KANTUNG BERWARNA EMAS 08
(Tien Kumalasari)
Lampu masih redup, karena Nurani belum menyalakannya,
semuanya hanya tampak remang, terkena sorot lampu dari arah belakang. Nurani
ingin meraih sesuatu yang tampak berkilat itu, tapi tiba-tiba sikunya menyentuh
gelas berisi air, lalu terguling sehingga seluruh isinya tumpah, yang untungnya
tertuang ke bawah, dan tidak membasahi taplak meja, hanya membanjiri lantai.
“Ya ampuun, kenapa aku ini?” katanya sambil meraih tombol
lampu dan menyalakannya.
Nurani beranjak ke belakang dan mengepel lantai
terlebih dulu, Takut ada yang lewat kemudian terpeleset. Untuk sejenak ia
melupakan benda berkilat yang menyembul di meja kecil tadi. Baru setelah lantai
kering, ia mengambil lagi segelas air hangat, dan meminumnya.
Tiba-tiba ia teringat lagi benda berkilat yang tadi
dilihatnya. Tapi dengan heran Nurani tak menemukan apa-apa di sana.
“Aneh, apa ya yang tadi terlihat berkilat di sana?
Seperti sesuatu … keemasan. Tapi mana sekarang, kok tidak kelihatan lagi?
Tapi tiba-tiba ia mendengar langkah-langkah kaki, dan
melihat bayangan ayahnya mendekat. Nurani buru-buru ke belakang karena belum
menyeduh minuman untuk ayahnya, dan tentu saja untuk semuanya.
“Ada apa Nur, kok terburu-buru?” tanya ayahnya yang
membuntutinya sampai ke dapur.
Nurani tersenyum tersipu.
“Maaf Pak, Nurani terlambat bangun,” katanya sambil
menyeduh minuman untuk ayahnya.
“Tidak apa-apa. Kalau perlu tidak usah memasak saja,
dari pada kamu terlambat.”
“Masih sempat kok,” katanya sambil menuangkan susu
soklat ke dalam cangkir untuk ayahnya.
“Nurani taruh di ruang tengah ya.”
“Di sini saja, aku ingin melihat kamu memasak.”
“Bapak ada-ada saja, nggak enak dong, memasak
dilihatin?’
Pak Candra tertawa. Senang sekali pagi-pagi bisa
bercanda dengan anak kandungnya ini.
“Mau buat sarapan apa sih? Awas lho, nanti kesiangan,
kamu.”
“Masih pagi, jam lima lebih sedikit, masih banyak waktu.
Bapak mau sarapan apa?”
“Yang gampang, yang cepat, yang tidak menyita waktu,
yang enak … “ kata pak Candra sambil tertawa.
“Apa ya?”
“Oh ya, bapak ingat. Dulu waktu kamu masih kecil,
almarhumah ibu kamu suka membuatkan kamu sarapan, yang nasinya dihias-hias.”
“Bagaimana sih, nasi dihias-hias?”
“Nasi, dicetak, tapi di dalamnya ada telur rebusnya,
terus nasinya itu dihias seperti boneka. Wortel di iris kecil-kecil bulat untuk
matanya, lalu brokoli untuk rambutnya, lalu ada apa lagi ya, wortelnya dibuat
bibirnya sama hidungnya, semuanya sudah direbus dong. Terus karena lucu, kamu
mau makan dengan lahap.”
Nurani terkekeh sambil menutupi mulutnya.
“Itu kan Nurani kecil, masih suka main-main. Sekarang
seisi rumah ini sudah dewasa dan bahkan bapak sama ibu sudah tua, Masih mau
juga main-main?”
“Cobain deh, tiba-tiba bapak ingin mengenang ibu kamu
dengan nasi dihias itu. Tapi bapak maunya nasinya nasi goreng, dibungkus telur
dadar, nah diatasnya itu bisa kamu hias-hias lucu.”
“Ih, Bapak.”
“Ayolah, biar bapak teringat ibumu dengan kenangan
lucu itu.”
Nurani terpaksa
menuruti keinginan ayahnya. Ia kemudian memasak nasi goreng dengan sosis dan
udang cacah.
“Hm, sedaapnya,” kata pak Candra yang masih duduk di
kursi dapur.
“Bapak kok masih di situ sih.”
“Nanti kalau sudah kamu bungkus dengan telur dadar,
ditaruh di piring-piring, bapak akan membantu menghiasnya.”
