Wednesday, October 19, 2022

JANGAN PERGI 03

 

JANGAN PERGI  03

(Tien Kumalasari)

 

Ratri yang tak ingin ikut campur kemudian beranjak keluar dari ruangan, tapi  Dewi memanggilnya.

“Bu Ratri.”

Ratri berhenti, kemudian kembali menghadap kepala sekolah.

“Ya Bu.”

“Maukah nanti menemani saya?”

“Kemana Bu?”

“Ada konglomerat yang baik hati, ingin membantu pembangunan gedung. Tapi kita harus menemuinya di kantor, siang ini sebelum dhuhur, karena beliau tidak sempat datang kemari. Apa Bu Ratri masih ada jam mengajar?”

“Dua jam lagi saya mengajar Bu.”

“Baiklah, berarti bisa menemani saya.”

“Baiklah.”

“Kita bersiap sekarang ya, lebih baik datang sebelumnya daripada beliau menunggu.”

“Baiklah.”

“Kita harus menyiapkan konsep dan estimasi biaya yang kemarin sudah dibuat. Ini sudah saya siapkan.”

“Ada yang bisa saya bantu Bu?”

“Sudah semuanya. Bu Ratri hanya menemani saya saja. Nggak enak kalau saya datang sendirian.”

“Baiklah. Saya mengambil tas dulu di ruang guru.”

“Saya akan memanggil taksi saja, sambil menunggu bu Ratri.”

Ratri mengangguk, lalu keluar dari ruangan kepala sekolah untuk mengambil tas, kemudian kembali ke ruang kepala sekolah, dimana  Dewi sedang menunggu.

“Taksinya sebentar lagi sampai, kita menunggu di depan saja ya Bu.”

“Baiklah Bu,”

Keduanya berjalan ke arah depan, dan tak lama kemudian taksi yang dipesan sudah siap.

“Ke Jalan Bhayangkara ya Pak,” perintah Dewi kepada pengemudi taksi.

“Baik Bu.”

“Di kantor apa ya Bu?” tanya Ratri.

“Perusahaan Listyo Makmur Abadi.”

“Itu bukankah perusahaan batik?”

“Iya benar. Beliau itu pengusaha muda yang sukses, tapi dia juga seorang dokter di Rumah Sakit Pusat. Hari ini beliau menunggu di kantornya.”

“Dokter?” kata batin Ratri. Tiba-tiba ingatannya lari ke arah dokter Radit yang sangat baik dan penuh perhatian kepada ibunya. Entah mengapa dia melakukannya,

“Dia masih muda, kabarnya lho, soalnya saya juga belum pernah ketemu, kecuali bicara di telpon sejak tiga hari yang lalu.”

“Dia tahu bahwa kita akan membangun sekolah kita?”

“Iya, entahlah, barangkali dari pemborong yang kita ajak bicara tentang biaya yang dibutuhkan, atau apa, saya belum pernah menanyakannya. Terlalu gembira akan dibantu, barangkali,” kata Dewi sambil tertawa lirih.

Ratri tersenyum.

Bu Dewi adalah kepala sekolah, yang usianya hanya beberapa tahun diatas Ratri. Ia cantik dan pintar, serta tegas dalam segala hal.

“Nomor berapa ya Bu?” tanya pengemudi taksi yang ternyata sudah memasuki Jalan Bhayangkara.

“Nomor duaratus satu Pak. Kiri jalan pastinya,” kata Dewi.

“Masih beberapa rumah di depan sepertinya Pak," sambung Ratri.

Taksi itu berhenti di depan sebuah gedung bertingkat yang sangat besar.

Setelah membayar, mereka turun dan langsung menemui satpam yang duduk di pos-nya.

“Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu?” tanya satpam itu sopan.

“Saya mau bertemu dengan bapak Radityo,” kata Dewi dan sebutan nama itu membuat Ratri terkejut. Radityo adalah dokter yang dikenalnya, tapi nama kan boleh saja sama? Apakah Radit yang dikenal itu juga seorang pengusaha?

Ratri masih memikirkannya ketika Dewi menariknya, mengikuti satpam yang entah tadi bicara apa, Ratri tidak memperhatikannya karena sibuk memikirkan mas Radit.

