Friday, October 14, 2022

SEBUAH JANJI 52

Sebuah janji  52

(Tien Kumalasari)

 

Wanita setengah tua itu menatap Seno dengan mata berkilat. Ada rasa kesal karena Seno tetap bergeming.

“Apa kamu tidak mendengar kataku?” katanya kemudian masih dengan nada tinggi.

“Maaf tante, tapi saya ingin bertemu Elsa.”

“Bertemu untuk apa? Kamu sudah memutuskan pertunangan, dan Elsa sudah akan mendapat calon suami yang lebih baik,” katanya jumawa.

“Ijinkan saya bertemu dulu.”

“Tidak … dan tidak !!”

“Saya mohon. Maafkan kalau saya salah … tapi …”

“Hentikan dan pergilah!”

Sang ibu cantik membalikkan tubuhnya, bermaksud menutup pintu, tapi tiba-tiba Elsa muncul dari dalam.

“Mamah, kenapa berteriak-teriak?”

“Sudah, masuk kamu, tidak usah keluar,” kata sang mama sambil mendorong pelan tubuh anaknya.

Elsa melongok keluar melalui bahu sang ibu, lalu menerobos keluar sambil mendorong tubuh ibunya.

“Seno?”

“Elsa! Kamu tidak boleh menemuinya lagi. Dimana harga diri kamu? Kamu sudah dibuang oleh dia,” hardik sang ibu sambil menarik tangan Elsa.

“Tidak Mah, ijinkan Elsa menemui dia,” Elsa memohon sambil merangkapkan kedua tangannya. Hal yang belum pernah dilakukannya, dan hal itu membuat ibunya terheran-heran.

“Untuk apa kamu temui dia?”

“Elsa sangat mencintainya, mamah.”

Seno yang masih berada dibawah tangga berdebar. Elsa mengucapkan kata-kata yang akhir-akhir ini sangat ditunggunya. Ada senyum tergambar di bibirnya.

Sang ibu memelototkan matanya.

“Sejak dulu kamu selalu bilang begitu. Kamu tidak tahu malu, Elsa.”

“Tolong Mamah, kami saling mencintai.”

“Bohong!!”

“Seno, apakah kamu mau mengatakan sesuatu kepada Mamahku?” pinta Elsa sambil menatap Seno.

Seno mengerti apa yang diinginkan Elsa. Ia naik ke teras, dan mendekati keduanya.

“Tante, saya mencintai Elsa.”

“Cinta macam apa? Bukankah kamu sudah memutuskan pertunangan dan melukai hati kami sekeluarga?”

“Saya mohon maaf. Saya baru sadar bahwa saya sangat mencintai dia.”

Wajah bu Eli, ibunya Elsa masih tampak gelap, tapi mata garang itu sudah meredup. Api yang menyala hampir padam. Seno meraih tangannya dan berusaha menciumnya, tapi sang ibu menepiskannya.

“Enak sekali, cium-cium tangan. Memangnya aku sudah mengijinkan kamu mendekati anakku?”

“Saya mohon, tante,” dan Seno dengan tak tahu malu kemudian merendahkan tubuhnya, berdiri di atas lutut, sambil merangkapkan kedua tangannya.

Tak urung hati sekeras baja itu luluh. Tapi ia masih bergeming.

“Tante, saya sangat mencintai Elsa.”

“Kamu tahu apa itu cinta? Cinta itu tidak menyakiti. Cinta itu menjaga dan melindungi. Cinta itu saling memberi dan menerima. Cinta itu menciptakan kehidupan yang indah,” katanya tandas.

“Saya akan melakukannya, tante. Saya berjanji.”

“Jangan asal janji. Kalau kamu memang cinta, segera lamar Elsa, tapi kalau sampai kamu ingkar dan sedikit saja melukai anakku, aku potong lidah kamu,” katanya sadis.

Seno merinding. Ia menggerak-gerakkan lidahnya yang masih berada di dalam mulutnya. Apa jadinya kalau tante galak itu benar-benar memotongnya.

“Aku serius!”

“Ya tante.”

“Temui dia,” katanya dingin, kepada Elsa, lalu membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam rumah.

Elsa tersenyum, kemudian mendekati Seno. Mereka bertatapan mesra. Air mata Elsa menitik, Seno mengusapnya dengan jari tangannya, tapi kemudian Elsa mundur selangkah.

