Friday, December 16, 2022

KANTUNG BERWARNA EMAS 10

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  10

(tien Kumalasari)

 

Nurani tercengang untuk beberapa saat. Ada sesuatu yang melintas, bahkan hampir menyentuh wajahnya, dan membuat pegangannya pada gelas terlepas. Beruntung dia kembali menangkapnya, jadi walaupun isinya tumpah, gelas itu tidak jatuh ke lantai dan pecah berantakan.

“Apa ya itu? Binatang? Binatang apa. Aduh, salahnya aku tidak menyalakan lampu terlebih dulu. Sangat aneh. Kucing? Aku tidak memelihara kucing. Kucing siapa yang tiba-tiba berada di rumah ini dan membuatku terkejut?” gumamnya masih sambil memegangi gelas kosongnya.

Lalu Nurani sadar bahwa dia harus segera mengeringkan lantai sebelum ada orang lain yang bangun dan terpeleset karenanya.

Nurani meletakkan gelas kosong itu ke tempat cucian, lalu segera mengepel lantai sampai kering, barulah dia mengambil lagi air putih yang kemudian diminumnya di dapur.

“Aduh, waktuku terbuang gara-gara kejadian tadi. Heran aku. Apa ya tadi?” Nurani terus berpikir, sambil menyeduh minuman keluarga yang kemudian dimasukkannya ke termos.

Ia membuka kulkas, ada sawi, ada udang.

“Kalau mau yang cepat, buat ca sawi udang dan dadar telur. Pasti semua suka.”

Nurani mengerjakannya dengan cepat. Dan sebelum ca itu diangkat dari wajan, terdengar langkah mendekat.

“Ya ampun, putriku yang cantik sudah memasak apa nih? Baunyaaa… hm….”

“Bapak selalu bangun pagi sih?”

Nurani mencuci tangannya, kemudian menuangkan minuman untuk bapaknya.

“Saya bawa ke ruang tengah, Pak?”

“Jangan, aku mau di sini saja, sambil melihat putriku memasak.”

Tampaknya akhir-akhir ini pak Candra memang ingin sekali menjaga anak gadisnya, sehingga memerlukan bangun lebih pagi dan melihat kegiatan yang dilakukannya.

Nurani tersenyum, menyodorkan cangkir minuman ayahnya ke dekatnya.

“Aku bau udang … awas ya, jangan bilang hidung bapak seperti hidung kucing yang suka mengendus-endus.”

Nurani tertawa sambil menutupi mulutnya.

“Ada ca udang yang sudah siap, sekarang Nurani mau menggoreng telur dadar.”

“Wauuw, ini sarapan yang luar biasa,” kata pak Candra sambil menghirup minumannya.

“Setelah menggoreng telur, Nurani mau menjemur pakaian terlebih dulu, lalu mandi. Hari ini Nurani harus datang lebih pagi."

“Ya, tentu saja. Atau … selesaikan telur dadarnya, bapak yang akan menjemur pakaian dari mesin cuci.” kata pak Candra sambil berdiri.

“Jangaaaan!” teriak Nurani.

“Tolong jangan lakukan. Ini bukan pekerjaan Bapak. Ini Nurani hampir selesai. Bapak tenang saja ya.”

“Nanti kamu kesiangan, Nur.”

“Tidak Pak, sudah Nurani perhitungkan.”

“Jangan-jangan nanti kamu mandinya hanya sekedar mengguyur tubuh dengan air.”

“Ya enggak lah Pak, keringat Nur kan bau,” kata Nurani sambil tertawa.

***

“Aduh Nur, maksudnya mau membantu membuat sarapan, tapi aku kesiangan nih, maaf ya,” teriak Rian yang tiba-tiba muncul di dapur.

“Aaalaaa, kamu tuh. Mau bantuin bikin sarapan apa? Tuh sudah siap semuanya.”

“Mana Nur?”

“Baru jemur pakaian di atas.”

“Biar Rian saja.”

“Jangan, sudah dari tadi, paling hampir selesai, tata meja makan saja tuh.”

“Wau, ada ca sawi udang, ini kesukaan Bapak kan?” kata Rian sambil mengambil tumpukan piring dan dibawanya ke ruang makan.

“Tadinya Rian yang mau bikin sarapan lho Pak.”

“Oh ya? Coba bapak pengin tahu, apa yang akan kamu buat untuk sarapan, seandainya kamu yang membuatnya.”

“Telur ceplok, sama sambal kecap,” kata Rian tanpa malu.

Pak Candra tertawa terbahak.

“Itu hebat kan Pak.”

“Hebat sih, tapi amit-amit deh, jangan lakukan,” kata pak Candra sambil tertawa.

“Kenapa? Telur itu kan enak.”

“Nurani tak akan pernah menyiapkan sarapan tanpa sayur.”

“Iya sih,” kata Rian tersipu, sambil melanjutkan menata sarapan di meja.

“Sekarang bapak mau mandi. Nanti antarkan adik kamu, awas, jangan sampai terlambat.”

“Siap, komandan,” canda Rian.

***

“Aku merasa heran,” gumam bu Candra sambil merapikan tempat tidur Karina.

“Belum bereaksi?”

“Dia tampak bersemangat dan gembira. Dia bahkan menyelesaikan membuat sarapan dan menjemur semua pakaian.”

“Belum, barangkali.”

“Belum? Berapa jam sih biasanya daya kerja obat itu? Sudah ibu bubuhkan dua kali lipat dari kemarin lho. Sambil takut-takut, kalau-kalau dia mati.”

“Biasanya ya sejam dua jam, gitu.”

“Ini sudah lebih lho.”

“Mungkin nanti di sekolah baru bereaksi. Bagus lah, dia pasti tak akan bisa mengerjakan soal-soal ujian itu karena dilanda kantuk.”

“Yah, semoga saja.”

“Karina mau bareng tidak?” teriak pak Candra tiba-tiba, dari luar kamar.

Karina terkejut. Ia menyelesaikan merapikan rambutnya lalu bergegas keluar.

“Bapak sudah sarapan?”

“Sudah dari tadi, ini mau berangkat.”

“Yaaah, Karina sarapan dulu ya Pak,” kata Karina sambil lari ke ruang makan.”

Pak Candra geleng-geleng kepala. Ia melihat istrinya keluar dari kamar Karina, lalu menatapnya kesal.

“Harusnya kamu mendidik anak kamu supaya bisa melakukan sesuatu. Aku melihatnya dia tak pernah ngapa-ngapain. Menyapu, tidak, apalagi memasak. Pakaian yang mau dipakai pasti sudah rapi disiapkan Nurani. Padahal dia pulang sekolah pasti juga sudah capek.”

“Iya Pak, Karina lebih sibuk membersihkan kamarnya sendiri.”

“Membersihkan kamar apakah harus selama berjam-jam?”

“Baiklah, nanti aku suruh dia belajar mengerjakan pekerjaan rumah.”

“Itu bagus, bukankah para wanita yang menikah harus punya bekal kebisaan mengurus rumah tangga? Nantinya juga akan menikah bukan? Bersih-bersih, memasak, mencuci. Boleh saja punya pembantu yang bisa mengerjakan semua pekerjaan, tapi kita harus bisa mengaturnya, tidak semua diserahkannya kepada pembantu. Aku tidak ingin membanding-bandingkan, tapi Karina harus belajar dari Nurani,” omel pak Candra panjang lebar.

“Nurani itu kan juga ibu yang mengajarinya?”

“Mengajari, atau memerintah?”

“Bapak jangan begitu.”

“Aku belum lama tahu semua ini. Mulai sekarang semuanya harus berjalan sebaik-baiknya. Biarpun ada kesibukan di tempat kerja, kuliah, sekolah, semua harus tahu pekerjaan rumah tangga. Karina seorang gadis, bagaimana bisa kalah sama kakaknya? Rian seorang laki-laki, tapi dia punya perilaku yang sangat baik.”

“Itu juga aku yang mendidiknya.”

“Barangkali meniru sifat ayahnya, bukan sifat kamu,” kata pak Candra sambil melangkah ke arah depan, menunggu Karina makan.

Bu Candra sangat geram, suaminya mengomel habis-habisan pagi itu. Ia melangkah ke ruang makan, melihat Karina masih melahap sarapannya.

“Mulai besok kamu harus membantu Nurani bekerja. Harus bangun pagi, mengerjakan semua urusan rumah tangga,” omelnya sambil duduk begitu saja di kursi makan.

“Apa?” Karina membelalakkan matanya.

“Sudah, segera selesaikan makannya, bapak menunggu di teras. Jangan sampai ibu yang kena semprot lagi.

***

Karina sangat penasaran. Bukan hanya kata-kata ibunya yang hanya sekilas saat dia sarapan, tapi juga omelan ayahnya di sepanjang perjalanan menuju kantor.

Karina pada dasarnya malas, dan ibunya membebankan semua pekerjaan rumah kepada Nurani, mana bisa Karina melakukannya?

“Mulai besok bangunlah lebih pagi, bantu Nurani menyiapkan minum untuk semua orang. Langkah pertama. Buat minuman. Jangan lagi membuat kesalahan, dengan membubuhkan garam ke dalam minuman.”

“Itu bukan kesalahan Karina dong Pak,” bantah Karina.

“Bukankah kamu yang membuat minumannya?”

“Nurani meletakkan gulanya dekat-dekat dengan garam.”

“Kalau kamu terbiasa di dapur, pasti bisa mengerti mana yang gula dan mana yang garam.”

Karina diam. Tapi sebenarnya dia sedang membayangkan Nurani sedang teler di sekolah, atau di ruang ujian. Mungkin kepalanya terkulai di bangku dan tak mampu mengerjakan apapun. Sebuah senyuman jahat melintas di bibirnya.

“Rasain !” gumamnya, tapi kedengaran oleh pak Candra.

“Kamu bilang apa?”

“Eh, saya … saya bilang apa?”

“Rasain … katamu tadi.”

“Oh, bukan … Karina sedang teringat tentang teman Karina.”

“Ungkapan itu seperti umpatan … benar?”

“Bukan. Teringat teman Karina, mau … itu … nyamperin Karina, tapi Karina nggak bisa,” jawab Karina sekenanya.

“Nyamperin kemana?”

“Itu … makan siang nanti.”

“Kenapa nggak bisa?”

“Karena kan mau ikut makan siang sama Bapak.”

“Nanti bapak tidak makan siang sama kamu.”

“Tidak?”

“Nanti di gudang banyak pekerjaan. Bapak sudah mendapat laporannya. Kepala gudang bilang bahwa kamu sangat lamban. Jadi nanti harus lembur.”

“Apa? Lembur?”

“Lembur, dan tidak boleh makan siang keluar. Hanya diberi waktu setengah jam, lalu sudah harus kembali ke pekerjaan lagi.”

“Aduuh,.”

“Kenapa aduh? Banyak barang datang, kamu harus mencatat semua barang yang masuk bukan?”

“Tapi Karina capek.”

“Kamu pegawai, ikuti aturan yang ada, kalau tidak mau ya harus dipecat.”

“Bapak kok gitu, sama anak sendiri?”

“Di perusahaan, tidak ada anak dan bapak, yang ada hanyalah atasan dan bawahan, jadi patuhi semua peraturan. Kalau tidak, ada sangsinya. Kalau berat, bisa dipecat.”

“Tapi Pak.”

“Ini sudah sampai kantor, diam dan langsung ke ruangan kamu. Jangan lupa absen, tanda merah memberi tanda kalau kamu terlambat, gajimu bisa dipotong,” kata pak Candra sambil menghentikan mobilnya.

Karina keluar dari mobil, bergegas masuk tanpa mengucapkan apapun pada pak Candra, wajahnya cemberut. Pak Candra tersenyum puas. Ia tahu semua kelakuan Karina. Di rumah tidak becus bekerja, di perusahaan mengecewakan. Ia harus diberi pelajaran.

***

Tapi sesampai di ruangannya, ia meminta ijin kepada atasannya untuk menelpon seseorang. Seseorang itu adalah temannya, yang telah memberinya obat untuk mencekoki Nurani, dengan bayaran yang lumayan tinggi.

“Ya Karin, bagaimana? Hasilnya bagus kan?” suara dari seberang setelah Karina menelponnnya.

“Bagus apaan? Kemarin itu, satu dosis yang kamu berikan tidak mempan.”

“Tidak mempan bagaimana? Dia cepat bangun, begitu?”

“Apa? Dia tampak segar sepanjang hari.”

“Masa?”

“Tadi ibuku memberinya dua kali dosis.”

“Waduh, tidak lama pasti dia sudah kelenger.”

“Dari dia minum di pagi buta, sampai dia masuk sekolah, tampaknya baik-baik saja.”

“Masa sih?”

“Berapa jam sebenarnya daya obat ibu bekerja?”

“Tidak lama, tidak akan sampai berjam-jam.”

“Buktinya dia masih bisa berangkat ke sekolah. Tapi nggak tahu juga kalau dia sudah kelenger saat ini. Tapi pastinya kalau ada apa-apa, bapakku di telpon dong. Nyatanya tidak. Apa belum ya?”

“Aku nggak tahu, sekuat apa saudara tiri kamu, tapi minum obat itu dua kali dosis dan tidak apa-apa? Hanya satu kemungkinannya. Obatnya tidak diminum.”

“Diminum kok. Dua hari berturut-turut diminum, wong gelasnya ibu sendiri yang naruh di luar kamarnya.”

“Karina, pekerjaan sudah menunggu,” tiba-tiba suara kepala gudang menghentikan pembicaraan itu.

“Ya sudah, ya sudah.. pokoknya aku tunggu reaksinya hari ini, kalau nggak mempan juga, kasih aku yang lebih berat. Berapapun aku bayar,” katanya sambil langsung menutup ponselnya, kemudian mendekati kepala gudang yang sudah menyodorkan catatan barang untuk dicocokkan.

***

Siang hari itu pak Candra kembali mengajak Nurani untuk makan siang. Ia dijemput tepat jam setengah duabelas, dimana Nurani sudah keluar dari ruang ujian, dan Rian sudah menemaninya menunggu.

Rian yang sudah menunggu langsung menanyakan hasilnya.

“Bagaimana ? Lancar?”

“Alhamdulillah Mas, semua berkat Mas Rian, aku bisa menjawabnya dengan lancar.”

“Syukurlah, senang mendengarnya. Ya sudah, kamu naik mobil bapak saja, aku mengikuti dengan motor,” kata Rian.

“Aku boceng mas Rian saja.”

“Lhoh, kan bapak sudah menjemput, nanti bapak kecewa dong.”

“Rian! Ikut bapak atau naik sepeda motor?” teriak pak Candra sambil melongok dari jendela mobilnya.

“Naik sepeda motor saja Pak, jawab Rian. Nurani biar ikut Bapak,” kata Rian sambil menstarter sepeda motornya, khawatir Nurani akan tetap memaksa minta bonceng.

“Ayo Nur, kok lesu?” tanya pak Candra ketika melihat Nurani masuk ke dalam mobil.

“Pengin bonceng mas Rian, nggak dibolehin,” kata Nurani yang sebetulnya sungkan sama Andre, soalnya Andre terkadang menatapnya agak aneh. Setidaknya itu menurut anggapan Nurani. Maklum, pandangan seperti cara Andre menatapnya itu tidak dimengerti artinya, dan hanya membuatnya berdebar saja.

“Kamu seperti anak kecil saja. Bagaimana ujiannya?”

“Alhamdulillah pak.”

“Lancar?

“Lancar. Semoga saja benar jawaban saya. Doakan ya Pak.”

“Tentu lah, bapak selalu berdoa untuk kamu.”

“Mengapa setiap hari Bapak mengajak makan di luar? Bukankah janjinya Bapak sama mas Rian akan beli lauk matang sehingga saya tidak usah memasak?”

“Ini nanti setelah makan, pesan untuk dibawa pulang. Selanjutnya Rian yang akan memesankan setiap hari. Soalnya Bapak lupa bilang sama Rian tadi.

***

Malam itu seperti biasa Nurani belajar, setelah siang hari sepulang ujian,  dia menyetrika baju-baju yang sudah kering.

Malam terasa dingin, dan tiba-tiba Nurani mendengar sesuatu dari luar kamarnya. Karena curiga, Nurani keluar, dan dengan terkejut ia melihat ibunya membawa segelas air putih, yang diletakkan di meja diluar kamarnya.

“Oh, jadi ibu yang setiap hari menyiapkan minum untuk Nurani? Terima kasih ya Bu, ternyata diam-diam ibu perhatian pada Nurani,” kata Nurani penuh haru.

***

Besok lagi ya.

47 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun bu Tien, wilujeng wengi salam sehat

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 10 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  4. Terima kasih, Ibu Tien cantiik.... Semoga Ibu sehat terus...

    ReplyDelete
  5. Alkhamdulillah sdh tayang, matur nuwun bu Tien.
    Mugi2 panjenengan tansah pinaringan sehat jasmani rohani, Aamiin

    Salam hangat dr Tegal 😘

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, sehat selalu bund... Barokallah🧕

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.

    ReplyDelete
  9. Terima kasih mbak Tien, didoakan semoga mbak Tien sehat selalu.
    Salam sejahtera untuk seluruh keluarga.

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun Mbak Tien KBE 10 sudah hadir. Semoga Mbak Tien selalu sehat wal'afiat. Salam Aduhai selalu.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  12. Matunuwun Bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  13. Satu langkah maju, Nurani tahu siapa yang menaruh gelas minum. Cuma masalahnya apakah bisa sampai sasaran atau berbalik 'senjata makan tuan '
    Salam sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI, semoga sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun bunda Tien...🙏
    Sehat selalu kagem bunda Tien..

    ReplyDelete
  15. Terimakasih bunda Tien..
    Semoga sehat selalu..
    Salam aduhaii dr Sukabumi ..🙏🙏🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Alhamdulilah KBE 10 adh tayang, terima kasih bu tien... salam sehat

    ReplyDelete

  17. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~10 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah KBE 10 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  19. Matur suwun bunda ,salam Tahes Ulales dan tetap selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  20. Selamat malam bu tien terima kasih cerbungnya

    ReplyDelete
  21. Hati hati Nur dengan sikap ibumu yg pura2 perhatian sama kamu pdhl dia mau memperdaya kamu. Smoga Tuhan selalu melindungimu ya nak.

    ReplyDelete
  22. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,

    ReplyDelete
  23. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat wal’afiat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah....
    Matur nuwun Bunda Tien cantik, semoga sehat selalu ❤❤❤

    ReplyDelete
  26. Nurani memang anak baik,selalu berfikir positif. Semoga aja tidak bisa dicelakai ibu tirinya.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu

    ReplyDelete
  27. Siasat jahat apalagi bu Candra itu, dasar kalo orang jahil methakil apapun dilakukan demi niat jahatnya.
    Eeeh...kok baper 😁

    Mstur nwn bu Tien, Salam sehat

    ReplyDelete
  28. Waduh, Nurani salah paham terhadap "kebaikan" ibu tirinya...gawat nih. Apa besok dia masuk 'jebakan' ya? Semoga efeknya tidak berbahaya.

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    salam sehat selalu

    ReplyDelete
  30. Nah lho ngehabisin waktu cuma tanya-tanya ngobrol sama temen via telp kantor, ada kata dosis, kelenger, yang biasa menyiapkan ibu, ada apa, cuma ngobrol ora gênah belum juga megang kerjaan; mulai teguran Karsono, ini anak boos ngapain nggak segera kerja, ini
    sudah waktunya kerja, kerjaan menumpuk tegur Karsono.
    Jaré wingi kowé sing nyambêr; dhêmité kowé yå berarti.
    Biasa mendhemiti; salahé ngganggu wong sing dhuwé gawé, santlap.
    Ketahuan rupanya ibu yang sering nyiapin aer putih.
    Kalau meminum sedikit ada rasa bédå, curiga nggak ya?
    Waduh kalau sampai opname, ribut ini rumah..
    menumpuk dengki, ada yang tulus mengerjakan demi pengabdian.
    Itulah selalu ada saja pesan lembut yang menggagalkan.

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke sepuluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  31. Ibu tiri u membuat kamu tidur pulas klu gak telerrr ler...Trima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  32. Terima kasih bu Tien...Nurani kok selalu berfikir positif sama ibu tirinya? Semoga air racun itu tidak terminum dan kebaikan Nurani mampu meluluskan kejahatan ibu tirinya

    ReplyDelete
  33. Aduh jangan di minum ya nur....trims Bu tien

    ReplyDelete
  34. Terimakasih Bunda Tien, semoga Bunda senantiasa sehat....
    salam aduuhayyyy

    ReplyDelete
  35. terima ksih bunda..mf telat g bs msuk error bund...slmsht sll🙏😍❤️

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 13

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  13 (Tien Kumalasari)   Arumi heran melihat sikap Bachtiar yang kelihatan tidak suka. Ia mengira, Bachtiar ti...