencannya sama Ratih.”

“Ratih dibelikan sepeda, lalu besok kami akan bersepeda. Kalau kamu mau ikut, ikut saja. Tuh, sepeda kamu juga masih ada. Tapi kotor, penuh debu. Ini sudah aku bersihkan.”

“Besok Minggu ini, sepedaan bersama Ratih?”

“Sama Pratiwi juga.”

“Yah, kenapa nggak bilang dari tadi. Mana sepeda aku, biar aku bersihkan dulu,” katanya sambil melompati Roy yang masih berjongkok di depan sepedanya.

“Ya ampun, begitu mendengar Pratiwi, langsung bersemangat deh,” omel Roy.

“Masalahnya, kalau kamu, sama Ratih, sama Pratiwi saja, kurang pas, harus ada dua pasang. Jadi aku harus ikut, katanya sambil merebut serbet yang masih dipegang Roy.”

“Wah, main rebut saja sih.”

“Kamu kan sudah selesai, lihat, sepedamu sudah berkilat-kilat.”

“Ya sudah, lanjutin kerja kamu, tapi lihat, sepeda kamu juga gembos, Aku mau cari tukang tambal dulu, supaya besok bisa berangkat pagi-pagi.

“Bareng aja sekalian, ini aku bersihkan sambil jalan,” kata Ardian yang kemudian mengikuti Roy yang sudah menuntun sepedanya keluar dari gudang.

Pak Luminto yang sedang duduk bersama kedua istrinya di teras, heran melihat kedua anaknya keluar dengan menuntun sepeda.

“Mau apa mereka itu?”

“Sepertinya ban sepeda gembos, mungkin mencari tukang tambal,” kata Ratna.

“Tumben ingat sama sepedanya. Bertahun-tahun dibiarkan mangkrak. Aku sudah mau memberikannya kepada tukang sampah.”

“Nggak tahu tuh, tiba-tiba ingin bersepeda, kelihatannya,” sambung Sasmi.

“Biarkan saja, bersepeda itu kan sehat. Sebenarnya aku dulu juga suka bersepeda,” kata pak Luminto.

“Iya, Bapak dulu setiap pagi pasti bersepeda keliling komplek,” kata Ratna.

“Boleh saja kalau mau lagi," kata Sasmi.

“Sekarang sudah malas,” kata pak Luminto lagi.

“Hm, malasnya itu,” ejek Sasmi.

“Kan ada sepeda statis di rumah, itu cukup kan?”

“Udara di luar lebih segar,” sambung Ratna.

“Nanti aku bawa sepeda itu keluar, jadi mendapatkan udara segar juga,”  kata pak Luminto sambil tertawa.

“Dasar,” omel kedua istrinya.

“Kalau begitu aku juga ingin, Bagaimana kalau setiap pagi kita bersepeda bersama?” usul Sasmi.

“Wah, harus beli sepeda lagi dong.”

“Beli yang murah saja, kalau mbak Ratna mau lho.”

“Mau lah, siapa takut. Biar aku agak langsing sedikit, gitu. Ini aku sudah merasa gemuk lho.”

“Ayo Pak, beli untuk kami.”

“Nanti kita jalan-jalan mencari sepeda untuk kalian.”

“Asyiiik, gara-gara melihat anak-anak menuntun sepeda, jadi pengin,” kata Ratna.

***

Bu Juwono agak kesal melihat Ratih menuntun sepeda keluar dari garasi. Ia sudah melarangnya, tapi suaminya nekad  membelikan sepeda juga seperti yang diminta Ratih.

“Ratih, kamu nekad ya?”

“Sudah janjian sama teman-teman Bu,” teriak Ratih.

“Tunggu, di mana kalian akan kumpul?”

“Di rumah Pratiwi.”

“Apa? Rumah Pratiwi bukannya jauh?”

“Biar sehat Bu.”

“Tidak begitu, sebelum sampai di sana kamu pasti sudah kecapekan karena mengayuh sepeda. Mana Rusli?” teriak bu Juwono memanggil salah seorang sopirnya.

“Kenapa Bu, aku nggak mau naik mobil.”

“Biar Rusli mengantarkan kamu pakai mobil box itu, sepeda di taruh dibelakang. Nanti setelah sampai di rumah Pratiwi, baru kamu bersepeda rame-rame,” kata bu Juwono.

Rusli yang datang segera diperintah untuk mengambil mobil box, untuk membawa sepeda Ratih.

“Ibu tuh,” kesal Ratih.

