Monday, December 26, 2022

KANTUNG BERWARNA EMAS 18

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  18

(Tien Kumalasari)

 

“Terpeleset?” tanya Rian dan Andre hampir bersamaan ketika mendengar jawaban Nurani.

Nurani hanya mengangguk, kemudian memejamkan matanya.

Kepalanya terasa pusing, dan nyeri di sekujur tubuhnya masih terasa. Ternyata banyak luka gores dan beberapa luka dalam di lengan dan kakinya. Pasti banyak duri dan ranting tajam  yang menahan tubuhnya saat jatuh. Ya, tiba-tiba saja Nurani merasakan perih yang amat sangat. Bukan hanya luka di tubuhnya, tapi juga luka di dalam hatinya. Sungguh menyakitkan ketika seseorang yang dianggap sebagai saudara, ternyata membencinya, bahkan ingin merenggut nyawanya. Bayangan kelam yang menyakitkan itu kembali melintas.

“Nurani, agak ke sini, lihat … pemandangan dilihat dari sini tampak sangat bagus,” kata Karina waktu itu.

“Hari sudah sore, ayo kita turun.”

“Jangan bodoh Nurani, ayo mainkan lagi kamera kamu, sedikit lagi dan kamu akan puas. Lihatlah, satu kali jepretan saja dari sini, nanti kita akan senang melihat hasilnya,” bujuk Karina tak henti-hentinya.

Nurani menurut, ia melangkah sedikit naik ke atas tebing. Agak ngeri karena di bawah ada jurang menganga, dan tampak gelap.

“Hih, ngeri …” bisik Nurani miris.

“Dari sini, jangan melihat ke bawah, lihatlah gunung itu, dan bukit-bukit hijau di depan sana. Indah bukan? Mana kamera kamu, cepat jepret, lalu kita turun.”

Nurani mengarahkan kamera ponselnya ke arah yang ditunjuk Karina, menjepretnya sekali, kemudian kakinya segera melangkah mundur. Tapi Nurani terkejut, tiba-tiba Karina menahan langkahnya, dan dengan sekuat tenaga mendorongnya. Tubuh mungil itu meluncur turun, diiringi jeritan menyayat yang memenuhi jurang di bawah sana.

Karina tertawa puas.

“Selamat jalan Nurani. Relakan semuanya untuk aku, ya,” gumamnya sambil tertawa iblis, lalu melenggang turun dengan kepuasan yang tiada taranya.

Nurani merasa tubuhnya melayang, dan ranting-ranting pepohonan perdu yang tumbuh di tebing itu mulai terasa seperti merajang tubuhnya. Jeritan ngeri itu terhenti, ketika ia merasa sesuatu menahan tubuhnya. Nurani merasa tubuhnya berayun, lalu ada sebuah kekuatan mendorongnya naik ke atas. Tangannya menggapai ranting terdekat. Tak begitu terang udara di kiri kanannya, tangannya hanya bisa menggapai-gapai.

Ia berpegang erat pada sebuah ranting yang berjuntai, lalu ia merasa ada sesuatu yang mendorongnya dari bawah. Nurani terus berpegang pada ranting di atasnya, dan dorongan dari bawah masih terasa. Nurani merasa ada yang menolongnya, ketika mendengar suara kucing seperti berdesis di telinganya.

“Meeeeoooouuuw….”

Nurani tak begitu memperhatikan, dan tak sempat mencari dari mana suara kucing itu berasal. Ia hanya merasa, tiba-tiba mendapat kekuatan baru. Ia terus merambat naik karena sebuah kekuatan seperti mendorongnya terus. Nurani terengah. Ternyata rasa sakit dan lelah menderanya. Ia tak tahan, lalu dia tak ingat apa-apa lagi.

Sayup suara kucing itu masih terdengar, lalu menghilang entah kemana.

“Nur … “ bisik Rian.

“Apa yang kamu rasakan?” sambung Andre.

