JANGAN PERGI 01
(Tien Kumalasari)
Ratri melangkah perlahan saat keluar dari sekolahan
tempat dia mengajar. Ada rasa letih yang tiba-tiba menggayutinya. Bukan letih
karena seharian mengajar di sekolah SD dimana saat mengajar harus dilakukan konsentrasi
penuh, karena mengatur anak-anak lebih susah daripada mengatur orang dewasa.
Artinya lebih susah mengerti apa yang dikatakan. Ia teringat ibunya yang sudah
setengah tua, dan tadi pagi sesambat karena sakit.
Ratri adalah anak tunggal dari seorang janda yang
hanya pensiunan seorang guru. Selepas dari pendidikan sekolah guru, Ratri
mengajar di sebuah SD yang tak jauh dari rumahnya.
Hari ini Rastri agak gelisah, karena sejak pagi
sebelum berangkat kerja, ibunya mengeluh sakit perut, dan badannya sedikit
panas. Ratri hanya membelikan obat sakit perut dan turun panas di apotek
terdekat dan meminumkannya sebelum berangkat. Itu sebabnya dia merasa gelisah
saat pulang kerja, karena mengkhawatirkan ibunya.
Saat dia menyeberang jalan, tiba-tiba sebuah mobil
nyaris menyerempetnya. Ratri terkejut. Dia jatuh terduduk, bukan karena
serempetan mobil, tapi karena dia membalikkan tubuhnya tiba-tiba dan tersandung
sebuah batu.
Ratri memegangi lututnya yang terasa nyeri, dan
tampaknya ada sedikit luka. Saat dia berusaha berdiri, seseorang menghampiri,
meraih tangannya dan membantunya bangkit.
“Te … terima kasih,” ucapnya sambil menyapu lututnya
dengan tangan. Tak kelihatan luka itu, kecuali rasa nyeri, karena gaunnya yang
panjang menutupinya.
“Apakah Anda terluka?” suara itu begitu merdu, mengalun
bagai nyanyian yang terdengar dari langit sana. Ratri berdiri tegak
dan menatap wajahnya.
Seorang laki-laki gagah dan tampan menatapnya penuh
iba.
“Ti … tidak, tidak …” jawabnya tergagap.
“Maaf, saya hampir menabrak Anda,” katanya kemudian,
sambil menatap Ratri lekat-lekat, membuat kemudian dia tersipu.
“Buk ... kan, saya yang salah karena menyeberang tanpa
melihat jalan.”
“Mau ke mana?”
“Pu … pulang.”
Guguplah dia, bagaimana tidak, seorang
laki-laki tampan dengan senyuman menawan sangat berbaik hati dan penuh
perhatian, padahal bukan salah dia kalau sampai Ratri terjatuh.
“Boleh saya antar? Tampaknya Anda kesakitan. Lututnya
pasti luka, sejak tadi Anda mengelusnya.
Ratri tersenyum tipis.
“Tidak, hanya sedikit nyeri.”
“Saya antar ya?”
“Tidak usah, rumah saya dekat,” katanya sambil
menunjuk ke arah seberang jalan.
Tiba-tiba Ratri curiga. Seseorang yang baru dikenal
kemudian setengah memaksa ingin mengantarkan pulang? Banyak kejadian buruk
menimpa seorang gadis ketika tidak hati-hati dalam memilih teman. Apalagi orang
yang baru saja dikenal.
Ratri kemudian berjalan ke arah pinggir, melihat
kekiri kanan jalan, bersiap untuk menyeberang.
“Jalanan sedang ramai,” laki-laki itu mengikutinya,
dan berdiri di sampingnya.
Ratri bertambah curiga.
“Sebentar, jangan tergesa menyeberang,” pesannya
pelan.
Ratri diam, tak menjawab, Rasa curiga masih menyelinap
di hatinya.
Lalu tiba-tiba laki-laki itu memegang lengannya, dan
membantunya menyeberang. Ratri terkejut, ingin menepiskan tangan nakal itu,
tapi jalanan benar-benar ramai, mobil dan motor berseliweran memenuhi jalanan.
Dan laki-laki itu dengan lambaian tangannya meminta agar mereka sedikit
memperlambat laju kendaraannya, karena mereka akan menyeberang.
“Terima … kasih,” kata Ratri sambil melepaskan
pegangan di lengannya. Lalu dengan cepat Ratri pergi meninggalkan laki-laki itu
dengan dada berdebar.
Ratri memasuki rumahnya yang sederhana, dan langsung
menemui ibunya di kamar.