Dewi dan Ratri memasuki sebuah ruangan, ketika seorang sekretaris mempersilakannya masuk.

“Ibu sudah ditunggu pak Radit,” katanya.

Seorang laki-laki muda duduk di kursi kerjanya, yang kemudian mengangkat wajahnya ketika keduanya masuk. Ratri tercengang, karena dia memang Radit yang dikenalnya.

“Selamat datang, ibu. Eh, Ratri?” Radit juga terkejut karena Ratri datang bersama sang kepala sekolah.

Dewi tampak heran, menatap Ratri tak mengerti. Tentu tak di sangka bahwa Radityo mengenalnya.

Ratri tersenyum tipis, sambil mengangguk.

“Silakan duduk … “ katanya ramah sambil mempersilakan keduanya duduk di sofa yang memang dipergunakan untuk menerima tamu.

“Bu Ratri ternyata sudah kenal Pak Radityo?” tanya Dewi.

“Dia … dokter yang … merawat ibu saya,” jawab Ratri.

“Iya benar bu Dewi, beberapa hari yang lalu bu Cipto, ibunya Ratri sakit, kebetulan obat yang saya berikan kok cocok, dan sekarang sudah membaik.”

Dewi mengangguk mengerti.

“Hari ini saya sedang off, memerlukan datang ke kantor sambil menunggu ibu Dewi. Saya tidak mengira ada Ratri bersama Ibu,” kata Radit sambil tertawa.

“Nanti kembali ke rumah sakit?”

“Ya, saya praktek jam satu siang. Apa ibu sudah membawa catatan yang saya minta?” tanya Radit.

Dewi menyerahkan sebuah map, yang kemudian dibaca oleh Radit sambil mengangguk-angguk.

“Halaman sekolah itu masih luas ya Bu. Mengapa di belakang tidak dipergunakan untuk arena olah raga?”

“Biasanya murid-murid berolah-raga di halaman depan Pak.”

“Bagaimana kalau diatur dibelakang sini, lalu di sebelah ruang kelas yang akan dibangun ini, kan masih tersisa ya Bu, dibuat arena bermain," kata Radit sambil menunjuk-nunjuk ke arah gambar peta bangunan sekolah.

“Iya sih Pak, tapi kan kami memikirkannya secara bertahap, karena_”

“Baiklah saya mengerti. Nanti saya atur. Pegawai saya akan meminta seorang temannya untuk menggambar seperti yang saya katakan tadi, nanti saya tunjukkan pada Ibu. Kalau Ibu setuju, langsung jalan.”

“Begini Pak, kami hanya punya sedikit dana, yang kekurangannya baru akan kami_”

“Ya, saya tahu. Nanti saya berikan dulu gambarnya, dalam waktu dekat, ibu tinggal menyetujuinya atau tidak. Saya akan menyempatkan waktu untuk ke sekolah. Kali ini maaf, saya terlalu sibuk, karena masih harus bekerja, dan di pabrik sedang ada masalah, sehingga saya minta Ibu yang datang kemari.”

“Tidak apa-apa Pak, kami berterima kasih sekali karena Bapak bersedia menerima kami dan bermaksud membantu.”

“Semua biaya, saya yang akan menanggungnya.”

Dewi menatap kagum pada Radityo, bukan karena wajahnya yang tampan, tapi karena kebaikan hatinya. Untuk sesaat ia tak bisa berkata apa-apa.

“Bagaimana Bu?”

“Ss… saya .. mengucapkan terima kasih. Tidak mengira akan menerima kebaikan Bapak.”

“Tidak usah dipikirkan, saya senang melakukannya.”

“Kalau boleh bertanya, dari mana Bapak tahu bahwa kami bermaksud membangun sekolah dengan menambah ruangan kelas dan_”

“Ratri mengatakannya.”

Ratri mengangkat wajahnya. Lalu dia mengerti, ternyata Radit memperhatikan ketika dia mengatakan tentang rapat di sekolah sehingga membuatnya terlambat pulang.

“Bu Ratri? Bu Ratri yang minta kepada pak Radit agar_”

“Tidak Bu, sama sekali tidak,” kata Ratri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Radit tertawa.