“Tidak ada. Aku hanya kurang hati-hati,” katanya pelan.

“Saat aku menemukan kamu, ada kucing di dekat kamu. Dimana kamu ketemu kucing itu?”

Nurani mengerutkan keningnya. Ia ingat suara kucing itu, tapi ia tak melihatnya.

“Kucing?”

“Aku menemukan kamu karena mendengar suara kucing. Ketika aku datang, kucing itu sedang menjilati wajah kamu.”

“Aneh. Mana sekarang kucing itu?” tanya Nurani.

“Mana aku tahu, aku sangat panik ketika melihatmu pingsan dengan tubuh dingin beku, lalu menggendongmu turun.”

“Mas Andre menggendong aku?” mata Nurani terbelalak.

“Mau bagaimana lagi? Kamu pingsan dan kedinginan, aku bahkan memeluk kamu erat, lalu membungkus tubuh kamu dengan jacket yang aku pakai.”

“Ya Tuhan,” Nurani menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Kamu tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak Nur. Mas Andre yang telah menyelamatkan kamu. Kamu harus berterima kasih sama dia.”

“Tidak perlu, semua orang akan melakukannya kalau melihat keadaan orang lain seperti itu,” sambung Andre.

“Terima kasih, Mas Andre, saya berhutang nyawa sama Mas.”

“Bukan aku. Barangkali kucing itu.”

“Kucing ?”

“Kucing itulah yang membuat aku kemudian bisa menemukan kamu.”

Kucing … lagi-lagi kucing. Nurani ingat tentang suara kucing. Ia pernah mendengar saat di rumah, suara kucing juga. Dan di tebing tinggi dan gelap itu, ada kucing pula.

“Di mana kucing itu?”

“Yah, itulah, kemudian aku tidak memperhatikannya.”

“Ya sudah Nur, sekarang kamu istirahat saja dulu.”

“Aku mau ketemu bapak.”

“Kamu sedang di infus, barangkali besok bisa ketemu bapak.”

“Iya Nurani, yang terbaik adalah istirahat. Bapak baik-baik saja, dan kelihatan senang mendengar kamu selamat.”

“Syukurlah.”

***

Setelah menemui Nurani, Andre segera menemui pak Candra yang keadaannya sudah membaik. Ventilator yang tadinya dipasang sudah dilepas, dan wajah pak Candra sudah tampak berseri dan tenang.

“Kamu masih di sini Ndre?” sapa pak Candra.

“Iya Pak, ini tadi dari ruang Nurani.”

“Bagaimana keadaannya?”

“Dia baik-baik saja. Kata dokter, kalau keadaannya membaik, dia boleh pulang besok.”

“Lukanya parah?”

“Tidak, hanya luka goresan di sana-sini.”

“Kasihan anak itu, bagaimana bisa terjadi?”

“Katanya terpeleset.”

“Kurang hati-hati, dan salahku, membiarkan dia pergi ke atas.”

“Tidak apa-apa Pak, semuanya sudah berlalu, dan ternyata baik-baik saja. Pengalaman adalah guru yang terbaik, bukan? Setelah ini Nurani pasti akan lebih berhati-hati.”

“Iya, kamu benar. Tapi sebaiknya kamu pulang dulu. Kamu harus istirahat barang sehari dua hari.”

“Saya mau pulang dulu, lalu ke kantor, barangkali ada yang perlu dikerjakan.”

“Kamu pasti lelah.”

“Tidak, jangan khawatir, saya baik-baik saja,” kata Andre yang kemudian menyalami pak Candra dan mencium tangannya, baru kemudian berlalu.

Pak Candra merasa lega. Ada kemajuan dalam kedekatan Andre dan Nurani, tampak bahwa nyatanya Andre lah penyelamat bagi Nurani. Diam-diam pak Candra berharap, bahwa mereka memang adalah jodoh yang diberikan olehNya. Hanya saja pak Candra belum mengerti tentang kucing sebagai penunjuk, di mana Nurani berada. Mereka belum ingin cerita banyak, karena dokter melarangnya.

