KANTUNG BERWARNA EMAS
11
(Tien Kumalasari)
Bu Candra tersenyum. Entah apa yang ada dibalik
senyumnya itu, tapi Nurani menerimanya dengan hati berbunga. Bahwa orang yang
semula amat jahat kepadanya, ternyata memiliki perhatian kepadanya.
“Terima kasih banyak ya Bu, aku baru sadar, ibu sangat
perhatian sama Nurani.”
“Ya sudah, segera minum sekarang, lebih cepat lebih
baik,” perintah bu Candra sambil membalikkan tubuhnya.
Nurani duduk di kursi,
merasa tak enak kalau tidak segera meminum air yang disediakan ibunya.
Tangannye meraih gelas dan siap diminumnya, tapi tiba-tiba terdengar jeritan
ibunya dari arah belakang.
“Aaauwh! Aduuuh … aduuuh … “
Nurani sangat terkejut, dengan masih membawa gelas
yang belum sempat diminumnya, ia lari ke arah belakang. Ia melihat ibunya jatuh
terjengkang, dan tertimpa kursi.
“Ibu kenapa?”
“Adduuuh, apa itu tadi. Seperti binatang … apa ya,
binatang … menubruk aku, aduuh,”
terengah bu Candra berusaha bangkit.
Nurani meletakkan gelas minumnya di meja ruang makan,
karena bu Candra terjatuh di ruangan itu. Lalu berusaha membantu ibunya
bangkit.
“Ada apa?” tiba-tiba pak Candra dan Rian keluar dari
dalam kamar, langsung mendekat ke arah dimana bu Candra tertindih kursi.
“Ada apa ini?”
“Nggak tahu, tiba-tiba ada yang menerjang aku, seperti
apa ya, kucing atau apa, pokoknya binatang, menerjang tanpa ampun, lalu aku
terjatuh,” katanya terengah.
“Ibu minum saja dulu. Nah, ini ada minuman, diminum,
biar tenang,” kata Rian sambil menyodorkan gelas yang tadi diletakkan Nurani di atas meja.
“Tidak … tida …kk …” tangan bu Candra menampik gelas
itu.
“Biar ibu tenang, minum dulu,” Rian memaksa. Tapi
dengan lebih keras tangan bu Candra mengebutkan tangannya, sehingga gelas itu
jatuh ke lantai. Tentu saja isinya berhamburan.
“Adduuh, ibu gimana sih,” kata pak Candra.
Nurani setelah membantu ibunya duduk di kursi segera
berusaha membersihkan pecahan gelas dan mengepel air yang membanjir.
“Ada apa kamu tadi?”
“Ada binatang …”
“Binatang apa sih?” Rian mencari-cari di sekitar
ruangan, lalu masuk ke dapur, melongok ke kolong-kolong. Tapi ia tak menemukan
apapun.
“Ibu melihat apa? Malam-malam begini?” kesal Rian.
“Nggak tahu aku, ia hampir menabrak aku, sampai aku
terjatuh.”
“Ibumu itu sedang bermimpi. Ya sudah. Rian, bantu Nurani
mengepel lantai, lalu kalian tidur saja. Ini sudah tengah malam, dan Nurani
besok masih harus ujian.” Perintah pak Candra.
Tanpa disuruh, Rian sudah mengambil kain pel, dan
mengumpulkan pecahan gelas yang berserak di lantai.
Bu Candra melangkah kembali ke kamar dengan langkah
gontai. Ia menyesal, gara-gara ia terjatuh, Nurani urung meminum air yang
disiapkannya. Dan hampir saja Rian memaksa agar dia yang minum. Ya ampuun,
kalau benar terjadi, berarti senjata makan tuan dong. Kata batinnya sambil
kembali ke tempat tidur, langsung memejamkan matanya. Tapi ia tak segera bisa
tidur karena rasa sesal terus menerus menghantuinya.
***
Pagi itu saat sarapan pagi, bu Candra masih tampak
memikirkan sesuatu. Ada bayangan yang hampir menerjangnya, seperti binatang
atau apa, sehingga membuat dia terjatuh tertindih kursi yang semula
dipegangnya. Lebih dari itu, air minum yang hampir diminum Nurani tumpah
berderai, gara-gara dia menampik meminumnya. Bu Candra bergidik ngeri, kalau
sampai dia benar-benar meminum air itu. Itu kan berisi racun? Bagaimana kalau
dia yang kemudian teler, lalu tak mampu berbuat apa-apa?
