Monday, July 18, 2022

KEMBANG CANTIKKU 24

 

KEMBANG CANTIKKU 24

(Tien Kumalasari)

 

Nano saling pandang dengan bu Kartiko.

“Retno?” katanya hampir bersamaan.

Wahyudi tampak menghela napas. Matanya menerawang jauh. Ada bayangan-bayangan manis di sana, dan itu kelihatan dari senyuman yang tersungging di bibirnya. Bu Kartiko dan Nano membiarkannya.

“Dulu aku sangat mencintainya. Sangat mencintainya …” desisnya pelan sambil matanya terus menerawang ke arah langit-langit kamar.

“Hari-hari kami lalui dengan meronce sebuah kehidupan bersama yang selalu menjadi impian kami berdua. Tapi kan tidak semua harapan itu bisa menjadi kenyataan. Nasib telah mengiris dan merajang semua mimpi,, menjadi berkeping-keping. Aku hancur saat itu … hancur bagai debu, berhamburan kemana-mana, tak tahu apa yang harus aku lakukan.”

Lalu air mata meleleh begitu saja dari matanya.

Nano dan bu Kartiko mendengarkannya dan hanyut dalam suasana pilu. Bahkan mata bu Kartiko mulai berkaca-kaca. Ia memegang tangan Wahyudi, dan meremasnya lembut, berharap remasan itu akan memberikan kekuatan bagi Wahyudi yang sedang tenggelam dalam kisah masa lalunya yang menyedihkan.

“Aku kehilangan dia, aku kehilangan semuanya, bahkan semangat hidupku.”

“Apa yang terjadi dengan Retno?” Nano bertanya karena ingin tahu, mengapa Wahyudi kemudian tampak sangat menderita seperti itu.

“Dia dinikahkan dengan anak seorang pengusaha kayu yang kaya raya.”

“Ooh ….” Keluhan itu keluar dari mulut Nano dan Bu Kartiko.

“Apa kamu juga punya fotonya Wuri?” tanya Wahyudi tiba-tiba.

 Nano mengerutkan alisnya, merasa heran. Ada lagi sebuah nama yang tentu saja Nano tidak bisa mengerti, dia itu siapa. Lalu dia mengingat-ingat, apakah Wahyudi pernah menyebutkan nama itu? Sepertinya pernah, tapi karena nama itu tidak sesering disebutkan saat mengigau, lalu Nano lupa.

“Iya, sepertinya kamu pernah mengatakannya, tapi tidak tahu dia dimana. Ah ya, ibunya berjualan?” Nano seperti mengingat sesuatu.

“Benar. Ibunya berjualan.”

“Dimana itu?”

Wahyudi mengerutkan keningnya. Rupanya dia tak berhasil mengingatnya.

Ya sudah, jangan kamu paksa untuk mengingatnya. Bukankah dokter juga melarangnya?”

“Kamu tidak punya fotonya?”

“Foto siapa?”

“Wuri. Aku mengenalnya  sangat dekat, apa dia adikku, atau kakakku?”

“Bagaimana aku bisa memiliki fotonya? Aku belum pernah bertemu dengan dia yang entah siapa.”

“Tapi kamu punya foto Qila kan?”

“Itu karena aku melihatnya di rumah sakit ini. Dan kebetulan ada yang memanggil anak kecil itu dengan sebutan Qila. Lalu aku teringat bahwa kamu pernah mengigau nama Qila, gadis kecil berkepang dua. Itu sebabnya aku memotretnya, barangkali ada gunanya. Dan bersyukur karena memang itu gadis kecil yang kamu maksud.”

“Iya benar. Mengapa aku selalu memimpikan itu?”

“Gadis itu bukan anakmu?”

“Bukaaan, bukaaan,” kata Wahyudi sambil mengibaskan tangannya.

“Nano, kamu melihat anak kecil itu di rumah sakit ini, dan kamu tahu bahwa dia namanya Qila. Kalau dia ada di sini, berarti dia sakit. Bisakah kita bertanya di klinik apa, mungkin klinik anak, tentang seorang pasien bernama Qila? Barangkali dari situ kita bisa tahu siapa dia, dimana rumahnya, apa hubungannya dengan Wahyudi ….”

