Wednesday, December 14, 2022

KANTUNG BERWARNA EMAS 08

 KANTUNG BERWARNA EMAS  08

(Tien Kumalasari)                     

 

Lampu masih redup, karena Nurani belum menyalakannya, semuanya hanya tampak remang, terkena sorot lampu dari arah belakang. Nurani ingin meraih sesuatu yang tampak berkilat itu, tapi tiba-tiba sikunya menyentuh gelas berisi air, lalu terguling sehingga seluruh isinya tumpah, yang untungnya tertuang ke bawah, dan tidak membasahi taplak meja, hanya membanjiri lantai.

“Ya ampuun, kenapa aku ini?” katanya sambil meraih tombol lampu dan menyalakannya.

Nurani beranjak ke belakang dan mengepel lantai terlebih dulu, Takut ada yang lewat kemudian terpeleset. Untuk sejenak ia melupakan benda berkilat yang menyembul di meja kecil tadi. Baru setelah lantai kering, ia mengambil lagi segelas air hangat, dan meminumnya.

Tiba-tiba ia teringat lagi benda berkilat yang tadi dilihatnya. Tapi dengan heran Nurani tak menemukan apa-apa di sana.

“Aneh, apa ya yang tadi terlihat berkilat di sana? Seperti sesuatu … keemasan. Tapi mana sekarang, kok tidak kelihatan lagi?

Tapi tiba-tiba ia mendengar langkah-langkah kaki, dan melihat bayangan ayahnya mendekat. Nurani buru-buru ke belakang karena belum menyeduh minuman untuk ayahnya, dan tentu saja untuk semuanya.

“Ada apa Nur, kok terburu-buru?” tanya ayahnya yang membuntutinya sampai ke dapur.

Nurani tersenyum tersipu.

“Maaf Pak, Nurani terlambat bangun,” katanya sambil menyeduh minuman untuk ayahnya.

“Tidak apa-apa. Kalau perlu tidak usah memasak saja, dari pada kamu terlambat.”

“Masih sempat kok,” katanya sambil menuangkan susu soklat ke dalam cangkir untuk ayahnya.

“Nurani taruh di ruang tengah ya.”

“Di sini saja, aku ingin melihat kamu memasak.”

“Bapak ada-ada saja, nggak enak dong, memasak dilihatin?’

Pak Candra tertawa. Senang sekali pagi-pagi bisa bercanda dengan anak kandungnya ini.

“Mau buat sarapan apa sih? Awas lho, nanti kesiangan, kamu.”

“Masih pagi, jam lima lebih sedikit, masih banyak waktu. Bapak mau sarapan apa?”

“Yang gampang, yang cepat, yang tidak menyita waktu, yang enak … “ kata pak Candra sambil tertawa.

“Apa ya?”

“Oh ya, bapak ingat. Dulu waktu kamu masih kecil, almarhumah ibu kamu suka membuatkan kamu sarapan, yang nasinya dihias-hias.”

“Bagaimana sih, nasi dihias-hias?”

“Nasi, dicetak, tapi di dalamnya ada telur rebusnya, terus nasinya itu dihias seperti boneka. Wortel di iris kecil-kecil bulat untuk matanya, lalu brokoli untuk rambutnya, lalu ada apa lagi ya, wortelnya dibuat bibirnya sama hidungnya, semuanya sudah direbus dong. Terus karena lucu, kamu mau makan dengan lahap.”

Nurani terkekeh sambil menutupi mulutnya.

“Itu kan Nurani kecil, masih suka main-main. Sekarang seisi rumah ini sudah dewasa dan bahkan bapak sama ibu sudah tua, Masih mau juga main-main?”

“Cobain deh, tiba-tiba bapak ingin mengenang ibu kamu dengan nasi dihias itu. Tapi bapak maunya nasinya nasi goreng, dibungkus telur dadar, nah diatasnya itu bisa kamu hias-hias lucu.”

“Ih, Bapak.”

“Ayolah, biar bapak teringat ibumu dengan kenangan lucu itu.”

 Nurani terpaksa menuruti keinginan ayahnya. Ia kemudian memasak nasi goreng dengan sosis dan udang cacah.

“Hm, sedaapnya,” kata pak Candra yang masih duduk di kursi dapur.

“Bapak kok masih di situ sih.”

“Nanti kalau sudah kamu bungkus dengan telur dadar, ditaruh di piring-piring, bapak akan membantu menghiasnya.”