“Jangan dulu menyentuhku, kita belum halal,” kata Elsa lembut.

Seno tersenyum. Elsa juga bisa berucap selembut itu.

“Terima kasih telah mau mencintai aku,” kata Seno.”

“Terima kasih juga karena kamu juga mencintai aku.”

Aduhai, alangkah indahnya dunia ini.

***

Pak Ridwan dan istrinya terkejut ketika Seno minta agar kedua orang tuanya tersebut melamar Elsa kembali.

“Apa maksudmu? Eli sudah sangat marah sama ibu, kalau kamu main-main, ibu bisa kena semprot untuk kedua kalinya,” kata bu Ridwan.

“Mengapa kamu tiba-tiba ingin melamarnya, bukankah kamu sudah memutuskannya?”

"Kali ini Seno bersungguh-sungguh. Dulu itu kan kemauan Ibu, sekarang ini adalah kemauan Seno sendiri, tak mungkin Seno mengingkarinya.

“Mengapa tiba-tiba kamu ingin memperistrikan dia?” tanya sang ayah.

“Karena Seno sadar bahwa Seno mencintainya.”

“O, ibu tahu. Karena penampilannya dan perilakunya yang berubah? Ibu dengar dia sudah menjadi gadis yang baik, suka berbagi. Dia juga bersikap lebih santun.”

“Seno baru saja memperhatikannya. Dia bisa menjadi istri yang baik bagi Seno.”

“Hanya karena dia terlihat lebih cantik?” tanya pak Ridwan.

“Banyak hal yang menarik dari dia. Hal itu yang membuat Seno jatuh cinta.”

“Bagaimana sebuah perasaan benci bisa menjadi cinta?” cecar sang ayah lagi.

“Bisa, Pak, Seno mengalaminya. Dulu dia sangat menyebalkan, pokoknya banyak dari sikapnya yang Seno tidak suka. Tapi sekarang dia sudah berubah, dan Seno jatuh cinta sama dia.”

“Apa kamu sudah bertemu orang tuanya? Kamu tahu ibunya sangat galak, dan dia marah sekali saat kamu memutuskan pertunangan, bukan?”

“Seno sudah bertemu tante Eli."

“Bagus, kena semprot kan? Tadinya ibu memang ingin kamu mendekati dia setelah dia berubah, tapi kemudian ibu ragu mengingat sikap ibunya."

“Awalnya … ya. Tapi kemudian dia minta agar Seno segera melamarnya.”

“Terserah Bapak saja, ibu tidak mau ikutan, nanti ibu di salahkan,” kata bu Ridwan kepada suaminya.

“Kalau Seno sudah mantap, mengapa tidak? Kapan kamu mau melamarnya?”

“Secepatnya lebih baik Pak, jangan sampai Seno menjadi bujang lapuk,” selorohnya penuh harap.

“Baiklah, minta pada ibumu untuk mempersiapkan segalanya,” kata pak Ridwan yang berubah gembira melihat anaknya bersemangat.

***

“Maaf Ari, aku tidak bisa,” kata Yanti ketika Ari mengajaknya menemui Minar. Tentu ada rasa sungkan, mengingat dulu pernah melukainya, dan merebut suaminya.

”Mengapa Yanti, dulu kita teman, dan selamanya akan menjadi teman.”

“Kamu tidak lupa kan, bagaimana buruknya kelakuan aku terhadap Minar? Aku tidak menyalahkan kalau dia membenci aku.”

“Aku sudah bicara sama Minar, dia sudah memaafkan kamu. Percayalah.”

“Aku percaya, tapi tidak enak kalau aku tiba-tiba menemuinya.”

“Bukankah kamu merasa bersalah sama dia?”

Yanti mengangguk.

“Kalau begitu datang dan temui dia, serta meminta maaf darinya.”

Yanti terdiam. Ada rasa takut yang dirasakannya. Bisa jadi Minar memaafkannya, tapi pasti rasa benci itu masih ada.

“Dia sangat prihatin ketika aku mengatakan bahwa kamu tidur di mobil.”

“Dia mentertawakan aku bukan?”

“Dia minta agar kamu tidur di rumahnya.”

“Benarkah?”

