KEMBANG CANTIKKU
26
(Tien Kumalasari)
Purnomo sudah selesai mandi, berganti pakaian tidur,
lalu duduk di sofa, di samping Qila.
“Makanlah, bukankah kamu lapar?” tanya Qila sambil
mengambilkan piring untuk Purnomo.
“Biar aku mengambilnya sendiri. Aku butuh makan lebih
banyak supaya kuat malam ini,” katanya sambil melirik ke arah Qila. Qila
membalasnya dengan senyuman penuh arti. Keduanya makan dengan nikmat.
Acara selanjutnya adalah menghabiskan malam dengan
acara asyik masyuk tanpa mengingat apapun yang terjadi diluar sana. Sama sekali
tak mengerti bahwa panggilan tilpun yang kemudian di rejeck Qila adalah
panggilan kecemasan karena mertua Purnomo memasuki masa kritis.
***
Heru merasa sangat kesal. Ia menjauh dari ibunya yang
menangis tak henti-hentinya, karena dokter sudah mengatakan bahwa mereka angkat
tangan, dan tak mungkin bisa menyelamatkan ibunya yang penyakitnya sudah parah.
Berkali-kali Heru menelpon, tapi ponsel ayahnya mati
sejak dia menelpon yang pertama kali.
Ia terpaksa kembali mendekati ibunya.
“Kemana bapakmu?” tanya Hartati sambil mengusap air
matanya.
“Entahlah Bu, Heru juga tidak tahu. Mungkin ada pekerjaan
yang sangat mendesak.”
“Malam-malam begini?”
Heru tak menjawab. Adakah urusan pekerjaan yang harus
dilakukannya di tengah malam buta, di saat istrinya sedang meratapi keadaan
ibunya yang kritis?
“Aku tidak mengerti bapakmu. Sungguh aku tidak
mengerti. Apa yang membuatnya bersikap seperti itu?”
Seorang perawat keluar dari ruang ICU.
“Ibu Purnomo?”
“Ya,” Hartati berdiri dan berjalan mendekat ke arah
pintu.
“Ibu anda ingin bicara, silakan masuk.”
Hartati bergegas masuk, lalu menatap ibunya yang
terbaring pucat.
“Ibuuu,” tangis Hartati.
“Jangan … menangis … “ katanya terbata dengan napas
tersengal.
“Ibu sembuh ya, ibu harus sembuh …”
“Ibu … sudah tua … jaga anak … dan … suami.”
“Ibu …”
“Mana .. Pur …?”
“Dia … sedang ada urusan. Ibu sembuh ya …”
“Heru …”
Heru yang sejak tadi diam, mendekati neneknya,
memegang tangannya.”
“Anak … baik … jaga … orang tua … mu …”
Heru mengangguk lemas, membiarkan air matanya menitik.
“Jangan … menangis. Laki-laki … pantang menangis …”
Heru mengusap air matanya.
“Ibu … harus … per …gi … jaga.. suami … anak ..mu ..
juga..”
“Ibu ….”
Lalu mata tua itu terpejam. Tanpa terpenuhi
keinginannya bertemu Purnomo, menantu yang disayanginya, iapun pergi. Hartati
terkulai, Heru dengan cekatan menangkap tubuh ibunya yang tiba-tiba pingsan.
***
Dipagi buta itu, Purnomo bangkit dari ranjangnya.
Matanya masih ingin membawanya tidur, karena lelah menggayuti tubuhnya. Ia
meraih ponselnya, yang ternyata mati. Ia menghidupkannya, tanpa tahu kapan
ponsel itu diam tak hendak menyampaikan pesan pada dirinya yang sedang dimabuk
nafsu.
Ia terkejut melihat beberapa panggilan dari Heru,
sejak ia belum lama sampai di rumah itu. Setelahnya ada berpuluh panggilan tak
terjawab, semuanya dari Heru.
Tiba-tiba rasa cemas menyergapnya.
Purnomo melompat turun dari tempat tidur, Setengah
berlari ke kamar mandi, hanya membasuh wajahnya, kemudian memakai baju yang
diambil sembarangan dari dalam almari.
“Maas,” terdengar rintih lelah dari atas ranjang …
“Tidurlah, aku harus kembali ke rumah sakit…”
“Maaas,” kali ini tangan Qila terangkat dan menggapai
ke arah Purnomo, tapi Purnomo tak mempedulikannya. Ada perasaan tak enak yang
membuatnya harus kabur dari rumah itu, menuju ke rumah sakit.