Nurani tak bisa menolak keinginan ayahnya, Ia sudah membuat dadar telur yang dibuat agak lebar, supaya bisa dipakai untuk membungkus nasi gorengnya. Kamudian dia menaruh nasi goreng di setiap dadaran yang sudah ditata di atas piring, lalu membaliknya pelan-pelan, sehingga berbentuk agak bulat panjang. Nurani sudah menyiapkan sayur-sayuran yang sudah di rebus, dan gorengan sosis yang diiris memanjang. Irisan wortel, mentimun dan lain-lain. Semuanya disiapkan di atas meja.

Pak Candra tersenyum cerah, seperti menemukan sebuah mainan baru.

“Kok cuma empat Nur? Lima dong.”

“Nurani nggak usah.”

“Harus dong, pagi ini kita akan main lucu-lucuan, seperti anak-anak.”

“Telur dadarnya sudah habis Pak.”

“Apa telur mentahnya habis?”

“Masih ada sih.”

“Dadar lagi, yang buat kamu. Ayolah, sementara aku akan mulai menghias kepala boneka kuning ini,” kata pak Candra sambil mereka-reka, apa yang akan dipasang diatas bungkusan nasi goreng itu.

Nurani terpaksa menuruti kemauan ayahnya sambil geleng-geleng kepala.

Ketika kemudian bu Candra bangun, dengan heran dia mendapati suaminya sedang menghias nasi goreng di beberapa piring.

“Bapak? Buat apa sih?”

“Mainan,” jawabnya singkat.

“Maaf ya Nur, setelah dari dokter kemarin, dokter bilang, ibu tidak boleh terlalu capek bekerja,” kata bu Candra, lembut seperti sutra.

“Tidak apa-apa Ibu,” jawab Nurani yang sudah menyelesaikan tugasnya membuat nasi goreng dalam telur dadar untuk dirinya sendiri, kemudian diletakkan berjajar di depan ayahnya.

Pak Candra sudah menyelesaikan hiasan untuk tiga piring, semuanya lucu dan berbeda. Ada yang rambutnya lebat dan berewokan, ada yang rambutnya sedikit, nyaris gundul. Ada hidung mancung, ada pesek, ada yang mulutnya tertawa, ada yang tersenyum.

Nurani tertawa lirih.

“Sini, kurang satu lagi, buat Nur.”

“Bapak apaan sih?” tegur bu Candra lagi sambil menghirup minuman yang disodorkan Nurani.

“Pagi ini semua harus gembira, karena sarapan boneka lucu,” kata pak Candra sambil menaruh piring-piring yang sudah siap, ke atas baki.

“Nur, tata di meja makan ya,” perintahnya.

“Nurani mengambil baki berisi piring-piring nasi goreng yang sudah dihias pak Candra, kemudian membawanya ke ruang makan, meletakkannya berjajar di meja, terserah mau pilih yang mana. Ia juga meletakkan kerupuk udang di dalam toples.

“Sekarang aku mau mandi dulu, baru sarapan,” kata pak Candra sambil berlalu.

Bu Candra mengikutinya. Tapi kemudian pak Candra berhenti, menoleh ke arah dapur.

“Nur, kamu tidak usah memasak ya, siang nanti aku akan menjemput kamu di sekolah, lalu kita makan siang seperti kemarin,” kata pak Candra.

“Apa aku boleh ikut?” sela bu Candra.

“Terserah kamu saja. Kamu boleh menyusul.”

Nurani melanjutkan pekerjaannya di dapur. Membersihkan semua perabot kotor sambil tak henti-hentinya tersenyum mengingat ulah ayahnya.

***

“Haaahh? Apa ini?” teriak Rian ketika sudah keluar dari kamarnya, siap berangkat kuliah.

“Pagi ini adalah pagi jenaka. Makan makanan lucu, tapi nikmat,” kata pak Candra yang juga sudah siap dengan pakaian kantornya.

“Ini Nurani yang buat?” tanya Rian mengikuti ayahnya duduk.

“Nurani, dan bapak.”

“Nurani dan Bapak?” tanya Rian heran.

“Ada yang ulang tahun ya?” lanjut Rian.

“Ah, cuma mau buat yang beginian, mengapa harus menunggu yang ulang tahun? Ayo kita makan, mana yang lain?”

Sementara itu bu Candra sedang mengomeli anaknya karena selalu terlambat bangun.

“Tadi Nurani dan bapakmu membuat sarapan lucu.”

