Monday, October 17, 2022

JANGAN PERGI 01

 

JANGAN PERGI  01

(Tien Kumalasari)

 

Ratri melangkah perlahan saat keluar dari sekolahan tempat dia mengajar. Ada rasa letih yang tiba-tiba menggayutinya. Bukan letih karena seharian mengajar di sekolah SD dimana saat mengajar harus dilakukan konsentrasi penuh, karena mengatur anak-anak lebih susah daripada mengatur orang dewasa. Artinya lebih susah mengerti apa yang dikatakan. Ia teringat ibunya yang sudah setengah tua, dan tadi pagi sesambat karena sakit.

Ratri adalah anak tunggal dari seorang janda yang hanya pensiunan seorang guru. Selepas dari pendidikan sekolah guru, Ratri mengajar di sebuah SD yang tak jauh dari rumahnya.

Hari ini Rastri agak gelisah, karena sejak pagi sebelum berangkat kerja, ibunya mengeluh sakit perut, dan badannya sedikit panas. Ratri hanya membelikan obat sakit perut dan turun panas di apotek terdekat dan meminumkannya sebelum berangkat. Itu sebabnya dia merasa gelisah saat pulang kerja, karena mengkhawatirkan ibunya.

Saat dia menyeberang jalan, tiba-tiba sebuah mobil nyaris menyerempetnya. Ratri terkejut. Dia jatuh terduduk, bukan karena serempetan mobil, tapi karena dia membalikkan tubuhnya tiba-tiba dan tersandung sebuah batu.

Ratri memegangi lututnya yang terasa nyeri, dan tampaknya ada sedikit luka. Saat dia berusaha berdiri, seseorang menghampiri, meraih tangannya dan membantunya bangkit.

“Te … terima kasih,” ucapnya sambil menyapu lututnya dengan tangan. Tak kelihatan luka itu, kecuali rasa nyeri, karena gaunnya yang panjang menutupinya.

“Apakah Anda terluka?” suara itu begitu merdu, mengalun bagai nyanyian yang terdengar dari langit sana. Ratri berdiri tegak dan menatap wajahnya.

Seorang laki-laki gagah dan tampan menatapnya penuh iba.

“Ti … tidak, tidak …” jawabnya tergagap.

“Maaf, saya hampir menabrak Anda,” katanya kemudian, sambil menatap Ratri lekat-lekat, membuat kemudian dia tersipu.

“Buk ... kan, saya yang salah karena menyeberang tanpa melihat jalan.”

“Mau ke mana?”

“Pu … pulang.” 

Guguplah dia, bagaimana tidak, seorang laki-laki tampan dengan senyuman menawan sangat berbaik hati dan penuh perhatian, padahal bukan salah dia kalau sampai Ratri terjatuh.

“Boleh saya antar? Tampaknya Anda kesakitan. Lututnya pasti luka, sejak tadi Anda mengelusnya.

Ratri tersenyum tipis.

“Tidak, hanya sedikit nyeri.”

“Saya antar ya?”

“Tidak usah, rumah saya dekat,” katanya sambil menunjuk ke arah seberang jalan.

Tiba-tiba Ratri curiga. Seseorang yang baru dikenal kemudian setengah memaksa ingin mengantarkan pulang? Banyak kejadian buruk menimpa seorang gadis ketika tidak hati-hati dalam memilih teman. Apalagi orang yang baru saja dikenal.

Ratri kemudian berjalan ke arah pinggir, melihat kekiri kanan jalan, bersiap untuk menyeberang.

“Jalanan sedang ramai,” laki-laki itu mengikutinya, dan berdiri di sampingnya.

Ratri bertambah curiga.

“Sebentar, jangan tergesa menyeberang,” pesannya pelan.

Ratri diam, tak menjawab, Rasa curiga masih menyelinap di hatinya.

Lalu tiba-tiba laki-laki itu memegang lengannya, dan membantunya menyeberang. Ratri terkejut, ingin menepiskan tangan nakal itu, tapi jalanan benar-benar ramai, mobil dan motor berseliweran memenuhi jalanan. Dan laki-laki itu dengan lambaian tangannya meminta agar mereka sedikit memperlambat laju kendaraannya, karena mereka akan menyeberang.

“Terima … kasih,” kata Ratri sambil melepaskan pegangan di lengannya. Lalu dengan cepat Ratri pergi meninggalkan laki-laki itu dengan dada berdebar.

Ratri memasuki rumahnya yang sederhana, dan langsung menemui ibunya di kamar.