“Kenapa kamu ini? Cepat sarapan, dari tadi bengong
terus,” tegur pak Candra yang hampir menyelesaikan sarapannya.
“Nggak tahu kenapa, aku bingung sendiri.”
“Kenapa bingung?”
“Ada sosok yang tak jelas hampir menerjang tubuhku,
membuat aku jatuh tertimpa kursi. Untung aku tidak terluka, tapi pinggulku
tetap saja terasa nyeri.”
“Kamu mimpi …” tukas pak Candra.
“Aku kan tidak sedang tidur, aku mau mengambil air
minum di kulkas.”
“Iya Pak, ibu baru saja memberikan segelas minum untuk
Nurani, yang diletakkannya di meja di luar kamar Nurani. Aku hampir meminumnya,
lalu terkejut mendengar ibu berteriak,” Nurani membela ibu tirinya.
“Ibumu memberi kamu segelas air minum?”
“Iya Pak, ternyata sudah tiga malam ini ibu
melakukannya, sejak Nurani ujian. Tapi tadi malam tidak terminum gara-gara ibu
terjatuh, lalu menolak ketika mas Rian memberikan minuman itu pada ibu.”
“Bukankah kamu selalu meminumnya Nur?” tanya bu
Candra.
“Tentu saja Bu, terima kasih banyak,” kata Nurani
sambil menatap ibunya, tulus. Ia tak mungkin mengatakan bahwa yang dua kali
sebelumnya juga tumpah sebelum dia meminumnya, takut ibunya akan kecewa. Kan
sudah bersusah payah menyiapkan air minum untuk dirinya.
Bu Candra terdiam. Berarti obat itu memang benar-benar
tidak berpengaruh di tubuh Nurani. Diam-diam bu Candra mnenyesal, mengapa tadi tidak
meminumnya saja untuk mencoba kekuatan obatnya. Kalau Nurani tidak terpengaruh,
berarti dia juga tak akan terkena pengaruh apapun seandainya meminumnya.
Diam-diam bu Candra ingin mencobanya sendiri nanti
malam.
“Biar saja. Supaya aku yakin, aku harus mencobanya.
Toh tidak akan membuatku mati. Aku akan minum satu dosis saja dulu nanti," pikirnya,
“Ya sudah, tidak usah dipikirkan lagi soal sesuatu yang
menurut kamu adalah bayangan binatang atau entah apa itu. Paling-paling kamu
hanya berhalusinasi.”
Tapi sebenarnya Nurani juga berpikir. Sepertinya
ibunya mengalami hal yang sama, seperti yang dialaminya. Sesosok bayangan yang
nyaris menyentuh wajahnya, bergerak sangat cepat, membuat gelas yang
dipegangnya terjatuh. Apakah bayangan itu sama dengan yang mengganggunya?
Nurani bukan orang yang bisa begitu saja percaya pada
hal-hal yang berbau mistis. Jadi dia meyakini bahwa ada binatang atau apa yang
ada di dalam rumah ini.
“Apa ya, bayangan itu?” gumam Nurani pelan.
“Nur, kamu itu kenapa ikut-ikutan berkhayal? Segera
habiskan sarapanmu dan berangkat ke sekolah. Kamu sedang ujian, jangan
membayangkan hal-hal yang tak mungkin,” tegur ayahnya.
Nurani tak menjawab. Semuanya memang terasa aneh.
***
Pagi hari itu, sebelum mulai bekerja, Karina menelpon
temannya. Ia mengeluh tentang belum berhasilnya dia mencelakai kakak tirinya.
“Aku tidak tahu kenapa, tapi obat itu benar-benar
harus bisa membuat kakak tiri kamu teler tak punya daya.”
“Nyatanya tidak bisa. Bagaimana kalau kamu berikan
lagi yang lebih bagus?”
“Ada sih, tapi harganya dua kali lipat.”
"Sepuluh kali lipat juga pasti aku bayar. Katakan berapa?”
“Nanti saat kamu istirahat, keluarlah sebentar. Barang
itu sudah pasti aku bawa. Jangan lupa bawa uangnya.
“Berapa?”
“Satu setengah juta.”