“Ketika ibunya sakit, saya memeriksanya di rumah. Waktu itu Ratri terlambat pulang, dan mengatakan kalau dirinya baru rapat di sekolah, tentang keinginan sekolah untuk membangun. Saya mendengarnya dan sangat tertarik untuk membantu.”

Dewi mengangguk mengerti, lalu menatap Ratri yang tersipu malu. Ratri tentu saja tidak mengira kalau Radityo mencatat dan memperhatikan apa yang dikatakannya.

***

Disepanjang perjalanan pulang, Dewi tak henti-hentinya mengungkapkan rasa senang karena keinginan untuk membangun sekolah sudah ada yang akan membantu. Usul beberapa guru untuk meminta sumbangan dari para wali murid, tentu harus dibatalkan.

“Bu Ratri tidak pernah bilang kalau pak Radit akan membantu.”

“Saya juga tidak tahu Bu. Bahkan tidak mengira kalau apa yang saya katakan ternyata diperhatikan oleh pak Radit. Saya juga tidak tahu kalau yang akan bu Dewi temui adalah dia."

“Berarti saya harus berterima kasih kepada bu Ratri. Karena bu Ratri maka kita akan mendapat bantuan, dan itu tidak sedikit jumlahnya.”

“Bukan Bu, mengapa harus berterima kasih? Saya tidak melakukan apa-apa. Semuanya terjadi secara kebetulan.”

“Benar, tapi bagaimanapun, Bu Ratri saya anggap berjasa. Saya akan membicarakan kepada yayasan, bahwa kita tertolong karena bu Ratri.”

“Saya mohon, jangan itu Ibu lakukan. Sungguh saya tidak merasa berbuat apa-apa.”

“Bu Ratri memang selalu rendah hati. Tapi saya yakin, ketua Yayasan kan mengapresiai apa yang bu Ratri lakukan.”

“Ya ampun Bu, saya kan sudah bilang bahwa saya tidak melakukan apa-apa. Tolong janganlah hal itu dibahas lagi. Hanya kebetulan pak Radit seorang pengusaha dan dokter yang berjiwa sosial, sehingga begitu melihat ada sesuatu yang bisa dilakukannya untuk membantu, maka kemudian dia melakukannya. Bahkan dia tidak mengatakan apa-apa tentang bantuan itu, pada saya.”

Dewi hanya tertawa mendengar penjelasan Ratri.

***

Ketika pulang ke rumah di siang harinya, Ratri melihat dokter Radit sudah duduk di teras bersama ibunya. Ratri agak heran memperhatikan sikap Radit akhir-akhir ini. Mengapa sering kali datang ke rumah, dan begitu memperhatikan kesehatan ibunya. Sudah jelas, obat yang diminum ibunya selama tiga hari sudah membuahkan hasil yang baik, dan ibunya sudah kembali sehat, bahkan setiap pagi memasak dengan bersemangat, melarangnya memasak seperti saat ibunya sakit, tapi masih saja Radit datang dengan alasan menanyakan kesehatan ibunya.

“Ibu sudah sehat, sudah tidak merasakan sakit apa-apa, jadi kamu tenang saja, setelah bersih-bersih rumah segera berangkat mengajar.”

Tapi nyatanya setiap dua hari sekali Radit datang dan selalu menanyakan bagaimana keadaan ibunya. Hm, modus ‘kali. Kata batin Ratri. Lalu Ratri teringat apa yang dikatakan ibunya waktu itu, bahwa tampaknya Radit suka sama dia. Ratri segera menepis anggapan itu. Tapi melihat sikap Radit, Ratri jadi berpikir, apa benar apa yang dikatakan ibunya?

“Ratri, ada nak Radit menunggu kamu, kok kamu bengong disitu sih?” tegur ibunya ketika dia masih saja tegak di tangga teras.

“Iya Bu, kaget saja melihat Mas Radit.”

“Ayo duduklah di sini, biar ibu buatkan minum dulu,” kata bu Cipto sambil berdiri.

“Biar Ratri saja Bu,” kata Ratri.

“Tidak usah Ratri, Bu, nanti kalau saya haus, saya pasti akan minta minum sama Ibu.”

