KANTUNG BERWARNA EMAS
13
(Tien Kumalasari)
Nurani keluar dari halaman sekolah, mencari sosok yang
biasanya nangkring di atas sepeda motor, dibawah pohon waru di sebelah timur
gerbang. Tapi matanya tak menangkap sosok itu. Ia menoleh ke arah lain, yang
terlihat adalah sebuah langkah tegap gagah dari seorang laki-laki yang selalu
membuat jantungnya berdebar. Andre, sedang melangkah mendekati dengan senyuman
yang entah mengapa, sebenarnya tak pernah bisa dilupakannya, membuat Nurani
benci kepada dirinya sendiri atas perasaan itu.
Nurani ingin pergi, tapi sosok yang sudah semakin
dekat itu memanggilnya.
“Mengapa dia ada disini? Bersama bapak kah?” kata
batinnya sambil terpaksa menunggu laki-laki itu sampai ke dekatnya.
“Nur, kok seperti orang bingung begitu?”
“Bersama bapak?”
“Tidak. Bapak tidak bisa meninggalkan pekerjaannya,
menyuruh aku untuk menjemput kamu.”
“Mana mas Rian?” mata Nur kembali lagi mencari-cari.
“Rian tidak bisa menjemput, dia ada kelas sampai
sore.”
Nurani mengerti. Rupanya Rian sudah mengabari bapaknya
bahwa tidak bisa menjemput, lalu bapaknya menyuruh laki-laki tampan ini untuk
menjemputnya. Lelaki idola bapaknya. Aduhai. Nurani memarahi dirinya sendiri,
mengapa jantungnya harus berdetak begini kencang?
“Nurani, mengapa bengong. Ayo mau pulang atau tidak?”
“Sebenarnya saya bisa pulang sendiri,” jawabnya lirih.
“Lhoh, pulang sendiri? Kalau diculik orang,
bagaimana?” canda Andre yang merasa lucu melihat wajah Nurani yang sedikit
kemerahan. Bukan hanya karena panas yang mulai terik, tapi juga karena perasaan
yang entah apa namanya.
“Aku mendapat tugas menjemput Nurani, kalau tidak bisa
melakukannya, aku bisa dipecat lhoh,” kata Andre masih dengan candanya,
kemudian melangkah ke arah mobil. Nurani terpaksa mengikutinya.
Andre membukakan pintu mobil untuk Nurani, di samping
kemudi, kemudian dia sendiri naik ke sampingnya.
Nurani hanya diam di sepanjang perjalanan, kemudian
terpekik ketika mobil itu berhenti di sebuah rumah makan.
“Kok berhenti di sini?”
“Sekalian makan siang, nggak apa-apa kan?”
“Aku sudah masak untuk makan siang.”
“Tapi kan bisa dimakan nanti. Siang ini, makan siang
di luar saja. Kan Rian juga pulangnya nanti sore,” kata Andre yang nekat
membukakan pintu untuk Nurani, sehingga terpaksa Nurani turun.
Andre mengajaknya masuk, dan mencari meja yang agak
dipinggir bagian dalam, sehingga tidak terganggu oleh orang-orang yang hilir-mudik keluar masuk ke
rumah makan itu.
“Mau makan apa?” tanya Andre.
“Terserah saja.”
“Nasi ayam, nasi langgi, atau yang kuah-kuah?”
“Yang bukan nasi.”
“Selat segar? Gado-gado? Beefsteak kentang?”
“Selat saja.”
“Baiklah, aku ngikut. Kayaknya sedap nih. Minumnya?”
“Jus jambu.”
“Baiklah,” kata Andre sambil menuliskan pesanannya,
lalu diberikannya pada pelayan.
Tiba-tiba ponsel Andre berdering, dari pak Candra.
“Ya Pak.”
“Andre, kamu sudah ketemu Nurani?”
“Kami sedang di rumah makan.”
“Bagus, aku harus menyelesaikan pekerjaan aku dulu.
Apa dia senang?”
“Ini, kalau Bapak mau bicara,” kata Andre sambil
menyerahkan ponselnya kepada Nurani.
“Nur?”
“Ya Pak.”
“Syukurlah kamu sudah bersama Andre. Makan yang banyak
ya, di rumah paling kamu sendirian, karena Rian akan pulang sore.”
“Iya.”
