JANGAN PERGI 02
(Tien Kumalasari}
Ratri tertegun, tak ada senyum dilontarkan ketika
dokter Radit melambaikan tangannya saat mobilnya berlalu. Ia mengamati
sebotol obat berlabelkan vitamin, yang diberikan oleh Radit baru saja. Begitu
besar perhatian Radit kepada ibunya, padahal baru sekali bertemu. Tapi entah mengapa
wajah wanita cantik yang duduk di samping Radit itu kembali terbayang, dan
membuat hatinya kecewa.
“Ya Tuhan, ada apa aku ini? Dia itu siapa, dan aku
siapa. Mengapa kehadiran dia begitu mengganggu?” gumamnya dalam hati.
Lalu ia berjalan ke tepi, bersiap untuk menyeberang,
ia harus bergegas, karena tugas menunggunya di sekolah.
Tapi ia tak berhasil menepis hatinya yang gundah.
Aduhai, apa yang terjadi? Dipandanginya botol vitamin yang sedari tadi masih
digenggamnya, kemudian dimasukkannya ke dalam tas-nya. Lalu bergegas menuju ke
sekolah dimana dia mengajar.
Ia mencoba menenangkan hatinya, karena harus
konsentrasi dalam mengajar.
Ketika ia memasuki ruang guru, seorang teman
mengatakan bahwa setelah pelajaran akan diadakan rapat guru, tentang
pembangunan sekolah yang dirasa perlu, dan bagaimana mencari dana untuk
kebutuhan tersebut.
Ratri agak mengeluh, karena ia harus segera pulang
untuk memberi ibunya minum obat seperti disarankan dokter. Kemudian Ratri
menyesal karena tidak menyiapkannya saja obat yang untuk diminum siangnya,
sehingga ia bisa merasa tenang.
“Rasanya ibu harus aku belikan ponsel agar mudah aku
menghubunginya. Tapi harus hitung-hitung dulu uangnya. Kalau ada yang murah, tapi coba nanti saja kalau aku sudah memegang uangnya,” gumamnya sambil bersiap ke
ruang rapat karena saatnya telah tiba, dan sekolah sudah sepi karena murid-murid
sudah pulang sejak setengah jam yang lalu.
“Semoga terlambat sedikit tidak berpengaruh apa-apa
untuk kesehatan ibu, gumamnya lagi, penuh harap.
***
Bu Cipto melihat jam yang tertempel di dinding, agak
gelisah karena biasanya Ratri sudah pulang. Ia sudah merasa lebih baik setelah
minum obat sejak kemarin siang dan tadi pagi. Kemudian dia duduk di kursi
teras, menunggu Ratri pulang.
“Apakah dia mampir untuk belanja, atau apa? Tapi kalau
mau mampir, biasanya sebelum berangkat dia selalu bilang,” gumamnya.
Tiba-tiba bu Cipto terkejut, melihat dokter Radit melangkah
mendekati rumahnya. Serasa tak percaya, kemudian bu Cipto berdiri dan
menunggunya di teras.
“Selamat siang, Bu,” sapa dokter Radit, ramah seperti
biasanya.
“Tuh, benar kan, nak dokter,” sambut bu Cipto.
“Ibu kok sendirian?”
“Iya, Ratri belum pulang. Ayo nak, duduklah. Mau minum
apa?”
“Ibu ada-ada saja. Tidak usah repot, duduk saja di
sini.”
“Tapi kalau hanya membuat teh saja ibu bisa kok.”
“Tidak usah Bu, saya datang kemari hanya untuk melihat
keadaan Ibu. Apakah Ibu merasa lebih baik?”
“Iya Nak, ibu merasa lebih baik. Harusnya siang ini
minum obat juga kan, tapi ibu bingung harus minum yang mana, Ratri bilang,
minumnya nanti saja kalau dia pulang. Padahal sampai sekarang dia belum pulang
juga.”
“Bisakah ibu bawa obatnya kemari, biar saya
tunjukkan mana yang harus ibu minum sekarang. Pastinya sebelum makan ya Bu.”
Bu Cipto berdiri dan beranjak ke belakang. Ketika
kembali, dia membawa tiga plastik berisi obat dengan aturan yang berbeda.
“Ini Nak, mana yang harus ibu minum sekarang.”
Radit mengambil dua buah tablet dan diberikannya
kepada bu Cipto.
“Ini yang harus ibu minum, kalau yang satu itu hanya
diminum setiap pagi saja, sedangkan yang lain, tiga kali sehari.
