KANTUNG BERWARNA EMAS
14
(Tien Kumalasari)
Pak Candra mengawasi botol kecil itu,
dikocok-kocoknya. Lalu diam-diam dia mengambil dua butir obat yang ada di dalam
botol itu, dimasukkannya ke dalam sakunya begitu saja.
“Berisi beberapa butir obat kecil-kecil ini. Obat apa?”
Rian yang ikut mengawasi juga tidak mengerti.
“Kita tanyakan saja pada Karina. Kemana sih dia? Tidur?”
tanya Rian sambil berdiri, kemudian mengetuk pintu kamar adiknya, langsung
membukanya. Dilihatnya Karina meringkuk di ranjang.
“Hei, hampir maghrib. Tidur melulu.”
“Iih, ngapain sih, sukanya mengganggu saja.”
“Eh, lihat, ini obat apa? Jatuh di depan kamar kamu.”
Karina terperanjat melihat botol kecil itu. Segera
diambilnya dari tangan kakaknya.
“Obat apa sih?”
“Bukan obat apa-apa. Ini punya temanku, terbawa oleh
aku.”
“Temanmu siapa? Tuh, bapak nanya. Ini obat apa?
Jangan-jangan narkoba.”
“Hiih, ngawur deh. Narkoba dari mana.”
“Kalau tidak, lalu apa?”
“Temanku sakit. Biar aku telpon dia,” kata Karina
sambil meraih ponselnya.
“Hei, obatmu terbawa oleh aku,” katanya setelah
menelpon. Tentu saja yang ditelpon kebingungan karena Karina hanya ngawur saja.
“Obat apa sih?”
“Yang kemarin kamu tunjukkan sama aku saat makan
siang. Nggak sengaja terbawa oleh aku.”
“Obat apa sih?”
“Besok aku temui kamu saat makan siang, pastinya kamu
membutuhkannya.”
Karina menutup ponselnya begitu saja. Rian yang tidak
mengerti apa yang dibicarakan, akhirnya keluar dari kamar Karina.
“Katanya punya temannya, terbawa oleh dia saat makan
siang,” kata Rian.
Karina kemudian keluar dari kamar.
“Sakit apa teman kamu?” tanya pak Candra.
“Katanya cuma demam atau apa. Kemarin Karina melihat
lihat botol obatnya, nggak terasa kebawa sampai rumah.”
Tiba-tiba Karina teringat ibunya yang belum muncul
juga. Ia memasuki kamarnya, dan melihat sang ibu masih meringkuk di sana.
“Bu, Ibu … kok Ibu masih tertidur sih?”
Karina mendekat dan menggoyang-goyangkan lengan
ibunya.
Bu Candra menggeliat.
“Aduuh, enak sekali aku tidurnya? Sudah pagi?”
“Sudah pagi, lalu sudah menjadi sore, hampir malam.”
“Apa? Aku tidur selama itu? Tapi aku masih ngantuk
juga,” katanya sambil kembali memejamkan matanya.
“Bu, bapak bertanya-tanya, bagaimana Ibu bisa tidur
selama ini dan masih belum mau bangun juga.”
Bu Candra bangkit perlahan.
“Lemas semua badanku.”
“Ibu minum obat itu?”
“Eh, obat? Tapi aku tidak mati kan?”
“Bu, reaksi obat itu, benar apa kata teman aku. Tapi
aku tidak tahu mengapa Nurani tidak terkena pengaruh seperti yang ibu rasakan?”
“Ya ampuun, bolehkah aku tidur lagi?”
“Bu, jangan membuat bapak bertanya-tanya. Lebih baik Ibu
mandi dan keluar.”
“Tapi malas banget aku … mau tidur saja …”
“Bu, jangan begitu dong Bu, obat yang Karina bawa
sudah ketahuan sama bapak, dan untunglah Karina bisa mengecohnya dengan
mengatakan bahwa obat itu punya teman Karin.”
Karina menarik ibunya dari atas kasur, dibawanya ke
kamar mandi, langsung dimasukkan ke dalam bathup, kemudian diisinya dengan air
hangat.
Tapi bu Candra terkulai disana, dan berasa ingin tidur
saja. Dengan gemas Karina membuka semua pakaiannya, dan mengguyurnya dari
kepala ke bawah, membuat bu Candra gelagapan.
“Karina, apa-apaan kamu?” pekiknya dengan napas tersengal.
“Pokoknya ibu harus mandi, ganti baju dan keluar. Aku
tidak tahu harus menjawab apa kalau bapak bertanya-tanya.”
“Jawab saja bahwa aku mengantuk.”
“Salah Ibu sendiri, mengapa minum obat itu.”
“Ternyata obat itu bukan palsu. Mengapa Nurani tidak
kenapa-kenapa?”
“Sssst, ibu jangan bicara tentang Nurani. Orang lain
bisa curiga,” kata Karina sambil menarik tubuh ibunya dan dibawanya keluar dari
kamar mandi setelah menyelimutinya dengan handuk.
***
Ketika kemudian bu Candra keluar dengan langkah
gontai, Rian dan Nurani sudah tidak ada di sana. Ia sibuk di dapur untuk
menyiapkan makan malam. Rian dengan sedikit memaksa, membantunya.
“Kenapa kamu itu?”
“Bapak sudah pulang?”
“Kenapa kamu bisa tidur sejak tadi malam dan sampai
sekarang masih teler begitu?” tanya pak Candra tanpa mempedulikan pertanyaan
istrinya yang terdengar seperti asal-asalan.
“Enak sekali tidur aku. Mungkin aku kecapekan.
Sekarangpun masih ngantuk,” katanya sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran
sofa.
“Rasa ngantuk kamu itu tidak wajar.”
“Iya juga sih. Ada yang ingin membunuh aku?”
“Kamu bicara apa sih?”
“Ngantuknya enak banget.”
“Karina, ganti baju ibumu, kita akan membawanya ke
dokter,” perintahnya kepada Karina.
Karina terkejut.
“Memangnya kenapa Pak? Ibu kan hanya mengantuk, tidak
sakit,” katanya khawatir.
“Tapi ibumu seperti orang teler begitu, bicaranya juga
ngelantur.”
“Saya kira biarkan saja ibu tidur Pak, kalau besok
belum mereda juga, barulah kita bawa ibu ke dokter.”
“Kamu yakin, ibumu tidak apa-apa?”
“Saya kira tidak Pak. Biarkan nanti Ibu tidur di kamar
Karina, supaya tidak mengganggu Bapak.”
“Bukan masalah terganggu. Kalau memang ada sesuatu,
harus segera dituntaskan. Apa ibumu salah obat, atau entah karena apa.”
“Kita tunggu sampai besok ya Pak, sekarang mau Karina
ajak tidur di kamar Karina.”
“Sejak kemarin dia juga belum makan kan?”
“Akan Karin bawa makanannya ke kamar Karina.”
“Terserah kamu saja.”
“Bu, ayo tidur di kamar Karin saja.”
“Mengapa? Nanti ayahmu bertanya-tanya. Tapi aku hanya
ingin tidur.”
“Tidurlah di kamar Karina, lalu akan Karin ambilkan
makan buat Ibu.”
“Makan sambil tidur boleh kan?”
Karina tak menjawab. Bicara ibunya tidak karuan. Karina
sangat takut ibunya akan mengatakan sesuatu yang harusnya tidak dikatakannya.
Ia kemudian menarik tubuh ibunya, diajaknya masuk ke dalam kamarnya sendiri.
***
Pak Candra masih termenung di ruang tengah, ketika
Nurani mendekat dan mengatakan bahwa makan malam sudah siap.
“Baiklah, panggil Rian.”
“Ibu mana? Tadi sudah keluar kan?”
“Tidur lagi.”
“Tidur lagi?” tanya Nurani heran.
“Aku sedang memikirkannya, ada apa dengan dia. Dia
tidur sejak kemarin malam, dan sekarang juga masih bilang mengantuk.”
“Kok aneh ya Pak?”
“Ya sudah, panggil Rian, kita makan sendiri saja.
Karina pasti akan mengambil makanan untuk dibawa ke kamarnya. Ibunya juga belum
makan,” kata Pak Candra sambil melangkah mengikuti Nurani.
“Pasti ada sesuatu tentang ibu kamu,” kata pak Candra
kepada Karina yang sedang mengambilkan makan dan lauk untuk ibunya.
“Mungkin terlalu capek.”
“Ah, tidak sesederhana itu. Besok bawa dia ke dokter,” perintah pak Candra.
“Kalau besok pagi masih begitu, tidak apa-apa ke dokter,
biar Karin mengantarkannya,” kata Karin sambil membawa nampan berisi makanan,
menuju kamarnya sendiri.
“Kok Karina bisa setenang itu melihat keadaan ibunya.”
“Nanti setelah makan, Nurani akan membujuk ibu agar
mau dibawa ke dokter,” kata Nurani.
“Ibu masih tidur juga?” kata Rian yang kemudian ikut
makan bersama.
“Entahlah. Aku curiga ada sesuatu.”
“Maksud Bapak?”
“Mungkin minum obat apa, gitu, atau salah dosis. Kan
bahaya itu?”
“Kenapa tidak dibawa ke dokter saja?”
“Kata Karina menunggu sampai besok saja. Kalau masih
begitu, dia akan mengantarnya ke dokter.”
***
Tapi ketika Nurani memasuki kamar Karina, bukan sikap
manis yang didapat, dia malah di damprat,
Waktu itu Karina sedang menyuapi ibunya makan.
“Ibu sakit ya?” katanya sambil mendekat.
“Sakit apa? Kamu mendoakan ibu sakit, ya kan? Supaya
kamu senang. Kan kamu benci sekali sama ibu?” hardik Karina.
“Karina. Mengapa berkata begitu? Aku tidak benci
siapa-siapa, karena yang ada di sini adalah keluarga aku juga.”
“Bukan. Kamu bukan keluarga kami. Kamu pantasnya jadi
pembantu, ya kan?”
“Karina, kamu boleh berkata apa saja, tapi menurut
aku, sebaiknya ibu segera dibawa ke rumah sakit.”
“Diam kamu! Ibuku hanya mengantuk, tidak sakit
apa-apa. Sudah sana, pergi sana !!” kata Karina sambil mendorong Nurani keluar
dari kamar.
Nurani menghela napas sedih. Maksudnya baik, dan
tulus. Tapi Karina menerimanya seperti orang bermusuhan.
Tapi dia tidak mengucapkan apa-apa. Dilihatnya Rian
sudah membersihkan meja makan.
“Mas Rian, biar aku saja.”
“Tidak, kan sudah selesai,” katanya sambil menuju ke
arah cucian piring.
“Jangan begitu Mas, ini pekerjaan perempuan. Biar aku
saja,” kata Nurani sambil menarik Rian menjauh dari sana.
Rian hanya geleng-geleng kepala.
“Dasar bandel!” omelnya sambil duduk di kursi dapur,
sementara Nurani hanya senyum-senyum saja.
***
“Ibu harus kelihatan segar. Kalau tidak, bapak akan
memaksa ibu untuk pergi ke dokter.”
“Iya, aku sudah bangun.”
“Sekarang ibu mandi lalu ganti baju, kemudian keluar
seperti biasanya. Hati-hati, jangan bicara ngaco. Dari semalam ibu bicara yang
tidak-tidak. Menyebut nama Nurani segala.”
Karina keluar dari kamarnya, masuk ke kamar ayahnya
untuk mengambil baju ibunya.
“Bagaimana ibumu?”
“Sudah tidak apa-apa, sudah segar seperti biasanya.
Tapi hari ini Karina minta ijin untuk tidak bekerja dulu.”
“Katanya tidak apa-apa.”
“Takutnya kalau masih ada yang membuat Karina khawatir,”
katanya sambil keluar dari dalam kamar, untuk memberikan baju ganti ibunya.
Bu Candra memang tampak lebih segar, walau kelelahan
masih tampak pada wajahnya.
Ia melangkah keluar setelah berganti pakaian, langsung
menuju ke ruang makan. Belum ada yang duduk di sana, barangkali masih sibuk
berdandan.
Karina menyuruh ibunya duduk, dan menyendokkan nasi
berikut lauknya.
“Masih ngantuk …” gumamnya.
“Ssst, ibu jangan bilang begitu. Cobalah bertahan.
Makan yang banyak.”
“Apa kamu merasa lebih baik?” tanya pak Candra sambil
duduk di samping sang istri.”
“Baik.”
“Masih ngantuk?”
“Sudah tidak Pak,” yang menjawab adalah Karina, takut kalau
ibunya menjawab ‘masih’ lalu ayahnya akan membawanya ke dokter.”
“Pasti kamu minum sesuatu,” tuduh pak Candra.
“Aku hanya minum satu,” jawabnya tak terkontrol,
membuat Karina pucat pasi.
“Hanya minum satu apa?”
“Ibu kemarin malam masuk angin, Karina beri obat,
hanya sebutir,” sahut Karina.
“Apakah itu bisa menyebabkan kantuk berkepanjangan?”
“Sepertinya ada obat yang efeknya ngantuk,” jawab Karina
sok tahu.
“Sampai sebegitunya?”
“Ibu tidak tahan obat,” jawab Karina lagi.
Pak Candra diam, tapi ada kecurigaan yang membuatya
tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Katanya kamu akan mengembalikan obat teman kamu itu?”
tanya Rian tiba-tiba.
“Iya, nanti aku kembalikan. Sebenarnya kalau aku masuk
kerja, nanti pas makan siang dia akan menemui aku untuk meminta obatnya. Tapi
karena aku harus menemani ibu, aku suruh saja dia agar datang kemari,” jawab
Karina.
Tapi begitu semua orang sudah pergi, Karina menelpon
temannya lagi.
“Ada apa lagi?”
“Celaka, ibuku teler hampir dua hari.”
“Sekarang masih?”
“Sedikit, bicaranya ngaco. Ayahku menyuruh membawa ke
dokter, tapi aku tidak mau.”