Nurani tak bisa menolak keinginan ayahnya, Ia sudah
membuat dadar telur yang dibuat agak lebar, supaya bisa dipakai untuk
membungkus nasi gorengnya. Kamudian dia menaruh nasi goreng di setiap dadaran
yang sudah ditata di atas piring, lalu membaliknya pelan-pelan, sehingga
berbentuk agak bulat panjang. Nurani sudah menyiapkan sayur-sayuran yang sudah
di rebus, dan gorengan sosis yang diiris memanjang. Irisan wortel, mentimun dan
lain-lain. Semuanya disiapkan di atas meja.
Pak Candra tersenyum cerah, seperti menemukan sebuah
mainan baru.
“Kok cuma empat Nur? Lima dong.”
“Nurani nggak usah.”
“Harus dong, pagi ini kita akan main lucu-lucuan,
seperti anak-anak.”
“Telur dadarnya sudah habis Pak.”
“Apa telur mentahnya habis?”
“Masih ada sih.”
“Dadar lagi, yang buat kamu. Ayolah, sementara aku
akan mulai menghias kepala boneka kuning ini,” kata pak Candra sambil
mereka-reka, apa yang akan dipasang diatas bungkusan nasi goreng itu.
Nurani terpaksa menuruti kemauan ayahnya sambil
geleng-geleng kepala.
Ketika kemudian bu Candra bangun, dengan heran dia
mendapati suaminya sedang menghias nasi goreng di beberapa piring.
“Bapak? Buat apa sih?”
“Mainan,” jawabnya singkat.
“Maaf ya Nur, setelah dari dokter kemarin, dokter
bilang, ibu tidak boleh terlalu capek bekerja,” kata bu Candra, lembut seperti
sutra.
“Tidak apa-apa Ibu,” jawab Nurani yang sudah menyelesaikan
tugasnya membuat nasi goreng dalam telur dadar untuk dirinya sendiri, kemudian
diletakkan berjajar di depan ayahnya.
Pak Candra sudah menyelesaikan hiasan untuk tiga
piring, semuanya lucu dan berbeda. Ada yang rambutnya lebat dan berewokan, ada
yang rambutnya sedikit, nyaris gundul. Ada hidung mancung, ada pesek, ada yang
mulutnya tertawa, ada yang tersenyum.
Nurani tertawa lirih.
“Sini, kurang satu lagi, buat Nur.”
“Bapak apaan sih?” tegur bu Candra lagi sambil
menghirup minuman yang disodorkan Nurani.
“Pagi ini semua harus gembira, karena sarapan boneka
lucu,” kata pak Candra sambil menaruh piring-piring yang sudah siap, ke atas
baki.
“Nur, tata di meja makan ya,” perintahnya.
“Nurani mengambil baki berisi piring-piring nasi
goreng yang sudah dihias pak Candra, kemudian membawanya ke ruang makan,
meletakkannya berjajar di meja, terserah mau pilih yang mana. Ia juga
meletakkan kerupuk udang di dalam toples.
“Sekarang aku mau mandi dulu, baru sarapan,” kata pak
Candra sambil berlalu.
Bu Candra mengikutinya. Tapi kemudian pak Candra
berhenti, menoleh ke arah dapur.
“Nur, kamu tidak usah memasak ya, siang nanti aku akan
menjemput kamu di sekolah, lalu kita makan siang seperti kemarin,” kata pak
Candra.
“Apa aku boleh ikut?” sela bu Candra.
“Terserah kamu saja. Kamu boleh menyusul.”
Nurani melanjutkan pekerjaannya di dapur. Membersihkan
semua perabot kotor sambil tak henti-hentinya tersenyum mengingat ulah ayahnya.
***
“Haaahh? Apa ini?” teriak Rian ketika sudah keluar
dari kamarnya, siap berangkat kuliah.
“Pagi ini adalah pagi jenaka. Makan makanan lucu, tapi
nikmat,” kata pak Candra yang juga sudah siap dengan pakaian kantornya.
“Ini Nurani yang buat?” tanya Rian mengikuti ayahnya
duduk.
“Nurani, dan bapak.”
“Nurani dan Bapak?” tanya Rian heran.
“Ada yang ulang tahun ya?” lanjut Rian.
“Ah, cuma mau buat yang beginian, mengapa harus
menunggu yang ulang tahun? Ayo kita makan, mana yang lain?”
Sementara itu bu Candra sedang mengomeli anaknya
karena selalu terlambat bangun.
“Tadi Nurani dan bapakmu membuat sarapan lucu.”
“Sarapan lucu apa?”