“Ya sudah. Nanti mau langsung pulang, atau mampir ke
kantor bapak?”
“Kantor Bapak?” tiba-tiba terbersit keinginan Nurani
untuk bisa melihat kantor ayahnya. Selama ini ia belum pernah ke sana.
“Iya, biar Andre membawamu menemui bapak, nanti kamu
pulang bareng bapak, bagaimana?”
“Terserah Bapak saja.”
“Baiklah, berikan ponselnya pada Andre.”
“Ya Pak.”
“Andre, setelah makan, ajak Nurani ke kantor ya. Dia
belum pernah melihat kantor kita.”
“Baik Pak.”
“Ya sudah, habiskan dulu makanannya.”
Mereka kemudian asyik makan setelah pesanan
dihidangkan.
“Kata bapak, kamu pinter masak.”
“Tidak. Biasa saja. Semua perempuan bisa masak.”
“Belum tentu. Ada yang suka, ada yang tidak lho.”
“Saya sudah terbiasa masak sejak lama.”
“Ibu mengajari?”
“Saya sering membaca di buku masakan, lalu
mempraktekkannya.”
“Hm, bagus. Sesekali boleh dong, ikut mencicipi
masakan kamu.”
“Silakan saja,” jawab Nurani sambil tersenyum.
Andre terpana. Ada gingsul di gigi Nurani yang
menambah manis wajahnya setiap kali tersenyum, bahkan tertawa.
“Kapan mengundang aku makan?”
“Tanyakan pada bapak,” jawab Nurani tersipu.
Mengapa sih, Andre selalu menatapnya begitu? Debar
hati Nurani begitu menghentak setiap kali matanya bertemu. Apa gara-gara
ayahnya menjodoh-jodohkannya? Nurani merasa aneh. Ia ingin seorang laki-laki
yang seperti Rian. Apakah Andre memenuhi kriteria yang diinginkannya? Yang
jelas Nurani belum ingin memikirkannya.
“Mengapa harus bapak yang mengundang?”
“Itu kan rumah bapak, bukan rumah aku,” jawabnya
polos, membuat Andre tertawa. Jawabannya tidak salah. Memang itu bukan rumah
Nurani, karena memang masih rumah ayahnya.
“Baiklah, berarti aku akan minta bapak untuk
mengundang aku makan di rumah. Aneh tidak sih, minta diundang?”
“Nggak, nanti aku bilang sama bapak.”
“Nah, itu baru bagus.”
“Besok mau ngelanjutin kuliah ke mana?”
“Ah, SMA saja belum kelar. Belum terpikirkan sih.”
“Ya nggak apa-apa dong dipikirkan sekarang. Bukankah
nantinya Nurani juga yang akan menggantikan bapak?”
“Nggak. Kan ada mas Rian.”
“Bapak bilang, Rian nggak mau. Bidangnya berbeda,
katanya.”
“Menurut aku, mas Rian lebih pantas, dia pintar.”
“Dia lebih suka di perusahaan otomotif.”
“Tidak bolehkah seorang insinyur teknik bekerja di
kantor bapak?”
“Boleh saja, tergantung bapak dan Rian sih. Cuma
kayaknya Rian merasa lebih cocok di bidangnya sendiri.”
“Entahlah, aku belum ingin memikirkannya.”
“Baiklah, selesaikan saja SMA nya dulu, semoga
lancar.”
Nurani mengangguk, lagi-lagi ia tersenyum, dan
lagi-lagi Andre terpesona.
***
Nurani sangat kagum ketika ayahnya membawa berkeliling
kantor. Belum banyak yang tahu, bahwa pimpinan mereka memiliki lagi seorang gadis
yang sangat cantik. Nurani membalas anggukan setiap karyawan yang menyapanya,
dengan sopan, tak lupa dengan senyuman ramah dan bersahabat.
Begitu pak Candra sudah membawanya menjauh ke bagian
lain, para karyawan berkasak kusuk memuji. Sudah cantik, santun dan ramah
kepada semua orang.
“Beda dengan Karina ya? Dia tuh cantik, tapi matanya
galak, dan agak sombong. Mentang-mentang anak bos besar.”
“Jauh, lagian Nurani masih kecil, masih pakai seragam
SMA tuh. Tapi tampak seperti sudah dewasa ya?”
“Iya, benar. Semoga kelak juga akan ikut membantu
ayahnya di sini.”