Dalam perjalanan Purnomo mencoba menghubungi Heru,
tapi Heru tak mengangkat ponselnya. Berkali-kali dilakukannya, tetap tak ada
respon dari panggilan itu. Lalu ia menelpon istrinya. Tetap sama. Istrinya juga
tak menjawab panggilannya.
Purnomo memacu mobilnya. Bayangan-bayangan menakutkan
merayapi benaknya.
“Pasti terjadi sesuatu … pasti terjadi sesuatu …”
gumamnya cemas. Ada sedikit sesal ketika dia terpaksa meninggalkan rumah sakit
demi Qila. Tapi rengekan Qila terus menerus mengaduk perasaannya, dan itu
membuatnya memilih memenuhi panggilan Qila.
Sekarang sesal itu sedang mengganggunya, membuatnya
terus memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Disebuah pertigaan seorang anak kecil tiba-tiba
melintas. Purnomo sangat gugup, tapi dia sempat membanting laju mobilnya ke
arah kiri jalan, lalu menabrak sebuah pohon, membuat mobil itu berhenti dalam
keadaan ringsek, dengan tubuh Purnomo terkulai di dalamnya.
Hirup pikuk orang disekelilingnya yang menyaksikan kecelakaan itu sama sekali tak terdengar olehnya. Purnomo pingsan dengan luka-luka di tubuhnya.
***
Jenazah nenek sudah di semayamkan di rumah. tapi keberadaan Purnomo belum mereka ketahui. Heru merasa sedih melihat keadaan ibunya. Dalam keadaan seperti ini harusnya ayahnya mendampingi.
Namun sampai sang nenek dimakamkan, Purnomo belum tampak batang hidungnya. Ketidak adanya suami di sampung Hartati juga menimbulkan pertanyaan diantara kerabat dan pelayat.
Setelah selesai upacara pemakaman, Heru langsung pergi menuju ke rumah baru ayahnya. Ia harus memaksa ayahnya pulang, kalau perlu dengan kekerasan. Karena kelakuan ayahnya dianggapnya sudah keterlaluan.
Heru sama sekali tak menyangka, bahwa ayahnya bisa melakukan hal sekejam itu.
Sepanjang perjalanan itu, hatinya diliputi oleh amarah yang hampir mendidihkan darahnya.
***
Begitu ia sampai dirumah itu, ia tak melihat mobil ayahnya, tapi ia melihat mobil lain yang pastinya mobil perempuan yang bersama ayahnya sejak dua hari yang lalu.
Heru langsung masuk, karena pintu depan tidak terkunci. Ia
juga langsung masuk ke kamar tanpa mengetuk pintunya, namun ia tak melihat
ayahnya di kamar itu. Wanita cantik itu sedang duduk menyilangkan kakinya di
sofa, berpakaian sangat tipis dan membuatnya kesal, Heru memalingkan wajahnya,
ketika wanita itu menyapanya dengan manis, sambil berdiri.
“Hai tampan, kamu suka sekali tiba-tiba datang kemari dan
membuatku terkejut,” katanya sambil mendekat.
“Di mana ayahku?”
Qila menatapnya heran. Ia mengelus pipi Heru, yang kemudian
Heru menepiskannya dengan kasar.
“Kamu tidak tahu di mana ayahmu? Tadi, pagi-pagi buta dia
sudah pergi.”
“Pagi-pagi buta?” tanya Heru yang mau tak mau menoleh ke arah
Qila, sambil menekan segala perasaan aneh yang memenuhi dadanya.
“Iya, pagi-pagi buta. Katanya mau ke rumah sakit.”
“Apa?”
Qila semakin mendekati Heru.
“Aku kesepian karena ayahmu pergi, maukah kamu menemani aku
sehari ini saja?” rayunya.
Qila bukanlah gadis ingusan yang tidak bisa menangkap gelagat
laki-laki yang menatapnya. Ia tahu Heru tergoda oleh kecantikannya, atau
entahlah apanya, walau laki-laki muda itu bersemangat menepiskannya.
Heru mendengus, lalu keluar dari kamar begitu saja. Ia
bergegas ke depan, dengan perasaan bingung. Perempuan itu pasti tidak berbohong.
Ayahnya pergi ke rumah sakit sejak pagi buta, seperti janjinya sebelum pergi.
Tapi mengapa sampai siang hari, bahkan sampai selesai pemakaman neneknya,
ayahnya belum juga datang?