“Sarapan lucu apa?”

“Lihat saja nanti. Tapi yang aku heran, kok Nurani masih tampak baik-baik saja ya?”

“Ibu kurang banyak memberi obatnya?”

“Ya ampun, ibu takut kalau dia tiba-tiba mati.”

“Kan hanya dibuat ngantuk, seperti malas begitu sih Bu.”

“Tidak tampak ngantuk, tidak tampak malas.”

“Ibu kurang banyak memberi obatnya. Jangan takut, obat itu tidak mematikan.”

“Namanya racun, ya pasti mematikan, kalaupun mati, jangan tiba-tiba, takut jadi urusan.”

“Besok berikan lagi agak banyak begitu, ibu hanya membuat supaya dia tidak bersemangat, tidak bisa belajar, dan gagal menjadi putri kebanggaan bapak, gitu lhoh bu, itu kata teman Karina tadi.”

“Ya sudah, cepat keluar, bapak sudah menunggu.

Pak Candra sudah tidak sabar menunggu. Ia menarik sebuah piring yang sejak tadi diliriknya. Ia suka karena hidung boneka nasi goreng itu sangat besar, dibuat dari sosis utuh. Pak Candra sangat suka sosis.

Nurani yang kemudian sudah selesai berdandan juga duduk di samping Rian.

“Kenapa Bapak tiba-tiba membuat ini? Seperti anak TK saja,” seloroh Rian, tapi dia juga langsung mengambil bagiannya.

“Haaaah, ini apa?” Karina yang datang bersama ibunya berteriak terakhir. Yang lain sudah menyendok nasi goreng unik itu.

“Sudah, ambil saja dan segera makan,” kata pak Candra.

“Lelucon kampungan,” gerutu Karina membuat bu Candra kemudian mencubit pahanya.

“Bicara yang benar. Itu yang membuat Bapak,” tegur ibunya ketakutan. Pak Candra diam saja.

“Bapak yang membuat ya? Maaf, Pak. Karina hanya merasa aneh, ini seperti mainan anak-anak,” kata Karina.

“Kenapa bapak membuat ini, karena tiba-tiba bapak teringat saat Nurani masih kecil. Dulu kalau susah makan, ibunya membuatkan nasi yang dicetak dan di hias lucu-lucu. Tiba-tiba Bapak ingin sekali mengingatnya, tapi isinya nasi goreng. Enak kan?”

“Enak sekali Pak, besok mau buat lagi?” canda Rian.

“Nggak. Enak aja. Lama buatnya, tahu.”

Rian tertawa.

“Barangkali Bapak masih ingin.”

“Nanti siang kita akan makan diluar. Bapak meminta Nurani agar tidak memasak untuk makan kita. Nanti bapak tunggu di rumah makan biasanya. Kamu menjemput Nurani, atau bapak?” kata pak Candra kemudian kepada Rian.

“Rian jemput Nurani saja, ya Nur?”

Nurani mengangguk.

Ada kesal dihati bu Candra dan Karina, karena sadar bahwa Nurani ternyata sangat disayangi, bukan hanya oleh ayahnya tapi juga oleh Rian, yang seharusnya ada dipihaknya.

“Awas ya, besok pagi kamu akan meminum obat itu lebih banyak,” geram bu Candra dalam hati.

***

“Andre, nanti kamu ikut makan siang lagi seperti beberapa hari yang lalu ya?”

“Ada acara apa pak?”

“Cuma makan saja, mengapa harus ada acara ?”

“Ya sih Pak, tapi kok seperti ada acara apa, gitu.”

“Hanya untuk memberi semangat Nurani, karena besok dia sudah akan mulai ujian kenaikan kelas. Kalau hatinya senang, biar dia bersemangat.”

“Hanya bersama Nurani dan Rian?”

“Barangkali Karina sama ibunya mau ikut, biarkan saja. Yang penting Nurani bisa merasakan kehangatan didalam keluarganya.”

Andre ingin menanyakan, apakah suasana di rumah kurang hangat, tapi diurungkannya. Tapi dari sikap pak Candra, sepertinya memang ada sesuatu yang tidak menyenangkan yang diterima Nurani di dalam keluarga.

“Andre …”

“Ya Pak.”

“Apa kamu sudah punya pacar?” tanya pak Candra tiba-tiba, membuat Andre sangat terkejut.

“Saya?”

“Iya, kamu. Apa kamu sudah punya pacar?”