“Bagaimana keadaan Bapak?” tiba-tiba Rian datang mengejutkannya.

“Kamu dari mana?”

“Dari ruang rawat Nurani.”

“Dia baik-baik saja kan?”

“Ya, alhamdulillah dia baik-baik saja. Dia ingin segera bertemu Bapak.”

“Biarkan dia beristirahat dulu, yang penting dia sehat tak kurang suatu apa.”

“Iya Pak. Saya juga senang, Bapak tampak sehat.”

“Hanya saja aku kok belum melihat ibumu, juga Karina, adikmu.”

“Rian juga heran. Semalam Rian minta agar ibu dan Karina mengambil baju untuk Bapak dan juga untuk Nurani. Malah belum kembali sampai sekarang.”

“Kamu sudah menelponnya? Mereka tidak apa-apa kan?”

“Tidak, pagi tadi Rian menelpon Karina, katanya ketiduran.”

“Lalu baju yang bapak pakai ini punya siapa?”

“Mas Andre membelinya, untuk Bapak dan untuk Nurani, karena kelamaan menunggu mereka. Apa lagi baju Nurani setengah basah.”

“Mereka itu memang kurang perhatian pada keluarga. Tapi ya sudah, mau diapakan lagi.”

“Sekarang Bapak istirahat dulu. Jangan karena sudah merasa lebih baik, kemudian saya mengganggu Bapak dengan bicara macam-macam.”

“Baiklah, bapak juga merasa mengantuk. Kamu pulang dulu, istirahat. Bilang pada suster untuk menjaga Nurani selama kamu tak ada.”

“Baik, Pak.”

***

Karina dan ibunya masih sibuk membersihkan rumah sampai hari menjelang siang. Kemudian mereka kelelahan dan kembali tergolek di sofa dengan keringat membasah.

Rian yang baru pulang dari rumah sakit, sangat heran melihat kelakuan ibu dan adiknya tersebut.

“Ibu sama Karina kok bisa-bisanya santai begini sih? Padahal semalam sudah tahu bahwa bapak dan Nurani membutuhkan baju ganti, terlebih Nurani yang bajunya basah,” omelnya.

“Apakah Nurani selamat?” tanya Karina khawatir. Ia masih berharap Nurani tak selamat karena dirinya ketakutan ketahuan dosanya.

“Nurani selamat, hampir pulih.”

Karina berdebar. Tapi ia tak melihat perubahan wajah kakaknya, yang hanya memarahinya soal baju yang tak segera diantar. Berarti Nurani tidak cerita, atau belum bisa cerita.

“Mengapa ibu sama Karina tidak segera kembali ke rumah sakit? Mas Andre sampai membelikan baju baru untuk bapak dan Nurani. Dan sekarang dia juga bapak, tak ada yang menjaga. Mas Andre pasti juga kelelahan. Ada baiknya kamu sama ibu segera ke rumah sakit,” katanya kemudian pada Karina.

“Kamu tidak tahu. Semalam rumah kita disatroni penjahat,” kata ibunya.

Rian yang sudah mau masuk ke kamarnya, berhenti melangkah.

“Maksudnya ada maling? Rampok? Apa saja yang diambil?” tanya Rian sambil melihat ke sekeliling ruangan.

“Tidak ada. Entah mengapa, dia mengobrak- abrik seluruh rumah, bahkan almari pakaian juga. Semalaman  sampai hampir pagi kami membersihkan dan merapikan rumah, itu sebabnya pagi tadi kami kelelahan dan tidak bisa mengantarkan pakaian.”

“Kami malah belum tahu, apakah kamar Nurani juga diobrak-abriknya.”

“Belum masuk ke kamarnya? Bagaimana keadaannya?”

