SETANGKAI BUNGAKU
15
((Tien Kumalasari)
Ratih mengangkat ponselnya sambil bersungut-sungut,
karena dia sedang ingin melayani ayahnya saat beristirahat sore.
“Ada apa?” sapanya.
“Ya ampuun, kok jawabnya galak begitu?”
“Habis, aku lagi repot nih. Cepat katakan, ada apa?”
“Aku mau bicara, dan ini serius. Kamu harus
mendengarnya dengan sungguh-sungguh.”
“Masalah apa? Kalau untuk maksud buruk, aku nggak mau
dengar.”
“Bukan, ini justru maksud yang sangat baik dan mulia.
Sudah beberapa hari aku pikirkan, baru sekarang akan aku katakan sama kamu.”
“Masalah apa sih? Tumben aku kamu jadikan teman bicara
tentang hal serius.”
“Karena hanya kamu yang bisa melakukannya.”
“Oh ya? Coba katakan, aku mau dengar, tapi awas ya,
kalau aneh-aneh aku nggak mau.”
“Nggak, ini sesuatu yang sangat bagus, untuk
mengangkat derajat seseorang.”
“Apa tuh?”
“Kamu tahu, Pratiwi itu pekerjaannya kan hanya menjual
sayuran?”
“Ya, memangnya kenapa? Masalah buat kamu? Dia suka
melakukannya, dan itu pekerjaan mulia karena untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya.”
“Okey, panjang banget jawabannya. Kamu tidak mengerti
maksudku ya? Aku tuh bukan merendahkan dia, aku justru mau menolong dia.”
“Oh ya? Menolong bagaimana? Memberi dia uang yang
banyak, lalu kamu punya maksud tersembunyi?”
“Ratih, aku tahu dia tak akan mau kalau aku memberinya
uang banyak sekalipun. Aku ingin memberi dia pekerjaan yang lebih layak.”
“Wouw, pekerjaan?”
“Aku kan baru saja membuka cabang perusahaan di kota
ini. Aku minta kamu mau membujuk dia supaya mau bekerja di kantor aku. Tapi
kamu tidak usah mengatakan bahwa itu milik aku. Aku hanya ingin, agar dia
bekerja lebih layak, untuk mengangkat derajat dia, dari seorang penjual sayuran,
menjadi pekerja kantoran.”
“Eh, nanti dulu. Kamu merendahkan seorang penjual
sayuran? Kamu pikir itu pekerjaan hina? Tidak berkelas?”
“Ratih, rupanya kamu hanya berpikir bahwa aku punya
maksud buruk. Tidak Tih, sungguh aku merasa kasihan sama dia. Aku janjikan gaji
yang pantas, yang bisa mencukupi semua kebutuhan keluarganya.”
“Aku heran saja, tiba-tiba kamu peduli pada kehidupan
seseorang.”
“Kamu tidak ingin melihat aku menjadi orang baik?”
“Ada apa dibalik kebaikan kamu itu Mas?”
“Yaaah, susah kalau ngomong sama orang yang selalu
berprasangka buruk. Aku tuh tulus, ingin membantu dia. Yakinlah Tih. Dan bantu
aku.”
“Aku harus melakukan apa?”
“Bantu bujuk dia supaya mau melakukannya. Soalnya dia
itu wanita luar biasa, belum tentu bisa menerima kebaikan orang begitu saja.”
“Dia hanya lulusan SMA, apa kamu sudah tahu?”
“Sudah lah Tih, bu Kasnah sudah mengatakan tentang
keluarganya.”
“Lalu apa yang membuat kamu merasa bahwa dia akan bisa melakukannya?”
“Dia bisa komputer kan?”
“Pasti bisa lah, sekolah jaman sekarang, masih SMP
juga pasti sudah tahu tentang komputer.”
“Nah, selebihnya akan ada yang melatih dia. Dia akan
aku letakkan di bagian administrasi.”
“Entahlah, aku tidak janji.”
“Ratih, aku sungguh minta tolong sama kamu. Ini demi
dia, demi rasa kasihan aku sama dia.”
“Tanpa maksud tersembunyi?”
“Ratih !” Sony merasa kesal.
“Akan aku coba, tapi aku nggak janji ya, soalnya Mbak
Tiwi itu bukan orang yang gampang dibujuk.”
“Pokoknya bantu aku, besok aku menelpon lagi.”
“Eh, kok besok, buru-buru amat. Belum tentu aku ketemu
dia hari ini, atau besok.”