“Apa Qila sakit?” tanya Wahyudi.

“Entahlah. Tapi benar kata Ibu, saya bisa mencari keterangan ke klinik anak. Barangkali ada catatan mengenai seorang pasien bernama Qila.”

“Nah, lakukan sekarang, tunggu apa lagi? Biar aku di sini menemani Wahyudi,” kata bu Kartiko yang sangat prihatin akan keadaan Wahyudi.

“Tapi nanti Ibu kelamaan berada di sini, bapak bagaimana?” tanya Nano.

“Ibu saya antar pulang dulu saja, nanti saya kembali untuk menanyakannya.”

“Nanti Wahyudi sama siapa?”

“Akan saya titipkan pada perawat, dia akan baik-baik saja. Bukankah begitu Yudi?” kata Nano kepada Wahyudi.

Wahyudi sedang memejamkan matanya. Ia selalu merasa pusing setiap mengingatnya. Tapi yang kemudian diingatnya, baru di seputar Retno yang dicintainya, dan kegagalan memilikinya. Sosok Wuri yang kemudian diingatnya, juga baru sekedar nama dan hubungannya yang dekat sama dia. Tapi siapa Wuri, di mana rumahnya, semuanya masih gelap.

***

“Bagaimana keadaannya?” tanya pak Kartiko begitu istrinya datang.

“Masih harus dirawat sih Pak.”

“Kok lama sekali seperti orang yang luka parah saja.”

“Mestinya ya supaya biar tuntas semuanya.”

“Apa dia ingat, ketika kamu datang?”

“Ingat, sangat mengingat Ibu, Dia juga mengingat beberapa orang di masa lalunya.”

“Benarkah?”

“Menurut Nano, sudah ada yang diingatnya, walau belum jelas benar. Tapi dengan keadaan itu, berarti banyak kemajuan untuk menuju ke pulihnya ingatan itu.”

“Syukurlah kalau begitu.”

“Bapak tidak usah kecewa, seandainya Wahyudi sudah pulih, kemudian harus kembali kepada keluarganya.”

“Iya, aku tahu. Semoga saja aku segera bisa berjalan. Kapan ya, aku bisa latihan jalan?”

“Lha kalau ada Nano kan bisa Bapak suruh membantu melatih Bapak. Sekarang Nano harus kembali ke rumah sakit dulu, nanti kalau urusannya selesai pasti segera kembali. Bapak bisa nanti di dampingi Nano untuk latihan berjalan.”

“Ya sudah, Nano juga orang baik. Tapi nanti mengganggu  kalau kamu butuh dia?”

“Ya tidak setiap saat ibu butuh kan Pak, sudahlah, sekarang Bapak jangan terlalu banyak memilih. Siapapun jangan ditolak. Bapak itu hanya untuk melayani saja kok susah amat,” keluh bu Kartiko.

“Lha wong setiap saat aku butuh dia, kalau wajahnya nggak nyegerin gitu, aku ya nggak suka lah Bu.”

“Tapi Nano ini kan baik.””

“Iya, aku tahu.”

Tiba-tiba ponsel bu Kartiko berdering.

“Eh, dari Qila, mau apa dia ?”

“Angkat saja, siapa tahu penting,” sambung pak Kartiko.

“Hallo …” sapa bu  Kartiko dengan wajah kurang senang.

“Ibuuuuu ….” Qila merengek.

“Ada apa?”

“Mila mana Bu …”

“Sedang tidur,” kata bu Kartiko dingin.

“Qila kangen sekali sama Mila, bolehkah Qila ke situ Bu?”

“Tidak boleh. Kamu boleh datang kalau Wisnu ada.”

“Tapi Qila kan ibunya.”

“Mila sendiri tidak suka sama kamu. Dan sekarang jangan lagi mengganggu, aku sedang banyak pekerjaan.” Kata bu Kartiko yang kemudian menutup ponselnya.

“Ada apa?”