“Aku tidak pernah bergurau dalam situasi seperti ini. Minar benar-benar ingin agar kamu tinggal bersamanya.”

“Baiklah, tapi_”

“Ayolah Yanti.”

“Kapan kasus aku selesai?”

“Menunggu persidangan, mungkin tidak akan lama lagi.”

“Apakah kamu mau menemani aku saat persidangan nanti?”

“Tentu Yanti, bahkan Minar juga pasti akan bersedia mendukung kamu.”

“Dosaku terlalu besar.”

“Allah akan memberikan ampunan kepada umatNya yang bertobat. Jadi bertobatlah. Ayo sekarang kita temui Minar, percayalah bahwa semua akan baik-baik saja.”

***

Terjadi kesibukan menjelang pernikahan Sekar dan Barno. Bahagianya bibik yang akhirnya bisa melihat anaknya menjadi ‘orang’, dan akan beristrikan seorang gadis yang baik dan pintar. Barno tetap ingin menikahinya, walau Sekar belum selesai dalam kuliahnya. Sekar menyetujuinya, karena melihat ayahnya sudah sangat ingin melihat dirinya menikah. Bagi Sekar, kebahagiaan ayahnya adalah yang nomor satu.

Seno juga ikut senang mendengar rencana pernikahan itu.

“Aku menyediakan sebuah rumah untuk kamu, Barno. Setelah menikah kamu boleh menempatinya, sudah lengkap dengan perabotannya," kata Seno.

“Terima kasih banyak Pak, tapi saya kira non Sekar tidak ingin meninggalkan ayahnya, jadi lebih baik kami tetap tinggal di rumah saja.”

“Tapi rumah itu cukup besar Barno, kalian bisa memboyong pak Winarno dan bibik ke rumah itu.”

“Nanti saya bicara dulu dengan Non Sekar, Pak. Dan juga bapak. Saya akan melakukannya kalau mereka suka menjalaninya.

“Baiklah, aku mengerti. Tapi itu adalah hadiah bagi pernikahan kalian, dari aku pribadi. Senang sekali kalau kalian mau menerimanya.”

“Sekali lagi terima kasih Pak. Tentu kami akan sangat menghargainya. Semoga Sekar dan bapak akan menyukainya.”

“Besok saya akan mengajak bapak dan kalian untuk melihat rumah itu. Lebih dekat dengan kantor kok.”

“Baiklah.”

***

Ternyata tidak mudah meminta pak Winarno untuk berpindah rumah. Orang tua selalu lebih senang di rumahnya sendiri. Tapi demi tidak mengecewakan Seno yang dengan tulus memberikan rumah itu, Sekar dan Barno segera mengajak pak Winarno untuk melihat rumah itu.

“Rumahnya bagus, dan lebih besar dari rumah kita,” celetuknya ketika melihat rumah itu.

“Iya Pak, ini untuk kamar Barno dan Sekar, ini kamar Bapak, dan ini untuk bibik. Semuanya sudah lengkap dengan perabotannya. Kalau Masih ada yang dirasa kurang, biarlah Barno yang mengurusnya, agar Bapak dan keluarga senang dan nyaman tinggal di sini,” rayu Seno ketika ketika mengajak keluarga Winarno melihat rumahnya.

“Saya suka Nak, siapa yang tidak suka menempati rumah baru yang lebih bagus dan lebih besar. Tapi saya tergantung anak-anak itu. Kalau mereka suka, saya ngikut saja.”

“Lho, kami justru yang akan mengikuti kemauan Bapak, kalau Bapak suka, kami pasti akan suka,” balas Sekar.

Lempar-lemparan itu membuat Seno tersenyum. Mereka saling menjaga satu sama lain, dan itu menunjukkan bahwa mereka bukan orang yang hanya memikirkan kesenangan diri sendiri.

“Bibik bagaimana?” tanya pak Winarno.

“Bibik itu kan selamanya mengikuti Bapak dan non Sekar, jadi kemanapun bibik pasti ngikut.”

“Kalau begitu begini saja. Bapak bisa tinggal disini, kalau kangen rumah lama, bisa saja kan tidur di rumah lama?” kata Seno setengah memaksa.

“Baiklah Nak, nanti akan kami pikirkan lagi. Sementara ini kami kan sedang mempersiapkan pernikahan mereka, jadi nanti keputusannya setelah acara itu selesai. Bagaimana?” kata pak Winarno pada akhirnya.