Heru membuka pintu mobilnya, tapi ia terkejut karena perempuan
itu merangkul pinggangnya.
“Lepaskan!” katanya sambil melepaskan kedua tangan Qila dengan
kasar, lalu masuk ke dalam mobil.
Qila yang tak tahu malu, melongok di kaca jendela mobil.
“Akan aku buat agar kamu merindukan aku,” bisiknya sambil
tersenyum memikat.
Heru tak melihatnya sedikitpun. Ia menstarter mobilnya
dan keluar dari halaman, dengan berbagai perasaan memenuhi benaknya.
Qila yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi,
kembali melenggang masuk ke dalam rumah, setelah sekali lagi menoleh ke arah
jalan, dan tak lagi melihat bayangan mobil Heru.
***
Heru memacu mobilnya, dan beribu pertanyaan memenuhi
benaknya.
“Kemana perginya bapak? Dari pagi buta sudah meninggalkan
rumah itu menuju rumah sakit, mengapa sampai nenek selesai di makamkan, bapak
belum juga tampak.”
Perasaan khawatir tiba-tiba terasa menyengat dadanya.
“Apakah bapak mengalami kecelakaan? Tadi orang-orang
kantor juga menanyakan keberadaan bapak, sampai bingung aku menjawabnya.”
Tiba-tiba ponsel Heru berdering, dari nomor tak
dikenal. Heru mengangkatnya, siapa tahu ada keterangan tentang ayahnya.
“Apa saya terhubung dengan keluarga bapak Purnomo?”
“Ya, benar. Saya Heru, anaknya.”
“Saat ini pak Purnomo ada di rumah sakit pusat setelah
mengalami kecelakaan.”
“Kecelakaan? Kapan?”
“Sudah pagi tadi. Kami baru bisa menghubungi saudara
karena baru menemukan ponsel pak Purnomo yang terlempar saat kecelakaan, lalu
menghubungi nomor yang tertera.”
“Bagaimana keadaan ayah saya?” tanya Heru dengan dada
gemuruh cemas.
“Sedang dirawat, silakan anda menemuinya di rumah
sakit.”
Penelpon itu menutup ponselnya, lalu Heru memacu
mobilnya ke arah rumah sakit pusat yang tidak lagi jauh dari tempatnya sekarang
berada.
***
Ketika Heru sampai di rumah sakit, Purnomo masih ada
di ruang UGD. Heru mendekat, dan melihat kepala ayahnya terbalut verband karena
luka-lukanya. Tapi ia melihat mata ayahnya terbuka.
“Bapak?”
“Ah, kamu Her. Untunglah kamu segera datang. Aku
ngebut karena melihat beberapa panggilan dari kamu yang tak terjawab, karena
ponselku mati. Mobilku ringsek, untunglah aku masih selamat, karena bagian kiri
mobil yang terhantam pohon.”
“Bagaimana keadaan Bapak?”
“Kepalaku masih sedikit pusing, tapi kalau boleh aku
ingin pulang saja, rasanya aku masih kuat.”
“Tidak bisa begitu. Harus bertanya dulu pada dokter,
apakah Bapak boleh pulang, atau tidak.”
“Aku menghawatirkan keadaan nenek kamu.”
“Bapak tidak usah khawatir, nenek sudah tenang disana.”
Mata Purnomo terbelalak.
“Apa maksudmu?”
“Nenek sudah dipanggil.”
“Nenek kamu meninggal?”
Heru mengangguk. Mata Purnomo berkaca-kaca.
Bagaimanapun ibu mertuanya sangat menyayanginya dan sangat dekat dengannya. Ia
juga menyayanginya sebagai ganti ibunya sendiri yang telah tiada. Sungguh
alangkah menyesalnya ketika tak sempat melihatnya sebelum meninggal.
“Aku tak sempat melihatnya, dan meminta maaf padanya. Aku
mengabaikannya, tak mengira dia separah itu.”
“Disaat terakhirnya, nenek tak mau disentuh oleh
tangan Bapak yang kotor oleh dosa maksiat,” kata Heru pelan, menahan kesal yang
sudah lama menghimpitnya.
Purnomo mengerutkan keningnya. Alangkah sakit
mendengar ucapan anak laki-lakinya.
“Maaf Pak, Heru berkata yang sebenarnya.”
“Selamat sore Pak,” kata perawat yang tiba-tiba sudah
ada diantara mereka.