“Dia mau datang kemari. Ibu nggak mau dia datang, nanti kalau tiba-tiba Mila dibawa, kita bisa disalahkan sama Wisnu.

"Pak, saya bantu bapak latihan jalan dulu, kembali ke rumah sakit bisa nanti, soalnya Wahyudi sudah saya titipkan ke perawat," kata Nano yang mendengar keinginan pak Kartiko, sehingga ia mengurungkan niatnya kembali ke rumah sakit.

"Ternyata kamu masih di rumah, ya sudah No, coba temani bapak jalan di taman dulu, lalu latihan pelan-pelan," kata bu Kartiko.

***

Qila sedang kesepian di kamarnya. Baru saja Purnomo pergi, dia sudah merasa tak punya teman. Ingin ke rumah mertuanya, juga ditolak. Sebenarnya dia hanya butuh teman.

Tiba-tiba terbesit keinginannya untuk bertemu Wahyudi. Ia belum sepenuhnya melupakan Wahyudi. Ia terhibur karena  Purnomo selalu memberinya kehangatan. Ketika sepi menyeruak, dia kembali mengingat Wahyudi.

“Tapi dulu itu dia luka parah. Apakah sekarang dia masih ada di rumah sakit? Di rumah sakit sama siapa ya, kalau sama mas Wisnu ya nggak mungkin, kan mas Wisnu marah sekali sama dia. Paling-paling sama Nano. Atau aku mencoba mencarinya ke rumah sakit ya, tapi rumah sakit mana? Ah, bingung. Aku tidur saja kalau begitu. Nanti sore kalau mas Purnomo belum datang juga, aku akan menelponnya. Aku nggak mau tidur sendirian saat malam hari.

Tapi seperti mendengar keluhan Qila, tiba-tiba Punomo menelpon.

Qila mengangkatnya dengan bersemangat.

“Hallo Mas, sudah mau pulang kan?”

“Sebentar sayang. Mertua saya ada di ICU. Istriku menangis terus.”

“Ya ampun Mas, kalau aku Mas biarkan sendirian, aku juga akan menangis dong.”

“Qila, mengertilah, yang sakit adalah mertuaku, ibunya istriku.”

“Iya aku mengerti, tapi aku tidak mau malam nanti tidur sendirian.”

“Bagaimana kalau aku menyuruh orang menemani kamu?”

“Orang siapa? Ogah. Aku hanya mau Mas Purnomo yang menemani aku.”

“Qila ….”

“Pokoknya aku nggak mau, titik. Kalau Mas tidak pulang sore nanti, aku akan menyusul Mas,” ancamnya tandas.

“Qila, jangan begitu.”

“Aku nggak mau tidur sendirian.”

Lalu Qila menutup ponselnya dengan wajah cemberut.

“Benar lhoh, kalau dia nggak datang sore nanti, aku akan menyusulnya. Mm, atau paling tidak aku akan mengingatkannya melalui telpon,” kesalnya sambil kembali membaringkan tubuhnya.

***

Kedaan mertua Purnomo memang tidak begitu bagus. Dokter yang menangani juga tidak memberikan harapan yang menggembirakan. Ia hanya menyuruh keluarganya agar terus berdoa. Itu sebabnya istri Purnomo, Hartati, selalu menangis.

“Berhentilah menangis.. Ibu sudah ditangani dokter,” kata Purnomo menghibur istrinya. 

“Ibu tidak pernah mengeluh sakit. Tiba-tiba saja sesak napas, lalu pembantu melarikannya ke rumah sakit. Ketika aku datang, ibu sudah ada di ruang ICU,” isaknya.

“Berarti ibu sudah ditangani dengan cepat. Semoga keadannya membaik.”

Lalu Purnomo menyandarkan tubuhnya di kursi. Ia sedang mencari akal, bagaimana bisa meninggalkan rumah sakit walau semalam saja, supaya Qila tidak marah-marah. Baginya, saat ini Qila adalah yang terpenting. Ia baru saja menemukan apa yang pernah diimpikannya, jadi alangkah sayang kalau tiba-tiba impian itu kembali hanya menjadi impian.