“Bener ya?”

“Benar bu.”

Bu Cipto tersenyum, lalu beranjak ke dalam rumah.

Ratri duduk di depan Radit, yang menatapnya dengan senyum. Senyuman yang selalu membuat hati Ratri bergetar. Susah payah Ratri menghilangkan perasaan itu.

“Kok ke sini lagi sih?”

“Nggak boleh ya?”

“Heran saja. Jangan beralasan menanyakan kesehatan ibu. Ibu sudah baik-baik saja kok.”

“Kamu tidak suka aku datang kemari?”

“Bukan tidak suka.”

“Berarti suka?”

Senyum Ratri melebar. Ternyata Radit suka bercanda, dan candaan itu membuatnya melupakan rasa kikuknya, lalu membuat pembicaraan jadi lebih lancar.

“Tadi aku terkejut, melihat Ratri datang bersama bu Dewi.”

“Kebetulan aku ada di ruangannya, ketika Mas menelpon, jadi aku diajaknya. Tapi aku tidak mengira bahwa bu Dewi mengajak ke kantor mas Radit. Setahuku mas Radit adalah dokter. Jadi dokter perangkap pengusaha ya.”

“Aku sebetulnya ingin lebih fokus ke pekerjaan aku di Rumah Sakit, tapi almarhum bapak meninggalkan usaha itu, sayang kalau tidak dilanjutkan.”

“Mengapa Mas kemudian tertarik untuk membantu pembangunan sekolah itu?”

“Mendengar penuturan kamu saat setelah rapat. Lalu tertarik untuk membantu. Aku hubungi kepala sekolah dan bersambut. Aku senang melakukannya.”

“Kami sangat berterima kasih. Tadinya ingin meminta bantuan kepada wali murid. Lalu tidak jadi. Tadi di sekolah ramai membicarakan Mas.”

“Syukurlah kalau berkenan. Semoga kelak bisa lebih bermanfaat.”

“Aamiin.”

“Tapi aku harus segera pulang. Kamu pasti capek, dan yang jelas lapar, ya kan?”

Ratri tersipu, dalam hati iya menjawab, memang iya.

“Lain kali akan aku ajak kamu makan diluar,” kata Radit sambil berdiri.

Ratri terkejut. Apa pula ini maksudnya? Makan diluar bersama dia? Bagaimana kalau orang-orang mengira kami pacaran?

“Hei, kok bengong?”

Ratri tersenyum, tak mampu mengucapkan apapun.

“Pamitkan pada ibu ya, tidak usah memintanya keluar, pasti ibu sedang istirahat,” katanya kemudian melangkah pergi menuju ke arah mobilnya.

Ratri masih terpaku di tangga teras.

Apa? Mengajaknya makan diluar? Ratri berdebar. Sungguh dia tak mengerti arti sikap Radit.

***

Radit baru pulang ke rumah ketika hari menjelang sore. Setelah dari rumah Ratri, dia langsung kembali ke rumah sakit.

Ia memasuki rumah ketika suasana sedang sepi. Pasti ibunya sudah tidur, karena biasanya setelah makan siang, ibunya langsung beristirahat di kamar, sampai sore.

Radit langsung masuk ke kamarnya, lalu membersihkan diri. Ia belum ingin mandi, ingin beristirahat dulu sejenak.

Setelah berganti pakaian, seperti biasa ia membaringkan tubuhnya di ranjang. Tapi sebelum itu, ia merasa aneh. Ada yang tidak seperti biasanya. Radit berpikir, apa yang kurang dari kamarnya? Oh ya, seprei dan sarung bantal baru diganti. Aroma segar masih memancar. Tapi bukan itu, ada lagi yang tidak biasa. Ia menatap ke arah nakas.

“Haaa, foto Lesti. Mana foto Lesti ? Siapa berani mengambil dari mejaku? Siapa lancang melakukannya?”

Radit keluar dari kamar dengan perasaan geram.

***

Besok lagi ya.

60 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah sdh JP_03 sdh tayang, juara 1 nya balik ke Sragen.
      Insta Allah sesuk Bandung, Jajarta, Bojonegoro, Yogja, atau Bali???

