Saturday, December 17, 2022

kantung berwarna emas 11

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  11

(Tien Kumalasari)

 

Bu Candra tersenyum. Entah apa yang ada dibalik senyumnya itu, tapi Nurani menerimanya dengan hati berbunga. Bahwa orang yang semula amat jahat kepadanya, ternyata memiliki perhatian kepadanya.

“Terima kasih banyak ya Bu, aku baru sadar, ibu sangat perhatian sama Nurani.”

“Ya sudah, segera minum sekarang, lebih cepat lebih baik,” perintah bu Candra sambil membalikkan tubuhnya.

Nurani duduk di kursi,  merasa tak enak kalau tidak segera meminum air yang disediakan ibunya. Tangannye meraih gelas dan siap diminumnya, tapi tiba-tiba terdengar jeritan ibunya dari arah belakang.

“Aaauwh! Aduuuh … aduuuh … “

Nurani sangat terkejut, dengan masih membawa gelas yang belum sempat diminumnya, ia lari ke arah belakang. Ia melihat ibunya jatuh terjengkang, dan tertimpa kursi.

“Ibu kenapa?”

“Adduuuh, apa itu tadi. Seperti binatang … apa ya, binatang  … menubruk aku, aduuh,” terengah bu Candra berusaha bangkit.

Nurani meletakkan gelas minumnya di meja ruang makan, karena bu Candra terjatuh di ruangan itu. Lalu berusaha membantu ibunya bangkit.

“Ada apa?” tiba-tiba pak Candra dan Rian keluar dari dalam kamar, langsung mendekat ke arah dimana bu Candra tertindih kursi.

“Ada apa ini?”

“Nggak tahu, tiba-tiba ada yang menerjang aku, seperti apa ya, kucing atau apa, pokoknya binatang, menerjang tanpa ampun, lalu aku terjatuh,” katanya terengah.

“Ibu minum saja dulu. Nah, ini ada minuman, diminum, biar tenang,” kata Rian sambil menyodorkan gelas yang tadi diletakkan Nurani di atas meja.

“Tidak … tida …kk …” tangan bu Candra menampik gelas itu.

“Biar ibu tenang, minum dulu,” Rian memaksa. Tapi dengan lebih keras tangan bu Candra mengebutkan tangannya, sehingga gelas itu jatuh ke lantai. Tentu saja isinya berhamburan.

“Adduuh, ibu gimana sih,” kata pak Candra.

Nurani setelah membantu ibunya duduk di kursi segera berusaha membersihkan pecahan gelas dan mengepel air yang membanjir.

“Ada apa kamu tadi?”

“Ada binatang …”

“Binatang apa sih?” Rian mencari-cari di sekitar ruangan, lalu masuk ke dapur, melongok ke kolong-kolong. Tapi ia tak menemukan apapun.

“Ibu melihat apa? Malam-malam begini?” kesal Rian.

“Nggak tahu aku, ia hampir menabrak aku, sampai aku terjatuh.”

“Ibumu itu sedang bermimpi. Ya sudah. Rian, bantu Nurani mengepel lantai, lalu kalian tidur saja. Ini sudah tengah malam, dan Nurani besok masih harus ujian.” Perintah pak Candra.

Tanpa disuruh, Rian sudah mengambil kain pel, dan mengumpulkan pecahan gelas yang berserak di lantai.

Bu Candra melangkah kembali ke kamar dengan langkah gontai. Ia menyesal, gara-gara ia terjatuh, Nurani urung meminum air yang disiapkannya. Dan hampir saja Rian memaksa agar dia yang minum. Ya ampuun, kalau benar terjadi, berarti senjata makan tuan dong. Kata batinnya sambil kembali ke tempat tidur, langsung memejamkan matanya. Tapi ia tak segera bisa tidur karena rasa sesal terus menerus menghantuinya.

***

Pagi itu saat sarapan pagi, bu Candra masih tampak memikirkan sesuatu. Ada bayangan yang hampir menerjangnya, seperti binatang atau apa, sehingga membuat dia terjatuh tertindih kursi yang semula dipegangnya. Lebih dari itu, air minum yang hampir diminum Nurani tumpah berderai, gara-gara dia menampik meminumnya. Bu Candra bergidik ngeri, kalau sampai dia benar-benar meminum air itu. Itu kan berisi racun? Bagaimana kalau dia yang kemudian teler, lalu tak mampu berbuat apa-apa?