“Oh, ini ya Nak, baiklah, ibu minum sekarang saja
kalau begitu,” katanya sambil membawa lagi obatnya ke belakang.
Radit tersenyum. Dia merasa sudah sangat akrab dengan
bu Cipto, padahal baru kemarin ketemu. Dia juga heran karena merasa ingin
selalu memperhatikan Ratri, gadis yang nyaris diserempet oleh mobilnya kemarin.
“Mengapa ya, apakah karena Ratri mirip seseorang yang
selalu aku ingat dan pergi entah kemana?” kata batin Radit.
Radit terkejut, ketika bu Cipto keluar dengan membawa
secangkir teh hangat.
“Ini Nak, hanya air, minumlah.”
“Lho, ibu kok repot-repot sih? Kan saya sudah bilang
tidak usah membuat minum untuk saya, apalagi ibu kan lagi sakit.”
“Siapa bilang ibu sakit, ibu sudah tidak apa-apa kok.
Ini tadi sambil minum obatnya, lalu ibu membuatkan minum untuk Nak Dokter.”
“Terima kasih, saya minum sekarang ya,” kata Radit
sambil meneguk teh hangat yang disajikan, agar bu Cipto senang.
“Hanya air, ibu tidak punya makanan. Hanya roti murah
yang kemarin sore dibelikan Ratri, tapi ibu malu menyajikannya.”
“Mengapa malu Bu? Radit itu bisa makan apa saja kok,
tidak pilih-pilih makanan. Tapi untuk kali ini Radit sudah makan dan masih
kenyang.”
“Ya sudah Nak. Lain kali kalau Nak Radit datang,
bilang sebelumnya, nanti ibu akan buatkan makanan enak untuk nak Radit.”
“Benar ya Bu. Baiklah, nanti lain kali Radit akan bilang.”
“Ratri kok belum datang juga sih. Sudah terlambat satu
jam lebih.”
“Barangkali ada keperluan Bu, di sekolah, atau mungkin
mampir untuk beli sesuatu untuk ibu.”
“Iya sih.”
Tapi tak lama kemudian terlihat bayangan Ratri
memasuki halaman, dengan langkah tergesa.
“Itu dia,” seru bu Cipto senang.
Ratri bergegas mendekati teras ketika melihat ibunya,
karena merasa punya kewajiban untuk meminumkan obat untuk siang hari ini. Tapi
ia terkejut melihat Radit duduk di teras itu.
“Ada … mas … Radit?” serunya kaget.
“Iya, menunggu kamu, tidak datang-datang,” kata
ibunya.
“Ibu harus minum obat dulu kan, maaf Ratri terlambat
pulang, karena ada rapat dadakan.”
“Ibu sudah minum obatnya kok.”
“Ibu tahu mana yang harus ibu minum? Jangan-jangan
keliru.”
“Tidak, nak dokter yang mengatakan, mana yang harus
ibu minum.”
“Oh, begitu ya,” katanya sambil menatap Radit.
“Terima kasih. Tapi … mengapa mas Radit datang lagi
kemari?”
“Eh, Ratri, kamu itu tidak sopan. Masa bertanya
seperti itu kepada nak dokter?” tegur bu Cipto.
“Maksud Ratri … mmm … barangkali ada perlu, soalnya
tadi pagi sudah menitipkan obat ini untuk ibu,” katanya sambil mengeluarkan
botol obat dari dalam tas-nya.
“Ini apa lagi?”
“Itu vitamin untuk Ibu, supaya Ibu lebih sehat.
Diminum sehari sekali saja,” Radit-lah yang menjawab pertanyaan bu Cipto.
“Oh, begitu ya. Simpan saja Ratri, kan kamu yang bisa
mengerti. Kalau ibu nanti pasti bingung.”
Bu Cipto kemudian beranjak ke belakang setelah anaknya
datang.
“Kamu temani nak Radit, ibu mau istirahat dulu,”
katanya.
“Saya tidak mengerti, mengapa mas Radit begitu baik
kepada ibu saya?”
“Aku juga tidak mengerti, mengapa melakukan semua itu.”
“Ini aneh. Kita baru sekali bertemu. Itupun karena
saya nyaris tertabrak mobil Mas kemarin siang.”
“Memang aneh.”
Ratri agak kesal dengan jawaban Radit. Ia senang Radit
datang ke rumah, baik kepada ibunya, tapi dia tidak tahu apa maksud dari semua
itu. Jangan-jangan dokter Radit punya niat buruk. Tapi kenapa? Apa yang
diinginkannya dari seorang gadis sederhana yang tak punya harta seperti
dirinya?