“Ibu …”
Wanita setengah tua itu tampak memejamkan mata,
kemudian membukanya mendengar anak gadisnya menyapa.
“Kamu sudah pulang?”
“Sudah ibu, bagaimana keadaan ibu? Apa ibu sudah
makan?”
“Belum, perut ibu mual.”
Ratri memegang dahi ibunya, dan lehernya, juga telapak
tangannya. Agak lega karena tidak lagi panas seperti pagi tadi.
“Sudah tidak panas Bu, ibu makan dulu ya, Ratri
ambilkan. Tapi Ratri cuci kaki tangan dulu sama ganti baju ya.”
”Nanti saja makannya,” kata bu Cipto, ibunya Ratri,
“Lho, ibu harus makan, kalau tidak, nanti badannya
lemas,” kata Ratri sambil keluar dari kamar ibunya, untuk berganti baju.
Bu Cipto mencoba duduk, lalu meraih botol minyak kayu
putih yang ada di nakas, lalu menggosokkannya pada perut dan sekitar ulu
hatinya.
Kemudian dia keluar dari kamar. Tapi ketika berada diluar,
dan kebetulan menoleh ke arah depan, dilihatnya seorang laki-laki sedang berdiri
didepan teras. Bu Cipto melangkah keluar
sambil membetulkan rambutnya yang agak awut-awutan karena baru bangun dari
tidur.
“Mencari siapa ya nak?” tanya bu Cipto sambil
mengamati laki-laki gagah dan tampan, yang tersenyum ramah kepadanya.
“Saya mau ketemu mbak_”
“O, temannya Ratri? Sebentar, saya panggilkan, silakan
duduk, nak,” kata bu Cipto lirih, lalu membalikkan tubuhnya. Tapi karena sedikit
pusing, badannya agak limbung, ia hampir jatuh kalau laki-laki asing tadi tidak
menangkap tubuhnya.
“Ibu sakit?”
“Sedikit, eh … terima kasih ya Nak.”
“Maukah Ibu saya periksa? Saya seorang dokter.”
“O, nak ganteng ini dokter?”
“Nama saya Radit. Radityo, Ibu.”
“Oh, tapi … “
“Duduklah di situ, biar saya periksa. Tapi sebentar
bu, alat saya ada di mobil, ibu berbaring saja di kursi panjang ini, saya ambil
alat dulu,” kata Radityo sambil bergegas keluar.
Ratri agak lama di kamarnya, karena dia juga harus
mengobati lututnya yang terluka. Lecet sedikit, tapi mengeluarkan darah,
barangkali terkena batu runcing. Setelah membubuhkan obat di lutut itu, barulah
dia keluar. Tapi ia tak melihat ibunya di kamar.
“Ibu …”
Betapa terkejutnya hati Ratri, ketika melihat ibunya
berbaring di kursi panjang, dan laki-laki yang tadi hampir menabraknya sedang
memeriksa ibunya dengan stetoskop.
“Dia … dokter?” kata batinnya.
Ratri tak habis pikir, bagaimana laki-laki asing itu
bisa berada di dalam rumahnya, dan tahu bahwa ibunya sedang sakit. Ratri sama
sekali tak tahu, bahwa ibunya sudah lebih dulu bertemu Radityo dan dokter muda
itu tahu bahwa ibunya sedang sakit.
“Hanya sedikit gangguan di lambung, nanti saya kirim
obatnya ya Bu,” kata Radityo sambil memasukkan alatnya ke dalam tas yang tadi
diambilnya.
“Terima kasih banyak ya Nak.”
Bu Cipto bangun, kemudian menatap Ratri yang berdiri
tertegun di depan pintu.
“Ratri, ibu mau ke kamar. Untunglah nak dokter Radityo
datang, kemudian memeriksa ibu. Buatkan minuman untuk temanmu,” kata bu Cipto
sambil berjalan pelan menuju kamarnya, tanpa peduli bahwa Ratri sedang bingung
melihat semua adegan itu.
“Selamat siang, Ratri,” kata Radityo dengan senyuman
ramah, tak peduli melihat wajah Ratri yang kebingungan. Ia juga masih duduk
sambil memangku tas hitam yang berisi peralatan kedokteran yang tadi diambilnya.
“Ssi … siapa … Anda?”
“Bukankah saya bernama Radityo? Ibu saja sudah tahu
nama saya. Dan saya juga tahu nama Anda. Ratri bukan? Berarti secara tidak langsung
kita sudah berkenalan,” katanya enteng.