“Kenapa kamu ini? Cepat sarapan, dari tadi bengong terus,” tegur pak Candra yang hampir menyelesaikan sarapannya.

“Nggak tahu kenapa, aku bingung sendiri.”

“Kenapa bingung?”

“Ada sosok yang tak jelas hampir menerjang tubuhku, membuat aku jatuh tertimpa kursi. Untung aku tidak terluka, tapi pinggulku tetap saja terasa nyeri.”

“Kamu mimpi …” tukas pak Candra.

“Aku kan tidak sedang tidur, aku mau mengambil air minum di kulkas.”

“Iya Pak, ibu baru saja memberikan segelas minum untuk Nurani, yang diletakkannya di meja di luar kamar Nurani. Aku hampir meminumnya, lalu terkejut mendengar ibu berteriak,” Nurani membela ibu tirinya.

“Ibumu memberi kamu segelas air minum?”

“Iya Pak, ternyata sudah tiga malam ini ibu melakukannya, sejak Nurani ujian. Tapi tadi malam tidak terminum gara-gara ibu terjatuh, lalu menolak ketika mas Rian memberikan minuman itu pada ibu.”

“Bukankah kamu selalu meminumnya Nur?” tanya bu Candra.

“Tentu saja Bu, terima kasih banyak,” kata Nurani sambil menatap ibunya, tulus. Ia tak mungkin mengatakan bahwa yang dua kali sebelumnya juga tumpah sebelum dia meminumnya, takut ibunya akan kecewa. Kan sudah bersusah payah menyiapkan air minum untuk dirinya.

Bu Candra terdiam. Berarti obat itu memang benar-benar tidak berpengaruh di tubuh Nurani. Diam-diam bu Candra mnenyesal, mengapa tadi tidak meminumnya saja untuk mencoba kekuatan obatnya. Kalau Nurani tidak terpengaruh, berarti dia juga tak akan terkena pengaruh apapun seandainya meminumnya.

Diam-diam bu Candra ingin mencobanya sendiri nanti malam.

“Biar saja. Supaya aku yakin, aku harus mencobanya. Toh tidak akan membuatku  mati. Aku akan minum satu dosis saja dulu nanti," pikirnya,

“Ya sudah, tidak usah dipikirkan lagi soal sesuatu yang menurut kamu adalah bayangan binatang atau entah apa itu. Paling-paling kamu hanya berhalusinasi.”

Tapi sebenarnya Nurani juga berpikir. Sepertinya ibunya mengalami hal yang sama, seperti yang dialaminya. Sesosok bayangan yang nyaris menyentuh wajahnya, bergerak sangat cepat, membuat gelas yang dipegangnya terjatuh. Apakah bayangan itu sama dengan yang mengganggunya?

Nurani bukan orang yang bisa begitu saja percaya pada hal-hal yang berbau mistis. Jadi dia meyakini bahwa ada binatang atau apa yang ada di dalam rumah ini.

“Apa ya, bayangan itu?” gumam Nurani pelan.

“Nur, kamu itu kenapa ikut-ikutan berkhayal? Segera habiskan sarapanmu dan berangkat ke sekolah. Kamu sedang ujian, jangan membayangkan hal-hal yang tak mungkin,” tegur ayahnya.

Nurani tak menjawab. Semuanya memang terasa aneh.

***

Pagi hari itu, sebelum mulai bekerja, Karina menelpon temannya. Ia mengeluh tentang belum berhasilnya dia mencelakai kakak tirinya.

“Aku tidak tahu kenapa, tapi obat itu benar-benar harus bisa membuat kakak tiri kamu teler tak punya daya.”

“Nyatanya tidak bisa. Bagaimana kalau kamu berikan lagi yang lebih bagus?”

“Ada sih, tapi harganya dua kali lipat.”

"Sepuluh kali lipat juga pasti aku bayar. Katakan berapa?”

“Nanti saat kamu istirahat, keluarlah sebentar. Barang itu sudah pasti aku bawa. Jangan lupa bawa uangnya.

“Berapa?”

“Satu setengah juta.”

“Waah, mahal banget. Habis dong gajiku?”

