KANTUNG BERWARNA EMAS
18
(Tien Kumalasari)
“Terpeleset?” tanya Rian dan Andre hampir bersamaan
ketika mendengar jawaban Nurani.
Nurani hanya mengangguk, kemudian memejamkan matanya.
Kepalanya terasa pusing, dan nyeri di sekujur tubuhnya
masih terasa. Ternyata banyak luka gores dan beberapa luka dalam di lengan dan
kakinya. Pasti banyak duri dan ranting tajam yang menahan tubuhnya saat jatuh. Ya,
tiba-tiba saja Nurani merasakan perih yang amat sangat. Bukan hanya luka di
tubuhnya, tapi juga luka di dalam hatinya. Sungguh menyakitkan ketika seseorang
yang dianggap sebagai saudara, ternyata membencinya, bahkan ingin merenggut
nyawanya. Bayangan kelam yang menyakitkan itu kembali melintas.
“Nurani, agak ke sini, lihat … pemandangan dilihat dari
sini tampak sangat bagus,” kata Karina waktu itu.
“Hari sudah sore, ayo kita turun.”
“Jangan bodoh Nurani, ayo mainkan lagi kamera kamu,
sedikit lagi dan kamu akan puas. Lihatlah, satu kali jepretan saja dari sini, nanti
kita akan senang melihat hasilnya,” bujuk Karina tak henti-hentinya.
Nurani menurut, ia melangkah sedikit naik ke atas
tebing. Agak ngeri karena di bawah ada jurang menganga, dan tampak gelap.
“Hih, ngeri …” bisik Nurani miris.
“Dari sini, jangan melihat ke bawah, lihatlah gunung
itu, dan bukit-bukit hijau di depan sana. Indah bukan? Mana kamera kamu, cepat
jepret, lalu kita turun.”
Nurani mengarahkan kamera ponselnya ke arah yang
ditunjuk Karina, menjepretnya sekali, kemudian kakinya segera melangkah mundur.
Tapi Nurani terkejut, tiba-tiba Karina menahan langkahnya, dan dengan sekuat
tenaga mendorongnya. Tubuh mungil itu meluncur turun, diiringi jeritan menyayat
yang memenuhi jurang di bawah sana.
Karina tertawa puas.
“Selamat jalan Nurani. Relakan semuanya untuk aku, ya,”
gumamnya sambil tertawa iblis, lalu melenggang turun dengan kepuasan yang tiada
taranya.
Nurani merasa tubuhnya melayang, dan ranting-ranting
pepohonan perdu yang tumbuh di tebing itu mulai terasa seperti merajang
tubuhnya. Jeritan ngeri itu terhenti, ketika ia merasa sesuatu menahan
tubuhnya. Nurani merasa tubuhnya berayun, lalu ada sebuah kekuatan mendorongnya
naik ke atas. Tangannya menggapai ranting terdekat. Tak begitu terang udara di
kiri kanannya, tangannya hanya bisa menggapai-gapai.
Ia berpegang erat pada sebuah ranting yang berjuntai,
lalu ia merasa ada sesuatu yang mendorongnya dari bawah. Nurani terus berpegang
pada ranting di atasnya, dan dorongan dari bawah masih terasa. Nurani merasa
ada yang menolongnya, ketika mendengar suara kucing seperti berdesis di
telinganya.
“Meeeeoooouuuw….”
Nurani tak begitu memperhatikan, dan tak sempat
mencari dari mana suara kucing itu berasal. Ia hanya merasa, tiba-tiba mendapat
kekuatan baru. Ia terus merambat naik karena sebuah kekuatan seperti
mendorongnya terus. Nurani terengah. Ternyata rasa sakit dan lelah menderanya.
Ia tak tahan, lalu dia tak ingat apa-apa lagi.
Sayup suara kucing itu masih terdengar, lalu
menghilang entah kemana.
“Nur … “ bisik Rian.