“Ya sus?” kata Heru.
“Karena masih ada beberapa pemeriksaan, dokter
menyarankan agar pak Purnomo dirawat.”
“Baiklah kalau itu memang harus dilakukan. Pilihkan
kamar terbaik untuk ayahku.”
“Baik Pak.”
Purnomo hanya diam. Ia sedang mengurai ucapan
anaknya yang membuatnya sakit hati.
“Tanganku kotor oleh dosa maksiat … “ gumamnya lirih
sambil mengangkat sebelah telapak tangannya. Tapi kemudian wajah cantik itu
melintas. Menyunggingkan sebuah senyuman yang memikat. Purnomo menghela napas.
Alangkah susahnya mengibaskan bayangan itu. Alangkah susahnya meninggalkannya
seandainya itu harus dilakukannya. Tidak. Qila harus menjadi miliknya. Kalau
perlu dia akan menikahinya.
“Suster, mana ponselku?” tanyanya kepada suster yang sedang
memesankan kamar inap untuk dirinya.
“Ada Pak, di atas meja di sebelah Bapak, mau dipakai
sekarang?”
“Tidak, tolong nanti dibawa ke kamar inap saya juga.”
“Tentu saja Pak.”
Heru sudah keluar dari kamar, dan menelpon ibunya
untuk memberitahu bahwa ayahnya mengalami kecelakaan dalam perjalanan kembali
ke rumah sakit.
***
Sementara itu Qila yang gelisah di kamarnya ingin
menghubungi Purnomo, tapi seperti pesan Purnomo di hari sebelumnya, bahwa dia
tak boleh sembarangan menelpon, karena bisa saja Purnomo sedang ada di dekat
istrinya.
Qila berbaring di sofa dengan gelisah, kemudian ia bangkit
dan mengambil kunci mobilnya. Ia mengganti bajunya dengan yang lebih pantas,
kemudian keluar dari kamar. Ia ingin berjalan-jalan saja, daripada menunggu
tanpa tahu sampai kapan Purnomo akan kembali. Tiba-tiba ponselnya berdering.
Qila hampir bersorak ketika melihat wajah tampan itu tampak di layar ponselnya.
“Hallo sayang, kamu sudah hampir kembali?” sapanya
renyah.
“Tidak Qila, aku di rumah sakit.”
“Masih di rumah sakit juga? Apa ibu mertua kamu
menangis seandainya kamu meninggalkannya semalam saja?” kesalnya.
“Qila, aku kecelakaan.”
“Apa? Kecelakaan? Pantas tadi si tampan Heru mencari
kamu kemari. Lalu kamu ada di rumah sakit mana?”
“Di rumah sakit pusat.”
“Di Jogya?”
“Di Solo. Tapi kamu nggak usah datang kemari, tinggal
saja di rumah, dan doakan agar besok aku bisa pulang.”
“Ya ampun Mas, tapi aku ingin melihat kamu, sebentar
saja.”
Lalu Qila menutup ponselnya, dan Purnomo tak sempat
lagi melarangnya, karena batery di ponselnya mati.
***
Hartati yang mendengar bahwa suaminya kecelakaan,
menjadi panik. Ia menyesal telah menyalahkan suaminya yang dianggapnya tak
perhatian, ternyata ia sebenarnya ingin datang setelah pergi entah kemana, tapi
kemudian menemui kecelakaan.
Ia menangis di samping Purnomo yang saat itu telah di
pindahkan ke kamar inap.
“Maaf ya Mas, aku telah salah menilai kamu. Ternyata
kamu seperti ini, Mas. Bagaimana rasanya Mas, mana yang sakit?” tangis Hartati.
“Sudah … sudah … aku tidak apa-apa, mengapa menangis?
Aku menyesal tidak bisa menunggui ibu.”
“Tidak apa-apa Mas, ibu pasti mengerti kalau Mas
sangat sibuk, sampai bingung membagi waktu diseling kesibukan Mas,” kata Hartati,
tulus.
Heru memalingkan muka.
Tiba-tiba ….
“Maas …” Qila muncul dengan wajah memelas. Terkejut
melihat Hartati di samping ranjang Purnomo. Hartati juga terkejut melihat
wanita cantik yang tiba-tiba muncul.
“Siapa dia?” katanya sambil menuding ke arah Qila.
Heru yang melihat suasana akan menjadi keruh, segera maju,
menggandeng lengan Qila sambil tersenyum.