“Tolonglah Tih, Tapi sekali lagi, jangan bilang kalau
itu perusahaan aku.”
“Ya, akan aku coba.”
“Terima kasih, cantik, sayang, cinta …” kata Sony
sambil tertawa, tapi Ratih sudah menutup ponselnya.
***
Sony sedang ada di kantornya. Selepas meeting dia
memanggil Marsam, pembantu sekaligus orang yang bisa diajaknya berbincang,
karena sesungguhnya Marsam adalah teman sepermainan sejak kecil, yang ikut di
keluarga orang tua Sony. Dia disekolahkan dan sekarang selalu ada ketika Sony
membutuhkannya. Ia adalah pembantu setia, yang akrab bagai teman, tapi juga
hormat karena Sony orang yang berkuasa.
Marsam datang dengan membawa keresek berisi dua gelas
jus alpukat, kemudian diletakkannya salah satunya, di depan Sony.
“Saya sedang memesan jus, ketika tuan memanggil. Itu
sebabnya saya bawakan satu gelas untuk tuan.”
“Duduklah.”
Marsam duduk, sambil menyedot jusnya dengan nikmat.
“Kamu sudah tahu kan, kursi administrasi di kantor
baru, nantinya hanya untuk Pratiwi?”
“Iya, semuanya sudah saya persiapkan, karena bukankah
itu rencana kita sejak beberapa hari yang lalu?”
“Bagus. Nanti aku dan kamu akan sering ke kantor itu,
tapi dengan diam-diam. Aku tidak ingin Pratiwi curiga ketika melihat aku,
sebelum keinginan aku terlaksana.”
“Siap, tuan.”
“Jadi harus ada ruangan khusus, dimana kalau kita
masuk ke ruangan itu, tidak harus melalui kantor.”
“Saya mengerti tuan. Sekarang silakan diminum dulu
jusnya, keburu mencair, jadi tidak enak.”
Sony meraih gelas jus yang diletakkan Marsam, dan
menyedotnya sambil tersenyum aneh. Terbayang olehnya, bagaimana kalau nanti
keinginannya tercapai. Gadis sombong yang tak peduli padanya, kelak akan tunduk
dibawah kakinya, dan menjadi miliknya.
“Apa sebenarnya tuan jatuh cinta pada gadis itu?”
tiba-tiba tanya Marsam.
“Apa? Jatuh cinta? Mana mungkin aku jatuh cinta?
“Buktinya tuan mengejar-ngejar dia, sampai melakukan
segala cara, tanpa mengingat, apakah membuka cabang di sana itu akan
menguntungkan, atau tidak.”
“Kamu tidak tahu ya, bukankah aku pernah bilang bahwa
aku hanya penasaran? Kamu tahu Sam, aku tak pernah gagal dalam mencapai
keinginanku.”
“Tapi kali ini berbeda.”
“Berbeda bagaimana maksudmu?”
“Ini masalah perempuan, dan tampak aneh kalau tuan
mengejarnya.”
“Jangan bodoh, Aku tidak mengejar karena suka sama
dia, aku hanya ingin menunjukkan pada dia bahwa aku pasti akan mendapatkannya. Ingat,
bukan karena aku mencintainya. Bodoh apa aku ini, jatuh cinta pada seorang
tukang sayur yang tidak berkelas. Aku ini pengusaha Sam, terkenal di mana-mana.”
“Iya, saya tahu,” kata Marsam sambil meneguk sisa
jusnya, dengan sekali teguk.
“Sekarang kamu boleh pergi.”
“Tuan mau makan di mana?”
“Kalau soal makan, kamu selalu saja ingat,” gerutu
Sony.
“Saya hanya tak ingin, tuan jatuh sakit karena
terlambat makan.”
“Ya sudah, ayo kita makan di luar saja.”
“Siap, laksanakan. Saya ambil mobilnya dulu, tuan,”
kata Marsam sambil membalikkan tubuhnya.
“Heiiii! Berhenti !”
“Ada apa lagi tuan?”
“Buang gelas plastik ini. Sembarangan aja kamu.”
“Oh, maaf Tuan, soalnya saya tergesa-gesa,” kata
Marsam sambil meraih dua gelas plastik bekas jus, lalu dibuangnya di tempat
sampah.”
Sony berdiri, membenahi mejanya yang penuh berkas,
kemudian keluar ruangan.