“Apa yang kamu rasakan?” sambung Andre.
“Tidak ada. Aku hanya kurang hati-hati,” katanya
pelan.
“Saat aku menemukan kamu, ada kucing di dekat kamu.
Dimana kamu ketemu kucing itu?”
Nurani mengerutkan keningnya. Ia ingat suara kucing
itu, tapi ia tak melihatnya.
“Kucing?”
“Aku menemukan kamu karena mendengar suara kucing.
Ketika aku datang, kucing itu sedang menjilati wajah kamu.”
“Aneh. Mana sekarang kucing itu?” tanya Nurani.
“Mana aku tahu, aku sangat panik ketika melihatmu
pingsan dengan tubuh dingin beku, lalu menggendongmu turun.”
“Mas Andre menggendong aku?” mata Nurani terbelalak.
“Mau bagaimana lagi? Kamu pingsan dan kedinginan, aku
bahkan memeluk kamu erat, lalu membungkus tubuh kamu dengan jacket yang aku
pakai.”
“Ya Tuhan,” Nurani menutup wajahnya dengan kedua
tangan.
“Kamu tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak Nur. Mas
Andre yang telah menyelamatkan kamu. Kamu harus berterima kasih sama dia.”
“Tidak perlu, semua orang akan melakukannya kalau
melihat keadaan orang lain seperti itu,” sambung Andre.
“Terima kasih, Mas Andre, saya berhutang nyawa sama Mas.”
“Bukan aku. Barangkali kucing itu.”
“Kucing ?”
“Kucing itulah yang membuat aku kemudian bisa
menemukan kamu.”
Kucing … lagi-lagi kucing. Nurani ingat tentang suara
kucing. Ia pernah mendengar saat di rumah, suara kucing juga. Dan di tebing
tinggi dan gelap itu, ada kucing pula.
“Di mana kucing itu?”
“Yah, itulah, kemudian aku tidak memperhatikannya.”
“Ya sudah Nur, sekarang kamu istirahat saja dulu.”
“Aku mau ketemu bapak.”
“Kamu sedang di infus, barangkali besok bisa ketemu
bapak.”
“Iya Nurani, yang terbaik adalah istirahat. Bapak
baik-baik saja, dan kelihatan senang mendengar kamu selamat.”
“Syukurlah.”
***
Setelah menemui Nurani, Andre segera menemui pak
Candra yang keadaannya sudah membaik. Ventilator yang tadinya dipasang sudah
dilepas, dan wajah pak Candra sudah tampak berseri dan tenang.
“Kamu masih di sini Ndre?” sapa pak Candra.
“Iya Pak, ini tadi dari ruang Nurani.”
“Bagaimana keadaannya?”
“Dia baik-baik saja. Kata dokter, kalau keadaannya
membaik, dia boleh pulang besok.”
“Lukanya parah?”
“Tidak, hanya luka goresan di sana-sini.”
“Kasihan anak itu, bagaimana bisa terjadi?”
“Katanya terpeleset.”
“Kurang hati-hati, dan salahku, membiarkan dia pergi
ke atas.”
“Tidak apa-apa Pak, semuanya sudah berlalu, dan
ternyata baik-baik saja. Pengalaman adalah guru yang terbaik, bukan? Setelah
ini Nurani pasti akan lebih berhati-hati.”
“Iya, kamu benar. Tapi sebaiknya kamu pulang dulu.
Kamu harus istirahat barang sehari dua hari.”
“Saya mau pulang dulu, lalu ke kantor, barangkali ada
yang perlu dikerjakan.”
“Kamu pasti lelah.”
“Tidak, jangan khawatir, saya baik-baik saja,” kata
Andre yang kemudian menyalami pak Candra dan mencium tangannya, baru kemudian
berlalu.
Pak Candra merasa lega. Ada kemajuan dalam kedekatan
Andre dan Nurani, tampak bahwa nyatanya Andre lah penyelamat bagi Nurani.