“Ibu …”

Wanita setengah tua itu tampak memejamkan mata, kemudian membukanya mendengar anak gadisnya menyapa.

“Kamu sudah pulang?”

“Sudah ibu, bagaimana keadaan ibu? Apa ibu sudah makan?”

“Belum, perut ibu mual.”

Ratri memegang dahi ibunya, dan lehernya, juga telapak tangannya. Agak lega karena tidak lagi panas seperti pagi tadi.

“Sudah tidak panas Bu, ibu makan dulu ya, Ratri ambilkan. Tapi Ratri cuci kaki tangan dulu sama ganti baju ya.”

”Nanti saja makannya,” kata bu Cipto, ibunya Ratri,

“Lho, ibu harus makan, kalau tidak, nanti badannya lemas,” kata Ratri sambil keluar dari kamar ibunya, untuk berganti baju.

Bu Cipto mencoba duduk, lalu meraih botol minyak kayu putih yang ada di nakas, lalu menggosokkannya pada perut dan sekitar ulu hatinya.

Kemudian dia keluar dari kamar. Tapi ketika berada diluar, dan kebetulan menoleh ke arah depan, dilihatnya seorang laki-laki sedang berdiri didepan teras.  Bu Cipto melangkah keluar sambil membetulkan rambutnya yang agak awut-awutan karena baru bangun dari tidur.

“Mencari siapa ya nak?” tanya bu Cipto sambil mengamati laki-laki gagah dan tampan, yang tersenyum ramah kepadanya.

“Saya mau ketemu mbak_”

“O, temannya Ratri? Sebentar, saya panggilkan, silakan duduk, nak,” kata bu Cipto lirih, lalu membalikkan tubuhnya. Tapi karena sedikit pusing, badannya agak limbung, ia hampir jatuh kalau laki-laki asing tadi tidak menangkap tubuhnya.

“Ibu sakit?”

“Sedikit, eh … terima kasih ya Nak.”

“Maukah Ibu saya periksa? Saya seorang dokter.”

“O, nak ganteng ini dokter?”

“Nama saya Radit. Radityo, Ibu.”

“Oh, tapi … “

“Duduklah di situ, biar saya periksa. Tapi sebentar bu, alat saya ada di mobil, ibu berbaring saja di kursi panjang ini, saya ambil alat dulu,” kata Radityo sambil bergegas keluar.

Ratri agak lama di kamarnya, karena dia juga harus mengobati lututnya yang terluka. Lecet sedikit, tapi mengeluarkan darah, barangkali terkena batu runcing. Setelah membubuhkan obat di lutut itu, barulah dia keluar. Tapi ia tak melihat ibunya di kamar.

“Ibu …”

Betapa terkejutnya hati Ratri, ketika melihat ibunya berbaring di kursi panjang, dan laki-laki yang tadi hampir menabraknya sedang memeriksa ibunya dengan stetoskop.

“Dia … dokter?” kata batinnya.

Ratri tak habis pikir, bagaimana laki-laki asing itu bisa berada di dalam rumahnya, dan tahu bahwa ibunya sedang sakit. Ratri sama sekali tak tahu, bahwa ibunya sudah lebih dulu bertemu Radityo dan dokter muda itu tahu bahwa ibunya sedang sakit.

“Hanya sedikit gangguan di lambung, nanti saya kirim obatnya ya Bu,” kata Radityo sambil memasukkan alatnya ke dalam tas yang tadi diambilnya.

“Terima kasih banyak ya Nak.”

Bu Cipto bangun, kemudian menatap Ratri yang berdiri tertegun di depan pintu.

“Ratri, ibu mau ke kamar. Untunglah nak dokter Radityo datang, kemudian memeriksa ibu. Buatkan minuman untuk temanmu,” kata bu Cipto sambil berjalan pelan menuju kamarnya, tanpa peduli bahwa Ratri sedang bingung melihat semua adegan itu.

“Selamat siang, Ratri,” kata Radityo dengan senyuman ramah, tak peduli melihat wajah Ratri yang kebingungan. Ia juga masih duduk sambil memangku tas hitam yang berisi peralatan kedokteran yang tadi diambilnya.

“Ssi … siapa … Anda?”

“Bukankah saya bernama Radityo? Ibu saja sudah tahu nama saya. Dan saya juga tahu nama Anda. Ratri bukan? Berarti secara tidak langsung kita sudah berkenalan,” katanya enteng.