***
Ardian heran, ketika melihat Roy berjongkok di gudang,
mengutak atik sepeda yang sudah lama tidak dipakai. Ia sudah membersihkannya
sampai mengkilap, tapi kemudian geleng-geleng kepala.
“Gembos,” keluhnya.
“Apa yang kamu lakukan Roy?” tanya Ardian.
“Ini, sepeda. Ternyata gembos. Harus aku bawa ke
tukang sepeda.”
“Iya aku tahu, itu gembos. Kamu mau naik sepeda?”
“Kencan sama Ratih, mau bersepada bareng-bareng.”
“Kencan sama Ratih? Nggak salah dengar, aku ?”
“Eh, memangnya kenapa?”
“Tumben, kencannya sama Ratih.”
“Ratih dibelikan sepeda, lalu besok kami akan
bersepeda. Kalau kamu mau ikut, ikut saja. Tuh, sepeda kamu juga masih ada.
Tapi kotor, penuh debu. Ini sudah aku bersihkan.”
“Besok Minggu ini, sepedaan bersama Ratih?”
“Sama Pratiwi juga.”
“Yah, kenapa nggak bilang dari tadi. Mana sepeda aku,
biar aku bersihkan dulu,” katanya sambil melompati Roy yang masih berjongkok di
depan sepedanya.
“Ya ampun, begitu mendengar Pratiwi, langsung
bersemangat deh,” omel Roy.
“Masalahnya, kalau kamu, sama Ratih, sama Pratiwi
saja, kurang pas, harus ada dua pasang. Jadi aku harus ikut, katanya sambil
merebut serbet yang masih dipegang Roy.”
“Wah, main rebut saja sih.”
“Kamu kan sudah selesai, lihat, sepedamu sudah
berkilat-kilat.”
“Ya sudah, lanjutin kerja kamu, tapi lihat, sepeda
kamu juga gembos, Aku mau cari tukang tambal dulu, supaya besok bisa berangkat
pagi-pagi.
“Bareng aja sekalian, ini aku bersihkan sambil jalan,”
kata Ardian yang kemudian mengikuti Roy yang sudah menuntun sepedanya keluar
dari gudang.
Pak Luminto yang sedang duduk bersama kedua istrinya
di teras, heran melihat kedua anaknya keluar dengan menuntun sepeda.
“Mau apa mereka itu?”
“Sepertinya ban sepeda gembos, mungkin mencari tukang
tambal,” kata Ratna.
“Tumben ingat sama sepedanya. Bertahun-tahun dibiarkan
mangkrak. Aku sudah mau memberikannya kepada tukang sampah.”
“Nggak tahu tuh, tiba-tiba ingin bersepeda, kelihatannya,”
sambung Sasmi.
“Biarkan saja, bersepeda itu kan sehat. Sebenarnya aku
dulu juga suka bersepeda,” kata pak Luminto.
“Iya, Bapak dulu setiap pagi pasti bersepeda keliling
komplek,” kata Ratna.
“Boleh saja kalau mau lagi," kata Sasmi.
“Sekarang sudah malas,” kata pak Luminto lagi.
“Hm, malasnya itu,” ejek Sasmi.
“Kan ada sepeda statis di rumah, itu cukup kan?”
“Udara di luar lebih segar,” sambung Ratna.
“Nanti aku bawa sepeda itu keluar, jadi mendapatkan
udara segar juga,” kata pak Luminto sambil
tertawa.
“Dasar,” omel kedua istrinya.
“Kalau begitu aku juga ingin, Bagaimana kalau setiap
pagi kita bersepeda bersama?” usul Sasmi.
“Wah, harus beli sepeda lagi dong.”
“Beli yang murah saja, kalau mbak Ratna mau lho.”
“Mau lah, siapa takut. Biar aku agak langsing sedikit,
gitu. Ini aku sudah merasa gemuk lho.”
“Ayo Pak, beli untuk kami.”
“Nanti kita jalan-jalan mencari sepeda untuk kalian.”
“Asyiiik, gara-gara melihat anak-anak menuntun sepeda,
jadi pengin,” kata Ratna.
***
Bu Juwono agak kesal melihat Ratih menuntun sepeda
keluar dari garasi. Ia sudah melarangnya, tapi suaminya nekad membelikan sepeda
juga seperti yang diminta Ratih.
“Ratih, kamu nekad ya?”
“Sudah janjian sama teman-teman Bu,” teriak Ratih.
“Tunggu, di mana kalian akan kumpul?”
“Di rumah Pratiwi.”
“Apa? Rumah Pratiwi bukannya jauh?”
“Biar sehat Bu.”
“Tidak begitu, sebelum sampai di sana kamu pasti sudah
kecapekan karena mengayuh sepeda. Mana Rusli?” teriak bu Juwono memanggil salah
seorang sopirnya.
“Kenapa Bu, aku nggak mau naik mobil.”
“Biar Rusli mengantarkan kamu pakai mobil box itu,
sepeda di taruh dibelakang. Nanti setelah sampai di rumah Pratiwi, baru kamu
bersepeda rame-rame,” kata bu Juwono.
Rusli yang datang segera diperintah untuk mengambil
mobil box, untuk membawa sepeda Ratih.
“Ibu tuh,” kesal Ratih.
“Mau nurut tidak? Kalau tidak mau ya nggak usah pergi,
di rumah saja,” ancam ibunya.
Akhirnya Ratih menurut. Ia diantar Rusli sampai di
rumah Pratiwi, lalu Rusli menurunkan sepeda Ratih.
“Mau ditunggu, Non?” tanya Rusli.
“Nggak … nggak, ngapain ditunggu? Sudah sana pulang
saja.”
“Nanti Non Ratih pulangnya bagaimana?”
“Itu bukan urusan kamu, nanti gampang, pokoknya,” kata
Ratih sambil mengibaskan tangannya. Menyuruh Rusli segera pergi.
“Ratih, mengapa kamu suruh dia pergi?” tiba-tiba
Pratiwi keluar dari rumah dan melihat Ratih mengusir sopirnya.
“Nggak apa-apa, nggak asyik dong, bersepeda
ditungguin. Kayak anak kecil saja. Ayo, kamu sudah siap? Mas Ardian mana?”
“Belum datang,” jawab Pratiwi sambil mengeluarkan
sepeda bututnya.
“Sebenarnya aku malu. Sepedaku jelek, butut, sepeda
kamu masih berkilat-kilat,” kata Pratiwi lagi.
“Kenapa harus malu? Nggak apa-apa. Sepedaku berkilat
karena masih baru. Oh ya, aku mau ketemu ibu dulu,” kata Ratih yang langsung
masuk ke dalam rumah.
Nano mendekati sepeda Ratih, dan mengelusnya.
“Bagus ya, sepeda mbak Ratih?”
“Iya, kan masih baru.”
“Sepeda orang kaya, pasti mahal.”
“Nggak apa-apa sepeda kita butut. Ini sangat berjasa
lhoh, mengantarkan aku ke pasar, mengantarkan kamu beli sesuatu,” kata Pratiwi
sambil mengelus sepedanya juga.
“Aku mau sekolah yang tinggi, biar bisa bekerja yang
gajinya besar. Nanti Mbak Tiwi aku belikan sepeda bagus,” kata Nano.
Pratiwi terharu mendengar ocehan adiknya. Dalam hati
dia berharap bisa menyekolahkan adiknya ke sekolah yang lebih tinggi, agar
tercapai apa yang diinginkannya.
“Hai, aku datang,” tiba-tiba terdengar teriakan Roy
dan Ardian hampir bersamaan.
“Nah, akhirnya datang juga mereka. Ayuk berangkat, aku
sudah pamit sama ibu," kata Ratih yang baru keluar dari rumah.
Mereka berangkat, dan Pratiwi sama sekali tidak merasa
minder dengan sepeda bututnya. Mereka juga tampak bergembira, tak seorangpun
dari mereka menyebut sepeda Pratiwi.
Ketika Ratih sedang berjajar dengan Pratiwi dalam
mengayuh sepedanya, tiba-tiba Ratih mendekat.
“Mbak Tiwi, maukah Mbak Tiwi bekerja kantoran?”
Tiwi terkejut, menatap Ratih tak berkedip. Bekerja
kantoran? Kelihatannya keren.
***
Besok lagi ya.
Makasih mbak
ReplyDeleteSelamat buat pa Bambang selesai pingpong, mblayune buanter
Deleteπ·πΉπ π·ππΉ☘️πΊπΈπ
Alhamdulillah Setangkai Bungaku eps_15 sudah tayang.
Matur nuwun, Bu Tien.
Salam SEROJA dan tetap semangat.....
π·πΉπ π·ππΉ☘️πΊπΈπ
Hore mas Bambang juara
DeleteMtrnwn
ReplyDelete
ReplyDeletemtnuwun mbk Tien ππ
πΉππΉππ¦ππΉππΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 15 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Semoga sehat selalu
dan tetap smangaaats...
Salam Aduhai...
πΉππΉππ¦ππΉππΉ
Monggo tayang lho
ReplyDeleteYah.... Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteAkhirnya datang jg
Matur nuwun bu
Alhamdulilah...suwun bunda Tien...
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien sugeng ndalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Salam sehat dan bahagia..
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 15 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Ya, bekerja kantoran memang kelihatan keren. Apa lagi kalau bergaji tinggi, wow banget tentunya.
ReplyDeleteBagaimana Roy, Ardian
... apa juga mikir nasib Tiwi?
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Sony keliatannya serius sm Pratiwi ya pak Latief.. Tp utk cerbung ini jodohnya ditangan bu Tien.. π₯°π€π€
DeleteMatur Nuwun bu Tien,Alhamdulillah...sehat2 selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..ππ
ReplyDeleteSalam Sehat Selalu..
Alhamdulilah, matur nuwun mbakyuku Tienkumalasari, salam aduhaai dan kangen dari Tanggamus,,Lampung
ReplyDeleteMulai besuk bu Tien sdh akan mulai kirim novel AYNA bagi yang sdh membayar "LUNAS"
ReplyDeleteUntuk itu bagi yang belum bayar silakan segera transfer ke bu Tien Rp. 150.000 (kecuali sepuluh orang pertama ssi harga) kelebihan ongkir sedikit, gpp kan toh ini untuk bu Tien.... Begitu loh.
Sahabat2ku ada yang pesan tp blm tertulis di sini? Bagi yang berminat koleksi silakan pesan 082226322364 atau 085101776038 (Kakek Habi)
Persediaandapat. atas, siapa cepat dapat
*DAFTAR PEMESAN NOVEL AYNA*
(Harga 125.000 blm ongkir. Jika transfer Rp. 150.000,- InshaaAllah sampai alamat)
1. Salamah dari Purworejo; π°
2. SBK Diah Harmani,
Surabaya; π°
3. Isti Priyono Klaten; π°
4, Iyeng Santoso, Semarang;
5. Dewi Hr Basuki, Surabaya; π°
6. Debora Ratna H. Jakarta Pusat ;π°
7. Marheni, Jakarta; π°
8. Etty Inggaris Palembang; π°
9. Yuliarsih Ully D, Semarang;
10. Lasmi Pipink, Jogja; π°
11. Hardjoni Harun Jkt;
12. Ermi Suhasti Jogya; π₯
13. Linda Bahar, Bandung;
14. Marjuli Pekalongan;
15. Sri Endaryati - Bogor; π₯
16. Arsi - Solo;
17. Tugirah - Kartosuro;
18. Endang Pur - Solo;
19. Pudji Rahayu - Jogya;
20. Anny Christianty, Semarang; π₯
21. Mien Djoefri, Jakarta; π₯
22. Prof. Mintarti, Malang;
23. Wiwik Suharti, Bojonegoro; π₯
24. Dhimas Mustofa Solo;
25. Rose Winardi, Surabaya; π°
26. Moedjiati, Ciputat;
27. Fransisca Paquita, π₯ Surabaya;
28. Sri Windarti, Purwodadi Grobogan;
29. Apong Teti - Ciamis;
30. Atin - Solo;
31. Sri D.J. - Jakarta;b
32. Sisriffah - Jakarta;
33. Ninok - Semarang;
34. Ariyani - Jakarta ; π₯
35. Noor SDK Devi, Pondok Indah;
36. Rusman S Abrus Jaktim;. π₯
37. Nuk Darmayudha - Cimanggis; π₯
38. Lies Sutantyo - Jakarta π₯
39. Diana Evi - Palembang; π₯j
40. Indah Suwarni - Bojonegoro;
41. Paramita, Bandung; π°
42. Irawati, Semarang;
43. Yetty Mustakim, Depok; π₯
44. Ibu Sukardi, Pacitan; π₯
45. Ibu Jalmi Rupindah, Situbondo; π°
46. Andaka, Semarang π₯
47. Anik Ichwan Sumadi, Madiun;
48. Nurrochmah Rozak, Solo;
49. Endang Ediati, Semarang; π₯
50. dr. Indrawati Sri Wulan, Solo;