Diam-diam pak Candra berharap, bahwa mereka memang adalah jodoh yang diberikan
olehNya. Hanya saja pak Candra belum mengerti tentang kucing sebagai penunjuk,
di mana Nurani berada. Mereka belum ingin cerita banyak, karena dokter
melarangnya.
“Bagaimana keadaan Bapak?” tiba-tiba Rian datang
mengejutkannya.
“Kamu dari mana?”
“Dari ruang rawat Nurani.”
“Dia baik-baik saja kan?”
“Ya, alhamdulillah dia baik-baik saja. Dia ingin
segera bertemu Bapak.”
“Biarkan dia beristirahat dulu, yang penting dia sehat
tak kurang suatu apa.”
“Iya Pak. Saya juga senang, Bapak tampak sehat.”
“Hanya saja aku kok belum melihat ibumu, juga Karina,
adikmu.”
“Rian juga heran. Semalam Rian minta agar ibu dan
Karina mengambil baju untuk Bapak dan juga untuk Nurani. Malah belum kembali
sampai sekarang.”
“Kamu sudah menelponnya? Mereka tidak apa-apa kan?”
“Tidak, pagi tadi Rian menelpon Karina, katanya
ketiduran.”
“Lalu baju yang bapak pakai ini punya siapa?”
“Mas Andre membelinya, untuk Bapak dan untuk Nurani,
karena kelamaan menunggu mereka. Apa lagi baju Nurani setengah basah.”
“Mereka itu memang kurang perhatian pada keluarga.
Tapi ya sudah, mau diapakan lagi.”
“Sekarang Bapak istirahat dulu. Jangan karena sudah
merasa lebih baik, kemudian saya mengganggu Bapak dengan bicara macam-macam.”
“Baiklah, bapak juga merasa mengantuk. Kamu pulang
dulu, istirahat. Bilang pada suster untuk menjaga Nurani selama kamu tak ada.”
“Baik, Pak.”
***
Karina dan ibunya masih sibuk membersihkan rumah sampai
hari menjelang siang. Kemudian mereka kelelahan dan kembali tergolek di sofa
dengan keringat membasah.
Rian yang baru pulang dari rumah sakit, sangat heran
melihat kelakuan ibu dan adiknya tersebut.
“Ibu sama Karina kok bisa-bisanya santai begini sih?
Padahal semalam sudah tahu bahwa bapak dan Nurani membutuhkan baju ganti,
terlebih Nurani yang bajunya basah,” omelnya.
“Apakah Nurani selamat?” tanya Karina khawatir. Ia
masih berharap Nurani tak selamat karena dirinya ketakutan ketahuan dosanya.
“Nurani selamat, hampir pulih.”
Karina berdebar. Tapi ia tak melihat perubahan wajah
kakaknya, yang hanya memarahinya soal baju yang tak segera diantar. Berarti
Nurani tidak cerita, atau belum bisa cerita.
“Mengapa ibu sama Karina tidak segera kembali ke rumah
sakit? Mas Andre sampai membelikan baju baru untuk bapak dan Nurani. Dan
sekarang dia juga bapak, tak ada yang menjaga. Mas Andre pasti juga kelelahan.
Ada baiknya kamu sama ibu segera ke rumah sakit,” katanya kemudian pada Karina.
“Kamu tidak tahu. Semalam rumah kita disatroni
penjahat,” kata ibunya.
Rian yang sudah mau masuk ke kamarnya, berhenti
melangkah.
“Maksudnya ada maling? Rampok? Apa saja yang diambil?”
tanya Rian sambil melihat ke sekeliling ruangan.
“Tidak ada. Entah mengapa, dia mengobrak- abrik seluruh
rumah, bahkan almari pakaian juga. Semalaman sampai hampir pagi kami membersihkan dan
merapikan rumah, itu sebabnya pagi tadi kami kelelahan dan tidak bisa
mengantarkan pakaian.”