“Belum ada yang mau Pak,” tersipu Andre.

“Masa sih? Kamu kan ganteng, pintar, mapan … apa lagi?”

“Apakah mudah mendapatkan seorang pacar, lebih-lebih istri?”

Jawaban Andre membuat pak Candra berpikir. Memang tidak mudah. Mencari istri baginya seperti mencari sesuatu yang penuh misteri. Dulu dia mengira, semuanya akan baik-baik saja. Tapi sekarang dia bisa menguakkan sesuatu yang membuatnya sakit.  Tiba-tiba saja terlintas dalam benaknya, bahwa Nurani harus mendapatkan seorang pelindung yang bisa diandalkan setelah dirinya tak ada. Seorang suami yang baik, yang bertanggung jawab. Lalu tiba-tiba pak Candra berpikir akan Andre. Akankah dia yakin bahwa Andre akan menjadi pelindung yang baik bagi putrinya? Tapi pak Candra enggan mengatakannya sekarang.

“Berharap, boleh saja kan?” gumamnya tiba-tiba, membuat Andre heran.”

“Berharap … apa ya Pak?”

Pak Candra terkejut. Ia tak bisa mengingkari apa yang dirasakannya. Apa salahnya kalau dia mengutarakan keinginannya tersebut? Siapa tahu Andre orang yang cocok untuk Nurani.

“Sebenarya aku sedang memikirkan Nurani.”

“Memangnya Nurani kenapa Pak?”

“Aku ini kan sudah tua. Kalau sewaktu-waktu aku dipanggil olehNya, maka banyak yang harus aku persiapkan untuk dia.”

“Mengapa Bapak bilang begitu? Bukankah bapak selalu sehat dan bersemangat?”

“Umur manusia, siapa yang tahu Ndre? Dan bersiap-siap itu kan tidak salah?”

“Benar sih. Tapi Bapak kan punya segalanya, yang cukup untuk anak cucu.”

“Bukan harta Ndre.”

“Lalu apa?”

“Aku ingin bicara terus terang saja, bahwa sesungguhnya, istriku tidak suka sama anak tirinya, yaitu Nurani.”

Andre mengangkat kepalanya. Ada yang benar dalam dugaannya.

“Aku sekarang harus ekstra menjaganya, jangan sampai dia terluka. Lebih-lebih batinnya. Anakku bukan perempuan bodoh. Tapi dia selalu bisa menjaga dan membuat agar selalu ada ketenangan di dalam rumah, walau hatinya sendiri merasa tidak tenang. Dan sayangnya aku belum lama mengetahui semua itu.”

Andre mendengarkannya dengan seksama.

“Dan sejak saat itu aku mulai berpikir tentang masa depan Nurani. Bukan hanya materi yang bisa aku berikan, bukan hanya kedudukan, tapi juga harus ada kebahagiaan dalam hidupnya, bukan karena harta tadi.”

“Lalu apa yang akan Bapak lakukan?”

“Maukah kamu menjadi menantuku?”

Andre membulatkan matanya, tak percaya.

***

Besok lagi ya.

49 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang

    ReplyDelete

  2. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~08 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah KBE 8 sdh tayang
    Trimakasih buTien moga sehat sll.

    ReplyDelete
  4. 🌻🦋🍃 Alhamdulillah KBE 08 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋⚘

    ReplyDelete
  5. Alhamdullilah sdh tayang..terima ksih bunda🙏smg bunda sehat sll..🙏🥰❤️🌹

    ReplyDelete
  6. Manusang Bu Tien, smoga sehat slalu

    ReplyDelete
  7. Sugeng dalu bu Tien.
    Sehat trus nggih ....,
    Aja gerah ta? Mas Tom ikutan gerah ta dadine.
    Syafakumullah bunda dan mas Tom.
    La ba_'sa thohuurun In Shaa Allah

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah...
    KBE 08 sudah tayang...
    Matunuwun Bu Tien , salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.akhirnya .....Maturnuwun cerbung yang hebat

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 08 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ....