“Lihat saja nanti. Tapi yang aku heran, kok Nurani masih
tampak baik-baik saja ya?”
“Ibu kurang banyak memberi obatnya?”
“Ya ampun, ibu takut kalau dia tiba-tiba mati.”
“Kan hanya dibuat ngantuk, seperti malas begitu sih
Bu.”
“Tidak tampak ngantuk, tidak tampak malas.”
“Ibu kurang banyak memberi obatnya. Jangan takut, obat
itu tidak mematikan.”
“Namanya racun, ya pasti mematikan, kalaupun mati,
jangan tiba-tiba, takut jadi urusan.”
“Besok berikan lagi agak banyak begitu, ibu hanya
membuat supaya dia tidak bersemangat, tidak bisa belajar, dan gagal menjadi
putri kebanggaan bapak, gitu lhoh bu, itu kata teman Karina tadi.”
“Ya sudah, cepat keluar, bapak sudah menunggu.
Pak Candra sudah tidak sabar menunggu. Ia menarik sebuah
piring yang sejak tadi diliriknya. Ia suka karena hidung boneka nasi goreng itu
sangat besar, dibuat dari sosis utuh. Pak Candra sangat suka sosis.
Nurani yang kemudian sudah selesai berdandan juga
duduk di samping Rian.
“Kenapa Bapak tiba-tiba membuat ini? Seperti anak TK
saja,” seloroh Rian, tapi dia juga langsung mengambil bagiannya.
“Haaaah, ini apa?” Karina yang datang bersama ibunya
berteriak terakhir. Yang lain sudah menyendok nasi goreng unik itu.
“Sudah, ambil saja dan segera makan,” kata pak Candra.
“Lelucon kampungan,” gerutu Karina membuat bu Candra
kemudian mencubit pahanya.
“Bicara yang benar. Itu yang membuat Bapak,” tegur
ibunya ketakutan. Pak Candra diam saja.
“Bapak yang membuat ya? Maaf, Pak. Karina hanya merasa
aneh, ini seperti mainan anak-anak,” kata Karina.
“Kenapa bapak membuat ini, karena tiba-tiba bapak
teringat saat Nurani masih kecil. Dulu kalau susah makan, ibunya membuatkan
nasi yang dicetak dan di hias lucu-lucu. Tiba-tiba Bapak ingin sekali
mengingatnya, tapi isinya nasi goreng. Enak kan?”
“Enak sekali Pak, besok mau buat lagi?” canda Rian.
“Nggak. Enak aja. Lama buatnya, tahu.”
Rian tertawa.
“Barangkali Bapak masih ingin.”
“Nanti siang kita akan makan diluar. Bapak meminta
Nurani agar tidak memasak untuk makan kita. Nanti bapak tunggu di rumah makan
biasanya. Kamu menjemput Nurani, atau bapak?” kata pak Candra kemudian kepada
Rian.
“Rian jemput Nurani saja, ya Nur?”
Nurani mengangguk.
Ada kesal dihati bu Candra dan Karina, karena sadar
bahwa Nurani ternyata sangat disayangi, bukan hanya oleh ayahnya tapi juga oleh
Rian, yang seharusnya ada dipihaknya.
“Awas ya, besok pagi kamu akan meminum obat itu lebih
banyak,” geram bu Candra dalam hati.
***
“Andre, nanti kamu ikut makan siang lagi seperti
beberapa hari yang lalu ya?”
“Ada acara apa pak?”
“Cuma makan saja, mengapa harus ada acara ?”
“Ya sih Pak, tapi kok seperti ada acara apa, gitu.”
“Hanya untuk memberi semangat Nurani, karena besok dia
sudah akan mulai ujian kenaikan kelas. Kalau hatinya senang, biar dia
bersemangat.”
“Hanya bersama Nurani dan Rian?”
“Barangkali Karina sama ibunya mau ikut, biarkan saja.
Yang penting Nurani bisa merasakan kehangatan didalam keluarganya.”
Andre ingin menanyakan, apakah suasana di rumah kurang hangat, tapi diurungkannya. Tapi dari sikap pak Candra, sepertinya memang ada sesuatu yang tidak menyenangkan yang diterima Nurani di dalam keluarga.
“Andre …”
“Ya Pak.”
“Apa kamu sudah punya pacar?” tanya pak Candra tiba-tiba,
membuat Andre sangat terkejut.
“Saya?”
“Iya, kamu. Apa kamu sudah punya pacar?”
“Belum ada yang mau Pak,” tersipu Andre.
