KANTUNG BERWARNA EMAS
10
(tien Kumalasari)
Nurani tercengang untuk beberapa saat. Ada sesuatu
yang melintas, bahkan hampir menyentuh wajahnya, dan membuat pegangannya pada
gelas terlepas. Beruntung dia kembali menangkapnya, jadi walaupun isinya tumpah,
gelas itu tidak jatuh ke lantai dan pecah berantakan.
“Apa ya itu? Binatang? Binatang apa. Aduh, salahnya
aku tidak menyalakan lampu terlebih dulu. Sangat aneh. Kucing? Aku tidak
memelihara kucing. Kucing siapa yang tiba-tiba berada di rumah ini dan
membuatku terkejut?” gumamnya masih sambil memegangi gelas kosongnya.
Lalu Nurani sadar bahwa dia harus segera mengeringkan
lantai sebelum ada orang lain yang bangun dan terpeleset karenanya.
Nurani meletakkan gelas kosong itu ke tempat cucian,
lalu segera mengepel lantai sampai kering, barulah dia mengambil lagi air putih
yang kemudian diminumnya di dapur.
“Aduh, waktuku terbuang gara-gara kejadian tadi. Heran
aku. Apa ya tadi?” Nurani terus berpikir, sambil menyeduh minuman keluarga yang
kemudian dimasukkannya ke termos.
Ia membuka kulkas, ada sawi, ada udang.
“Kalau mau yang cepat, buat ca sawi udang dan dadar
telur. Pasti semua suka.”
Nurani mengerjakannya dengan cepat. Dan sebelum ca itu
diangkat dari wajan, terdengar langkah mendekat.
“Ya ampun, putriku yang cantik sudah memasak apa nih?
Baunyaaa… hm….”
“Bapak selalu bangun pagi sih?”
Nurani mencuci tangannya, kemudian menuangkan minuman
untuk bapaknya.
“Saya bawa ke ruang tengah, Pak?”
“Jangan, aku mau di sini saja, sambil melihat putriku
memasak.”
Tampaknya akhir-akhir ini pak Candra memang ingin
sekali menjaga anak gadisnya, sehingga memerlukan bangun lebih pagi dan melihat
kegiatan yang dilakukannya.
Nurani tersenyum, menyodorkan cangkir minuman ayahnya
ke dekatnya.
“Aku bau udang … awas ya, jangan bilang hidung bapak
seperti hidung kucing yang suka mengendus-endus.”
Nurani tertawa sambil menutupi mulutnya.
“Ada ca udang yang sudah siap, sekarang Nurani mau
menggoreng telur dadar.”
“Wauuw, ini sarapan yang luar biasa,” kata pak Candra
sambil menghirup minumannya.
“Setelah menggoreng telur, Nurani mau menjemur pakaian
terlebih dulu, lalu mandi. Hari ini Nurani harus datang lebih pagi."
“Ya, tentu saja. Atau … selesaikan telur dadarnya,
bapak yang akan menjemur pakaian dari mesin cuci.” kata pak Candra sambil
berdiri.
“Jangaaaan!” teriak Nurani.
“Tolong jangan lakukan. Ini bukan pekerjaan Bapak. Ini
Nurani hampir selesai. Bapak tenang saja ya.”
“Nanti kamu kesiangan, Nur.”
“Tidak Pak, sudah Nurani perhitungkan.”
“Jangan-jangan nanti kamu mandinya hanya sekedar
mengguyur tubuh dengan air.”
“Ya enggak lah Pak, keringat Nur kan bau,” kata Nurani
sambil tertawa.
***
“Aduh Nur, maksudnya mau membantu membuat sarapan,
tapi aku kesiangan nih, maaf ya,” teriak Rian yang tiba-tiba muncul di dapur.
“Aaalaaa, kamu tuh. Mau bantuin bikin sarapan apa? Tuh
sudah siap semuanya.”
“Mana Nur?”
“Baru jemur pakaian di atas.”
“Biar Rian saja.”
“Jangan, sudah dari tadi, paling hampir selesai, tata
meja makan saja tuh.”
“Wau, ada ca sawi udang, ini kesukaan Bapak kan?” kata
Rian sambil mengambil tumpukan piring dan dibawanya ke ruang makan.
“Tadinya Rian yang mau bikin sarapan lho Pak.”