“Waah, mahal banget. Habis dong gajiku?”
“Mau atau tidak?”
“Tapi yakin lebih baik ya?”
“Yakin lah.”
“Baik, nanti aku transfer saja seperti biasanya.”
“Karina!”
Sebuah panggilan dari atasannya, membuat Karina
kemudian menghentikan pembicaraan itu.
***
Sepulang dari sekolah, Nurani dan Rian makan siang bersama, dari lauk yang
dipesannya secara online, seperti perintah ayahnya. Yang ada di rumah itu hanya
Nurani dan Rian, ibunya entah pergi ke mana.
“Sebenarnya aku mau ngomong sama Mas.”
“Ngomong aja? Soal ujian tadi?”
“Bukan.”
“Lalu soal apa?”
“Soal cerita ibu tentang bayangan melintas yang
seperti binatang, entah binatang apa.”
“Ya ampun Nur, kan bapak sudah bilang, kamu tidak usah
memikirkannya. Mungkin ibu yang baru saja bangun tidur, kemudian kehausan, lalu
berhalusinasi tentang sesuatu. Mengapa kamu memikirkannya?”
“Aku percaya sama ibu.”
Rian menatap Nurani lekat-lekat.
“Kamu percaya sama Ibu? Apa maksudmu percaya?”
“Sesungguhnya aku juga mengalaminya.”
“Apa? Kamu mengalaminya?”
“Iya. Sungguh aneh. Sampai sekarang aku masih terus
memikirkannya.”
“Tunggu … tunggu … tunggu . Kamu bilang mengalaminya
itu apa? Bayangan seperti binatang di rumah ini?”
Nurani mengangguk. Rian menatap Nurani bengong. Kalau
yang bicara Nurani, pastilah itu hal yang benar-benar terjadi.
Lalu Nurani menceritakan sejak pertama kali ia melihat
ada segelas air putih di meja di luar kamarnya, sudah dua kali dia gagal
meminumnya karena mengalami hal yang membuatnya terkejut. Pertama adalah
bayangan berkilat-kilat, yang ketika diraihnya, tangannya menyentuh gelas
sehingga tumpah. Yang ke dua, ia hampir meminumnya ketika sebuah bayangan melintas
dan hampir menyentuh wajahnya. Dan karena itu maka untuk ke dua kalinya, ia
gagal meminum air putih yang tersedia di meja di luar kamarnya. Yang ketiga, ia
juga nyaris meminumnya, tapi tiba-tiba mendengar jeritan ibunya yang jatuh
tertimpa kursi.
Rian menatap tak percaya.
“Jadi menurutmu apa?”
“Dirumah ini ada binatang, yang bisa bergerak secepat
kilat. Entah binatang apa itu.”
“Kalau begitu, sehabis makan kita akan mencari binatang
itu.”
“Aku setuju,” kata Nurani bersemangat.
Maka siang hari itu keduanya langsung mencari di
sekeliling rumah. Dikolong-kolong, dibawah almari, dibelakang kulkas, di
sekitar dapur. Tapi tak ada sesuatupun yang ditemukannya.
Rian mengambil air es di kulkas, lalu meneguknya
segelas, sambil duduk kelelahan.
“Apa ya?”
“Aku juga tidak tahu.
Dia tak ada, tapi sebenarnya ada,” gumam Nurani.
Karena hari menjelang sore, maka mereka menghentikan
pencarian. Nurani menyiapkan minuman untuk keluarga di dalam termos, lalu masuk
ke dalam kamarnya. Membiarkan Rian termangu sendirian, yang pastinya masih
dengan benak penuh tanda tanya.
***
“Andre, kamu itu harus lebih agresif dong,” tegur pak
Candra pada Andre saat keduanya makan siang berdua.
“Dalam hal apa Pak?”
“Aku kan sudah sering memberikan kesempatan untuk kamu
agar bisa berbincang dengan Nurani. Mengapa kamu tampaknya malah seperti
malu-malu begitu? Nggak pantas dong, laki-laki pakai rasa sungkan. Nurani itu
jarang bergaul, jadi wajar saja kalau dia sedikit pemalu.”
“Bapak ada-ada saja. Bukankah saat ini Nurani sedang
ujian? Kalau saya mengganggu, kemudian ujiannya gagal, bagaimana?”