“Tadi rapat tentang apa? Kenaikan kelas masih lama
kan?”
“Bukan, hanya merasa perlu ada perluasan bangunan,
mengingat murid sudah bertambah banyak.”
“Bagus sekali. Karena di setiap sekolah harus ada hal
menarik yang mendukung semangat belajar murid-murid juga. Cukupkah arena
bermain, cukup luaskah ruang kelas untuk sekian puluh murid, dan sebagainya,”
kata Radit.
“Benar.”
“Baiklah, rupanya aku harus segera pulang. Kamu pasti
lelah, dan saatnya ibu makan setelah minum obatnya bukan?” kata Radit sambil
berdiri.
“Baiklah, tapi Mas belum mengatakan keperluan Mas datang
kemari. Maaf, bukan saya tak sopan sehingga tadi ditegur ibu.”
“Oh, aku hanya mampir, tadi dari rumah sakit kan lewat.
Aku juga ingin tahu keadaan ibu, apakah obatnya cocok, atau tidak.”
“Ibu sudah lebih baik, terima kasih banyak,” kata Ratri
sambil mengiringi Radit keluar dari teras.
***
Radit sampai di rumah, dan melihat seseorang sedang
menunggu di ruang tamu, ditemani oleh ibunya.
“Radit, mengapa baru pulang? Mira menunggu sudah sejak
sejam yang lalu,” tegur bu Satyo, ibunya Radit.
“Ada keperluan sebentar. Dari mana kamu Mir?”
“Aku dari kampus, tadi waktu kamu menurunkan aku di
kampus, ada buku aku yang ketinggalan di mobil, padahal aku butuh buku itu
untuk keperluan skripsi ku.”
“Oh, buku apa ya, aku tidak melihatnya, coba aku lihat
lagi, barangkali aku tidak memperhatikan tadi,” kata Radit sambil berdiri dan
berjalan menuju mobilnya. Miranda, gadis itu, mengikutinya.
Radit membuka pintu mobil depan sebelah kiri, dimana
tadi pagi Mira duduk.
“Buku apa ya, mana?”
Mira ikut melongok di samping Radit, sehingga mereka
berhimpitan. Radit agak risih dengan perlakuan Mira, lalu dia mundur,
membiarkan Mira mencarinya.
“Ini dia Dit. Terjatuh dan tertutup tas hitam itu,”
kata Mira sambil mengambil dan menunjukkan bukunya.
“Oh, syukurlah.”
“Aku mau langsung pulang saja ya.”
“Gitu ya, baiklah. Naik apa?”
“Aku panggil taksi saja, soalnya tadi bareng sama
teman, diturunkan di sini. Tapi aku mau pamit ibu dulu,” katanya sambil berjalan
kedalam rumah.”
“Ibu, Mira mau pulang dulu ya.”
“Pulang? Suruh Radit mengantarkan kamu Mir,” kata ibunya.
“Dia memanggil taksi online kok bu,” kata Radit buru-buru,
sebelum Mira mengatakan ‘mau’ diantar olehnya.
“Lho, kenapa memanggil taksi, kan ada Radit.”
“Dia tahu kalau Radit sangat capek Bu,” kata Radit
sambil masuk ke dalam, menuju kamarnya, membiarkan Miranda menelpon taksi.
Agak kesal Miranda mendengar jawaban Radit, tapi ia
masih mencoba untuk tersenyum, sambil menghubungi taksi agar menjemputnya.
***
Radit memasuki kamarnya, membersihkan dirinya lalu
berganti pakaian rumah. Dia duduk di tepi ranjang, dan menatap kearah foto
berbingkai, di mana tampak seorang gadis cantik tersenyum penuh pesona.
Radit mengambil foto itu, lalu mengelusnya lembut.
“Mengapa kamu pergi begitu saja? Dulu kita pernah
berjanji untuk mengarungi hidup ini bersama-sama. Mengapa kemudian kamu
meninggalkan aku tanpa kejelasan yang bisa membuat aku mengerti?”
“Listi, mengapa kamu ingkar?” gumamnya terus dengan
mata berkaca-kaca.
Lalu Radit meletakkan kembali foto itu di tempatnya.
Direbahkannya tubuhnya diatas ranjang dengan perasaan lelah.
“Kemarin aku bertemu seorang gadis, aku mengira itu
kamu. Tapi bukan, dia gadis sederhana yang wajahnya sangat mirip dengan kamu.