“Oh ya? Coba bapak pengin tahu, apa yang akan kamu
buat untuk sarapan, seandainya kamu yang membuatnya.”
“Telur ceplok, sama sambal kecap,” kata Rian tanpa
malu.
Pak Candra tertawa terbahak.
“Itu hebat kan Pak.”
“Hebat sih, tapi amit-amit deh, jangan lakukan,” kata
pak Candra sambil tertawa.
“Kenapa? Telur itu kan enak.”
“Nurani tak akan pernah menyiapkan sarapan tanpa
sayur.”
“Iya sih,” kata Rian tersipu, sambil melanjutkan
menata sarapan di meja.
“Sekarang bapak mau mandi. Nanti antarkan adik kamu,
awas, jangan sampai terlambat.”
“Siap, komandan,” canda Rian.
***
“Aku merasa heran,” gumam bu Candra sambil merapikan
tempat tidur Karina.
“Belum bereaksi?”
“Dia tampak bersemangat dan gembira. Dia bahkan
menyelesaikan membuat sarapan dan menjemur semua pakaian.”
“Belum, barangkali.”
“Belum? Berapa jam sih biasanya daya kerja obat itu?
Sudah ibu bubuhkan dua kali lipat dari kemarin lho. Sambil takut-takut,
kalau-kalau dia mati.”
“Biasanya ya sejam dua jam, gitu.”
“Ini sudah lebih lho.”
“Mungkin nanti di sekolah baru bereaksi. Bagus lah,
dia pasti tak akan bisa mengerjakan soal-soal ujian itu karena dilanda kantuk.”
“Yah, semoga saja.”
“Karina mau bareng tidak?” teriak pak Candra
tiba-tiba, dari luar kamar.
Karina terkejut. Ia menyelesaikan merapikan rambutnya
lalu bergegas keluar.
“Bapak sudah sarapan?”
“Sudah dari tadi, ini mau berangkat.”
“Yaaah, Karina sarapan dulu ya Pak,” kata Karina
sambil lari ke ruang makan.”
Pak Candra geleng-geleng kepala. Ia melihat istrinya
keluar dari kamar Karina, lalu menatapnya kesal.
“Harusnya kamu mendidik anak kamu supaya bisa
melakukan sesuatu. Aku melihatnya dia tak pernah ngapa-ngapain. Menyapu, tidak,
apalagi memasak. Pakaian yang mau dipakai pasti sudah rapi disiapkan Nurani.
Padahal dia pulang sekolah pasti juga sudah capek.”
“Iya Pak, Karina lebih sibuk membersihkan kamarnya
sendiri.”
“Membersihkan kamar apakah harus selama berjam-jam?”
“Baiklah, nanti aku suruh dia belajar mengerjakan
pekerjaan rumah.”
“Itu bagus, bukankah para wanita yang menikah harus
punya bekal kebisaan mengurus rumah tangga? Nantinya juga akan menikah bukan? Bersih-bersih, memasak, mencuci.
Boleh saja punya pembantu yang bisa mengerjakan semua pekerjaan, tapi kita
harus bisa mengaturnya, tidak semua diserahkannya kepada pembantu. Aku tidak
ingin membanding-bandingkan, tapi Karina harus belajar dari Nurani,” omel pak
Candra panjang lebar.
“Nurani itu kan juga ibu yang mengajarinya?”
“Mengajari, atau memerintah?”
“Bapak jangan begitu.”
“Aku belum lama tahu semua ini. Mulai sekarang
semuanya harus berjalan sebaik-baiknya. Biarpun ada kesibukan di tempat kerja,
kuliah, sekolah, semua harus tahu pekerjaan rumah tangga. Karina seorang gadis,
bagaimana bisa kalah sama kakaknya? Rian seorang laki-laki, tapi dia punya
perilaku yang sangat baik.”
“Itu juga aku yang mendidiknya.”
“Barangkali meniru sifat ayahnya, bukan sifat kamu,”
kata pak Candra sambil melangkah ke arah depan, menunggu Karina makan.
Bu Candra sangat geram, suaminya mengomel
habis-habisan pagi itu. Ia melangkah ke ruang makan, melihat Karina masih
melahap sarapannya.