      Delete
    2. Msh ada tamu Alhamdulillah mb Nani udah gantiin diriku

      Juara 1 mb Nani

      Delete
  2. Alhamdulillah dah tayang, makasih Bunda Tien.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah sudah tayang episode 3
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah JP 03 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat n bahagia bersama keluarga.
    UR.T411653L

    ReplyDelete

  5. Alhamdulillah JANGAN PERGI~3 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun bunda Tien, salam SEROJA dan tetap sehat. Ayo teman2 komen disini dan di NOVELTOON disana ada cerbung SELAMAT PGI BIDADARI, yuk ikutan baca biar pundi2 bu Tien bertambah terus.
    Selanat Pagi Bidadari, alhamdulillah sdh dikontrak NovelToon lho,....
    Ayo teman2 rajin kita buka fan baca novelToon

    ReplyDelete
  7. Selamat malam bunda , akhirnya bisa masuk blog lagi , terima kasih

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah bunda Tien JP3 sudah hadir

    ReplyDelete
  9. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo ibuu... salam kejora
      Salam sehat, maturnuwun buu

      Delete
  10. Alhamdulillah. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu. 🙏🌹🦋

    ReplyDelete
  11. Alhamdullilah.Terima kasih bunda JP 03 nya..salam sehat dan tetap aduhai unk bunda beserta bpk..🙏🥰🌹🌹

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah,
    Matur nuwun Bu Tien.
    Mugi2 panjenengan tansah ginanjar kasarasan karaharjan, rahayu wilujeng widada nir ing sambekala sahengga saget paring lelipur dumateng para sutrisno cerbung.
    Jember Jawa Timur

    ReplyDelete
  13. Asyik sdh tayang matur nuwun jeng Tien

    ReplyDelete
  14. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah jp sdh tayang selamat malam bu tien , salam sehat ...

    ReplyDelete
  16. Alhsmdulillah JP 03 sdh tayang
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  17. Terimakasih bu Tien. Hiburan yg ditunggu tunggu sdh terbit.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien japer 03 sdh tayang
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillaah dah d baca makasih bundaku dalam sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Wow!! Sudah panjang komentarnya ya.. 👍👍😀

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah cerbung Jangan Pergi Eps 03 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien, semoga tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  22. Terima kasih mbak Tien, cerbung barunya dari awal sdh mulai seru. Semoga makin seru.

    ReplyDelete
  23. Salam sejahtera untuk mbak Tien dan keluarga.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulullah..matur nwn bu Tiea.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  25. Terimakasih Bunda Tien,
    Semakin seru... sehat2 ya Bund... Salam aduhaiii 😘🙏🌹

    ReplyDelete
  26. Makasih mba Tien.
    Selalu sehat dan tetap semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  27. Wah ini hampir mirip sama kmrn2 mas Radit juga ada cewek yg demen

    Yuuk kita tunggu bgmn jln cerita yg akan di tayangkan bunda Tien

    Moga ttp sehat selalu doaku bunda

    ReplyDelete
  28. Kira2 siapa ya yg ambil foto lesti. Salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    tetap sehat dan semangat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  30. Asyiiik bibit-bibit konfliknya, bu Tien. Paling bisa deh. Bu Tien memang aduhaii 👍👍❤❤

    ReplyDelete
  31. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sampun tayang eps3 , jadi penasaran Mira, Listi dan Ratri hehehe paling bisa mbak Tienku, selamat malam salam sehat selalu dan tetap semangat injih, wassalam dari kebonku Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  32. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg Japer 3 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Yg mindahin foto Listi mungkin pembantunya. Kenapa Listy sampai menghilang tanpa jejak, bahkan keluarga juga tidak tahu? Atau ada aib sengaja disembunyikan? Kita tunggu aja, pasti lama2 akan terkuak juga...

    Semoga Sang dokter muda ganteng yg baik hati segera menemukan jodoh yg baik pula....