“Mas, dokter bilang akan memberikan lagi obat yang harus kita beli di luar, karena di rumah sakit ini tidak ada.”

“Iya, nanti aku belikan kalau sudah ada resepnya.

“Mas kok seperti sedang melamun, memikirkan apa?”

“Ya memikirkan ibu kamu lah, masa memikirkan ibuku yang sudah lama meninggal,” jawabnya kesal, karena pikirannya sedang dipenuhi oleh rasa khawatir kalau Qila membuktikan ancamannya seandainya dia tidak bisa menemuinya sore ini.

“Mas kok jawabnya begitu sih? Nggak suka ya menemani aku di sini?”

“Aku tuh sedang banyak pekerjaan. Jadi pusing.”

“Kan aku sudah minta, agar Mas melupakan pekerjaan Mas karena ibu sedang butuh perhatian?”

“Iya, tapi saat ini pekerjaan juga sedang membutuhkan perhatian ekstra, karena menyangkut pendapatan yang lumayan besar,” jawabnya bohong. Tentu saja bohong, kan sebenarnya Qila lah yang sedang dipikirkannya?”

Hartati menghela napas sedih. Tiba-tiba sikap suaminya membuatnya kesal, justru di saat dia butuh seseorang untuk menemani memikul kesedihannya. Barangkali benar, dia juga harus memikirkan usahanya, tapi apakah keadaan orang tua harus di nomor duakan?

“Tolonglah Mas, bantu aku, temani aku dalam kegelisahan ini,” rintih Hartati yang dalam keadaan seperti itu, ingin sekali Purnomo memeluknya, tapi itu tidak dilakukannya. Purnomo justru mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai, seperti orang yang sedang merasa gelisah sendiri.

Hartati mengambil ponselnya, lalu menelpun Heru yang entah berada di mana.

“Ya Bu,” jawab Heru.

“Kamu di mana?”

“Sedang membeli obat di apotek rumah sakit.”

“Mengapa di situ? Katanya ada yang harus dibeli di luar?”

“Ada beberapa infus yang harus diambil di sini Bu, salah satu resepnya harus dibeli di luar. Nanti Heru serahkan dulu obatnya kepada perawat, baru nanti beli yang di sini tidak ada.”

“Baiklah Nak.”

“Ibu tidak apa-apa kan?”

“Tidak, ibu hanya butuh kamu.”

“Mengapa Ibu berkata begitu? Bukankah ada bapak di situ.”

“Ada sih, tapi bapakmu juga sedang tidak fokus.”

“Tidak fokus bagaimana sih Bu?”

“Tidak fokus menemani ibu. Memikirkan pekerjaan saja sepertinya,” keluh Hartati kesal.

“Nanti setelah dapat obatnya Heru segera ke situ. Biar bapak yang keluar beli obatnya.

“Baiklah Nak.”

Heru merasa kesal. Ia yakin ayahnya sedang memikirkan perempuan cantik yang ditinggalkan di rumah itu. Tapi ia tak ingin mengatakan apapun pada Ibunya, khawatir akan menambah beban pikiran ibunya.

***

Begitu sampai di depan ayahnya, Heru segera menyerahkan resep yang harus dibelinya di apotek luar.

“Ini harus dibeli di mana?” tanya Purnomo.

“Pokoknya Bapak harus mencari, apotek mana yang ada. Soalnya kata dokternya, obat ini tidak tersedia di sembarang apotek.”

“Berarti harus jelas, kira-kira apotek mana yang punya.”

“Dokter tidak bisa menjelaskan, kita harus mencarinya.”

Purnomo mengambil ponselnya, menelpon beberapa apotek yang punya obat yang dimaksud. Ketika akhirnya ia menemukan apotek tersebut, ia segera berangkat keluar. Tapi karena tergesa-gesa, ponselnya tertinggal di kursi, di mana dia tadi duduk.

“Heru, ini ponsel ayahmu tertinggal. Susulkan sana, pasti sekarang masih di parkiran.”

“Biar saja di sini Bu, kan nanti bapak juga akan kembali ke sini.”

“Tidak Heru, nanti kalau kita mau pesan apa-apa bagaimana?”