Itu sebabnya aku selalu ingin bertemu dengannya. Dia seorang guru Sekolah
Dasar, cantik seperti kamu, tapi dia sangat lembut, matanya teduh dan juga
senyumnya sangat menawan. Jangan salahkan aku kalau aku jatuh cinta sama dia,
Listi.”
“Listiana … Ratri … entah siapa nama lengkapnya.
Wajahnya sangat mirip. Tapi mereka berbeda. Dia sangat lembut, dan kamu sedikit
galak. Dia memiliki mata yang teduh, sedangkan mata kamu tajam menguhunjam.
Menunjukkan betapa kamu sangat keras hati. Ya Tuhan, apa yang terjadi pada hidupku
ini? Biarkan aku masih mencintai Listi, tapi sampai kapan dia menyiksaku?
Kemana dia pergi? Keluarganya saja mengatakan tak tahu, lalu kemana aku harus
mencarimu, Listi.”
Radit tenggelam dalam gelisah resah, sampai lelap
membawanya ke alam mimpi.
***
“Nak dokter sangat baik kepada ibu. Dia dokter yang
penuh perhatian,” kata bu Cipto ketika malam itu duduk berdua bersama Ratri.
“Saya kira semua dokter akan bersikap seperti itu Bu.”
“Masa sih?”
“Iya lah Bu, dia memeriksa pasien, lalu memberikan
obatnya, pasti dia ingin tahu bagaimana reaksi obat yang diberikan kepada
pasiennya. Itu sebabnya dia kembali lagi kemari, karena ingin tahu, bagaimana
keadaan ibu setelah ibu minum obat itu.”
“Iya juga sih.”
Tapi ketika kemudian begitu sering Radit datang dan
menanyakan keadaan bu Cipto, lalu bu Cipto berpikiran lain. Ia merasa sangat
diistimewakan oleh Radit.
“Apakah nak Radit suka sama kamu?” tiba-tiba kata bu
Cipto ketika mereka sedang duduk berdua.
Ratri sangat terkejut.
“Mengapa ibu berpikir demikian? Mas Radit itu seorang
dokter, yang sudah pasti pendidikannya sangat tinggi, bukan seperti Ratri. Lagi
pula mana mungkin orang kaya akan menyukai gadis sederhana seperti Ratri?”
Bu Cipto terdiam. Apa yang dikatakan Ratri ada
benarnya. Tapi sebagai orang tua, dia bisa menangkap dari cara Radit memandangi
anak gadisnya.
***
Hari itu ketika Ratri sedang berada di ruangan kepala
sekolah untuk mengantarkan sebuah berkas, tiba-tiba ibu Dewi sang kepala
sekolah menerima telpon dari seseorang.
“Hallo, selamat siang juga. Ya, benar. Saya Dewi, kepala
sekolah. Benar sekali. Sudah … sudah … baiklah, saya siap untuk bertemu. Oh,
begitu ya, baiklah, saya siap bertemu. Tentu, terima kasih, saya akan menunggu.”
Kepala sekolah meletakkan ponselnya dengan wajah
berseri.
"Sudah dua kali dia menelpon," gumamnya.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteWeeeh....juara 1 lagi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Selamat ya Mbak Iin Juara
ReplyDeleteDengan berakhirnya SEBUAH JANJI di eps ke 52 pada hari Jum'at yll, maka catatan saya bu Tien sejak Nopember 2018, sdh menulis 25 cerbung, dibawah ini :
ReplyDeleteKUMPULAN CERBUNG DARI BUNDA TIEN KUMALASARI
DARI PERTAMA SAMPAI SAAT INI
🍁🍁🍁☘️☘️☘️💐💐💐
1. SEPENGGAL KISAH, 1 - 151 eps : 20 Nop'18 - 30 Januari'19;
2. SAATNYA HATI BICARA, 1 - 53 eps : 21 Mei -16 Juli'19;
3. SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA, 1 - 59 eps: 19 Juli -13 Sept '19;
4. DALAM BENING MATAMU, 1 - 90 eps: 16 Sept' 19 - 19 Jan'20;
5. LASTRI, 1 - 37 eps : 20 Jan - 28 Peb'20;
6. SETANGKAI MAWAR BUAT IBU, 1 – 41 eps : 2 Mar- 16 April ' 20;
7.Kembang Titipan 1 - 31 eps : 18 Apr - 19 Mei'20;