Ratri kemudian duduk di depan Radityo. Bagaimanapun
Radityo sudah memeriksa ibunya, dan dia harus berterima kasih. Tapi dia tidak
tahu, bagaimana Radit bisa sampai di rumahnya.
“Bagaimana Anda bisa sampai di rumah ini?”
“Jangan Anda dong, panggil saya … Radit. Kan sudah
tahu bahwa itu nama saya?”
“Baiklah, Mas Radit, bagaimana Mas bisa sampai ke
rumah ini, apa Mas sudah kenal ibu saya sebelum ini?”
Radit menggeleng sambil masih saja tersenyum. Senyum
itu membuat Ratri salah tingkah, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah
lain.
“Saya juga baru tadi ketemu Ibu. Saya tahu ibu sedang
sakit, karena ketika keluar menemui saya, beliau berjalan sambil terhuyung, dan
saya mencium bau minyak kayu putih.”
“Lalu, Mas memeriksanya? Jadi bagaimana Mas bisa
sampai di sini?” Ratri mengulang pertanyaannya.
“Saya mengikuti kamu,” katanya enteng.
Ratri terbelalak. Ia memang agak curiga melihat gerak-gerik
laki-laki bernama Radityo ini. Untuk apa coba, mengikuti dia sampai ke rumah?”
“Kenapa?” Ratri mengerutkan keningnya, tampak tak
senang.
“Aku melihat kamu terjatuh, aku takut kamu terluka.
Aku mengikuti kamu untuk memastikan bahwa kamu tidak apa-apa, karena aku merasa
bersalah tadi hampir menabrak kamu. Aku seorang dokter.”
Ratri menghela napas. Ya ampun, dia hanya sedikit
terluka, dan tidak memerlukan seorang dokter, tapi dokter yang satu ini seperti melihat Ratri terluka parah.
“Aku tidak apa-apa, hanya lutut tergores batu, agak
nyeri, tapi tidak apa-apa.”
“Bolehkah saya periksa?”
“Tidak, apaan sih, cuma luka tergores, harus diperiksa
dokter?” kata Ratri sambil merengut.
Radit tertawa.
“Baiklah, aku pamit dulu, nanti aku akan kembali
sambil membawakan obat untuk ibu,” katanya sambil berdiri.
Ratri ikut berdiri, dan mengantarkannya sampai ke
teras. Rupanya dokter itu memarkir mobilnya tak jauh dari rumahnya.
***
Ratri memasuki kamar ibunya, tapi dilihatnya ibunya
tidak sedang tiduran.
“Ibu, ayo makan,” ajak Ratri sambil menggandeng lengan
ibunya.
Bu Cipto berdiri, lalu berjalan mengikuti anaknya,
memasuki ruang makan.
Bu Cipto duduk, lalu Ratri menyiapkan nasi dan lauk,
yang sudah dimasaknya sebelum berangkat bekerja. Hanya sayur gudeg dan goreng
bandeng, yang dibelinya tadi pagi di tukang sayur. Biasanya ibunya yang
memasak, tapi karena ibunya sakit, maka Ratri lah yang memasaknya.
“Ibu tidak usah makan sambal dulu ya, kan perutnya
sakit,” kata Ratri sambil menyendokkan nasi ke piring ibunya.
“Sedikit saja, perutku rasanya nggak enak.”
“Iya, ini juga sedikit kan.”
“Ibu tidak tahu, kalau kamu punya teman seorang dokter,
baik hati pula.”
Ratri diam. Ia tak ingin mengatakan bagaimana dia
mengenal dokter itu, takut ibunya khawatir, karena kenalnya kan saat dia hampir
tertabrak mobil dokter itu.
"Dia belum pernah datang kemari ya?”
“Belum bu.”
“Di mana kamu mengenal dia?” Ratri agak bingung
menjawabnya. Kenapa sih pertanyaan ibunya hanya ke dokter itu saja? Masa dia
akan menjawab kenal di jalan? Walau sebenarnya memang iya. Ya kan?”
“Kamu teman sekolah, dulunya?”
“Tidak Bu, dia … mm … kadang ke sekolah, memeriksa …
kesehatan murid-murid di sekolah Ratri,” jawab Ratri sekenanya.
“O, begitu.”
“Kok tadi tiba-tiba datang kemari, lalu melihat ibu,
kok dia langsung tahu kalau ibu sakit,” kata bu Cipto sambil menyuap
makanannya, pelan.
“Tapi namanya juga dokter, baru melihat saja … ee …
tahu kalau ibu sedang nggak enak badan, langsung saja dia memeriksa ibu," lanjut bu Cipto.
Ratri tersenyum sambil melahap makanannya.
“Masakan Ratri enak kah Bu?” tanya Ratri mengalihkan pembicaraan.
“Enak Tri, enak sekali. Kamu sudah bisa menangkap apa
saja yang ibu katakan tentang bumbu-bumbu masakan, dan enak kok.”
“Terima kasih Bu.”
“Kalau istri pintar memasak, nanti akan disayang
mertua.”
“Bukan di sayang suami Bu?” canda Ratri.
“Kalau mertua sayang, suami pasti juga sayang.”
Ratri tertawa lirih. Lalu tiba-tiba wajah dokter Radit
terbayang olehnya. Ratri kesal pada dirinya sendiri. Bicara tentang suami, kok
dia sih yang terbayang. Linglung aku ini. Dia itu siapa, kenal juga baru saja.
Cakep sih cakep, tapi siapa tahu dia sudah punya pacar, atau istri.
Ketika Ratri sedang membersihkan meja makan, tiba-tiba
terdengar ketukan di pintu depan. Ratri bergegas ke depan, dan terkejut,
dokter itu sudah ada lagi di rumahnya.
“Ratri, aku mengirimkan obat untuk ibu,” katanya
sambil mengulurkan sebungkus plastik berisi beberapa macam obat.
“Oh, ter … terima kasih … Berapa saya harus bayar?”
tanya Ratri.
“Tidak bayar, siapa yang suruh bayar?”
“Tapi … “
“Itu obat-obat dari rumah, jadi gratis,” katanya
sambil tersenyum.
“Oh, gra .. tis. Ya?” masih saja Ratri gugup.
“Ya sudah, segera minumkan obat itu. Apa ibu sudah
makan?”
“Baru saja selesai makan.”
“Ada yang harus diminum sesudah makan, tapi ada dua
yang diminum sebelum makan.”
“Bagaimana kalau terlanjur makan?”
“Minumkan kira-kira satu jam setelahnya. Tapi
selanjutnya, diminum kira-kira setengah jam sebelum makan. Ada aturan minumnya
tertulis di situ.”
“Ba … baiklah, terima … kasih.”
“Saya permisi dulu, besok siang aku akan melihat keadaan
ibu lagi,” katanya sambil membalikkan tubuhnya dan berlalu, setelah
meninggalkan seulas senyum ramah yang membekas dihati Ratri.
“Siapa tamunya?”
“Ini Bu, dokter itu tadi, memberikan obat untuk ibu,”
kata Ratri sambil membuka plastik obatnya.
“Hm, di etiketnya tertulis nama apotik, bohong dia
kalau dia mengambil di rumah sehingga harus gratis,” gumam Ratri sambil
menyiapkan obat yang harus diminum sesudah makan.
***
Pagi hari itu, Ratri tetap memasak terlebih dulu
sebelum berangkat mengajar, karena walaupun ibunya sudah tampak segar, tapi
Ratri masih meminta agar ibunya beristirahat dulu selama beberapa hari.
Agak tergesa ketika dia berjalan ke arah sekolahan,
karena waktunya sudah mendesak, dan dia tak ingin terlambat karena harus
mengajar di jam pertama.
Tapi begitu dia keluar dari gang di ujung rumahnya, dilihatnya
Radit turun dari mobil dan menghampirinya.
“Ratri, ini aku tambahin obat untuk ibu. Ini vitamin,
diminum sekali sehari,” katanya sambil mengulurkan sebotol obat.”
Ratri tak sempat menjawab apapun, karena Radit
bergegas kembali ke mobil. Ketika kaca mobil terbuka, sekilas Ratri melihat
seorang wanita cantik duduk di samping kemudi.
***
Besok lagi ya.
Hore
ReplyDeleteKalah cepet karo mb iin
DeleteMatur nuwun Mbak Tien sayang... Yg ditunggu tunggu sudah hadir. Sehat selalu ya Mbak. Salam Aduhai.
Deletemanusang bu Tien dg JP1 , Bu Tien *Jangan Pergi* yaa, kalau bu Tien pergi kita jadi sedih. Salam Aduhai
DeleteNggak dong pak Djoni
DeleteHanupis deh
Asyiiik carbung baru.... emangnya mau pergi kemana... Siapa jg yg pergi ??
DeleteSiapapun bole.... asal bukan mb Tien......
Hmmmm.... Mb Tien bs bikin kita2 bakal debat seru nih di WA Grup ... Sehat selalu mbak...
Salam sayang dr Surabaya
Aduhai......ah....aaah.... ❤️❤️
Hooreee....
ReplyDeleteSelamat mbak I'in juara 1
DeleteTrimakasih bu Tien telah dihadirkan cerbung baru.
Yg di tunggu" sdh datang.
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteJANGAN PERGI TAYANG PERDANA
Selamat uti Nani juara 1
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien salam SEROJA dan semoga sehat selalu dan selalu sehat
Aamiin
Alhamdulillah judul baru sdh tayang JP1 ,matur Suwun bunda Tien ,tetap sehat ,salam kangen tuk bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah judul baru tayang
ReplyDeleteSugeng ndalu bu Tien..matur nuwun
Alhamdulillah.. cerita baru
ReplyDeleteMatur nuwun bu tien 🤩🥰😍
Alhamdullilah tayang perdana .slmt mlm dan terima ksih bunda Tien..slm sehat sll🙏🥰🌹
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Cerita baru tambah semangat
ReplyDeleteAlhamdulillah bacaan baru sdh hadir... suwun ibu.👍
ReplyDeleteAlhamdulillah .... telah hadir cerbung baru JANGAN PERGI Seri perdana
ReplyDeleteTerimakasih bu tien .... semoga bu tien sehat2 selalu
alhamdulillah🙏
ReplyDeleteDuh pak dokter belum apa-apa sudah bikin Ratri penasaran 🤔
ReplyDeleteAsiikk JP 1 telah tayang..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏
Alhamdulillah cerbung baru Jangan Pergi 01 sdh tayanh
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien.. semoga Ibu selslu sehat dan bahagia selalu
Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~1 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah JANGAN PERGI sudah tayang .Maturnuwun Ibu Tien K.salam sehat & Aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi tayang perdana.
ReplyDeleteBu guru Ratri bertemu pak dokter Radit, agak mirip" ya. Mungkinkah berjodoh... Tapi sudah ada wanita cantik disamping kemudi, siapa dia..?
DeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Terimakasih Bu Tien,
ReplyDeleteAtas Cerita/judul barunya... 🙏
Terima kasih, ibu Tien...judul baru sudah tayang. Pasti seru nih lika-liku kisahnya.. siap deg-deg-an.😀
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah CerBung baru ..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah cerbung baru sudah tayang....matur nuwun bu Tien
ReplyDeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga "Jangan Pergi I" hadir bagi kami para Penggandrungnya...
ReplyDeleteSy menghafal tokoh2nya dulu ya : Ratri, bu Cipto, dr Radtyo, wanita cantik
Semoga wanita cantik itu mama Radit.
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Alhamdulillah cerbung Jangan Pergi Episode perdana 01 sudah hadir. Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat.
Trmksh mb Tien JP 01 sdh tayang ... Smg wanita cantik itu sdr dr Radityo bukan istrinya atau calon istrinya? Kami ikut sj alur crt dr mb Tien...pasti semua indah pd wktnya. Slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk dmnpun berada🤗
ReplyDeleteTrmksh mb Tien judul baru JP 01 sdh tayang... Smg spt biasanya alur crt berakhir indah pd waktunya. Ratri, dr. Radityo dan bu Cipto 3 tokoh akan menemani kita smp brp eps kedepan. Slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk dimnpun berada🤗
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDelete🥰 tyt 2 komen terkirim🤭
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah.... Sehat selalu 💞
ReplyDeleteWah ini lbh seru kayaknya...siip
ReplyDeleteTrims Bu Tien...ceritanya bagus...tp karya Bu Tien bagus semua deh aku TDK pernah ketinggalan baca
ReplyDeleteAlhamdulilah.. cerbung baru tayang
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Salam sehat dan bahahia selalu..
Ada yang baru tapi bukan sepatu
ReplyDeleteAlhamdulillah, JP tayang perdana. Mtr nuwun, sehat & bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulilah.. JePe sudah tayang
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien..
Salam sehat selalu..
Alhamdulilah sudah hadir eps 1 Jangan Pergi. Mdh2an lancar bisa mengikuti alur cerita dan Matur nuwun M Tien. Semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah .
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien.
Semoga ibu n keluarga srhat selalu
Wah sdh baru aja ..apa Radit akan jd calon Ratri ..laa kok ada wanita di mobil Radit???????
ReplyDeleteWaduh terlambat..... mudah2an ga di setrap....
ReplyDeleteSuwun Bu Tien cerbung barunya ....🙏😊
Salam sehat selalu....
Alkhamdulillah, trima kasih bunda Tien. Salam sehat slalu 😘
ReplyDelete