“Mau atau tidak?”

“Tapi yakin lebih baik ya?”

“Yakin lah.”

“Baik, nanti aku transfer saja  seperti biasanya.”

“Karina!”

Sebuah panggilan dari atasannya, membuat Karina kemudian menghentikan pembicaraan itu.

***
Sepulang dari sekolah, Nurani dan Rian makan siang bersama, dari lauk yang dipesannya secara online, seperti perintah ayahnya. Yang ada di rumah itu hanya Nurani dan Rian, ibunya entah pergi ke mana.

“Sebenarnya aku mau ngomong sama Mas.”

“Ngomong aja? Soal ujian tadi?”

“Bukan.”

“Lalu soal apa?”

“Soal cerita ibu tentang bayangan melintas yang seperti binatang, entah binatang apa.”

“Ya ampun Nur, kan bapak sudah bilang, kamu tidak usah memikirkannya. Mungkin ibu yang baru saja bangun tidur, kemudian kehausan, lalu berhalusinasi tentang sesuatu. Mengapa kamu memikirkannya?”

“Aku percaya sama ibu.”

Rian menatap Nurani lekat-lekat.

“Kamu percaya sama Ibu? Apa maksudmu percaya?”

“Sesungguhnya aku juga mengalaminya.”

“Apa? Kamu mengalaminya?”

“Iya. Sungguh aneh. Sampai sekarang aku masih terus memikirkannya.”

“Tunggu … tunggu … tunggu . Kamu bilang mengalaminya itu apa? Bayangan seperti binatang di rumah ini?”

Nurani mengangguk. Rian menatap Nurani bengong. Kalau yang bicara Nurani, pastilah itu hal yang benar-benar terjadi.

Lalu Nurani menceritakan sejak pertama kali ia melihat ada segelas air putih di meja di luar kamarnya, sudah dua kali dia gagal meminumnya karena mengalami hal yang membuatnya terkejut. Pertama adalah bayangan berkilat-kilat, yang ketika diraihnya, tangannya menyentuh gelas sehingga tumpah. Yang ke dua, ia hampir meminumnya ketika sebuah bayangan melintas dan hampir menyentuh wajahnya. Dan karena itu maka untuk ke dua kalinya, ia gagal meminum air putih yang tersedia di meja di luar kamarnya. Yang ketiga, ia juga nyaris meminumnya, tapi tiba-tiba mendengar jeritan ibunya yang jatuh tertimpa kursi.

Rian menatap tak percaya.

“Jadi menurutmu apa?”

“Dirumah ini ada binatang, yang bisa bergerak secepat kilat. Entah binatang apa itu.”

“Kalau begitu, sehabis makan kita akan mencari binatang itu.”

“Aku setuju,” kata Nurani bersemangat.

Maka siang hari itu keduanya langsung mencari di sekeliling rumah. Dikolong-kolong, dibawah almari, dibelakang kulkas, di sekitar dapur. Tapi tak ada sesuatupun yang ditemukannya.

Rian mengambil air es di kulkas, lalu meneguknya segelas, sambil duduk kelelahan.

“Apa ya?”

“Aku juga tidak tahu.  Dia tak ada, tapi sebenarnya ada,” gumam Nurani.

Karena hari menjelang sore, maka mereka menghentikan pencarian. Nurani menyiapkan minuman untuk keluarga di dalam termos, lalu masuk ke dalam kamarnya. Membiarkan Rian termangu sendirian, yang pastinya masih dengan benak penuh tanda tanya.

***

“Andre, kamu itu harus lebih agresif dong,” tegur pak Candra pada Andre saat keduanya makan siang berdua.

“Dalam hal apa Pak?”

“Aku kan sudah sering memberikan kesempatan untuk kamu agar bisa berbincang dengan Nurani. Mengapa kamu tampaknya malah seperti malu-malu begitu? Nggak pantas dong, laki-laki pakai rasa sungkan. Nurani itu jarang bergaul, jadi wajar saja kalau dia sedikit pemalu.”

“Bapak ada-ada saja. Bukankah saat ini Nurani sedang ujian? Kalau saya mengganggu, kemudian ujiannya gagal, bagaimana?”

“Mengganggu bagaimana? Kan cuma mengajak dia bicara, supaya lebih akrab, begitu lhoh.”