Heru bergegas menyusul ayahnya, tapi sebelum sampai di parkiran, ponsel ayahnya berdering.

***

Besok lagi ya.


32 comments:

  1. Replies
    1. Yessssss..... Yang ditunggu-tunggu KC_24 sdh tayang.
      Matur nuwun bunda Tien Kumalasari, sugeng dalu, salam SEROJA dan tetap ADUHAI.........
      #maskakekmbandung#

      Selamat jeng Iin Maomun si gesit lincah penjaga gawang *_tienkumalasari22.blogspot.com_*

      Delete
  2. Alhamdulillah sudah tayamg KC 24
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah ketahuan juga kelakuan Purnomo, Qila menelepon. Mudah mudahan diangkat oleh istrinya.
      Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

      Delete
  4. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 24 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun, bu Tien...sudah lanjut cerita yg ditunggu2. 👍😀

    ReplyDelete
  6. Makasih Bunda untuk cerbungnya, met malam dan met istirahat,sdha5 selalu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sdh hadir KC 24..
    Terima kasih Bu Tien.. Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~24 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Terimakasih Bu Tien,
    Kembang cantikku yang ke dua puluh empat sudah tayang.
    Sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  10. Bener² deh Purnomo... Bikin dia nyesal nanti mba.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu .Aduhai

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ..Semogs kita semua sehat Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  12. Alhdulillah....Kembang Cantik ku24sudah tayang....matur nuwun bu Tien....salam Aduhai

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah KC 24 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah. Mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah cerbung Kembang Cantikku Eps. 24 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien, semoga tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah KC 24 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien, semoga tetap sehat, bahagia bersama keluarga dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah
    Yang ditunggu telah hadir
    Matur nuwun bu...
    Semoga sehat selalu bu Tien dan semuanya

    ReplyDelete
  18. Ceritanya semakin seru...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  19. Ingatan Wahyudi ada kemajuan, baper juga yang nungguin cerita sedih nya, sebentar lagi Wisnu pulang, menanyakan alamat pasien anak yang bernama Qila di poli anak belum terlaksana, keburu mengajari berjalan pak Kartiko.
    Heru dengan mecucu karena alasan Hartati; Purnomo tidak fokus, malah nada panggil di hapé Purnomo langsung di angkat ndilalah nada suara manja langsung mau nyusul ke rumah sakit tapi rumah sakit yang merawat Wahyudi, Purnomo mana tahu lagi nungguin obat di apotik.
    Wuah asyiknya suaranya Heru dan Purnomo mirip yaudah manjanya gaspol, masak bisa; ya bisalah kalau nggak fokus kan asal suaranya cowok ya anggap aja suara kekasihnya, heboh donk.
    Terburu-buru jadinya berantakan, meeting nya bubar.
    Cerita sedih Wahyudi mengingatkan Marno, segera setelah selesai melatih berjalan juragan lanang, kembali mau menanyakan daftar kunjungan pasien anak di poli anak.
    Ya beruntung; kalau ketemu alamatnya, syukur ada nomer teleponnya.
    Paling dibuktikan dulu suruhan Budi mengkonfirmasi dulu di rumah sakit sekalian buat alasan nyamper Wuri.
    Tapi kan asyik kalau kehebohan, berita; kalau Purnomo mau buka cabang?


    Terimakasih Bu Tien,
    Kembang cantikku yang ke dua puluh empat sudah tayang,
    sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  20. Makasih bu Tien ..br baca pas kebangun

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bu Tien, salam sehat dan makin aduhai selalu

    ReplyDelete
  22. Terima kasih KC nya bunda..slm seroja n lamdusel dri skbmi🌹🥰🙏

    ReplyDelete
  23. Nuwun bu Tien. Baru bisa komen krn dead line nilai shg njenuk. Wah Qila telpun Purnomo apa ya.. nanti Heru jadi tahu banyak nih.. Atau malah Qila berpaling ke Heru?

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 37

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  37 (Tien Kumalasari)   Laki-laki yang baru saja membuka pintu itu adalah Sulistyo. Matanya menatap gadis y...