“Masa sih? Kamu kan ganteng, pintar, mapan … apa lagi?”
“Apakah mudah mendapatkan seorang pacar, lebih-lebih
istri?”
Jawaban Andre membuat pak Candra berpikir. Memang
tidak mudah. Mencari istri baginya seperti mencari sesuatu yang penuh misteri.
Dulu dia mengira, semuanya akan baik-baik saja. Tapi sekarang dia bisa
menguakkan sesuatu yang membuatnya sakit.
Tiba-tiba saja terlintas dalam benaknya, bahwa Nurani harus mendapatkan
seorang pelindung yang bisa diandalkan setelah dirinya tak ada. Seorang suami
yang baik, yang bertanggung jawab. Lalu tiba-tiba pak Candra berpikir akan
Andre. Akankah dia yakin bahwa Andre akan menjadi pelindung yang baik bagi
putrinya? Tapi pak Candra enggan mengatakannya sekarang.
“Berharap, boleh saja kan?” gumamnya tiba-tiba,
membuat Andre heran.”
“Berharap … apa ya Pak?”
Pak Candra terkejut. Ia tak bisa mengingkari apa yang
dirasakannya. Apa salahnya kalau dia mengutarakan keinginannya tersebut? Siapa
tahu Andre orang yang cocok untuk Nurani.
“Sebenarya aku sedang memikirkan Nurani.”
“Memangnya Nurani kenapa Pak?”
“Aku ini kan sudah tua. Kalau sewaktu-waktu aku
dipanggil olehNya, maka banyak yang harus aku persiapkan untuk dia.”
“Mengapa Bapak bilang begitu? Bukankah bapak selalu
sehat dan bersemangat?”
“Umur manusia, siapa yang tahu Ndre? Dan bersiap-siap
itu kan tidak salah?”
“Benar sih. Tapi Bapak kan punya segalanya, yang cukup
untuk anak cucu.”
“Bukan harta Ndre.”
“Lalu apa?”
“Aku ingin bicara terus terang saja, bahwa
sesungguhnya, istriku tidak suka sama anak tirinya, yaitu Nurani.”
Andre mengangkat kepalanya. Ada yang benar dalam
dugaannya.
“Aku sekarang harus ekstra menjaganya, jangan sampai
dia terluka. Lebih-lebih batinnya. Anakku bukan perempuan bodoh. Tapi dia
selalu bisa menjaga dan membuat agar selalu ada ketenangan di dalam rumah,
walau hatinya sendiri merasa tidak tenang. Dan sayangnya aku belum lama
mengetahui semua itu.”
Andre mendengarkannya dengan seksama.
“Dan sejak saat itu aku mulai berpikir tentang masa
depan Nurani. Bukan hanya materi yang bisa aku berikan, bukan hanya kedudukan,
tapi juga harus ada kebahagiaan dalam hidupnya, bukan karena harta tadi.”
“Lalu apa yang akan Bapak lakukan?”
“Maukah kamu menjadi menantuku?”
Andre membulatkan matanya, tak percaya.
***
Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang
ReplyDeleteSelamat Pak Latief....juara 1
DeleteSelamat kung Latief juara 1
DeleteAlhamdulillah episode 8 sdha tayang, matur nuwun bu Tien......
DeleteMtrnwn
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~08 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah KBE 8 sdh tayang
ReplyDeleteTrimakasih buTien moga sehat sll.
Matur nuwun Bu Tien.
ReplyDelete🌻🦋🍃 Alhamdulillah KBE 08 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋⚘
ReplyDeleteTerimakasih mba Tien
ReplyDeleteAlhamdullilah sdh tayang..terima ksih bunda🙏smg bunda sehat sll..🙏🥰❤️🌹
ReplyDeleteManusang Bu Tien, smoga sehat slalu
ReplyDeleteSugeng dalu bu Tien.
ReplyDeleteSehat trus nggih ....,
Aja gerah ta? Mas Tom ikutan gerah ta dadine.
Syafakumullah bunda dan mas Tom.
La ba_'sa thohuurun In Shaa Allah
Alhamdulilah...Tks Bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteKBE 08 sudah tayang...
Matunuwun Bu Tien , salam sehat selalu...
Alhamdulillah.akhirnya .....Maturnuwun cerbung yang hebat
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 08 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ....
Alhamdulillah sdh hadir.. Terima kasih Bu Tien. Semoga sehat selalu..
ReplyDeleteQlhandulillah
ReplyDeletealhamdulillah...🙏
ReplyDeleteWah Nurani mau dijodohkan sama Andre??