Ratri kemudian duduk di depan Radityo. Bagaimanapun Radityo sudah memeriksa ibunya, dan dia harus berterima kasih. Tapi dia tidak tahu, bagaimana Radit bisa sampai di rumahnya.

“Bagaimana Anda bisa sampai di rumah ini?”

“Jangan Anda dong, panggil saya … Radit. Kan sudah tahu bahwa itu nama saya?”

“Baiklah, Mas Radit, bagaimana Mas bisa sampai ke rumah ini, apa Mas sudah kenal ibu saya sebelum ini?”

Radit menggeleng sambil masih saja tersenyum. Senyum itu membuat Ratri salah tingkah, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Saya juga baru tadi ketemu Ibu. Saya tahu ibu sedang sakit, karena ketika keluar menemui saya, beliau berjalan sambil terhuyung, dan saya mencium bau minyak kayu putih.”

“Lalu, Mas memeriksanya? Jadi bagaimana Mas bisa sampai di sini?” Ratri mengulang pertanyaannya.

“Saya mengikuti kamu,” katanya enteng.

Ratri terbelalak. Ia memang agak curiga melihat gerak-gerik laki-laki bernama Radityo ini. Untuk apa coba, mengikuti dia sampai ke rumah?”

“Kenapa?” Ratri mengerutkan keningnya, tampak tak senang.

“Aku melihat kamu terjatuh, aku takut kamu terluka. Aku mengikuti kamu untuk memastikan bahwa kamu tidak apa-apa, karena aku merasa bersalah tadi hampir menabrak kamu. Aku seorang dokter.”

Ratri menghela napas. Ya ampun, dia hanya sedikit terluka, dan tidak memerlukan seorang dokter, tapi dokter yang satu ini seperti melihat Ratri terluka parah.

“Aku tidak apa-apa, hanya lutut tergores batu, agak nyeri, tapi tidak apa-apa.”

“Bolehkah saya periksa?”

“Tidak, apaan sih, cuma luka tergores, harus diperiksa dokter?” kata Ratri sambil merengut.

Radit tertawa.

“Baiklah, aku pamit dulu, nanti aku akan kembali sambil membawakan obat untuk ibu,” katanya sambil berdiri.

Ratri ikut berdiri, dan mengantarkannya sampai ke teras. Rupanya dokter itu memarkir mobilnya tak jauh dari rumahnya.

***

Ratri memasuki kamar ibunya, tapi dilihatnya ibunya tidak sedang tiduran.

“Ibu, ayo makan,” ajak Ratri sambil menggandeng lengan ibunya.

Bu Cipto berdiri, lalu berjalan mengikuti anaknya, memasuki ruang makan.

Bu Cipto duduk, lalu Ratri menyiapkan nasi dan lauk, yang sudah dimasaknya sebelum berangkat bekerja. Hanya sayur gudeg dan goreng bandeng, yang dibelinya tadi pagi di tukang sayur. Biasanya ibunya yang memasak, tapi karena ibunya sakit, maka Ratri lah yang memasaknya.

“Ibu tidak usah makan sambal dulu ya, kan perutnya sakit,” kata Ratri sambil menyendokkan nasi ke piring ibunya.

“Sedikit saja, perutku rasanya nggak enak.”

“Iya, ini juga sedikit kan.”

“Ibu tidak tahu, kalau kamu punya teman seorang dokter, baik hati pula.”

Ratri diam. Ia tak ingin mengatakan bagaimana dia mengenal dokter itu, takut ibunya khawatir, karena kenalnya kan saat dia hampir tertabrak mobil dokter itu.

"Dia belum pernah datang kemari ya?”

“Belum bu.”

“Di mana kamu mengenal dia?” Ratri agak bingung menjawabnya. Kenapa sih pertanyaan ibunya hanya ke dokter itu saja? Masa dia akan menjawab kenal di jalan? Walau sebenarnya memang iya. Ya kan?”

“Kamu teman sekolah, dulunya?”

“Tidak Bu, dia … mm … kadang ke sekolah, memeriksa … kesehatan murid-murid di sekolah Ratri,” jawab Ratri sekenanya.

“O, begitu.”

“Kok tadi tiba-tiba datang kemari, lalu melihat ibu, kok dia langsung tahu kalau ibu sakit,” kata bu Cipto sambil menyuap makanannya, pelan.

“Tapi namanya juga dokter, baru melihat saja … ee … tahu kalau ibu sedang nggak enak badan, langsung saja dia memeriksa ibu," lanjut bu Cipto.

Ratri tersenyum sambil melahap makanannya.