“Mulai besok kamu harus membantu Nurani bekerja. Harus
bangun pagi, mengerjakan semua urusan rumah tangga,” omelnya sambil duduk begitu
saja di kursi makan.
“Apa?” Karina membelalakkan matanya.
“Sudah, segera selesaikan makannya, bapak menunggu di
teras. Jangan sampai ibu yang kena semprot lagi.
***
Karina sangat penasaran. Bukan hanya kata-kata ibunya
yang hanya sekilas saat dia sarapan, tapi juga omelan ayahnya di sepanjang
perjalanan menuju kantor.
Karina pada dasarnya malas, dan ibunya membebankan
semua pekerjaan rumah kepada Nurani, mana bisa Karina melakukannya?
“Mulai besok bangunlah lebih pagi, bantu Nurani
menyiapkan minum untuk semua orang. Langkah pertama. Buat minuman. Jangan lagi
membuat kesalahan, dengan membubuhkan garam ke dalam minuman.”
“Itu bukan kesalahan Karina dong Pak,” bantah Karina.
“Bukankah kamu yang membuat minumannya?”
“Nurani meletakkan gulanya dekat-dekat dengan garam.”
“Kalau kamu terbiasa di dapur, pasti bisa mengerti
mana yang gula dan mana yang garam.”
Karina diam. Tapi sebenarnya dia sedang membayangkan
Nurani sedang teler di sekolah, atau di ruang ujian. Mungkin kepalanya terkulai
di bangku dan tak mampu mengerjakan apapun. Sebuah senyuman jahat melintas di
bibirnya.
“Rasain !” gumamnya, tapi kedengaran oleh pak Candra.
“Kamu bilang apa?”
“Eh, saya … saya bilang apa?”
“Rasain … katamu tadi.”
“Oh, bukan … Karina sedang teringat tentang teman Karina.”
“Ungkapan itu seperti umpatan … benar?”
“Bukan. Teringat teman Karina, mau … itu … nyamperin
Karina, tapi Karina nggak bisa,” jawab Karina sekenanya.
“Nyamperin kemana?”
“Itu … makan siang nanti.”
“Kenapa nggak bisa?”
“Karena kan mau ikut makan siang sama Bapak.”
“Nanti bapak tidak makan siang sama kamu.”
“Tidak?”
“Nanti di gudang banyak pekerjaan. Bapak sudah
mendapat laporannya. Kepala gudang bilang bahwa kamu sangat lamban. Jadi nanti
harus lembur.”
“Apa? Lembur?”
“Lembur, dan tidak boleh makan siang keluar. Hanya
diberi waktu setengah jam, lalu sudah harus kembali ke pekerjaan lagi.”
“Aduuh,.”
“Kenapa aduh? Banyak barang datang, kamu harus
mencatat semua barang yang masuk bukan?”
“Tapi Karina capek.”
“Kamu pegawai, ikuti aturan yang ada, kalau tidak mau
ya harus dipecat.”
“Bapak kok gitu, sama anak sendiri?”
“Di perusahaan, tidak ada anak dan bapak, yang ada
hanyalah atasan dan bawahan, jadi patuhi semua peraturan. Kalau tidak, ada
sangsinya. Kalau berat, bisa dipecat.”
“Tapi Pak.”
“Ini sudah sampai kantor, diam dan langsung ke ruangan
kamu. Jangan lupa absen, tanda merah memberi tanda kalau kamu terlambat, gajimu
bisa dipotong,” kata pak Candra sambil menghentikan mobilnya.
Karina keluar dari mobil, bergegas masuk tanpa
mengucapkan apapun pada pak Candra, wajahnya cemberut. Pak Candra tersenyum
puas. Ia tahu semua kelakuan Karina. Di rumah tidak becus bekerja, di
perusahaan mengecewakan. Ia harus diberi pelajaran.
***
Tapi sesampai di ruangannya, ia meminta ijin kepada
atasannya untuk menelpon seseorang. Seseorang itu adalah temannya, yang telah
memberinya obat untuk mencekoki Nurani, dengan bayaran yang lumayan tinggi.
“Ya Karin, bagaimana? Hasilnya bagus kan?” suara dari
seberang setelah Karina menelponnnya.
“Bagus apaan? Kemarin itu, satu dosis yang kamu
berikan tidak mempan.”
“Tidak mempan bagaimana? Dia cepat bangun, begitu?”