ReplyDeleteSreknya sama Ndre ato Rian ya..?
Ngikut aja ach...😍
Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Pak Candra sudah tahu tabiat istrinya, semoga selalu waspada. Tapi pencuri selalu menunggu calon korban lengah, namun kalau tertangkap hukumannya lumayan berat.
ReplyDeleteBiasanya yang baik selalu mendapatkan perlindungan dari yang Kuasa.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulilah KBE 08 sdh tayang ....met istirahat bu tien salam sehat
ReplyDeleteWah, bakal terjadi perang besar nih, makanya racun sdh mulai digunakan.
ReplyDeleteBahayanya ibu tiri ini.
Alhamdulillah, salam sehat bund... 🧕🙏
ReplyDeleteTernyata bu Candra mau ngasih obat malas ke Nurani.
ReplyDeleteDasar niat jahat, mudah2 tidak kesampaian.
Andre tuh dapat durian runtuh..
Mtr nwn bu Tien, dalam sehat selalu
Jadi...apa yg berkilat itu ya? Bungkusan obat tidur?🤔
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga sehat selalu
Alhamdulillah... terima kasih
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien. Senang bisa membaca tulisan Mbak lagi. Sehat selalu ya Mbak.
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Ya Allah moga keinginan pak Chandra bs terlaksana dgn baik
ReplyDeleteBu Chandra bs kebakaran jenggot nih
Karina juga naksir sama Andre
Tp Andre seh cuek aj
Kita tunggu aj bsk bgmn kelanjutannya
Moga sehat selalu doaku bunda Tien ttp semangat menghibur kita
Wah Bu Candra kebakaran jenggot...?? Apa punya..
DeleteAlhamdulillah KBE 08 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Tuhan melindungi orang baik. Racun pertama gagal total. Semoga racun2 berikutnyapun bisa terhindar...
ReplyDeleteAyo bertaubat saja bu Chandra dan Karina, dan bersyukur punya kepala rumah tangga yg baik dan mapan.
Jangan menambah niat2 jahat ...
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.
Gak bisa tidak sampai-sampai tiap pagi melihat sendiri Nurani, ternyata melakukan semua nya sebelum pada bangun dari tidur.
ReplyDeleteBener juga semua yang di perhatikan baru menyadari anak semata wayang yang harus dijaga ternyata justru di bebani perkerjaan dapur yang seharusnya biasa dilakukan pembantu, yang pada akhirnya menyimpulkan kalau selama ini Nurani ternyata tidak disukai ibu tiri nya, beruntun didapatinya perlakuan semena-mena ibu tirinya; nah lho baru mulai tahu walau terlambat, sampai sampai kerisauan nya dikatakan ke Andre, ya gimana lagi nggak enak juga ya kalau mau ngusulin, kalau memang untuk mengejar ketertinggalannya Nurani; menyarankan kost yang deket sekolahan. Jadi lebih bisa konsentrasi mengejar capaian target pembelajarannya, dikira biar bebas ngapelin lagi.
Aset masa depan Dre, ambil bagian donk, kan menyatakan keseriusan kamu ikut menjaga.
Iya kalau Nurani setuju kalau menolak gimana.
Anggap aja tugas belajar, beres; semua fasilitas diberikan dari perusahaan gitu aja.
Kalau perlu karyawan ada yang nemenin, yang putri to.
Nanti boos nggak pulang rumah nungguin anaknya terus, nggak kebayang rumah jadi berantakan.
Ribut minta pembantu? Kemakan omongan sendiri, bingung nggak lho.
Hasil masakan nggak karu karuan, baru tahu bukti nya, ternyata, tiap pagi heboh, mana Karina nggak mau ngebantuin lagi.
Masak; kemasukan racun lagi, aduh senjata makan tuan, nah lho.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteJangan sampai Nurani celaka karena kejahatan Bu Candra.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu. Aduhai
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat wal’afiat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah ..Ya makasih u bu Tien baru buka krn internet mentul2
ReplyDeleteObat apa lagi yg mau dikasihkan ke Nurani yaa.. ..
ReplyDeleteAsalamualaikum wr wb. Salam kenal kagem Bapak/Ibu semua. Mohon ijin bergabung apa bila diperkenankan. Matur nuwun. 🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Gemes n aduhaiii ,Andre ya pilih Nuraini ,,mauuu ya dijodohkan
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu 🤗🥰
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien...
Moga Bu Tien sekeluarga Sehat selalu....
Aamiin....
Trims Bu tien
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDelete