JANGAN PERGI 03
(Tien Kumalasari)
Ratri yang tak ingin ikut campur kemudian beranjak
keluar dari ruangan, tapi Dewi memanggilnya.
“Bu Ratri.”
Ratri berhenti, kemudian kembali menghadap kepala
sekolah.
“Ya Bu.”
“Maukah nanti menemani saya?”
“Kemana Bu?”
“Ada konglomerat yang baik hati, ingin membantu pembangunan
gedung. Tapi kita harus menemuinya di kantor, siang ini sebelum dhuhur, karena beliau
tidak sempat datang kemari. Apa Bu Ratri masih ada jam mengajar?”
“Dua jam lagi saya mengajar Bu.”
“Baiklah, berarti bisa menemani saya.”
“Baiklah.”
“Kita bersiap sekarang ya, lebih baik datang
sebelumnya daripada beliau menunggu.”
“Baiklah.”
“Kita harus menyiapkan konsep dan estimasi biaya yang
kemarin sudah dibuat. Ini sudah saya siapkan.”
“Ada yang bisa saya bantu Bu?”
“Sudah semuanya. Bu Ratri hanya menemani saya saja.
Nggak enak kalau saya datang sendirian.”
“Baiklah. Saya mengambil tas dulu di ruang guru.”
“Saya akan memanggil taksi saja, sambil menunggu bu
Ratri.”
Ratri mengangguk, lalu keluar dari ruangan kepala
sekolah untuk mengambil tas, kemudian kembali ke ruang kepala sekolah, dimana Dewi sedang menunggu.
“Taksinya sebentar lagi sampai, kita menunggu di depan
saja ya Bu.”
“Baiklah Bu,”
Keduanya berjalan ke arah depan, dan tak lama kemudian
taksi yang dipesan sudah siap.
“Ke Jalan Bhayangkara ya Pak,” perintah Dewi kepada
pengemudi taksi.
“Baik Bu.”
“Di kantor apa ya Bu?” tanya Ratri.
“Perusahaan Listyo Makmur Abadi.”
“Itu bukankah perusahaan batik?”
“Iya benar. Beliau itu pengusaha muda yang sukses,
tapi dia juga seorang dokter di Rumah Sakit Pusat. Hari ini beliau menunggu di
kantornya.”
“Dokter?” kata batin Ratri. Tiba-tiba ingatannya lari
ke arah dokter Radit yang sangat baik dan penuh perhatian kepada ibunya. Entah
mengapa dia melakukannya,
“Dia masih muda, kabarnya lho, soalnya saya juga belum
pernah ketemu, kecuali bicara di telpon sejak tiga hari yang lalu.”
“Dia tahu bahwa kita akan membangun sekolah kita?”
“Iya, entahlah, barangkali dari pemborong yang kita
ajak bicara tentang biaya yang dibutuhkan, atau apa, saya belum pernah
menanyakannya. Terlalu gembira akan dibantu, barangkali,” kata Dewi sambil
tertawa lirih.
Ratri tersenyum.
Bu Dewi adalah kepala sekolah, yang usianya hanya
beberapa tahun diatas Ratri. Ia cantik dan pintar, serta tegas dalam segala
hal.
“Nomor berapa ya Bu?” tanya pengemudi taksi yang
ternyata sudah memasuki Jalan Bhayangkara.
“Nomor duaratus satu Pak. Kiri jalan pastinya,” kata
Dewi.
“Masih beberapa rumah di depan sepertinya Pak," sambung Ratri.
Taksi itu berhenti di depan sebuah gedung bertingkat
yang sangat besar.
Setelah membayar, mereka turun dan langsung menemui satpam yang duduk di pos-nya.
“Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu?” tanya
satpam itu sopan.
“Saya mau bertemu dengan bapak Radityo,” kata Dewi dan
sebutan nama itu membuat Ratri terkejut. Radityo adalah dokter yang dikenalnya,
tapi nama kan boleh saja sama? Apakah Radit yang dikenal itu juga seorang
pengusaha?
Ratri masih memikirkannya ketika Dewi menariknya,
mengikuti satpam yang entah tadi bicara apa, Ratri tidak memperhatikannya
karena sibuk memikirkan mas Radit.
Dewi dan Ratri memasuki sebuah ruangan, ketika seorang
sekretaris mempersilakannya masuk.
“Ibu sudah ditunggu pak Radit,” katanya.
Seorang laki-laki muda duduk di kursi kerjanya, yang
kemudian mengangkat wajahnya ketika keduanya masuk. Ratri tercengang, karena
dia memang Radit yang dikenalnya.
“Selamat datang, ibu. Eh, Ratri?” Radit juga terkejut
karena Ratri datang bersama sang kepala sekolah.
Dewi tampak heran, menatap Ratri tak mengerti. Tentu
tak di sangka bahwa Radityo mengenalnya.
Ratri tersenyum tipis, sambil mengangguk.
“Silakan duduk … “ katanya ramah sambil mempersilakan
keduanya duduk di sofa yang memang dipergunakan untuk menerima tamu.
“Bu Ratri ternyata sudah kenal Pak Radityo?” tanya Dewi.
“Dia … dokter yang … merawat ibu saya,” jawab Ratri.
“Iya benar bu Dewi, beberapa hari yang lalu bu Cipto,
ibunya Ratri sakit, kebetulan obat yang saya berikan kok cocok, dan sekarang
sudah membaik.”
Dewi mengangguk mengerti.
“Hari ini saya sedang off, memerlukan datang ke kantor
sambil menunggu ibu Dewi. Saya tidak mengira ada Ratri bersama Ibu,” kata Radit
sambil tertawa.
“Nanti kembali ke rumah sakit?”
“Ya, saya praktek jam satu siang. Apa ibu sudah
membawa catatan yang saya minta?” tanya Radit.
Dewi menyerahkan sebuah map, yang kemudian dibaca oleh
Radit sambil mengangguk-angguk.
“Halaman sekolah itu masih luas ya Bu. Mengapa di
belakang tidak dipergunakan untuk arena olah raga?”
“Biasanya murid-murid berolah-raga di halaman depan
Pak.”
“Bagaimana kalau diatur dibelakang sini, lalu di
sebelah ruang kelas yang akan dibangun ini, kan masih tersisa ya Bu, dibuat
arena bermain," kata Radit sambil menunjuk-nunjuk ke arah gambar peta bangunan sekolah.
“Iya sih Pak, tapi kan kami memikirkannya secara
bertahap, karena_”
“Baiklah saya mengerti. Nanti saya atur. Pegawai saya
akan meminta seorang temannya untuk menggambar seperti yang saya katakan tadi,
nanti saya tunjukkan pada Ibu. Kalau Ibu setuju, langsung jalan.”
“Begini Pak, kami hanya punya sedikit dana, yang
kekurangannya baru akan kami_”
“Ya, saya tahu. Nanti saya berikan dulu gambarnya,
dalam waktu dekat, ibu tinggal menyetujuinya atau tidak. Saya akan menyempatkan
waktu untuk ke sekolah. Kali ini maaf, saya terlalu sibuk, karena masih harus
bekerja, dan di pabrik sedang ada masalah, sehingga saya minta Ibu yang datang
kemari.”
“Tidak apa-apa Pak, kami berterima kasih sekali karena
Bapak bersedia menerima kami dan bermaksud membantu.”
“Semua biaya, saya yang akan menanggungnya.”
Dewi menatap kagum pada Radityo, bukan karena wajahnya
yang tampan, tapi karena kebaikan hatinya. Untuk sesaat ia tak bisa berkata
apa-apa.
“Bagaimana Bu?”
“Ss… saya .. mengucapkan terima kasih. Tidak mengira
akan menerima kebaikan Bapak.”
“Tidak usah dipikirkan, saya senang melakukannya.”
“Kalau boleh bertanya, dari mana Bapak tahu bahwa kami
bermaksud membangun sekolah dengan menambah ruangan kelas dan_”
“Ratri mengatakannya.”
Ratri mengangkat wajahnya. Lalu dia mengerti, ternyata
Radit memperhatikan ketika dia mengatakan tentang rapat di sekolah sehingga
membuatnya terlambat pulang.
“Bu Ratri? Bu Ratri yang minta kepada pak Radit agar_”
“Tidak Bu, sama sekali tidak,” kata Ratri sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Radit tertawa.
“Ketika ibunya sakit, saya memeriksanya di rumah.
Waktu itu Ratri terlambat pulang, dan mengatakan kalau dirinya baru rapat di
sekolah, tentang keinginan sekolah untuk membangun. Saya mendengarnya dan
sangat tertarik untuk membantu.”
Dewi mengangguk mengerti, lalu menatap Ratri yang
tersipu malu. Ratri tentu saja tidak mengira kalau Radityo mencatat dan
memperhatikan apa yang dikatakannya.
***
Disepanjang perjalanan pulang, Dewi tak henti-hentinya
mengungkapkan rasa senang karena keinginan untuk membangun sekolah sudah ada
yang akan membantu. Usul beberapa guru untuk meminta sumbangan dari para wali
murid, tentu harus dibatalkan.
“Bu Ratri tidak pernah bilang kalau pak Radit akan
membantu.”
“Saya juga tidak tahu Bu. Bahkan tidak mengira kalau
apa yang saya katakan ternyata diperhatikan oleh pak Radit. Saya juga tidak tahu kalau yang akan bu Dewi temui adalah dia."
“Berarti saya harus berterima kasih kepada bu Ratri.
Karena bu Ratri maka kita akan mendapat bantuan, dan itu tidak sedikit
jumlahnya.”
“Bukan Bu, mengapa harus berterima kasih? Saya tidak
melakukan apa-apa. Semuanya terjadi secara kebetulan.”
“Benar, tapi bagaimanapun, Bu Ratri saya anggap
berjasa. Saya akan membicarakan kepada yayasan, bahwa kita tertolong karena bu
Ratri.”
“Saya mohon, jangan itu Ibu lakukan. Sungguh saya
tidak merasa berbuat apa-apa.”
“Bu Ratri memang selalu rendah hati. Tapi saya yakin,
ketua Yayasan kan mengapresiai apa yang bu Ratri lakukan.”
“Ya ampun Bu, saya kan sudah bilang bahwa saya tidak
melakukan apa-apa. Tolong janganlah hal itu dibahas lagi. Hanya kebetulan pak
Radit seorang pengusaha dan dokter yang berjiwa sosial, sehingga begitu melihat
ada sesuatu yang bisa dilakukannya untuk membantu, maka kemudian dia
melakukannya. Bahkan dia tidak mengatakan apa-apa tentang bantuan itu, pada
saya.”
Dewi hanya tertawa mendengar penjelasan Ratri.
***
Ketika pulang ke rumah di siang harinya, Ratri melihat
dokter Radit sudah duduk di teras bersama ibunya. Ratri agak heran memperhatikan
sikap Radit akhir-akhir ini. Mengapa sering kali datang ke rumah, dan begitu
memperhatikan kesehatan ibunya. Sudah jelas, obat yang diminum ibunya selama
tiga hari sudah membuahkan hasil yang baik, dan ibunya sudah kembali sehat,
bahkan setiap pagi memasak dengan bersemangat, melarangnya memasak seperti saat
ibunya sakit, tapi masih saja Radit datang dengan alasan menanyakan kesehatan ibunya.
“Ibu sudah sehat, sudah tidak merasakan sakit apa-apa,
jadi kamu tenang saja, setelah bersih-bersih rumah segera berangkat mengajar.”
Tapi nyatanya setiap dua hari sekali Radit datang dan
selalu menanyakan bagaimana keadaan ibunya. Hm, modus ‘kali. Kata batin Ratri.
Lalu Ratri teringat apa yang dikatakan ibunya waktu itu, bahwa tampaknya Radit
suka sama dia. Ratri segera menepis anggapan itu. Tapi melihat sikap Radit, Ratri jadi berpikir, apa
benar apa yang dikatakan ibunya?
“Ratri, ada nak Radit menunggu kamu, kok kamu bengong
disitu sih?” tegur ibunya ketika dia masih saja tegak di tangga teras.
“Iya Bu, kaget saja melihat Mas Radit.”
“Ayo duduklah di sini, biar ibu buatkan minum dulu,”
kata bu Cipto sambil berdiri.
“Biar Ratri saja Bu,” kata Ratri.
“Tidak usah Ratri, Bu, nanti kalau saya haus, saya
pasti akan minta minum sama Ibu.”
“Bener ya?”
“Benar bu.”
Bu Cipto tersenyum, lalu beranjak ke dalam rumah.
Ratri duduk di depan Radit, yang menatapnya dengan
senyum. Senyuman yang selalu membuat hati Ratri bergetar. Susah payah Ratri
menghilangkan perasaan itu.
“Kok ke sini lagi sih?”
“Nggak boleh ya?”
“Heran saja. Jangan beralasan menanyakan kesehatan
ibu. Ibu sudah baik-baik saja kok.”
“Kamu tidak suka aku datang kemari?”
“Bukan tidak suka.”
“Berarti suka?”
Senyum Ratri melebar. Ternyata Radit suka bercanda,
dan candaan itu membuatnya melupakan rasa kikuknya, lalu membuat pembicaraan
jadi lebih lancar.
“Tadi aku terkejut, melihat Ratri datang bersama bu
Dewi.”
“Kebetulan aku ada di ruangannya, ketika Mas menelpon,
jadi aku diajaknya. Tapi aku tidak mengira bahwa bu Dewi mengajak ke kantor mas
Radit. Setahuku mas Radit adalah dokter. Jadi dokter perangkap pengusaha ya.”
“Aku sebetulnya ingin lebih fokus ke pekerjaan aku di
Rumah Sakit, tapi almarhum bapak meninggalkan usaha itu, sayang kalau tidak
dilanjutkan.”
“Mengapa Mas kemudian tertarik untuk membantu pembangunan
sekolah itu?”
“Mendengar penuturan kamu saat setelah rapat. Lalu
tertarik untuk membantu. Aku hubungi kepala sekolah dan bersambut. Aku senang
melakukannya.”
“Kami sangat berterima kasih. Tadinya ingin meminta
bantuan kepada wali murid. Lalu tidak jadi. Tadi di sekolah ramai membicarakan
Mas.”
“Syukurlah kalau berkenan. Semoga kelak bisa lebih
bermanfaat.”
“Aamiin.”
“Tapi aku harus segera pulang. Kamu pasti capek, dan
yang jelas lapar, ya kan?”
Ratri tersipu, dalam hati iya menjawab, memang iya.
“Lain kali akan aku ajak kamu makan diluar,” kata
Radit sambil berdiri.
Ratri terkejut. Apa pula ini maksudnya? Makan diluar
bersama dia? Bagaimana kalau orang-orang mengira kami pacaran?
“Hei, kok bengong?”
Ratri tersenyum, tak mampu mengucapkan apapun.
“Pamitkan pada ibu ya, tidak usah memintanya keluar,
pasti ibu sedang istirahat,” katanya kemudian melangkah pergi menuju ke arah
mobilnya.
Ratri masih terpaku di tangga teras.
Apa? Mengajaknya makan diluar? Ratri berdebar. Sungguh
dia tak mengerti arti sikap Radit.
***
Radit baru pulang ke rumah ketika hari menjelang sore.
Setelah dari rumah Ratri, dia langsung kembali ke rumah sakit.
Ia memasuki rumah ketika suasana sedang sepi. Pasti
ibunya sudah tidur, karena biasanya setelah makan siang, ibunya langsung
beristirahat di kamar, sampai sore.
Radit langsung masuk ke kamarnya, lalu membersihkan
diri. Ia belum ingin mandi, ingin beristirahat dulu sejenak.
Setelah berganti pakaian, seperti biasa ia
membaringkan tubuhnya di ranjang. Tapi sebelum itu, ia merasa aneh. Ada yang
tidak seperti biasanya. Radit berpikir, apa yang kurang dari kamarnya? Oh ya,
seprei dan sarung bantal baru diganti. Aroma segar masih memancar. Tapi bukan
itu, ada lagi yang tidak biasa. Ia menatap ke arah nakas.
“Haaa, foto Lesti. Mana foto Lesti ? Siapa berani
mengambil dari mejaku? Siapa lancang melakukannya?”
Radit keluar dari kamar dengan perasaan geram.
***
Besok lagi ya.
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien...🙏🙏
Alhamdulillah sdh JP_03 sdh tayang, juara 1 nya balik ke Sragen.
DeleteInsta Allah sesuk Bandung, Jajarta, Bojonegoro, Yogja, atau Bali???
Msh ada tamu Alhamdulillah mb Nani udah gantiin diriku
DeleteJuara 1 mb Nani
Alhamfulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron mbak Tien🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah dah tayang, makasih Bunda Tien.
ReplyDeleteHooooreeeee.... gasik
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang episode 3
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Alhamdulillah JP 03 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat n bahagia bersama keluarga.
ReplyDeleteUR.T411653L
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~3 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Matur nuwun bunda Tien, salam SEROJA dan tetap sehat. Ayo teman2 komen disini dan di NOVELTOON disana ada cerbung SELAMAT PGI BIDADARI, yuk ikutan baca biar pundi2 bu Tien bertambah terus.
ReplyDeleteSelanat Pagi Bidadari, alhamdulillah sdh dikontrak NovelToon lho,....
Ayo teman2 rajin kita buka fan baca novelToon
Okee.... Siiiap
DeleteTks infonya pak kakek
Selamat malam bunda , akhirnya bisa masuk blog lagi , terima kasih
ReplyDeleteAlhamdulillah bunda Tien JP3 sudah hadir
ReplyDeleteSuwun....
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Hallo ibuu... salam kejora
DeleteSalam sehat, maturnuwun buu
Alhamdulillah
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu. 🙏🌹🦋
ReplyDeleteAlhamdullilah.Terima kasih bunda JP 03 nya..salam sehat dan tetap aduhai unk bunda beserta bpk..🙏🥰🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah,
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien.
Mugi2 panjenengan tansah ginanjar kasarasan karaharjan, rahayu wilujeng widada nir ing sambekala sahengga saget paring lelipur dumateng para sutrisno cerbung.
Jember Jawa Timur
Asyik sdh tayang matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulilah jp sdh tayang selamat malam bu tien , salam sehat ...
ReplyDeleteAlhsmdulillah JP 03 sdh tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Terimakasih bu Tien. Hiburan yg ditunggu tunggu sdh terbit.
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien japer 03 sdh tayang
Semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillaah dah d baca makasih bundaku dalam sehat selalu
ReplyDeleteWow!! Sudah panjang komentarnya ya.. 👍👍😀
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung Jangan Pergi Eps 03 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien, semoga tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Aamiin YRA.
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien, cerbung barunya dari awal sdh mulai seru. Semoga makin seru.
ReplyDeleteSalam sejahtera untuk mbak Tien dan keluarga.
ReplyDeleteAlhamdulullah..matur nwn bu Tiea.
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Terimakasih Bunda Tien,
ReplyDeleteSemakin seru... sehat2 ya Bund... Salam aduhaiii 😘🙏🌹
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSelalu sehat dan tetap semangat.
Aduhai
Terima kasih mbak Tien
ReplyDeleteWah ini hampir mirip sama kmrn2 mas Radit juga ada cewek yg demen
ReplyDeleteYuuk kita tunggu bgmn jln cerita yg akan di tayangkan bunda Tien
Moga ttp sehat selalu doaku bunda
Kira2 siapa ya yg ambil foto lesti. Salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeletetetap sehat dan semangat selalu bu Tien
Asyiiik bibit-bibit konfliknya, bu Tien. Paling bisa deh. Bu Tien memang aduhaii 👍👍❤❤
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sampun tayang eps3 , jadi penasaran Mira, Listi dan Ratri hehehe paling bisa mbak Tienku, selamat malam salam sehat selalu dan tetap semangat injih, wassalam dari kebonku Tanggamus, Lampung
ReplyDeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg Japer 3 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteYg mindahin foto Listi mungkin pembantunya. Kenapa Listy sampai menghilang tanpa jejak, bahkan keluarga juga tidak tahu? Atau ada aib sengaja disembunyikan? Kita tunggu aja, pasti lama2 akan terkuak juga...
Semoga Sang dokter muda ganteng yg baik hati segera menemukan jodoh yg baik pula....