“Mau nurut tidak? Kalau tidak mau ya nggak usah pergi, di rumah saja,” ancam ibunya.

Akhirnya Ratih menurut. Ia diantar Rusli sampai di rumah Pratiwi, lalu Rusli menurunkan sepeda Ratih.

“Mau ditunggu, Non?” tanya Rusli.

“Nggak … nggak, ngapain ditunggu? Sudah sana pulang saja.”

“Nanti Non Ratih pulangnya bagaimana?”

“Itu bukan urusan kamu, nanti gampang, pokoknya,” kata Ratih sambil mengibaskan tangannya. Menyuruh Rusli segera pergi.

“Ratih, mengapa kamu suruh dia pergi?” tiba-tiba Pratiwi keluar dari rumah dan melihat Ratih mengusir sopirnya.

“Nggak apa-apa, nggak asyik dong, bersepeda ditungguin. Kayak anak kecil saja. Ayo, kamu sudah siap? Mas Ardian mana?”

“Belum datang,” jawab Pratiwi sambil mengeluarkan sepeda bututnya.

“Sebenarnya aku malu. Sepedaku jelek, butut, sepeda kamu masih berkilat-kilat,” kata Pratiwi lagi.

“Kenapa harus malu? Nggak apa-apa. Sepedaku berkilat karena masih baru. Oh ya, aku mau ketemu ibu dulu,” kata Ratih yang langsung masuk ke dalam rumah.

Nano mendekati sepeda Ratih, dan mengelusnya.

“Bagus ya, sepeda mbak Ratih?”

“Iya, kan masih baru.”

“Sepeda orang kaya, pasti mahal.”

“Nggak apa-apa sepeda kita butut. Ini sangat berjasa lhoh, mengantarkan aku ke pasar, mengantarkan kamu beli sesuatu,” kata Pratiwi sambil mengelus sepedanya juga.

“Aku mau sekolah yang tinggi, biar bisa bekerja yang gajinya besar. Nanti Mbak Tiwi aku belikan sepeda bagus,” kata Nano.

Pratiwi terharu mendengar ocehan adiknya. Dalam hati dia berharap bisa menyekolahkan adiknya ke sekolah yang lebih tinggi, agar tercapai apa yang diinginkannya.

“Hai, aku datang,” tiba-tiba terdengar teriakan Roy dan Ardian hampir bersamaan.

“Nah, akhirnya datang juga mereka. Ayuk berangkat, aku sudah pamit sama ibu," kata Ratih yang baru keluar dari rumah.

Mereka berangkat, dan Pratiwi sama sekali tidak merasa minder dengan sepeda bututnya. Mereka juga tampak bergembira, tak seorangpun dari mereka menyebut sepeda Pratiwi.

Ketika Ratih sedang berjajar dengan Pratiwi dalam mengayuh sepedanya, tiba-tiba Ratih mendekat.

“Mbak Tiwi, maukah Mbak Tiwi bekerja kantoran?”

Tiwi terkejut, menatap Ratih tak berkedip. Bekerja kantoran? Kelihatannya keren.

***

Besok lagi ya.

48 comments:

  1. Replies
    1. Selamat buat pa Bambang selesai pingpong, mblayune buanter

      πŸŒ·πŸŒΉπŸ’ πŸŒ·πŸ’πŸŒΉ☘️πŸŒΊπŸŒΈπŸŽ‹
      Alhamdulillah Setangkai Bungaku eps_15 sudah tayang.
      Matur nuwun, Bu Tien.
      Salam SEROJA dan tetap semangat.....
      πŸŒ·πŸŒΉπŸ’ πŸŒ·πŸ’πŸŒΉ☘️πŸŒΊπŸŒΈπŸŽ‹

      Delete
  2. πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸ¦‹πŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉ
    Alhamdulillah SB 15 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    πŸŒΉπŸƒπŸŒΉπŸƒπŸ¦‹πŸƒπŸŒΉπŸƒπŸŒΉ

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  4. Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Akhirnya datang jg
    Matur nuwun bu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien..
    Salam sehat dan bahagia..

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 15 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  9. Ya, bekerja kantoran memang kelihatan keren. Apa lagi kalau bergaji tinggi, wow banget tentunya.
    Bagaimana Roy, Ardian
    ... apa juga mikir nasib Tiwi?
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sony keliatannya serius sm Pratiwi ya pak Latief.. Tp utk cerbung ini jodohnya ditangan bu Tien.. πŸ₯°πŸ€­πŸ€­

      Delete
  10. Matur Nuwun bu Tien,Alhamdulillah...sehat2 selalu

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun bunda Tien..πŸ™πŸ™

    Salam Sehat Selalu..