“Mengganggu bagaimana? Kan cuma mengajak dia bicara,
supaya lebih akrab, begitu lhoh.”
Andre tertawa.
"Bapak tahu tidak, Nurani itu, kalau saya menatap dia,
langsung dia menundukkan muka, atau menoleh ke arah samping. Saya takut
lama-lama dia kesal sama saya.”
Pak Candra pun tertawa. Ia tahu Nurani bukan seperti
Karina, yang lebih berani bicara dengan siapa saja.
“Ya, tampaknya begitu. Tapi kamu tetap tidak boleh
patah semangat dong Ndre.”
“Iya Pak. Nanti kalau dia sudah selesai ujian, saya
akan mencari kesempatan untuk bicara sama dia.”
“Bagus. Begitu dong Ndre.”
***
Hari-hari terus berlalu, Nurani sudah selesai ujian,
tinggal menunggu hasil pada saat kenaikan kelas.
Masalah minuman itu, tampaknya bu Candra sedang
mencari kesempatan lain. Kecuali itu dia juga kurang yakin akan khasiat obatnya.
“Bu, Karina sudah mendapatkan obat yang lebih baik.
Harganya juga selangit. Ibu harus mencobanya lagi. Mengapa malah berhari-hari
tidak melakukannya?”
“Tidak dulu Karin, ibu akan mencoba dulu obatnya itu,
mulai satu dosis seperti yang pernah ibu lakukan. Benarkah obat itu tidak akan
menimbulkan reaksi apa-apa? Ibu kok merasa, temanmu memang memberikan obat
palsu, supaya kamu membelinya lagi yang lebih mahal,” tuduh bu Candra.
“Bisa jadi ya Bu.”
“Karenanya malam ini ibu akan meminum segelas, dengan
satu dosis seperti pertama kali ibu lakukan. Coba kita lihat bagaimana
reaksinya,” kata bu Candra mantap.
“Baiklah, terserah ibu saja. Kalau benar obat itu
palsu, aku harus memaki-maki penjual
obat itu."
***
Malam itu pak Candra mengajak Nurani berbincang di teras.
"Kapan kenaikan kelas?" tanya pak Candra.
"Mungkin bulan depan Pak."
"Kamu yakin pasti naik kan?"
"Ya nggak tahu Pak, saya kan hanya murid susulan," jawab Nurani merendah.
"Kan kamu bisa mengerjakan?"
"Ya bisa, tapi benar tidaknya jawaban Nur kan tergantung mereka. Doakan saja yang terbaik ya pak."
"Ya pastilah. Sekarang bapak mau bicara hal lain."
"Apa tuh?"
"Menurut kamu Andre itu baik tidak?"
Nurani tercengang.
"Maksud Bapak apa?"
"Andre itu banyak yang suka lho, kan dia ganteng, pintar, mapan."
"Menurut Nurani, laki-laki terbaik itu ya mas Rian" jawabnya lugu.
Pak Candra terbelalak.
***
Besok lagi ya.
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Terima kasih, ibu Tien cantiiik....semoga sehat sekeluarga....
DeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat wal’afiat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Terima kasih atas sapaannya mbak Tien..
DeleteSemoga mbak selalu sehat dan semangat dalam membuat Cerbung..
Salam Sehat selalu..
Kang Idih Tea
Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteWadduh si kancil nomor satuuu...
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien...salam Tahes Ulales
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Alhamdulillah penjaga gawang juara 1...... Pas ngobrol ana komando, langsung lari cepat.
ReplyDeleteSugeng dalu, matur nuwun bu Tien
Bar siraman keponakan langsung ngetik trus tayang muga2 gak banyak koreksinya.
Alhamdulillah sdh hadir..
ReplyDeleteTerima kasih Ibu Tien.
Semoga sehat selalu. Aamiin..
Salam *ADUHAI*
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteYes tayang makadih bunda
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~11 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 11 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah...
ReplyDeleteKBE 11 hadir, terimakasih Bu Tien
Salam sehat selalu...
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu. Aamiin..
Alhamdulillah sdh tayang sore
ReplyDeleteHe he he... ternyata bukan 'senjata makan tuan ' tetapi 'makan senjatanya sendiri ' ... asyik ni yee.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Lha....la kok malah Rian Ki piye Nurani kik....hadewww....