Akhirnya acara rayu merayu tentang rumah itu selesai begitu pak Winarno memutuskan akan memikirkannya. Memang benar, yang penting adalah fokus pada pernikahan itu. 

Biarpun pak Winarno menginginkan acara yang sederhana, tapi Seno dengan penuh semangat membantu mengadakannya semeriah mungkin. Paling tidak semua rekan bisnis dan kerabat harus diundang.

***

“Yanti, apa yang kamu lakukan?” kata Minar ketika Yanti berkutat di dapur.

“Ini Minar, sedang membersihkan dapur, karena simbok tidak masuk hari ini.

“Sudah, besok kan dia datang. Pasti dia akan melakukannya.”

Sudah seminggu Yanti tinggal di rumah Minar. Minar dengan segala ketulusan bersedia membantu Yanti, dan mereka tinggal serumah seperti saudara. Yanti juga kembali bekerja di warung seperti dulu, yang semakin maju karena lebih banyak pelanggan yang menyukai masakan di warung itu.

Yanti yang merasa diberi kebaikan, mulai menjalani hidup dengan berperilaku lebih baik. Ia bahkan dengan suka rela membantu bersih-bersih rumah dan memasak bagi mereka berdua. Minar tentu saja menyukainya.

Mereka tidak lagi memikirkan Samadi yang sudah menerima hukumannya, dan bersama-sama mengelola usaha mereka dengan penuh rasa persahabatan.

Minar juga lebih tenang mengurus perusahaannya, karena Ari sudah ada yang menemani, yaitu Yanti.

***

Malam itu Barno dan Sekar sedang duduk berdua di bawah sebatang pohon. Berhadapan, tidak berdekatan, karena keduanya saling menjaga kesucian sebuah hubungan, dan tidak akan melanggar norma yang sudah tergaris selama belum ada etiket halal. Dilangit sana, bertebaran bintang yang berkedip tak kenal lelah. Semilir angin menyapu wajah-wajah mereka, menerbitkan rasa dingin yang menggigit. Tapi hati mereka merasa hangat, karena ada cinta menyelimutinya.

“Mengapa non suka sama saya?” tanya Barno tiba-tiba.

“Aku juga sedang bertanya kepada diri aku, mengapa suka sama kamu.”

“Kalau begitu susah ya saya menemukan jawabannya?”

“Bukankah cinta bisa datang tiba-tiba, tanpa permisi?”

Barno tertawa. Calon istrinya ini bukan saja cantik, tapi juga pintar berkelit. Barno sudah pernah mendengar kata ‘rindu’ yang diucapkannya, saat pertama kalinya Barno akan berangkat ke Batam. Dan ucapan itu terus menerus didekapnya dalam dada, walau belum jelas apa artinya. Kalau bukan cinta, mengapa rindu? Lama sekali dia berusaha mengurai kata ‘rindu’ itu, sampai ketika suatu saat dia mendengar samar di telinganya, ketika dia dalam keadaan setengah sadar. Jangan mati Barno aku mencintaimu.

Alangkah indahnya rasa sakit, saat perasaan membuncah bahagia. Ketika itulah kata ‘rindu’ itu terurai, menjadi kata ‘cinta’, dan Barno menyadari bahwa perasaannya tak bertepuk sebelah tangan.

Sekar menatap Barno yang tersenyum lucu.

“Kalau cinta mengucapkan kata permisi, maka saya akan menyambutnya, silakan masuk …”

Lalu keduanya tertawa lirih.

Seminggu lagi mereka menikah, aroma bahagia sudah mulai memenuhi seluruh rumah, terlebih pak Winarno yang sangat bersemangat mendengarkan rencana acara yang akan digelar, dan di prakarsai oleh Seno, atasan kedua anak itu.

***

Gemerlap ruangan pesta itu, diseling tawa-tawa renyah diantara sahabat yang bertemu, dan ucapan selamat bagi kedua mempelai, memenuhi arena. Barno dan Sekar yang didandanin dengan pakaian adat Jawa, tampak tersenyum bahagia menyambut setiap jabat tangan yang mengiringi alunan musik lembut dari organ tunggal yang didatangkan Seno.