51. dr. Andi, Bantul; π₯
52. Siswantari Hakim, Cibubur; π₯
53. Siswantari Hakim, Cibubur; π₯
54. Irma Eryanto, Bogor Timur; π₯
55. Yati Sribudiarti, Tasikmalaya π°
56. Indiyah Tuti Jogya π₯
57. Srinijah Purwanto - Pwt. π₯
58. Kokom Prilanawati - Bandung π₯
59. Nuke FW π₯
60. Mien Djoefri π₯
61. Mimiek Santosan Pekalongan
62. Mimiek Santosa Pkl
63. Mimiek Santosa Pkl.
64. Mimiek Santosa Pkl
65. Retno Tyas - Bekasi π₯
66. Wiwin Sugiarti - Magelang π₯
67. Tribroto - Surabaya π₯
68. Endang Purnamisasi - Sidoarjo - π₯n
69. Kakek Habi - Bdg π°
70. Kakek Habi - Bdg π°
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
Bagi sepuluh pendaftar pertama bebas ongkos kirim.
π° Bayar ke BNI Kakek Habi/Djoko Budi Santoso
π₯ Bayar kei BCA bu Tien Kumalasari
_*Lanjutkan...*_
#persediaan terbatas, siapa cepat dapat....
ReplyDeleteAlhamdulillah SB-15 sdh hadir
ReplyDeleteSemoga Pratiwi bisa bekerja di kantor Adrian dan Roy.
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, semoga Pratiwi selamat dari jebakan Sony.
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhai dari mBantul
Terima kasih Mbak Tien
ReplyDeleteππ
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~15 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
Pesan dari Sony itu tersampaikan juga walau dalam hati Ratih ragu, tetep aja disampaikan; hanya untuk unjuk gigi bahwa dia penguasa, yang selalu sukses dan bangga menghadapi kaum lemah, lha kaya gitu kok dibanggakan, cari tantangan jurusannya maksiat kok bangga
ReplyDeleteSebenarnya lebih adem kalau usaha sendiri dan sukses.
Itu status beda; dari awal kan sudah juragan statusnya, tinggal mengatur pemasaran dan sedikit cara agar menarik perhatian calon pembeli.
Beda kalau kalau pegawai; tergantung majikan jadwal yang mengikat yang harus di taati, bersih memang, tiap bagian sudah ada yang menangani, tentu punya porsi masing masing untuk pengupahan nya,
Akankah Pratiwi tertarik tawaran Ratih yang jelas tahu kebiasaan Sony seperti apa.
Apakah sang jagoan neon tahu dibalik penawaran itu ada ancaman yang mengerikan bagi Pratiwi.
Semoga Ratih bercerita pada kakak beradik jadi tahu dibalik 'niat baik' si Sony, atau sebaliknya.
Cerita perlakuan Sony terhadap Pratiwi.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke-lima belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSelamatkan Pratiwi dari niat jahat Sony.
Salam hangat selalu aduhai
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSlmt pgiii bunda..terima ksih SB nyaπsalam seroja dan Aduhai driskbmiπππΉ
DeleteSptnya Roy mulai tertarik sama Ratih nih
ReplyDeleteKl Tiwi jadian sama Ardian
Sony bs gelimpungan kl lht dari niatan jgn2 pngn memperkosa Tiwi
Semoga selalu ada dewa penolong utk Tiwi
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Lakon seh ttp aman
Yuuk kita ikutin lanjutannya aj
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien π€π₯°
ReplyDeleteSehat wal'afiat selalu
Tiwi,,,mau atau tdk ya tawaran Ratih π€
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien π€π₯°
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat selalu
Tks bunda Tien Pratiwi sdh hadir..
ReplyDeleteSemoga bunlada sehat dan berbahagia selalu..
Salam Aduhai dan sukses selalu ya bun.. πΉπΉπ₯°❤️π
Matur nuwun Mbak Tien sayang... Pinisirin kelanjutannya.
ReplyDeleteTerima kasih, bu Tien...saya sedang bertanya-tanya nih...siapa "penyelamat misterius" Tiwi di cerbung ini ya? Jadi ingat si Pusy.π
ReplyDeleteSampai jm 22.00
ReplyDeleteKok blm hadir yaaa
Esbe 16 kok blm hadir yaaa
ReplyDeleteSabar menanti bunda Tien
ReplyDeleteBiasanya mb Nur' aini kasih info klu mb Tien ada keperluan jd tdk bs tayang?π
ReplyDeleteLongok2 kok belum nongol episode 16,libur ya mbak Tien?
ReplyDeleteSalam seroja dari Tegal.
Ikut antri ah
ReplyDelete