“Kami malah belum tahu, apakah kamar Nurani juga
diobrak-abriknya.”
“Belum masuk ke kamarnya? Bagaimana keadaannya?”
“Nggak tahu. Kalau iya, ogah aku membereskannya, kami
sudah kecapekan.”
“Kok aneh.”
“Vas kesayangan ibu yang mahal, pecah berantakan.”
Rian menatap ke arah sudut, dimana vas bunga ibunya
biasanya terletak di sana.
“Dia mengambil apa?”
“Nggak ada yang hilang. Dan anehnya lagi, rumah masih
tetap terkunci, kamar-kamar juga terkunci, tapi di dalamnya berantakan.”
“Jadi ibu tidak melihat siapa pelakunya?”
“Begitu masuk ke rumah, keadaannya sudah berantakan.
Seperti baru saja ada gempa.”
“Tapi tidak mengambil apa-apa?”
“Tidak, entah apa yang dicarinya.”
Rian meninggalkan mereka dan segera masuk ke kamarnya.
Ia melihat kamarnya baik-baik saja. Ia menuju ke kamar Nurani, semuanya
baik-baik saja, dan masih rapi seperti biasanya.
“Aneh, siapa melakukannya, dan apa maksudnya?”
gumamnya sambil masuk ke dalam kamar. Ia harus segera mandi dan tidur barang
sejenak, karena tidak tidur sejak semalaman.
Sementara itu Karina saling bertukar pandang dengan
ibunya. Rian sama sekali tak mengatakan apa-apa tentang kecelakaan yang menimpa
Nurani.
“Apa Nurani belum cerita ya?” kata Karina.
“Mungkin dia hilang ingatan,” sambung ibunya.
“Bagus kalau begitu, tapi kalau sampai belum cerita,
berarti nanti atau besok pasti dia cerita, mampus lah aku.”
“Kita harus segera ke sana. Saat ini pasti dia
sendirian. Andre sudah pulang, demikian juga Rian, sementara ayahmu juga tampaknya
belum bisa bangun,” kata bu Candra lagi.
“Bagus. Kita bisa melihat nanti, apa yang terjadi,
sehingga dia belum cerita apa-apa, semoga saja dia hilang ingatan.”
“Bisa jadi kesehatannya memburuk.”
“Ibu harus melakukan sesuatu, agar Nurani tidak
membuka mulut.”
“Ayo kita ke sana dulu, lagian supaya Rian tidak
curiga. Tadi dia bilang bahwa mereka tak ada yang menunggui. Sambil berjalan,
kita pikirkan apa yang harus kita lakukan, supaya Nurani tidak mengatakan
semuanya.”
***
Ketika datang, terlebih dulu mereka menemui pak Candra
di ruang rawat inapnya. Dengan wajah dibuat sedih, keduanya duduk di kiri kanan
ranjang pak Candra, yang masih memejamkan mata karena tertidur.
Tapi kemudian pak Candra terbangun, ketika sayup-sayup
didengarnya suara isak tangis.
Ia membuka matanya dan melihat istrinya dan Karina ada
di samping kiri dan kanannya.
“Mengapa kamu menangis?” tanyanya.
“Semalam tak bisa tidur karena memikirkan Bapak, dan
juga Nurani,” kata bu Candra dengan ucapan tersendat.
“Kami tidak apa-apa, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Kamu sudah melihat Nurani?”
“Belum, begitu datang langsung kemari. Sedih melihat
Bapak seperti ini.”
“Aku kan sudah bilang, bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Hanya saja kata dokter aku harus banyak istirahat.”
“Syukurlah. Bagaimana Nurani? Apa dia sudah cerita,
mengapa bisa terjadi kecelakaan itu?”
“Aku belum bertemu dia, tapi dia bilang karena dia
terpeleset.”
“Dia bilang begitu?” tiba-tiba Karina setengah
berteriak.