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyuku Tienkumalasari, salam aduhaai dan kangen dari Tanggamus,,Lampung

    ReplyDelete
  13. Mulai besuk bu Tien sdh akan mulai kirim novel AYNA bagi yang sdh membayar "LUNAS"
    Untuk itu bagi yang belum bayar silakan segera transfer ke bu Tien Rp. 150.000 (kecuali sepuluh orang pertama ssi harga) kelebihan ongkir sedikit, gpp kan toh ini untuk bu Tien.... Begitu loh.

    Sahabat2ku ada yang pesan tp blm tertulis di sini? Bagi yang berminat koleksi silakan pesan 082226322364 atau 085101776038 (Kakek Habi)
    Persediaandapat. atas, siapa cepat dapat

    *DAFTAR PEMESAN NOVEL AYNA*

    (Harga 125.000 blm ongkir. Jika transfer Rp. 150.000,- InshaaAllah sampai alamat)

    1. Salamah dari Purworejo; πŸ’°
    2. SBK Diah Harmani,
    Surabaya; πŸ’°
    3. Isti Priyono Klaten; πŸ’°
    4, Iyeng Santoso, Semarang;
    5. Dewi Hr Basuki, Surabaya; πŸ’°
    6. Debora Ratna H. Jakarta Pusat ;πŸ’°
    7. Marheni, Jakarta; πŸ’°
    8. Etty Inggaris Palembang; πŸ’°
    9. Yuliarsih Ully D, Semarang;
    10. Lasmi Pipink, Jogja; πŸ’°
    11. Hardjoni Harun Jkt;
    12. Ermi Suhasti Jogya; πŸ’₯
    13. Linda Bahar, Bandung;
    14. Marjuli Pekalongan;
    15. Sri Endaryati - Bogor; πŸ’₯
    16. Arsi - Solo;
    17. Tugirah - Kartosuro;
    18. Endang Pur - Solo;
    19. Pudji Rahayu - Jogya;
    20. Anny Christianty, Semarang; πŸ’₯
    21. Mien Djoefri, Jakarta; πŸ’₯
    22. Prof. Mintarti, Malang;
    23. Wiwik Suharti, Bojonegoro; πŸ’₯
    24. Dhimas Mustofa Solo;
    25. Rose Winardi, Surabaya; πŸ’°
    26. Moedjiati, Ciputat;
    27. Fransisca Paquita, πŸ’₯ Surabaya;
    28. Sri Windarti, Purwodadi Grobogan;
    29. Apong Teti - Ciamis;
    30. Atin - Solo;
    31. Sri D.J. - Jakarta;b
    32. Sisriffah - Jakarta;
    33. Ninok - Semarang;
    34. Ariyani - Jakarta ; πŸ’₯
    35. Noor SDK Devi, Pondok Indah;
    36. Rusman S Abrus Jaktim;. πŸ’₯
    37. Nuk Darmayudha - Cimanggis; πŸ’₯
    38. Lies Sutantyo - Jakarta πŸ’₯
    39. Diana Evi - Palembang; πŸ’₯j
    40. Indah Suwarni - Bojonegoro;
    41. Paramita, Bandung; πŸ’°
    42. Irawati, Semarang;
    43. Yetty Mustakim, Depok; πŸ’₯
    44. Ibu Sukardi, Pacitan; πŸ’₯
    45. Ibu Jalmi Rupindah, Situbondo; πŸ’°
    46. Andaka, Semarang πŸ’₯
    47. Anik Ichwan Sumadi, Madiun;
    48. Nurrochmah Rozak, Solo;
    49. Endang Ediati, Semarang; πŸ’₯
    50. dr. Indrawati Sri Wulan, Solo;
    51. dr. Andi, Bantul; πŸ’₯
    52. Siswantari Hakim, Cibubur; πŸ’₯
    53. Siswantari Hakim, Cibubur; πŸ’₯
    54. Irma Eryanto, Bogor Timur; πŸ’₯
    55. Yati Sribudiarti, Tasikmalaya πŸ’°
    56. Indiyah Tuti Jogya πŸ’₯
    57. Srinijah Purwanto - Pwt. πŸ’₯
    58. Kokom Prilanawati - Bandung πŸ’₯
    59. Nuke FW πŸ’₯
    60. Mien Djoefri πŸ’₯
    61. Mimiek Santosan Pekalongan
    62. Mimiek Santosa Pkl
    63. Mimiek Santosa Pkl.
    64. Mimiek Santosa Pkl
    65. Retno Tyas - Bekasi πŸ’₯
    66. Wiwin Sugiarti - Magelang πŸ’₯
    67. Tribroto - Surabaya πŸ’₯
    68. Endang Purnamisasi - Sidoarjo - πŸ’₯n
    69. Kakek Habi - Bdg πŸ’°
    70. Kakek Habi - Bdg πŸ’°
    71.
    72.
    73.
    74.
    75.
    76.
    77.
    78.
    79.
    80.