ReplyDeleteAyooo Bu Candra minum sendiri itu obatnya...xixixix...klenger deh....
Matur suwun bunda Tien semakin penisirin ini...
Salam sehat dan tetap Aduhaiii
Ayo kita tunggu Bu Chandra mw nyoba minum air putih bikinan sndri
ReplyDeleteKl Karina sptnya ada yg melindungi
Nah saatnya senjata makan tuan
Kita tunggu bsk Senin yah
Ini msh bicara mslh racun yah
Bunda Tien sehat selalu doaku
Mksh telah bikin kita2 penisirin bingitz ttp semangat dan selalu ADUHAI ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Nurani maksudnya mb?
DeleteAlhamdulillah sudah tayang ,pak Chandra sudah tau kelakuan istrinya ,makin seruuuu ,yuuk simak dulu , terimakasih bunda Tien ,tetap semangat dan selalu sehat ,salam aduhai
ReplyDeleteTerimakasih cerbung nya bunda Tien
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sugeng malming
ReplyDeleteAlhamdullilah..terimaksih bunda..slmt mlm danslmt istrhat..🙏🙏😍😍🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah ....
ReplyDeleteTerima kasih bu tien, semoga bu tien sehat2 selalu
Trims Bu tien
ReplyDeleteHiii...binatang apa ya?
ReplyDeleteBu.Chandra sekalian nyoba dosis tinggi dong...😆😆
MB.IIN mau ngincip...??😍😍
Matur nuwun bunda Tien..🙏
salam sehat selalu.
Alhamdulillah....... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien .. tak sabar menunggu Bu Chandra minum obat nya, semoga Nurani selalu dilindungi dari niat jahat. Binatang itu mungkin malaikat penolong.
ReplyDeleteAlhamdululah...
ReplyDeleteAyo kita tunggu Bu Chandra mw nyoba minum bikinannya sndri sbg bukti bahwa racun itu gpp di minum
ReplyDeleteTp jgn salah krn sptnya Nurani tuh ada yg melindungi krn anak piatu yg hatinya baik
Tp ini sptnya Senjata makan tuan
Wow maaf ralat nih td hrsnya Nurani tp kok yg muncul Karina
Maafin daku yah
Yuuk kita tunggu Senin bgmn lanjutannya
Horeee ... 👏👏👏🤣
Alasan Nurani meniblai Rian terbaik ya karena berhasil mengentaskan dia dari tekanan ibu tirinya maksud Nurani itu, dengan mengusulkan Nurani sekolah lagi.
ReplyDeletetau nggak Chandra malah seolah nggak mengakui keberhasilan Nurani dalam mengejar ketertinggalannya dalam pembelajaran dengan mengatakan bahwa itu penilaian Rian kakaknya, perhatian Rian pada Nurani dengan sering mengurangi beban berat yang di paksakan oleh Amirah pada dirinya, walau Nurani menyangkal dengan alasan; itu pekerjaan perempuan, jadi biasa biasa saja dan itu pelajaran hidup.
Nah lho gimana tuh.
Waiting trisen bigos kulination, mumet ora kowé nDra.
Kasihan juga biyungnya teler seharian, dia pikir ternyata Nurani sakti, kan udah milih sari, hé hé hé hé.
Perut melilit, padahal rumah kosong nggak ada orang, bangun kelaparan; kan sarapan pakai nasi bungkus, ngga ada tersisa.
Keluarga sibuk semua ya suruh opname aja di Rumkit, untuk pemulihan.
Kokean polah, keceplosan ngomong nyoba obat klêngêr malah têngêr têngêr déwé.
Moga moga menyadari memperlakukan buruk pada Nurani dan minta maaf, setelah mengalami mimpi buruk selama masuk dunia klenger; disana mendapat kan treatment klengerisasi.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke sebelas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga Bu Tien sehat selalu
Alhamdulillah KBE 11 sdh hadir
ReplyDeleteSemakin seru ceritanya Bu..
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
🌸🦋🍃 Alhamdulillah KBE 11 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋🌿
ReplyDeleteAlhamdulilah terima kasih bu tien.... senjata makan tuan nih ...biarin klenger ibu tirinya. Salam sehat bu tien ...
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteTetap Sehat dan selalu semangat. Aduhai
Menunggu
ReplyDelete