“Ini pacar Heru Bu,” katanya.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteHorree mbk Juara 1
DeleteApa kubilang kemarin si kecil mungil selalu nongkrongin di depan gerbang tienkumalasari22.blogspot com
DeleteMung aku sing isa mbalap kancil iki senajan nganggo teklek
Alhamdulillah..
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien....🙏🙏
Hore. Hore ,,,,,jeng Iin.ndedepi
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDelete👍👍
ReplyDeleteKapan yo aku bisa juara 1?
ReplyDeleteImposibele.
Waduuh.... makin asyiiikk trs... terima kasih Mbu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulilah..cerbungnya sdh tayang..
ReplyDeleteTerimakadih bunda Tien...
Alhamdulillah sudah tayamg KC 26
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~26 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah KC 26 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Aamiin
Hooooreee.... yees
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 26 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga sehat selalu
Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah tayang.
ReplyDeleteIni pacar Heru (?????) Demi sang ibu, Heru rela mengaku sbg pacar Qila. Awas!!! Jangan sampai terjerat rayuan maut Qila.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah, Kembang Cantik 26 sudah hadir.
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien Kumalasari, semoga kita semua tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal 'Alaamiin.
Terimakasih bund... Salam sehat🙏
ReplyDeleteWaduh sesama bus kota dilarang saling mendahului.
ReplyDeleteGimana nich kok busak busuk, hey piyé maksudé.
Ya maunya membusak yang busuk.
Dah biarin tenang dulu jangan di doa-in yang busuk busuk ya.
Jorkan saja namanya juga sesama bus kota.
Kan habis manis sepah dibuang, ya jangan eman² tå yå.
Lha piyé kalau nggak gitu ribut di rumah sakit tå ya, kan harap tenang. Disekolah juga gitu; harap tenang ada ujian.
Wuah semangkin menggelayut manja senyum segar mata berseri, nah trus oper perseneling rendah jalan menanjak.
Yang di gelayuti suebel setengah mati, tapi harus tetep simpati; maunya kan bersihallow menenangkan emosi Hartati.
Hati Qila membumbung tinggi, Ru itu singa lapar lo Ru.
Langsung kamu diprogram sama Qila bikin password yang rumit biar nggak bisa di hack orang bahkan sama Purnomo sekalipun; dia itu orang partikelir yang berpengalaman lho Ru.
Maumu kan sesaat itu, buat Qila itu gerbang yang masuk dunia laen yang mengasyikan.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien,
Kembang cantikku yang ke dua puluh enam sudah tayang.
Sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
ReplyDeleteTrims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteTerima mksih bunda KCnya..slm sehat sll dan slmt mlm slnt istrhat..🙏😍😘
ReplyDeleteKemungkinan besar si qila tertarik sama Heru... jangan mau heruuu!!! Dasar qila wanita ganjen...
ReplyDeleteEhhh ko terobsesi bunda tien yg pinter buat cerita
"Ini pacar Heru Bu," ambyar .... bu tien gitu lho, bisa aja.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, salam sehat selalu
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteHeru memang bijak, tapi Qila malah diuntungkan...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulillah Siip bu Tien...terima kasih 💐💐💐
ReplyDeleteAduh Heru......itu yg diinginkan Qila. Semoga Heru bisa menyadarkan Qila. Makin seru ceritanya makin gak sabar nunggu episode berikutnya. Salam sehat selalu Bu Tien.🙏
ReplyDeleteQila makin gila aja, orang kok gak punya urat malu sama sekali.
ReplyDeleteEmang itu yg diinginkan Qila pasti dia langsung nyosor ma Heru.
Tahan uji ya Heru jangan sampai tergoda mesti Qila nyosor duluan.
Makasih bu Tien makin seru deh ceritanya
Moga bu Tien sehat sll, salam dari Bojonegoro
Alhamdulillah, sudah tayamg KC 26, matur nuwun, makin aduhai.
ReplyDeleteSemoga bunda Tien sayang sekeluarga selalu sehat walafiat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
Reply
Jangan sampai Heru dijebak sama Qila. Menjijikkan.
ReplyDeleteMakasih mba Tien .
Salam sehat selalu.
Aduhai.
Jijik tuh tingkah si Qila terhdp Purnomo..makin bikin penasaran..smg Purnomo sadar..mksih bunda🙏🙏
ReplyDeleteJinjay Qila tak tau malu.trima kasih bu Tien
ReplyDelete