Sepasang anak muda berjalan berjajar, melangkah mendekati pelaminan dengan senyuman merekah. Mereka adalah Seno yang mengenakan setelan jas biru gelap, dan seorang gadis dengan gamis berwarna biru muda, dengan kembang-kembang menghiasi ujungnya, dan kerudung senada yang dipasang sangat manis. Barno dan Sekar terpana sejenak melihat pasangan itu, kemudian tertawa bahagia.

“Selamat, Barno, selamat, Sekar, segera punya momongan ya,” kata Seno renyah.

“Terima kasih Pak Seno, segera menyusul ya,” jawab Barno dan Sekar bersamaan.

“Selamat Barno, Sekar, aku bahagia melihat kalian berdampingan.”

“Mbak Elsa cantik sekali. Kapan menyusul?”

“Secepatnya dong,” kata Seno sambil melirik ke arah kekasihnya.

Ketika rindu sudah bermakna cinta, ketika cinta sudah bermuara, maka dunia dijadikannya menjadi milik berdua. ADUHAI.

 

*** T A M A T ***

 

*******

Seorang laki-laki tampan menuding wanita dihadapannya dengan pandangan marah.

“Mengapa kamu menggugurkan kandungan kamu?”

“Aku tidak ingin punya anak.”

“Aku benci kamu!!”

Sebuah pertengkaran diantara suami istri itu berbuah malapetaka. Jangan lewatkan “JANGAN PERGI” dalam setiap episode nya ya.

 

******************************


63 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Iin..... Juara 1 saya malam ini memang gak niat ikutan balapan, lagi menikmati batuk yang datang lagi, padahal 2 hari sdh longgar dadaku, besuk mau nyoba ngunyah sirih.... Ah.

      Delete
  2. Replies
    1. Alhamdulillah tamat juga nggih mbk A'ini... terimakasih bunda @tien ...semangat dlm berkarya

      Delete
    2. Mhn maaf blm ngisi data mbkyu...baru buat blog

      Delete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, nuwun bu Tien.
    Salam sehat selalu ibuuu.

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah tayang
    Sugeng ndalu bu Tien

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun bunda Tien, sugeng dalu sugeng aso salira.....

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sj dah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien Kumala

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat & bahagia selalu Bunda Tien

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah... sah..
    Matur nuwun bu tien..
    Selalu ditunggu ceritanya.. sehat selalu..🥰🥰

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah semoga kebahagiaan dan kesehatan selalu kita rasakan, terimakasih bu Tien. 🙏

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah sdh tayang .... trimakasih bu Tien salqm sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Makasih mba Tien.
    Ada bonus episode nya mba Tien?
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun sanger Mbak Tien. Masih penasaran kelanjutan Seno dan Elsa. Ditunggu cerita selanjutnya. Doaku Mbak Tien selalu sehat dan panjang umur. Salam Aduhai selalu dari kota lumpia.

    ReplyDelete
  15. Nah, kan? Feeling saya tempo hr benar, sudah mau tamat kisahnya...eh, hari ini dituntaskan ibu Tien. Terima kasih, bu...ditunggu cerbung barunya. Harapan saya lain waktu SJ akan dilanjutkan dengan judul baru sepwrti yang lalu2. Salam sehat.🙏😀

    ReplyDelete
  16. Kalau sudah jodo tidak akan kemana, Terima kasih Bu Tien cerbungnya.
    Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah....matur suwun ibu

    ReplyDelete
  18. Minar minta Yanti tidur di rumahnya asyik..
    Bisa ngerumpi lagi..
    Semua berjalan sudah seperti yang diharapkan, sahabat memang mau mengerti ketika diantaranya menghadapi situasi yang sulit.
    Barno sudah dapat mengurai apa artinya rindu, yang diucapkan si non cantiknya.
    Perubahan yang terjadi di diri Elsa seolah memanggil Seno, menyadarkan betapa Seno mencintai nya ;
    Jangan pergi lagi Seno..

    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang kelima puluh dua sudah tayang, ternyata episode terakhir, berakhir begitu indah, menghadirkan sentuhan lembut kasih sayang, menyadarkan agar sentuhan kasih tulus yang mendamaikan dan saling menguatkan akan lebih indah.