“Hei, mengapa berteriak? Bicara pelan-pelan saja.”
“Itu Pak, Karina kaget, Nurani bisa terpeleset.”
“Cerita jelasnya aku belum tahu, temui dia dan
bertanya sendiri saja sama dia.”
“Iya Bu, ayo kita melihat Nurani dulu, nanti kembali
lagi ke sini.”
***
“Bapak belum tahu semuanya, bagaimana menurut Ibu?”
kata Karina pelan dalam perjalanan ke ruang Nurani.
“Bapakmu masih sakit, jadi tidak mungkin mendengar
cerita lengkap. Lagi pula Rian juga tidak bilang apa-apa, berarti dia memang
belum mengatakan apa-apa.”
“Aku takut masuk. Bagaimana kalau Nurani nanti
tiba-tiba memaki-maki Karina?”
“Kamu tidak usah masuk dulu. Biar ibu, sambil melihat
suasana.”
Tapi ketika bu Candra masuk, dilihatnya Nurani juga
sedang tertidur.”
Perlahan bu Candra mengambil kursi, lalu duduk di
samping Nurani yang masih tampak terlelap.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteSugeng ndalu bunda Tien 🙏
Mtrnwn
ReplyDelete
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Terima kasih, ibu Tien cantiiik.... Semoga ibu sehat sekeluarga...
DeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteIyeeesss....
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
🌸🦋🍃 Alhamdulillah KBE 18 telah hadir. Semoga Bunda Tien sehat selalu dan tetap smangaaats...Matur nuwun. Salam Aduhai🙏🦋💐
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Makasih mbakyu Tienkumalasari cerbungnya episode 18 sampun tayang, meskipun menambah jantungan nih hihihi
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteKBE 18 sudah tayang, matunuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 18 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah ... Kantong Berwarna Emas sdh tayang
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah...tayang
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteTerima kasih....
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien sugeng ndalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, KBE 18 sudah tayang, ceritanya semakin mendebarkan saja bu Tien..
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhai dari mBantul
Alhamdulilah kbe 18 sdh tayang.... wah karina dan bu chandra dikerjain kucing emas kmrnya di obrak abrik .... jangan jangan mencari jalan mencelakai nurani lagi. Salam sehat bu tien
ReplyDeleteSemakin seruu.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~18 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
👍👍👍
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien
🙏🙏
Bu Candra pasti tergelitik untuk melakukan kejahatan lagi, tetapi untunglah Nurani mempunyai pelindung.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah. Tetap menarik dan bikin penasaran saja ceritanya. Makasih Bu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah... terima kasih
ReplyDeleteNurani anak yg baik selalu mendapat perlindungan dari yg momong.
ReplyDeleteSemoga ada cctv di ruang Nurani, sehingga kalau ada kejahatan terlihat.
Rupanya kucinglah yg telah mengobrak abrik kamar Karina dan ibunya...
Segera bertobatlah bu Chandra dan Karina...
Matur nuwun ibu Tien...
Semoga Karina dan ibu kandungnya tdk bs menjahati Nurani lg...bgmnpun caranya stop.. 😭😭
DeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai selalu
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Alhamdulillah KBE 18 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeletealhamdulillah.. maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah..trimakasih bu Tien sehat2 selalu
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien.. Nurani bs diselamatkan
Semoga bunda sehat" selalu
Salam aduhai dari sukabumi
Terimakasih Bu Tien.. Salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah..matursuwun bu Tien salam sehat2 selalu
ReplyDeleteKenapa ada orang sejahat itu ya.. Kasihan nurani....trims Bu tien
ReplyDeleteslmt siaang bunda..terima ksih KBE 18 nya..iih penasaran tuh ceritanya sdh makin seruu..smg yg jahat ada blsannya..yg baik bahagia..slm sehat sll dri skbmi unk bunda Tien🙏😍🌹🌹
ReplyDelete