8. LESTARI PUNYA MIMPI, 1 - 30 eps : 21 Mei - 24 Juni'20;
9. CINTAKU ADA DI ANTARA MEGA, 1 - 34 eps : 25 Jun - 30 July '20;
10. BUAH HATIKU, 1 - 31 eps: 1 Agst - 3 Sept '20;
11. BAGAI REMBULAN, 1 - 36 eps : 5 Sept - 19 Okt '20;
12. MASIH ADA YANG TERSISA, 1 - 38 eps : 20 Okt - 21 Nop'20;
13. SEPENGGAL PERJALANANKU, 01 eps : 22 Nop. 2020;
14. SANG PUTERI, 1 - 50 eps : 23 Nop - 16 Jan'21;
15. SEPENGGAL PERJALANANKU, 02 eps : 17 Jan 2021;
16. AYNA, 1 - 44 eps : 18 Jan- 9 Mar 21;
17. JANGAN BAWA CINTAKU, 1 - 47 eps : 11 Maret - 7 Mei 2021;
18. MENGAIS CINTA YANG TERSERAK, 1 - 48 eps : 11 Mei - 10 Agustus 2021;
19. ROTI CINTA, 1 - 52 eps : 12 Agust - 14 Okt.2021;
20. MELANI KEKASIH KU, 1 - 62 eps mli 16 Okt 2021 s/d 28 Des 2021.
21. MEMANG KEMBANG JALANAN ,1 - 50 eps, 31 Des'21 sd 26 Peb'22
22. BUKAN MILIKKU ,1 - 40 eps. 1 Maret 2022 sd 16 April 2022.
23. ADUHAI...AH, 1 - 51 Episode. Senin tgl 18 April 2022
sd Sabtu 18 Juni 2022.
24. KEMBANG CANTIKKU, 1 - 43 Eps; mli tayang Senin, 20 Juni 2022 sd Selasa, 09 Agustus 2022.
25. SEBUAH JANJI, 1 - 52 Eps, mli tayang hari : Kamis, 11 Agts'22 sd Jum’at 14 Oktober 2022
26. JANGAN PERGI, 1 - Eps, mulai tayang hari Senin, 17 Oktober 2022 sd hari....
Kereennn kakek Habi. Terimakasih Bu Tien 🙏😍😘
DeleteAlhamdulillah JP 02 sdh tayang. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu. 🙏🌹🦋
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, juaranya kembali si cabe rawit dari Yogja, jika besuk masih jeng Iin, karena mau selalu didepan, maka hari kamisnya, InshaAllah jeng Nani atau saya akan balapan....membuktikan siapa yang tercepat.... Ayo bu dokter Dewiyana, jeng Wiwik, jeng Susy Kamto, ayo berlomba adu cepat.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletealhamdulillah🙏
ReplyDeleteTerimakasih SJ2 sudah tayang ,salam aduhai tuk bunda Tien
ReplyDeleteTerimakasih JP2 sudah tayang ,salam aduhai tuk bunda Tien
ReplyDeleteAlhmdllh... cerpen dg latar cerita Guru yg sy nntikn dari Mbu Tien ada... trima kasih....
ReplyDeleteAda Mira, ada Dewi... apa merupakan 'saingan' Ratri yaa.. makin penasaran saja.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat.
Alhamdulillah... Sehat selalu bund Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah...... Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏🙏
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Oh Radit menelpon Dewi memberikan bantuan untuk sekolah.
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerimakasih cerbung barunya bunda Tien. Apakah Ratri dan Listiana kembar? Jadi penasaran dan tidak sabar menunggu kelanjutannya
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~2 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah Jangan Pergi Eps 02 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari.
Salam sehat dan salam hangat selalu.
Siapa ya yg nelfon?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun, sehat & bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteTrims Bu Tien sehat sehat selalu
ReplyDeleteTks bunda.. Ratri sdh hadir..
ReplyDeleteAlhamdulilaah..
Semoga bunda sehat dan bahagia selalu..
Aamiin..yra
Salam Aduhaiii ..
Alhamdulillah,, matur nuwun buTien dg cerbung baru ,,sdh tertinggal 2 eps Jangan Pergi.
ReplyDeleteSeru juga nih tokohnya Ratri & Raditya
Berjodoh kah mereka,,,,🤭 seperti apa bumbunya bu Tien ,soap menanti
Salam sehat wal'afiat bu Tien🙏😊
terima ksih bunda..maaf telat comen..slm seroja unk bunda Tien..🙏🥰🌹
ReplyDeleteWoww Salam.Aduhai ..sehat selaly u bu Tien
ReplyDeleteNice
ReplyDeleteHanupis bunda Tien, salam dr Tegal 😘
ReplyDelete