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah sdh hadir.. Terima kasih Bu Tien. Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  13. Wah Nurani mau dijodohkan sama Andre??
    Sreknya sama Ndre ato Rian ya..?
    Ngikut aja ach...😍

    Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  14. Pak Candra sudah tahu tabiat istrinya, semoga selalu waspada. Tapi pencuri selalu menunggu calon korban lengah, namun kalau tertangkap hukumannya lumayan berat.
    Biasanya yang baik selalu mendapatkan perlindungan dari yang Kuasa.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah KBE 08 sdh tayang ....met istirahat bu tien salam sehat

    ReplyDelete
  16. Wah, bakal terjadi perang besar nih, makanya racun sdh mulai digunakan.
    Bahayanya ibu tiri ini.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, salam sehat bund... 🧕🙏

    ReplyDelete
  18. Ternyata bu Candra mau ngasih obat malas ke Nurani.
    Dasar niat jahat, mudah2 tidak kesampaian.
    Andre tuh dapat durian runtuh..
    Mtr nwn bu Tien, dalam sehat selalu

    ReplyDelete
  19. Jadi...apa yg berkilat itu ya? Bungkusan obat tidur?🤔

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Terima kasih Mbak Tien. Senang bisa membaca tulisan Mbak lagi. Sehat selalu ya Mbak.

    ReplyDelete
  22. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  23. Ya Allah moga keinginan pak Chandra bs terlaksana dgn baik

    Bu Chandra bs kebakaran jenggot nih
    Karina juga naksir sama Andre

    Tp Andre seh cuek aj
    Kita tunggu aj bsk bgmn kelanjutannya

    Moga sehat selalu doaku bunda Tien ttp semangat menghibur kita

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah Bu Candra kebakaran jenggot...?? Apa punya..

      Delete
  24. Alhamdulillah KBE 08 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  25. Tuhan melindungi orang baik. Racun pertama gagal total. Semoga racun2 berikutnyapun bisa terhindar...
    Ayo bertaubat saja bu Chandra dan Karina, dan bersyukur punya kepala rumah tangga yg baik dan mapan.
    Jangan menambah niat2 jahat ...

    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.


    ReplyDelete
  26. Gak bisa tidak sampai-sampai tiap pagi melihat sendiri Nurani, ternyata melakukan semua nya sebelum pada bangun dari tidur.
    Bener juga semua yang di perhatikan baru menyadari anak semata wayang yang harus dijaga ternyata justru di bebani perkerjaan dapur yang seharusnya biasa dilakukan pembantu, yang pada akhirnya menyimpulkan kalau selama ini Nurani ternyata tidak disukai ibu tiri nya, beruntun didapatinya perlakuan semena-mena ibu tirinya; nah lho baru mulai tahu walau terlambat, sampai sampai kerisauan nya dikatakan ke Andre, ya gimana lagi nggak enak juga ya kalau mau ngusulin, kalau memang untuk mengejar ketertinggalannya Nurani; menyarankan kost yang deket sekolahan. Jadi lebih bisa konsentrasi mengejar capaian target pembelajarannya, dikira biar bebas ngapelin lagi.
    Aset masa depan Dre, ambil bagian donk, kan menyatakan keseriusan kamu ikut menjaga.
    Iya kalau Nurani setuju kalau menolak gimana.
    Anggap aja tugas belajar, beres; semua fasilitas diberikan dari perusahaan gitu aja.
    Kalau perlu karyawan ada yang nemenin, yang putri to.
    Nanti boos nggak pulang rumah nungguin anaknya terus, nggak kebayang rumah jadi berantakan.
    Ribut minta pembantu? Kemakan omongan sendiri, bingung nggak lho.
    Hasil masakan nggak karu karuan, baru tahu bukti nya, ternyata, tiap pagi heboh, mana Karina nggak mau ngebantuin lagi.
    Masak; kemasukan racun lagi, aduh senjata makan tuan, nah lho.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke delapan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  27. Jangan sampai Nurani celaka karena kejahatan Bu Candra.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat wal’afiat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah ..Ya makasih u bu Tien baru buka krn internet mentul2

    ReplyDelete
  30. Obat apa lagi yg mau dikasihkan ke Nurani yaa.. ..

    ReplyDelete
  31. Asalamualaikum wr wb. Salam kenal kagem Bapak/Ibu semua. Mohon ijin bergabung apa bila diperkenankan. Matur nuwun. 🙏🙏

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Gemes n aduhaiii ,Andre ya pilih Nuraini ,,mauuu ya dijodohkan

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu 🤗🥰

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah...
    Matur nuwun Bu Tien...

    Moga Bu Tien sekeluarga Sehat selalu....

    Aamiin....

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 13

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  13 (Tien Kumalasari)   Arumi heran melihat sikap Bachtiar yang kelihatan tidak suka. Ia mengira, Bachtiar ti...