Andre tertawa.

"Bapak tahu tidak, Nurani itu, kalau saya menatap dia, langsung dia menundukkan muka, atau menoleh ke arah samping. Saya takut lama-lama dia kesal sama saya.”

Pak Candra pun tertawa. Ia tahu Nurani bukan seperti Karina, yang lebih berani bicara dengan siapa saja.

“Ya, tampaknya begitu. Tapi kamu tetap tidak boleh patah semangat dong Ndre.”

“Iya Pak. Nanti kalau dia sudah selesai ujian, saya akan mencari kesempatan untuk bicara sama dia.”

“Bagus. Begitu dong Ndre.”

***

Hari-hari terus berlalu, Nurani sudah selesai ujian, tinggal menunggu hasil pada saat kenaikan kelas.

Masalah minuman itu, tampaknya bu Candra sedang mencari kesempatan lain. Kecuali itu dia juga kurang yakin akan khasiat obatnya.

“Bu, Karina sudah mendapatkan obat yang lebih baik. Harganya juga selangit. Ibu harus mencobanya lagi. Mengapa malah berhari-hari tidak melakukannya?”

“Tidak dulu Karin, ibu akan mencoba dulu obatnya itu, mulai satu dosis seperti yang pernah ibu lakukan. Benarkah obat itu tidak akan menimbulkan reaksi apa-apa? Ibu kok merasa, temanmu memang memberikan obat palsu, supaya kamu membelinya lagi yang lebih mahal,” tuduh bu Candra.

“Bisa jadi ya Bu.”

“Karenanya malam ini ibu akan meminum segelas, dengan satu dosis seperti pertama kali ibu lakukan. Coba kita lihat bagaimana reaksinya,” kata bu Candra mantap.

“Baiklah, terserah ibu saja. Kalau benar obat itu palsu, aku harus memaki-maki  penjual obat itu."

***

Malam itu pak Candra mengajak Nurani berbincang di teras. 

"Kapan kenaikan kelas?" tanya pak Candra.

"Mungkin bulan depan Pak."

"Kamu yakin pasti naik kan?"

"Ya nggak tahu Pak, saya kan hanya murid susulan," jawab Nurani merendah.

"Kan kamu bisa mengerjakan?"

"Ya bisa, tapi benar tidaknya jawaban Nur kan tergantung mereka. Doakan saja yang terbaik ya pak."

"Ya pastilah. Sekarang bapak mau bicara hal lain."

"Apa tuh?"

"Menurut kamu  Andre itu baik tidak?"

Nurani tercengang.

"Maksud Bapak apa?"

"Andre itu banyak yang suka lho, kan dia ganteng, pintar, mapan."

"Menurut Nurani, laki-laki terbaik itu ya mas Rian" jawabnya lugu.

Pak Candra terbelalak.

***

Besok lagi ya.

 

43 comments:

  1. Replies
    1. Terima kasih, ibu Tien cantiiik....semoga sehat sekeluarga....

      Delete
  2. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat wal’afiat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  3. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas sapaannya mbak Tien..
      Semoga mbak selalu sehat dan semangat dalam membuat Cerbung..
      Salam Sehat selalu..
      Kang Idih Tea

      Delete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang.

    ReplyDelete
  5. Wadduh si kancil nomor satuuu...


    Matur suwun bunda Tien...salam Tahes Ulales

    ReplyDelete
  6. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah penjaga gawang juara 1...... Pas ngobrol ana komando, langsung lari cepat.
    Sugeng dalu, matur nuwun bu Tien
    Bar siraman keponakan langsung ngetik trus tayang muga2 gak banyak koreksinya.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah sdh hadir..
    Terima kasih Ibu Tien.
    Semoga sehat selalu. Aamiin..
    Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete

  9. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~11 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 11 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah...
    KBE 11 hadir, terimakasih Bu Tien
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien.
    Semoga sehat selalu. Aamiin..

    ReplyDelete
  13. He he he... ternyata bukan 'senjata makan tuan ' tetapi 'makan senjatanya sendiri ' ... asyik ni yee.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  14. Lha....la kok malah Rian Ki piye Nurani kik....hadewww....