“Masakan Ratri enak kah Bu?” tanya Ratri mengalihkan pembicaraan.

“Enak Tri, enak sekali. Kamu sudah bisa menangkap apa saja yang ibu katakan tentang bumbu-bumbu masakan, dan enak kok.”

“Terima kasih Bu.”

“Kalau istri pintar memasak, nanti akan disayang mertua.”

“Bukan di sayang suami Bu?” canda Ratri.

“Kalau mertua sayang, suami pasti juga sayang.”

Ratri tertawa lirih. Lalu tiba-tiba wajah dokter Radit terbayang olehnya. Ratri kesal pada dirinya sendiri. Bicara tentang suami, kok dia sih yang terbayang. Linglung aku ini. Dia itu siapa, kenal juga baru saja. Cakep sih cakep, tapi siapa tahu dia sudah punya pacar, atau istri.

Ketika Ratri sedang membersihkan meja makan, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu depan. Ratri bergegas ke depan, dan terkejut, dokter itu sudah ada lagi di rumahnya.

“Ratri, aku mengirimkan obat untuk ibu,” katanya sambil mengulurkan sebungkus plastik berisi beberapa macam obat.

“Oh, ter … terima kasih … Berapa saya harus bayar?” tanya Ratri.

“Tidak bayar, siapa yang suruh bayar?”

“Tapi … “

“Itu obat-obat dari rumah, jadi gratis,” katanya sambil tersenyum.

“Oh, gra .. tis. Ya?” masih saja Ratri gugup.

“Ya sudah, segera minumkan obat itu. Apa ibu sudah makan?”

“Baru saja selesai makan.”

“Ada yang harus diminum sesudah makan, tapi ada dua yang diminum sebelum makan.”

“Bagaimana kalau terlanjur makan?”

“Minumkan kira-kira satu jam setelahnya. Tapi selanjutnya, diminum kira-kira setengah jam sebelum makan. Ada aturan minumnya tertulis di situ.”

“Ba … baiklah, terima … kasih.”

“Saya permisi dulu, besok siang aku akan melihat keadaan ibu lagi,” katanya sambil membalikkan tubuhnya dan berlalu, setelah meninggalkan seulas senyum ramah yang membekas dihati Ratri.

“Siapa tamunya?”

“Ini Bu, dokter itu tadi, memberikan obat untuk ibu,” kata Ratri sambil membuka plastik obatnya.

“Hm, di etiketnya tertulis nama apotik, bohong dia kalau dia mengambil di rumah sehingga harus gratis,” gumam Ratri sambil menyiapkan obat yang harus diminum sesudah makan.

***

Pagi hari itu, Ratri tetap memasak terlebih dulu sebelum berangkat mengajar, karena walaupun ibunya sudah tampak segar, tapi Ratri masih meminta agar ibunya beristirahat dulu selama beberapa hari.

Agak tergesa ketika dia berjalan ke arah sekolahan, karena waktunya sudah mendesak, dan dia tak ingin terlambat karena harus mengajar di jam pertama.

Tapi begitu dia keluar dari gang di ujung rumahnya, dilihatnya Radit turun dari mobil dan menghampirinya.

“Ratri, ini aku tambahin obat untuk ibu. Ini vitamin, diminum sekali sehari,” katanya sambil mengulurkan sebotol obat.”

Ratri tak sempat menjawab apapun, karena Radit bergegas kembali ke mobil. Ketika kaca mobil terbuka, sekilas Ratri melihat seorang wanita cantik duduk di samping kemudi.

***

Besok lagi ya.

51 comments:

  1. Replies
    1. Matur nuwun Mbak Tien sayang... Yg ditunggu tunggu sudah hadir. Sehat selalu ya Mbak. Salam Aduhai.

      Delete
    2. manusang bu Tien dg JP1 , Bu Tien *Jangan Pergi* yaa, kalau bu Tien pergi kita jadi sedih. Salam Aduhai

      Delete
    3. Asyiiik carbung baru.... emangnya mau pergi kemana... Siapa jg yg pergi ??
      Siapapun bole.... asal bukan mb Tien......
      Hmmmm.... Mb Tien bs bikin kita2 bakal debat seru nih di WA Grup ... Sehat selalu mbak...
      Salam sayang dr Surabaya
      Aduhai......ah....aaah.... ❤️❤️

      Delete
  2. Replies
    1. Selamat mbak I'in juara 1

      Trimakasih bu Tien telah dihadirkan cerbung baru.
      Yg di tunggu" sdh datang.