“Jangan. Kalau ketahuan obat yang diminum, bisa
dicecar dari mana obatnya. Aku bisa kena.”
“Kalau begitu beri obat agar dia merasa segar. Aku
bingung karena ayahku seperti curiga.”
“Nanti aku bawakan vitamin ke kantor kamu, saat istirahat
makan?”
“Tidak, datanglah ke rumah. Aku ada di rumah.”
“Baiklah.”
***
Di kantor, pak Candra menceritakan kejadian yang
menimpa keluarganya kepada Andre. Bahwa istrinya tidur tanpa mampu bangun hampir
selama dua hari.
“Benarkah ada obat masuk angin, atau katakanlah obat
flu yang bisa menyebabkan kantuk?”
“Ya ada Pak. Salah satu komponen obat yang bisa
memberikan efek ngantuk. Tapi kalau sampai tidur selama dua hari, rasanya aneh.
Apa dia kebanyakan minumnya, barangkali? Tapi kok ya sampai tidur dua hari,
rasanya aneh.”
Lalu pak Candra teringat dua butir obat yang diambil
dari botol obat yang jatuh di depan kamar Karina. Ia sudah memasukannya ke
dalam kantung plastik.
“Ada yang membingungkan aku, seperti ada sesuatu yang
terjadi, tapi aku tidak tahu itu apa. Lihat ini,” kata pak Candra sambil
menunjukkan kepada Andre.
“Apa ini Pak?”
“Aku mengambilnya dalam botol obat yang jatuh di depan
kamar Karina. Katanya obat itu milik temannya.”
“Obat apa ini ya?”
“Entahlah. Coba panggil OB.”
Andre menekan tombol interkom yang terhubung dengan
ruangan OB.
“Ya Pak.”
“Ke ruang pak Candra sekarang ya.”
Ketika OB itu datang, pak Candra menyerahkan kantung
plastik itu kepada OB.
“Ini apa Pak?”
“Pergilah ke apotik, dan tanyakan, ini obat apa.
Begitu mendapat keterangan, kamu langsung menelpon kemari.”
OB itu mengangguk, segera pergi meninggalkan ruangan
pak Candra.
***
Besok lagi ya.
Ok deh
ReplyDeleteMonggo dipun sekecakaken jeng Iin anggenipun bade "mojok"
DeleteMatur nuwun bu Tien, wilujeng wengi, sehat terus nggih bu Tien....
Alhamdulillah ....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Matur suwun bunda
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang,.
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteKBE 14 sudah hadir...
Matunuwun Bu Tien, salam sehat selalu...
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ....
Alhamdulillah, terima kasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah.... matur nuwun bunda, sehat selalu ya
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~14 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Matur.nuwun KBE 14 sampun tayang
ReplyDeleteAlhamdulilah, salam sehat mbak Tien..
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteKetahuan juga akhirnya, tapi belum tentu juga, jangan -jangan orang apotek yang ditanya justru teman Karin.
ReplyDeleteCerita masih panjang, penjahat masih bergentayangan.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Makasih Bunda Tien, sehat selalu ya Bun
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien..
ReplyDelete🌸🦋🍃 Alhamdulillah KBE 14 telah hadir. Semoga Bunda Tien sehat selalu dan tetap smangaaats...Matur nuwun. Salam Aduhai🙏🦋💐
ReplyDeleteMatur nuwun bhnsa Tien...🙏🙏
ReplyDelete👍👍👍
ReplyDelete🙏🙏
Tuh pasti deh bakal ketahuan juga
ReplyDeletePak Chandra juga cerdik cek di apotek obat apakah itu
Wkwkwk apa lg jawaban Karina
Penasaran deh kelanjutannya bgmn
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku ttp semangat ADUHAI
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Alhamdulilah kbe 14 sdh tayang, terima kasih bu tien wah posisi karina dan bu chandra terjepit ... jadi penasaran ... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah KBE 14 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Alhamdulillah KBE 14 sudah tayang
ReplyDeleteMatursuwun bu Tien. Salam sehat selalu
Terima kasih
ReplyDeleteAlhamdulillah KBE 13 tayang agak awal,
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, semoga sehat selalu
Maaf KBE 14 maksudnya 😁🙏
ReplyDeletealhamdulillah...maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bundaTien..
Semoga bunda sehat" selalu..
Salam aduhai..
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 14 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih bu tien cerbungnya, salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih bu Tien. Kalau masalah obat pasti lebih faham bu Tien...salam sehat selalu bu
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteMakasih bu Tien
ReplyDeleteTamat riwayatmu Karina....
ReplyDeleteDiusir jadi gembel kamu....trims Bu tien
Terima ksih bunda🙏slm sht sll🥰🌹😍
ReplyDelete