    Bagi sepuluh pendaftar pertama bebas ongkos kirim.

    πŸ’° Bayar ke BNI Kakek Habi/Djoko Budi Santoso
    πŸ’₯ Bayar kei BCA bu Tien Kumalasari

    _*Lanjutkan...*_

    ReplyDelete
  14. #persediaan terbatas, siapa cepat dapat....

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah SB-15 sdh hadir
    Semoga Pratiwi bisa bekerja di kantor Adrian dan Roy.
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, semoga Pratiwi selamat dari jebakan Sony.
    Salam sehat dan Aduhai dari mBantul

    ReplyDelete

  17. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~15 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  18. Pesan dari Sony itu tersampaikan juga walau dalam hati Ratih ragu, tetep aja disampaikan; hanya untuk unjuk gigi bahwa dia penguasa, yang selalu sukses dan bangga menghadapi kaum lemah, lha kaya gitu kok dibanggakan, cari tantangan jurusannya maksiat kok bangga
    Sebenarnya lebih adem kalau usaha sendiri dan sukses.
    Itu status beda; dari awal kan sudah juragan statusnya, tinggal mengatur pemasaran dan sedikit cara agar menarik perhatian calon pembeli.
    Beda kalau kalau pegawai; tergantung majikan jadwal yang mengikat yang harus di taati, bersih memang, tiap bagian sudah ada yang menangani, tentu punya porsi masing masing untuk pengupahan nya,
    Akankah Pratiwi tertarik tawaran Ratih yang jelas tahu kebiasaan Sony seperti apa.
    Apakah sang jagoan neon tahu dibalik penawaran itu ada ancaman yang mengerikan bagi Pratiwi.
    Semoga Ratih bercerita pada kakak beradik jadi tahu dibalik 'niat baik' si Sony, atau sebaliknya.
    Cerita perlakuan Sony terhadap Pratiwi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke-lima belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  19. Makasih mba Tien.
    Selamatkan Pratiwi dari niat jahat Sony.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  20. Replies
    1. Slmt pgiii bunda..terima ksih SB nyaπŸ™salam seroja dan Aduhai driskbmi😘😘🌹

      Delete
  21. Sptnya Roy mulai tertarik sama Ratih nih

    Kl Tiwi jadian sama Ardian
    Sony bs gelimpungan kl lht dari niatan jgn2 pngn memperkosa Tiwi

    Semoga selalu ada dewa penolong utk Tiwi
    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    Lakon seh ttp aman
    Yuuk kita ikutin lanjutannya aj

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien πŸ€—πŸ₯°
    Sehat wal'afiat selalu

    Tiwi,,,mau atau tdk ya tawaran Ratih 🀭

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien πŸ€—πŸ₯°
    Salam sehat wal'afiat selalu

    ReplyDelete
  24. Tks bunda Tien Pratiwi sdh hadir..
    Semoga bunlada sehat dan berbahagia selalu..
    Salam Aduhai dan sukses selalu ya bun.. 🌹🌹πŸ₯°❤️πŸ™

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun Mbak Tien sayang... Pinisirin kelanjutannya.

    ReplyDelete
  26. Terima kasih, bu Tien...saya sedang bertanya-tanya nih...siapa "penyelamat misterius" Tiwi di cerbung ini ya? Jadi ingat si Pusy.πŸ˜‰

    ReplyDelete
  27. Biasanya mb Nur' aini kasih info klu mb Tien ada keperluan jd tdk bs tayang?πŸ™

    ReplyDelete
  28. Longok2 kok belum nongol episode 16,libur ya mbak Tien?
    Salam seroja dari Tegal.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 45

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  45 (Tien Kumalasari)   Beberapa saat lamanya semuanya terdiam. Semuanya serba tak terduga. Bahkan Adisoma ...