    Ayooo Bu Candra minum sendiri itu obatnya...xixixix...klenger deh....


    Matur suwun bunda Tien semakin penisirin ini...

    Salam sehat dan tetap Aduhaiii

    ReplyDelete
  15. Ayo kita tunggu Bu Chandra mw nyoba minum air putih bikinan sndri

    Kl Karina sptnya ada yg melindungi
    Nah saatnya senjata makan tuan
    Kita tunggu bsk Senin yah

    Ini msh bicara mslh racun yah
    Bunda Tien sehat selalu doaku

    Mksh telah bikin kita2 penisirin bingitz ttp semangat dan selalu ADUHAI ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah sudah tayang ,pak Chandra sudah tau kelakuan istrinya ,makin seruuuu ,yuuk simak dulu , terimakasih bunda Tien ,tetap semangat dan selalu sehat ,salam aduhai

    ReplyDelete
  17. Terimakasih cerbung nya bunda Tien

    ReplyDelete
  18. Alhamdullilah..terimaksih bunda..slmt mlm danslmt istrhat..🙏🙏😍😍🌹🌹

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah ....
    Terima kasih bu tien, semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  20. Hiii...binatang apa ya?
    Bu.Chandra sekalian nyoba dosis tinggi dong...😆😆

    MB.IIN mau ngincip...??😍😍

    Matur nuwun bunda Tien..🙏
    salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah....... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien .. tak sabar menunggu Bu Chandra minum obat nya, semoga Nurani selalu dilindungi dari niat jahat. Binatang itu mungkin malaikat penolong.

    ReplyDelete
  24. Ayo kita tunggu Bu Chandra mw nyoba minum bikinannya sndri sbg bukti bahwa racun itu gpp di minum

    Tp jgn salah krn sptnya Nurani tuh ada yg melindungi krn anak piatu yg hatinya baik

    Tp ini sptnya Senjata makan tuan
    Wow maaf ralat nih td hrsnya Nurani tp kok yg muncul Karina
    Maafin daku yah

    Yuuk kita tunggu Senin bgmn lanjutannya

    Horeee ... 👏👏👏🤣

    ReplyDelete
  25. Alasan Nurani meniblai Rian terbaik ya karena berhasil mengentaskan dia dari tekanan ibu tirinya maksud Nurani itu, dengan mengusulkan Nurani sekolah lagi.
    tau nggak Chandra malah seolah nggak mengakui keberhasilan Nurani dalam mengejar ketertinggalannya dalam pembelajaran dengan mengatakan bahwa itu penilaian Rian kakaknya, perhatian Rian pada Nurani dengan sering mengurangi beban berat yang di paksakan oleh Amirah pada dirinya, walau Nurani menyangkal dengan alasan; itu pekerjaan perempuan, jadi biasa biasa saja dan itu pelajaran hidup.
    Nah lho gimana tuh.
    Waiting trisen bigos kulination, mumet ora kowé nDra.
    Kasihan juga biyungnya teler seharian, dia pikir ternyata Nurani sakti, kan udah milih sari, hé hé hé hé.
    Perut melilit, padahal rumah kosong nggak ada orang, bangun kelaparan; kan sarapan pakai nasi bungkus, ngga ada tersisa.
    Keluarga sibuk semua ya suruh opname aja di Rumkit, untuk pemulihan.
    Kokean polah, keceplosan ngomong nyoba obat klêngêr malah têngêr têngêr déwé.
    Moga moga menyadari memperlakukan buruk pada Nurani dan minta maaf, setelah mengalami mimpi buruk selama masuk dunia klenger; disana mendapat kan treatment klengerisasi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke sebelas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Semoga Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah KBE 11 sdh hadir
    Semakin seru ceritanya Bu..
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  28. 🌸🦋🍃 Alhamdulillah KBE 11 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋🌿

    ReplyDelete
  29. Alhamdulilah terima kasih bu tien.... senjata makan tuan nih ...biarin klenger ibu tirinya. Salam sehat bu tien ...

    ReplyDelete
  30. Makasih mba Tien.
    Tetap Sehat dan selalu semangat. Aduhai

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 13

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  13 (Tien Kumalasari)   Arumi heran melihat sikap Bachtiar yang kelihatan tidak suka. Ia mengira, Bachtiar ti...