“Nggak tahu. Kalau iya, ogah aku membereskannya, kami sudah kecapekan.”

“Kok aneh.”

“Vas kesayangan ibu yang mahal, pecah berantakan.”

Rian menatap ke arah sudut, dimana vas bunga ibunya biasanya terletak di sana.

“Dia mengambil apa?”

“Nggak ada yang hilang. Dan anehnya lagi, rumah masih tetap terkunci, kamar-kamar juga terkunci, tapi di dalamnya berantakan.”

“Jadi ibu tidak melihat siapa pelakunya?”

“Begitu masuk ke rumah, keadaannya sudah berantakan. Seperti baru saja ada gempa.”

“Tapi tidak mengambil apa-apa?”

“Tidak, entah apa yang dicarinya.”

Rian meninggalkan mereka dan segera masuk ke kamarnya. Ia melihat kamarnya baik-baik saja. Ia menuju ke kamar Nurani, semuanya baik-baik saja, dan masih rapi seperti biasanya.

“Aneh, siapa melakukannya, dan apa maksudnya?” gumamnya sambil masuk ke dalam kamar. Ia harus segera mandi dan tidur barang sejenak, karena tidak tidur sejak semalaman.

Sementara itu Karina saling bertukar pandang dengan ibunya. Rian sama sekali tak mengatakan apa-apa tentang kecelakaan yang menimpa Nurani.

“Apa Nurani belum cerita ya?” kata Karina.

“Mungkin dia hilang ingatan,” sambung ibunya.

“Bagus kalau begitu, tapi kalau sampai belum cerita, berarti nanti atau besok pasti dia cerita, mampus lah aku.”

“Kita harus segera ke sana. Saat ini pasti dia sendirian. Andre sudah pulang, demikian juga Rian, sementara ayahmu juga tampaknya belum bisa bangun,” kata bu Candra lagi.

“Bagus. Kita bisa melihat nanti, apa yang terjadi, sehingga dia belum cerita apa-apa, semoga saja dia hilang ingatan.”

“Bisa jadi kesehatannya memburuk.”

“Ibu harus melakukan sesuatu, agar Nurani tidak membuka mulut.”

“Ayo kita ke sana dulu, lagian supaya Rian tidak curiga. Tadi dia bilang bahwa mereka tak ada yang menunggui. Sambil berjalan, kita pikirkan apa yang harus kita lakukan, supaya Nurani tidak mengatakan semuanya.”

***

Ketika datang, terlebih dulu mereka menemui pak Candra di ruang rawat inapnya. Dengan wajah dibuat sedih, keduanya duduk di kiri kanan ranjang pak Candra, yang masih memejamkan mata karena tertidur.

Tapi kemudian pak Candra terbangun, ketika sayup-sayup didengarnya suara isak tangis.

Ia membuka matanya dan melihat istrinya dan Karina ada di samping kiri dan kanannya.

“Mengapa kamu menangis?” tanyanya.

“Semalam tak bisa tidur karena memikirkan Bapak, dan juga Nurani,” kata bu Candra dengan ucapan tersendat.

“Kami tidak apa-apa, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Kamu sudah melihat Nurani?”

“Belum, begitu datang langsung kemari. Sedih melihat Bapak seperti ini.”

“Aku kan sudah bilang, bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya saja kata dokter aku harus banyak istirahat.”

“Syukurlah. Bagaimana Nurani? Apa dia sudah cerita, mengapa bisa terjadi kecelakaan itu?”

“Aku belum bertemu dia, tapi dia bilang karena dia terpeleset.”

“Dia bilang begitu?” tiba-tiba Karina setengah berteriak.

“Hei, mengapa berteriak? Bicara pelan-pelan saja.”

“Itu Pak, Karina kaget, Nurani bisa terpeleset.”

“Cerita jelasnya aku belum tahu, temui dia dan bertanya sendiri saja sama dia.”