“Apa? Siapa yang akan membantu di sini?” tiba-tiba
terdengar suara lantang, yang ternyata adalah suara Karina. Kesal hatinya
mendengar semua orang memuji-muji Nurani.
“Maksud kalian, Nurani? Kalian harus tahu, dia itu
gadis bodoh. Kalian tahu kan, dia masih memakai seragam SMA? Padahal dia itu
seumuran sama aku, hanya terpaut sedikit, malah tuaan dia. Kok bisa masih SMA,
itu kan menunjukkan bahwa dia bodoh?” omelnya menjelek-jelekkan Nurani.
Tapi banyak orang tak mempedulikan Karina, mereka
meninggalkan Karina yang kemudian membanting-banting kakinya karena tak
diperhatikan,.
***
“Bagaimana, apa yang kamu pikirkan setelah
melihat-lihat kantor bapak?” tanya pak Candra ketika sudah membawa Nurani
kembali ke ruangannya.
“Besar, dan luas. Karyawannya banyak. Baik dan ramah
semua.”
“Kamu suka besok menjadi pemimpin di sini?”
“Apa? Tidak. Mengapa Bapak mengulang lagi perkataan
itu. Nurani mana bisa?”
“Bisa dong, anak bapak masa nggak bisa?”
“Nurani tidak tahu apa-apa tentang perusahaan. Jadi
lebih baik mas Rian saja, dia kan pintar dan bisa diandalkan.”
“Tadinya maksud bapak juga begitu, tapi Rian menolak,
katanya tidak sesuai dengan bidangnya. Dia insinyur mesin, disini usaha garmen.”
“Bapak harus memaksanya dong.”
Pak Candra tertawa.
“Mana mungkin pekerjaan dipaksa-paksa? Tapi kamu tidak
perlu khawatir, Rian pasti juga akan membantu kamu, dan yang lebih utama, Andre
tidak akan membiarkan kamu bekerja sendiri. Ya kan Ndre?” katanya kemudian
kepada Andre, yang sejak tadi hanya tersenyum-senyum mendengar perbincangan
ayah dan anak tersebut. Andre tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
“Ya sudah, apa kamu capek? Duduklah santai, sambil
menunggu bapak.”
“Nurani mau pulang saja.”
“Pulang?”
“Nggak enak di sini bengong.”
“Baiklah, kalau begitu biar Andre mengantar kamu
pulang.”
“Dia lagi?” kata Nurani pelan, berusaha melawan debar
jantungnya.
Pak Candra tertawa.
“Kenapa kalau dia lagi? Dia sudah selesai, sedangkan
bapak belum.”
“Baiklah, aku menunggu Bapak saja.”
Andre menahan rasa kecewanya. Tapi dia sudah bertekat,
harus bersabar. Belum waktunya mengejar cinta.
***
Nurani pulang bersama ayahnya, dan tentu saja juga
bersama Karina, yang berwajah cemberut karena merasa kalah dari perhatian
orang-orang kantor.
“Kenapa sih, kamu ke kantor?” sergahnya ketika dalam
perjalanan pulang.
“Bapak yang menyuruh kok.”
“Kamu kan belum pernah ke kantor, kok bisa tahu?”
“Aku dijemput mas Andre,” jawab Nurani santai.
“Apa? Dijemput mas Andre? Kamu mengganggu orang
bekerja saja,” kesal Karina.
“Bukan aku yang minta. Dia sendiri menjemput aku.”
“Bapak, mengapa Bapak menyuruh Nurani datang ke
kantor?” protes Karina.
“Nurani kan belum pernah ke kantornya bapak, biar dia
tahu. Memangnya kenapa?”
“Semua orang membicarakannya, jadi mengganggu
pekerjaan mereka,” sungut Karina.
Pak Candra tertawa.
“Membicarakan hal baik atau buruk?”
“Nggak tahu saya Pak, yang jelas mereka pada
berkerumun dan meninggalkan pekerjaan mereka.”
“Kan waktu istirahat.”
Karina diam. Panas sekali hatinya mendengar Andre
menjemput Nurani, sementara ketika dia pamit pulang dengan alasan sakit, lalu
minta diantar Andre, ayahnya menolak, dan menyuruh sopir kantor
mengantarkannya.