      Delete
  3. Alhamdulillah .....
    JANGAN PERGI TAYANG PERDANA

    ReplyDelete
  4. Selamat uti Nani juara 1

    Terimakasih Bu Tien salam SEROJA dan semoga sehat selalu dan selalu sehat
    Aamiin

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah judul baru sdh tayang JP1 ,matur Suwun bunda Tien ,tetap sehat ,salam kangen tuk bunda

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah judul baru tayang
    Sugeng ndalu bu Tien..matur nuwun

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.. cerita baru
    Matur nuwun bu tien 🤩🥰😍

    ReplyDelete
  8. Alhamdullilah tayang perdana .slmt mlm dan terima ksih bunda Tien..slm sehat sll🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun, bu Tien. Cerita baru tambah semangat

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah bacaan baru sdh hadir... suwun ibu.👍

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah .... telah hadir cerbung baru JANGAN PERGI Seri perdana
    Terimakasih bu tien .... semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  12. Duh pak dokter belum apa-apa sudah bikin Ratri penasaran 🤔

    ReplyDelete
  13. Asiikk JP 1 telah tayang..
    Matur nuwun bunda Tien..🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah cerbung baru Jangan Pergi 01 sdh tayanh
    Terima kasih Bu Tien.. semoga Ibu selslu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete

  15. Alhamdulillah JANGAN PERGI~1 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah JANGAN PERGI sudah tayang .Maturnuwun Ibu Tien K.salam sehat & Aduhai

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi tayang perdana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bu guru Ratri bertemu pak dokter Radit, agak mirip" ya. Mungkinkah berjodoh... Tapi sudah ada wanita cantik disamping kemudi, siapa dia..?
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

      Delete
  18. Terimakasih Bu Tien,
    Atas Cerita/judul barunya... 🙏

    ReplyDelete
  19. Terima kasih, ibu Tien...judul baru sudah tayang. Pasti seru nih lika-liku kisahnya.. siap deg-deg-an.😀

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah CerBung baru ..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah cerbung baru sudah tayang....matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  22. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga "Jangan Pergi I" hadir bagi kami para Penggandrungnya...

    Sy menghafal tokoh2nya dulu ya : Ratri, bu Cipto, dr Radtyo, wanita cantik

    Semoga wanita cantik itu mama Radit.
    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  23. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin

    ReplyDelete
  24. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah cerbung Jangan Pergi Episode perdana 01 sudah hadir. Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  26. Trmksh mb Tien JP 01 sdh tayang ... Smg wanita cantik itu sdr dr Radityo bukan istrinya atau calon istrinya? Kami ikut sj alur crt dr mb Tien...pasti semua indah pd wktnya. Slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk dmnpun berada🤗

    ReplyDelete
  27. Trmksh mb Tien judul baru JP 01 sdh tayang... Smg spt biasanya alur crt berakhir indah pd waktunya. Ratri, dr. Radityo dan bu Cipto 3 tokoh akan menemani kita smp brp eps kedepan. Slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk dimnpun berada🤗

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah.... Sehat selalu 💞

    ReplyDelete
  29. Trims Bu Tien...ceritanya bagus...tp karya Bu Tien bagus semua deh aku TDK pernah ketinggalan baca

    ReplyDelete
  30. Alhamdulilah.. cerbung baru tayang
    Tks bunda Tien..
    Salam sehat dan bahahia selalu..

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, JP tayang perdana. Mtr nuwun, sehat & bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  32. Alhamdulilah.. JePe sudah tayang
    Matursuwun Bu Tien..
    Salam sehat selalu..

    ReplyDelete
  33. Alhamdulilah sudah hadir eps 1 Jangan Pergi. Mdh2an lancar bisa mengikuti alur cerita dan Matur nuwun M Tien. Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah .
    Terimakasih bu Tien.
    Semoga ibu n keluarga srhat selalu

    ReplyDelete
  35. Wah sdh baru aja ..apa Radit akan jd calon Ratri ..laa kok ada wanita di mobil Radit???????

    ReplyDelete
  36. Waduh terlambat..... mudah2an ga di setrap....
    Suwun Bu Tien cerbung barunya ....🙏😊
    Salam sehat selalu....

    ReplyDelete
  37. Alkhamdulillah, trima kasih bunda Tien. Salam sehat slalu 😘

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 25

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  25 (Tien Kumalasari)   Saraswati menatap abdi setianya dengan pandangan aneh. Tangannya yang masih memegan...