“Apa? Dia tampak segar sepanjang hari.”
“Masa?”
“Tadi ibuku memberinya dua kali dosis.”
“Waduh, tidak lama pasti dia sudah kelenger.”
“Dari dia minum di pagi buta, sampai dia masuk
sekolah, tampaknya baik-baik saja.”
“Masa sih?”
“Berapa jam sebenarnya daya obat ibu bekerja?”
“Tidak lama, tidak akan sampai berjam-jam.”
“Buktinya dia masih bisa berangkat ke sekolah. Tapi
nggak tahu juga kalau dia sudah kelenger saat ini. Tapi pastinya kalau ada
apa-apa, bapakku di telpon dong. Nyatanya tidak. Apa belum ya?”
“Aku nggak tahu, sekuat apa saudara tiri kamu, tapi
minum obat itu dua kali dosis dan tidak apa-apa? Hanya satu kemungkinannya.
Obatnya tidak diminum.”
“Diminum kok. Dua hari berturut-turut diminum, wong
gelasnya ibu sendiri yang naruh di luar kamarnya.”
“Karina, pekerjaan sudah menunggu,” tiba-tiba suara kepala
gudang menghentikan pembicaraan itu.
“Ya sudah, ya sudah.. pokoknya aku tunggu reaksinya
hari ini, kalau nggak mempan juga, kasih aku yang lebih berat. Berapapun aku
bayar,” katanya sambil langsung menutup ponselnya, kemudian mendekati kepala
gudang yang sudah menyodorkan catatan barang untuk dicocokkan.
***
Siang hari itu pak Candra kembali mengajak Nurani
untuk makan siang. Ia dijemput tepat jam setengah duabelas, dimana Nurani sudah
keluar dari ruang ujian, dan Rian sudah menemaninya menunggu.
Rian yang sudah menunggu langsung menanyakan hasilnya.
“Bagaimana ? Lancar?”
“Alhamdulillah Mas, semua berkat Mas Rian, aku bisa
menjawabnya dengan lancar.”
“Syukurlah, senang mendengarnya. Ya sudah, kamu naik
mobil bapak saja, aku mengikuti dengan motor,” kata Rian.
“Aku boceng mas Rian saja.”
“Lhoh, kan bapak sudah menjemput, nanti bapak kecewa
dong.”
“Rian! Ikut bapak atau naik sepeda motor?” teriak pak
Candra sambil melongok dari jendela mobilnya.
“Naik sepeda motor saja Pak, jawab Rian. Nurani biar
ikut Bapak,” kata Rian sambil menstarter sepeda motornya, khawatir Nurani akan
tetap memaksa minta bonceng.
“Ayo Nur, kok lesu?” tanya pak Candra ketika melihat
Nurani masuk ke dalam mobil.
“Pengin bonceng mas Rian, nggak dibolehin,” kata
Nurani yang sebetulnya sungkan sama Andre, soalnya Andre terkadang menatapnya
agak aneh. Setidaknya itu menurut anggapan Nurani. Maklum, pandangan seperti cara
Andre menatapnya itu tidak dimengerti artinya, dan hanya membuatnya berdebar
saja.
“Kamu seperti anak kecil saja. Bagaimana ujiannya?”
“Alhamdulillah pak.”
“Lancar?
“Lancar. Semoga saja benar jawaban saya. Doakan ya
Pak.”
“Tentu lah, bapak selalu berdoa untuk kamu.”
“Mengapa setiap hari Bapak mengajak makan di luar?
Bukankah janjinya Bapak sama mas Rian akan beli lauk matang sehingga saya tidak
usah memasak?”
“Ini nanti setelah makan, pesan untuk dibawa pulang.
Selanjutnya Rian yang akan memesankan setiap hari. Soalnya Bapak lupa bilang
sama Rian tadi.
***
Malam itu seperti biasa Nurani belajar, setelah siang
hari sepulang ujian, dia menyetrika baju-baju yang sudah kering.
Malam terasa dingin, dan tiba-tiba Nurani mendengar
sesuatu dari luar kamarnya. Karena curiga, Nurani keluar, dan dengan terkejut
ia melihat ibunya membawa segelas air putih, yang diletakkan di meja diluar
kamarnya.
“Oh, jadi ibu yang setiap hari menyiapkan minum untuk
Nurani? Terima kasih ya Bu, ternyata diam-diam ibu perhatian pada Nurani,” kata
Nurani penuh haru.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
Hoooreee..... siip mtr suwun
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, wilujeng wengi salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 10 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih, Ibu Tien cantiik.... Semoga Ibu sehat terus...
ReplyDeleteAlkhamdulillah sdh tayang, matur nuwun bu Tien.
ReplyDeleteMugi2 panjenengan tansah pinaringan sehat jasmani rohani, Aamiin
Salam hangat dr Tegal 😘
Alhamdulillah, sehat selalu bund... Barokallah🧕
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Terima kasih mbak Tien, didoakan semoga mbak Tien sehat selalu.
ReplyDeleteSalam sejahtera untuk seluruh keluarga.
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Matur nuwun Mbak Tien KBE 10 sudah hadir. Semoga Mbak Tien selalu sehat wal'afiat. Salam Aduhai selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Makasih bunda dah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMatunuwun Bu Tien...
ReplyDeleteSalam sehat selalu...
Alhamdulullah
ReplyDeleteSatu langkah maju, Nurani tahu siapa yang menaruh gelas minum. Cuma masalahnya apakah bisa sampai sasaran atau berbalik 'senjata makan tuan '
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI, semoga sehat, aamiin.
Matur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda Tien..
Terimakasih bunda Tien..
ReplyDeleteSemoga sehat selalu..
Salam aduhaii dr Sukabumi ..🙏🙏🌹🌹
Alhamdulillah, matur nuwun buTien
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah KBE 10 adh tayang, terima kasih bu tien... salam sehat
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~10 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah KBE 10 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
Aamiin
Matur suwun bunda ,salam Tahes Ulales dan tetap selalu Aduhaiiii
ReplyDeleteSelamat malam bu tien terima kasih cerbungnya
ReplyDeleteHati hati Nur dengan sikap ibumu yg pura2 perhatian sama kamu pdhl dia mau memperdaya kamu. Smoga Tuhan selalu melindungimu ya nak.
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat wal’afiat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien cantik, semoga sehat selalu ❤❤❤
Nurani memang anak baik,selalu berfikir positif. Semoga aja tidak bisa dicelakai ibu tirinya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu
Siasat jahat apalagi bu Candra itu, dasar kalo orang jahil methakil apapun dilakukan demi niat jahatnya.
ReplyDeleteEeeh...kok baper 😁
Mstur nwn bu Tien, Salam sehat
Waduh, Nurani salah paham terhadap "kebaikan" ibu tirinya...gawat nih. Apa besok dia masuk 'jebakan' ya? Semoga efeknya tidak berbahaya.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeletesalam sehat selalu
Terima kasih Mbak Tien.
ReplyDeleteNah lho ngehabisin waktu cuma tanya-tanya ngobrol sama temen via telp kantor, ada kata dosis, kelenger, yang biasa menyiapkan ibu, ada apa, cuma ngobrol ora gênah belum juga megang kerjaan; mulai teguran Karsono, ini anak boos ngapain nggak segera kerja, ini
ReplyDeletesudah waktunya kerja, kerjaan menumpuk tegur Karsono.
Jaré wingi kowé sing nyambêr; dhêmité kowé yå berarti.
Biasa mendhemiti; salahé ngganggu wong sing dhuwé gawé, santlap.
Ketahuan rupanya ibu yang sering nyiapin aer putih.
Kalau meminum sedikit ada rasa bédå, curiga nggak ya?
Waduh kalau sampai opname, ribut ini rumah..
menumpuk dengki, ada yang tulus mengerjakan demi pengabdian.
Itulah selalu ada saja pesan lembut yang menggagalkan.
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke sepuluh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Ibu tiri u membuat kamu tidur pulas klu gak telerrr ler...Trima kasih Bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien...Nurani kok selalu berfikir positif sama ibu tirinya? Semoga air racun itu tidak terminum dan kebaikan Nurani mampu meluluskan kejahatan ibu tirinya
ReplyDeleteAduh jangan di minum ya nur....trims Bu tien
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien, semoga Bunda senantiasa sehat....
ReplyDeletesalam aduuhayyyy
terima ksih bunda..mf telat g bs msuk error bund...slmsht sll🙏😍❤️
ReplyDelete