Makasih bu Tien
ReplyDeletePertemuan tak terduga hampir mencelakai Ratri, Radityo terpana membuyarkan angan yang lagi riuh menari dimana tergambar seseorang meninggalkan janji, apakah itu kau.
ReplyDeleteKenapa lebih teduh sinar matanya dan bersahaja, melecut hati ini ingin tahu lebih.
Mengantar obat pada pasien, yang benar aja begitu gawat kah itu pasien, nah betulkan; ternyata seorang gadis, hmm cantik juga, apa lagi kalau lagi bengong mulut sedikit terbuka, aduh ini lagi tambah beban, biarlah gimanapun aku harus yang mendapat perhatian lebih, gumam Miranda.
Baiklah, ku coba cara ini, pulang dari kampus nanti aku harus kerumah Radit, memastikan bagaimana sikapnya, masa seeh kalah dengan gadis kampung itu.
Kata ibu Satyo harus beri perhatian lebih karena Radit, patah hati gara gara gadisnya meninggalkannya, tanpa ada pesan untuk nya sampai kini masih saja tertutup hatinya untuk kehadiran seorang kekasih.
Dari mulai itulah Radit tidak bersemangat, mengurung diri di kamar.
Siapa seeh yang nggak biså takluk sama Mira, ah membesarkan hati sendiri, memang sudah beberapa jomla jomla di taklukan. Ini dapat proyek dari ortu kok nggak nyangkut nyangkut, sabar sabar dalam hati Mira berbisik.
hèh åpå kuwi, mie råndå, åpå mié dudhå, hus padhaké bakul mié tèk tèk.
Wow pagi ini bertemu Ratri yang datang bersama kepala sekolah, nggak diduga, rupanya benar perlakuan Radityo bikin satu sekolah heboh, dari situ seolah Ratri yang di angan Radit jelmaan Lesti yang kembali padanya, menjadikan hidup terasa berbeda.
Mulai mendangir kenangan yang hilang dengan mengajak Ratri pergi keluar sekedar menemani jalan, makan. ya untuk meluruhkan kepenatan kesibukan sebagai dokter yang menurutnya menyenangkan disamping juga melanjutkan usaha yang sudah dirintis Satyo bapaknya.
Sampai kapan Ratri sadar bahwa dia hanya dianggap bayangan Lesti nya Radit yang entah menghilang kemana.
Kenyataan Radit begitu gusar ketika sadar foto Lesti raib, yang biasa di pajang di nakas, biar setiap saat bangun dari tidur; dapat memandang nya.
Terimakasih Bu Tien,
Jangan pergi yang ke tiga sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku,
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Assalamualaikum wrwb ..
ReplyDeleteSemoga Hubungan Asmara Radit & Ratri bisa terjalin .. akankah ibunya Radit menyetujui?? Dan
siapa ya yang di suruh dan menyuruh menggugurkan kandungan ( dalam prolog??)
Salam aduhai bunda Tien .. salam hangat buat keluarga besar PCTK,, walaupun dingin dengan guyuran hujan ,,🥰🥰
Bersua mengudara lagi Mbak Tien, salam sehat sejahtera ... Waach bukan Lesti Lar kan itu ? Hehehehe
ReplyDeleteTrims Bu tien
ReplyDeleteRatri ayo semangat jgn mau di samakan dgn Listy .. aduh Radit pergi deh sana dr pada menyamakan dgn Listy
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien . .
ReplyDeleteTks bunda Tien.. Ratri sdh hadir
ReplyDeleteAlhamdulilah..
Semoga bunda sehat selalu..
Aamiin..
Alhamdulillah Matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam hangat buat PCTK seluruh Indonesia salam sehat penuh semangaattt
Matur nuwun Bu Tien, dari awal sudah seru ceritanya. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia, aamiin.
ReplyDeleteHalo selamat pagi
ReplyDeleteSelamat pagi bu Tien, selamat pagi juga sahabat2 PCTK, salam sehat.
ReplyDeleteHalow lagi..
ReplyDeleteTerima kasih atas sapaan dan JP3 nya.. Semoga mbak Lies selalu sehat dan terus berkarya.. Aamiin
Salam sehat selalu kang Idih
Tiga
ReplyDelete