“Iya Bu, ayo kita melihat Nurani dulu, nanti kembali lagi ke sini.”

***

“Bapak belum tahu semuanya, bagaimana menurut Ibu?” kata Karina pelan dalam perjalanan ke ruang Nurani.

“Bapakmu masih sakit, jadi tidak mungkin mendengar cerita lengkap. Lagi pula Rian juga tidak bilang apa-apa, berarti dia memang belum mengatakan apa-apa.”

“Aku takut masuk. Bagaimana kalau Nurani nanti tiba-tiba memaki-maki Karina?”

“Kamu tidak usah masuk dulu. Biar ibu, sambil melihat suasana.”

Tapi ketika bu Candra masuk, dilihatnya Nurani juga sedang tertidur.”

Perlahan bu Candra mengambil kursi, lalu duduk di samping Nurani yang masih tampak terlelap.

***

Besok lagi ya.

 

41 comments:

  1. Replies
    1. Terima kasih, ibu Tien cantiiik.... Semoga ibu sehat sekeluarga...

      Delete
  2. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  3. Iyeeesss....

    Matur nuwun bunda Tien...🙏

    ReplyDelete
  4. 🌸🦋🍃 Alhamdulillah KBE 18 telah hadir. Semoga Bunda Tien sehat selalu dan tetap smangaaats...Matur nuwun. Salam Aduhai🙏🦋💐

    ReplyDelete
  5. Makasih mbakyu Tienkumalasari cerbungnya episode 18 sampun tayang, meskipun menambah jantungan nih hihihi

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...
    KBE 18 sudah tayang, matunuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 18 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah ... Kantong Berwarna Emas sdh tayang

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, KBE 18 sudah tayang, ceritanya semakin mendebarkan saja bu Tien..
    Salam sehat dan Aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah kbe 18 sdh tayang.... wah karina dan bu chandra dikerjain kucing emas kmrnya di obrak abrik .... jangan jangan mencari jalan mencelakai nurani lagi. Salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  12. Semakin seruu.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~18 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. 👍👍👍
    Maturnuwun Bu Tien
    🙏🙏

    ReplyDelete
  15. Bu Candra pasti tergelitik untuk melakukan kejahatan lagi, tetapi untunglah Nurani mempunyai pelindung.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah. Tetap menarik dan bikin penasaran saja ceritanya. Makasih Bu Tien...

    ReplyDelete
  17. Nurani anak yg baik selalu mendapat perlindungan dari yg momong.
    Semoga ada cctv di ruang Nurani, sehingga kalau ada kejahatan terlihat.
    Rupanya kucinglah yg telah mengobrak abrik kamar Karina dan ibunya...
    Segera bertobatlah bu Chandra dan Karina...

    Matur nuwun ibu Tien...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga Karina dan ibu kandungnya tdk bs menjahati Nurani lg...bgmnpun caranya stop.. 😭😭

      Delete
  18. Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu

    ReplyDelete
  19. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah KBE 18 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah..trimakasih bu Tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien.. Nurani bs diselamatkan
    Semoga bunda sehat" selalu
    Salam aduhai dari sukabumi

    ReplyDelete
  23. Terimakasih Bu Tien.. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah..matursuwun bu Tien salam sehat2 selalu

    ReplyDelete
  25. Kenapa ada orang sejahat itu ya.. Kasihan nurani....trims Bu tien

    ReplyDelete
  26. slmt siaang bunda..terima ksih KBE 18 nya..iih penasaran tuh ceritanya sdh makin seruu..smg yg jahat ada blsannya..yg baik bahagia..slm sehat sll dri skbmi unk bunda Tien🙏😍🌹🌹

    ReplyDelete

APA KAMU TAHU

 APA KAMU TAHU (Tien Kumalasari) Apa kamu tahu Terik ini masih mengganas Panas meradang Mengeringkan daun-daun bungaku Mereka menguning dan ...