    ReplyDelete
  33. Pertemuan tak terduga hampir mencelakai Ratri, Radityo terpana membuyarkan angan yang lagi riuh menari dimana tergambar seseorang meninggalkan janji, apakah itu kau.
    Kenapa lebih teduh sinar matanya dan bersahaja, melecut hati ini ingin tahu lebih.
    Mengantar obat pada pasien, yang benar aja begitu gawat kah itu pasien, nah betulkan; ternyata seorang gadis, hmm cantik juga, apa lagi kalau lagi bengong mulut sedikit terbuka, aduh ini lagi tambah beban, biarlah gimanapun aku harus yang mendapat perhatian lebih, gumam Miranda.

    Baiklah, ku coba cara ini, pulang dari kampus nanti aku harus kerumah Radit, memastikan bagaimana sikapnya, masa seeh kalah dengan gadis kampung itu.
    Kata ibu Satyo harus beri perhatian lebih karena Radit, patah hati gara gara gadisnya meninggalkannya, tanpa ada pesan untuk nya sampai kini masih saja tertutup hatinya untuk kehadiran seorang kekasih.
    Dari mulai itulah Radit tidak bersemangat, mengurung diri di kamar.

    Siapa seeh yang nggak biså takluk sama Mira, ah membesarkan hati sendiri, memang sudah beberapa jomla jomla di taklukan. Ini dapat proyek dari ortu kok nggak nyangkut nyangkut, sabar sabar dalam hati Mira berbisik.

    hèh åpå kuwi, mie råndå, åpå mié dudhå, hus padhaké bakul mié tèk tèk.

    Wow pagi ini bertemu Ratri yang datang bersama kepala sekolah, nggak diduga, rupanya benar perlakuan Radityo bikin satu sekolah heboh, dari situ seolah Ratri yang di angan Radit jelmaan Lesti yang kembali padanya, menjadikan hidup terasa berbeda.
    Mulai mendangir kenangan yang hilang dengan mengajak Ratri pergi keluar sekedar menemani jalan, makan. ya untuk meluruhkan kepenatan kesibukan sebagai dokter yang menurutnya menyenangkan disamping juga melanjutkan usaha yang sudah dirintis Satyo bapaknya.

    Sampai kapan Ratri sadar bahwa dia hanya dianggap bayangan Lesti nya Radit yang entah menghilang kemana.
    Kenyataan Radit begitu gusar ketika sadar foto Lesti raib, yang biasa di pajang di nakas, biar setiap saat bangun dari tidur; dapat memandang nya.


    Terimakasih Bu Tien,
    Jangan pergi yang ke tiga sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku,
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  34. Assalamualaikum wrwb ..
    Semoga Hubungan Asmara Radit & Ratri bisa terjalin .. akankah ibunya Radit menyetujui?? Dan
    siapa ya yang di suruh dan menyuruh menggugurkan kandungan ( dalam prolog??)
    Salam aduhai bunda Tien .. salam hangat buat keluarga besar PCTK,, walaupun dingin dengan guyuran hujan ,,🥰🥰

    ReplyDelete
  35. Bersua mengudara lagi Mbak Tien, salam sehat sejahtera ... Waach bukan Lesti Lar kan itu ? Hehehehe

    ReplyDelete
  36. Ratri ayo semangat jgn mau di samakan dgn Listy .. aduh Radit pergi deh sana dr pada menyamakan dgn Listy

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien . .

    ReplyDelete
  38. Tks bunda Tien.. Ratri sdh hadir
    Alhamdulilah..
    Semoga bunda sehat selalu..
    Aamiin..

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah Matur nuwun bunda Tien
    Salam hangat buat PCTK seluruh Indonesia salam sehat penuh semangaattt

    ReplyDelete
  40. Matur nuwun Bu Tien, dari awal sudah seru ceritanya. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia, aamiin.

    ReplyDelete
  41. Selamat pagi bu Tien, selamat pagi juga sahabat2 PCTK, salam sehat.

    ReplyDelete
  42. Halow lagi..
    Terima kasih atas sapaan dan JP3 nya.. Semoga mbak Lies selalu sehat dan terus berkarya.. Aamiin
    Salam sehat selalu kang Idih

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 37

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  37 (Tien Kumalasari)   Laki-laki yang baru saja membuka pintu itu adalah Sulistyo. Matanya menatap gadis y...