    Terimakasih Bu Tien
    Sehat sehat selalu doaku,
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 52 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Aduhaii sekali ,,,,
    Pancen hebat bu Tienku sll diakhiri dg bahagia

    Ditunggu * Jangan Pergi*
    Salam sehat wal'afiat bu Tien sekeluarga,,🤗🥰

    ReplyDelete
  21. Waah SDH tamat....akhir yang bahagia untuk para tokohnya
    Matur suwun bunda Tien salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  22. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  23. Terima kasih bu tien cerbungnya yang sdh tamat, akhirnya sungguh indah

    ReplyDelete
  24. 𝐀𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐡𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠....𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, suwun Bu Tien....😊🙏
    Semoga Ibu sehat dan bahagia selalu....Aamiin 🤲

    ReplyDelete
  26. Terimakasih bunda... Menghibur.. Berakhir dg Kebahagiaan ... Semoga kami semua ikut merasakannya, kebahagiaan lahir batin... Sehat selalu ditunggu...

    ReplyDelete

  27. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~52 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  28. Terimakasih bund, semoga ending kebahagiaan menular ke kita semuanya, bahagia selalu dan salam sehat, masih tetap menunggu.... 🥰🥰

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~52 sudah hadir dan Berakhir dg Kebahagiaan. maturnuwun & salam sehat selalu katur bu Tien sklg 🙏

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah tamat sudah eSJe-nya dengan happy end ..
    Syukron nggih Mbak Tien , semoga selalu diparingi sehat Aamiin..🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  31. Mbak Tien orangnya baik, tak mau membunuh tokohnya...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  32. Replies
    1. Iya pak Latif, saya juga pernah ngalami beberapa kali. Di situlah saya bertakon-takon, apakah gerangan penyebabnya...??

      Delete
    2. sama..rasanya aq kmrin sdh coment kq ndak ada ya?

      Delete
  33. Horeeee... Sebuah Janji telah tamat. Orang baik bahagia, yang jahat sudah menerima hukumannya. Yang bisa sadar jadi bahagia juga.
    Begitulah olahan kata yang apik dari tangan pakar berpengalaman, dapat membuat perasaan pembaca terbawa arus pikiran penulis.
    Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari cerita ini.
    Terimakasih atas hiburan ini.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  34. Trmksh utk SJ 52 tyt edisi tamat. Bahagia utk Sekar sekeluarga, hukuman utk Samad, persahabatan saklawase bagi Minar, Ari dan Yanti. Serta restu utk Seno dan Elsa tinggal menghitung hari. Mb Tien mmg aduhai merangkai kata.. Jangan Pergi utk siapa ya kira2 tokohnya? kita tunggu Seninkah mulai mb Tien? Slm seroja selalu utk mb Tien d kita semua🤗

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah...Terima kasih bu Tien Sebuah Janjinya dah tamat kami tunggu cerita selanjutnya, selamat malam selamat beristirahat smoga sehat sll

    ReplyDelete
  36. Alhamdullilah SJ terakhirnya sdh dibc bunda..akhirnya bahagia semuanya...ditgu judul episode yg barunya..demoga bunda selalu sehat walafiat..salam seroja dan aduhai dri sukabumi unk bunda Tien bersm bpk..🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  37. Tks bunda Tien.. cerbungnya sdh tamat
    Alhamdulilah..
    Semoga bunda sehat selalu dan tetap bahagia ... Aduhaii

    ReplyDelete
  38. Lho kemarin perasaan sdh coment kq hilang ya..?🤣

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah Tamat.. Terima kasih Bu Tien.. Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  40. Terima kasih atas sapaannya mbak Tien.. Semoga selalu sehat dan terus berkarya.. Aamiin
    Salam kang Idih- Bdg

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah.... hepi ending... karya2 bunda Tien mmng top markotop, bahasanya enak, alur ceritanya jelas pokoknya okey laaah matur nuwun bunda... salam sehat dan terus brkarya ....

    ReplyDelete
  42. Hmmm.... Bener kan, komentar saya kemarin dulu HILANG LAGI...

    ReplyDelete
  43. Ada karya terbaru nih pasti ya Bu Tien...Nuhun ya tamat dgn Aduhai

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 39

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  39 (Tien Kumalasari)   Dengan heran Saraswati mengangkat ponselnya. Sudah lama sekali, sejak Dewi kabur sa...