Nurani tak menanggapi kekesalan Karina. Ia duduk santai menyandarkan tubuhnya di jok belakang, karena Karina memang naik lebih dulu supaya bisa berdampingan dengan ayahnya. Kan dia putri bos perusahaan, dan setiap hari memang begitu. Nurani tak peduli.
Tak biasanya dia pergi dari pagi
sampai menjelang sore. Ia sudah membayangkan pekerjaan apa yang harus
dilakukannya begitu sampai di rumah. Membuat minum untuk seluruh keluarga, dan
menyajikan cemilan juga. Tapi Nurani lupa, roti di rumah habis, berarti tak ada
cemilan di sore itu.
“Bapak, maukah beli pisang goreng?” tanyanya kepada
sang ayah.
“Kamu ingin pisang goreng?”
“Bukan saya Pak, cemilan di rumah tidak ada, Nurani
lupa beli. Bagaimana kalau kita mampir beli gorengan saja?”
“Bagus sekali. Aku ingin pisang goreng, dan juga ubi
goreng. Sudah lama kita tidak makan makanan itu kan?”
Karina merengut. Apa yang diminta Nurani, selalu
dipenuhi oleh ayahnya.
***
Tapi sesampainya di rumah, bukannya ia membantu Nurani
di dapur untuk membuat minuman, malah langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia
bahkan lupa tentang ibunya. Sudah bangunkah, lalu pergi, ia melupakannya.
Tapi pak Candra yang masuk ke kamar, sangat heran
melihat istrinya masih tergeletak di tempat tidur, mendengkur dengan enaknya.
“Bu, kamu dari tadi malam tidur, atau sudah bangun
lalu tidur lagi?” tanyanya sambil menggoyang-goyang tubuh sang istri. Tapi yang
digoyang tetap bergeming dengan dengkurnya.
“Bu, Bu … bangunlah sebentar saja dan bicara,” kata
pak Candra yang menggoyang semakin keras.
“Hmm … jangan ganggu …. Pergilah …” ia hanya
menggeliat sedikit lalu membalikkan tubuhnya memunggungi suaminya.
“Bu …!”
“Biarkan aku tidur … ini enak sekali … aku bisa tidur
sangat enak… jangan ganggu …”
Pak Candra yang kesal, walau agak heran, kemudian
meninggalkannya. Ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ketika ia keluar, di ruang tengah telah tersedia susu
coklat kesukaannya, dan sepiring gorengan yang tadi dibelinya.
“Nur, kemarilah,” panggil pak Candra.
Nurani mendekat dengan masih mengenakan baju sekolah.
“Kamu mandi dulu sana, ganti pakaian kamu, lalu temani
bapak minum.”
“Memangnya ibu kemana? Belum pulang?”
“Belum bangun.”
“Belum bangun?”
“Mandi dan temani bapak. Rian sepertinya juga belum
datang.”
“Baiklah,” kata Nurani yang mengira, ibunya baru tidur
siang dan belum bangun hingga sore harinya, sama sekali tak menduga bahwa tidurnya
sudah sejak semalam.
Rian yang baru saja datang, bersorak senang melihat
gorengan di atas meja.
“Horee, gorengan,” lalu tangannya mencomot sepotong
pisang, yang kemudian ditepis oleh ayahnya.
“Heii, cuci tangan dulu, bapak calon insinyur.”
Rian tertawa, lalu berlari kecil ke arah dapur, hanya
untuk mencuci tangannya, kemudian kembali ke dekat ayahnya, menikmati gorengan
yang terhidang.
“Lama tidak makan gorengan ya Pak? Ini Bapak yang
beli? Masih anget nih.”
“Iya, Nurani tadi yang minta.”
“Siapa menjemput Nurani?”
“Andre, siapa lagi. Bapak lagi sibuk.”
“Syukurlah.”
“Tadi bapak suruh Nurani ke kantor.”
“Benarkah? Dia pasti senang, selama ini belum pernah
ke kantor Bapak kan?”
“Iya, senang kelihatannya. Dia kan calon Direktris, dan
nanti kamu yang akan mendampinginya.”
“Kok Rian sih, kan Rian sudah bilang, bahwa_”
“Bapak sudah tahu, kamu mau bilang bukan bidangmu
bukan? Tapi membimbing adik kamu agar bisa menjadi pimpinan yang baik, kan
boleh saja.”
“Baiklah, akan Rian coba.”
“Eeh, ini obat apa?” tiba-tiba terdengar teriakan
Nurani.
“Ada apa?”
“Nurani menemukan ini, di depan kamar Karina. Rupanya
terjatuh, dia tidak merasakannya.”
“Obat apa ini?” pak Candra mengamati botol kecil yang
diulurkan Nurani.
***
Besok lagi ya.
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Selamat Uti Nani Stragen juara 1, menjemput kehadiran Nurani, Rian dan Andre.
DeleteMatur nuwun bu Tien.
Blaaiizzz... Konangan obatnya. Matur nuwun Mbak Tien sayang...sehat selalu ya.
DeleteAlhamulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Yes
ReplyDelete🌹🦋🍃 Alhamdulillah KBE 13 telah hadir. Semoga Bunda Tien sehat selalu dan tetap smangaaats...Matur nuwun. Salam Aduhai🙏🦋⚘
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah....matur nuwun ibu
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteMatur nuwun bu tien, smg barokah .. aaamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah KBM 13 sudah tayang terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSugeng ndalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~13 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
👍👍👍
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah... terimakasih bunda Tien,salam dan aduhai selalu.
ReplyDelete𝙏𝙚𝙧𝙞𝙢𝙖 𝙠𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙈𝙗𝙖𝙠 𝙏𝙞𝙚𝙣...
ReplyDeleteMakin seru.....makin penasaran
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu
Alhamdulillah mbak Tien Kumalasari, terima kasih cerbung nya oke, semoga selalu sehat²
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTernyata langsung obatnya diketemukan. Tapi baru episode 13, penjahat masih lama gentayangan.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur suwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam Tahes Ulales bunda dan tak lupa selalu Aduhaiiii
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 13 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah... matur nuwu bu Tien, salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Alhamdulillah Maturnuwun .Mbak Tien KBE bikin pinisirin hi hi hi.semoga selalu sehat & tetap semangat
ReplyDeleteHallo juga Bu Tien..
ReplyDeleteTerima kasih sapaannya
Alhamdulillah KBE 13 sdh hadir
Semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Alhamdulillah non Cantik berhati emas sudah tayang....
ReplyDeletePanjangnya cerita serasa sedikit sekali....
Terimakasih Bu Tien....
Semoga Bu Tien sekeluarga sehat selalu....
Terima kasih... Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDelete,Nah mulai cari tahu obat apa ini, yah nunggu lagi.
ReplyDeleteKarina langsung masuk kamar, nggak perduli yang biasa ngebangunin belum bangun bangun, obat yang dibawa; terjatuh sampai nggak ngerti, saking suntuknya kenapa Andre yang nganter Nurani ke kantor.
Aduh manjanya anak boos yang ini.
Sampai mengadu sama bapaknya; semua membicarakan Nurani jadi ending topik pembicaraan antar karyawan; santun, ramah, nggak sombong rajin menabung hé hé hé hé.
Ah namanya sensi ya tetep aja kejadian kecil dibesar besarin.
Sutik ngithik ithik ati, Karina mau mengadu sama Amirah; nah baru tahu biyungnya masih tidur, baru nyadar kalau itu efek obat yang membuatnya tidur seharian.
Apalagi bapaknya ngasih tunjuk ini obat sejenis morpine dapat dari mana ini, bisa bermasalah kalau kamu kecanduan.
Biyungnya masih nyenyak sejak semalam, bangun bangun keinget arisan, ribut persiapan.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke tiga belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Semoga sehat dan berbahagia selalu..
Salam aduhai dari sukabumi
Terimakasih Bu Tin Kumalasari ... KBE 13 sdh hadir ... Tambah asyiik ceritanya ... Smg bu Tin & kelrg happy & sehat sll ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteTerima ksih bunda Tien..KBE 13 sfh hadir..smg bunda sht sll🙏🥰🌹
ReplyDeleteSenjata makan tuan.
ReplyDeleteKetahuan nih .
Makasih mba Tien
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien salam sehat wal'afiat
ReplyDeleteBisa donk ,,,aduhai ,buTien
Nah ketahuan deh obat nya ,,,,
Jd nunggu lg deh,,,,🤗🥰
Sugeng Dalu bu Tien
ReplyDeleteEdisi nunggu malam ini