BUKAN MILIKKU
07
(Tien Kumalasari)
Wanita yang tadi berlalu menghentikan langkahnya
ketika mendengar suara keras sepeda motor terjatuh, dan melihat laki-laki yang
tadi bertanya padanya jatuh tertelungkup menindih sepeda motornya. Ia ingin
kembali untuk menolongnya, tapi tiba-tiba sebuah mobil berhenti didekat Wahyudi
yang sedang berusaha bangkit.
Pengendara mobil itu seorang laki-laki tampan,
kemudian turun dari dalam mobilnya dan membantu Wahyudi bangun, lalu mengangkat
sepeda motor Wahyudi juga.
“Mas tidak apa-apa?”
Wahyudi menggeleng lemah. Matanya serasa
berkunang-kunang. Ia mengibaskan kepalanya untuk berusaha menghilangkan pening
yang menghentak di kepalanya. Laki-laki muda itu menuntun motor Wahyudi, menstardartkannya
di pinggir jalan. Lalu ia mendekati Wahyudi.
“Benarkah Mas tidak apa-apa?”
“Tidak … tidak …” jawabnya kemudian ngeloyor pergi
begitu saja, meninggalkan sepeda motornya.
Laki-laki itu berteriak.
“Maas, maas, sepeda motornya Mas.”
Tapi Wahyudi terus melangkah dengan langkah limbung.
Laki-laki muda itu teramat heran. Kaca jendela itu
terbuka, menampakkan wajah seorang wanita cantik.
“Ada apa Bud?”
“Orang aneh.”
“Aneh bagaimana?”
“Dia terjatuh, Budi menolongnya, lalu dia pergi begitu
saja. Sepeda motornya ditinggal disitu.”
“Lhoh, kenapa dia?
“Sebentar Bu, Budi titipkan sepeda motor itu ke
pemilik rumah di depan, barangkali dia kembali untuk mengambilnya.”
“Iya benar, nanti kalau tidak dititipkan bisa hilang
diambil orang.”
Laki-laki muda dan tampan itu menuntun sepeda motor
Wahyudi, memasukkannya ke halaman rumah yang ada didepan, dan menitipkannya.
Lalu ia kembali dan menjalankan mobilnya.
“Tampaknya yang tadi itu orang bingung.”
“Iya, kenapa pula pergi begitu saja dan meninggalkan
sepeda motornya?”
“Semoga dia tidak apa-apa.”
“Iya Bu.”
Berhenti didepan situ saja Bud, tampaknya tak banyak
tamu yang datang di acara siraman itu.”
“Saya heran kenapa Bapak tidak mau datang. Padahal
gadis yang namanya Retno itu kan pilihan Bapak?" tanya laki-laki muda itu.
“Bapakmu itu orang aneh. Dan tampaknya juga yang
namanya Retno itu sebenarnya tidak mau dijadikan isteri kakakmu.”
“Saya lama tidak di Indonesia, tidak tahu ada
perkembangan apa dalam keluarga kita.”
“Sebenarnya Ibu kasihan pada gadis itu.”
“Pasti menyedihkan menikah dengan orang yang tidak dicintainya.”
“Ibu juga prihatin. Tapi ini kemauan ayah kamu.”
“Mas Sapto enak-enak tidur tadi ketika kita
berangkat.”
“Di rumah tidak ada acara apapun. Ayahmu bermaksud
hanya menikah sederhana. Tapi Kartomo, bapaknya Retno, nekat mengadakan segala
macam upacara adat.”
“Mungkin karena Retno anak tunggal, perempuan lagi.”
“Ibu bisa mengerti. Semoga mereka baik-baik saja, dan
kakakmu bisa menerimanya pula dengan baik.”
“Ayo turun Bu, apa kita hanya mau duduk di sini?
Keluarga dari pihak kita hanya Budi dan Ibu yang datang."
“Baiklah.”
Keduanya turun dari dalam mobil, melangkah perlahan
mendekati rumah pak Kartomo.
Mereka adalah bu Siswanto dan Budiono, anak bungsunya,
yang baru saja pulang dari luar negri. Berbeda dengan pak Siswanto yang acuh
terhadap acara yang diadakan pak Kartomo, bu Siswanto justru ingin mengenal
lebih dekat besannya dengan mendatangi acara siraman yang diadakan hari itu. Ia
mengajak Budiono, karena Sapto sendiri tampak tak peduli. Beralasan capek
karena baru pulang dari Jakarta, Sapto memilih bersantai di rumahnya.
“Memang tak banyak orang,” kata Budiono pelan.
“Ayahmu melarang Kartomo mengundang banyak orang,”
jawab bu Siswanto.
Mereka memasuki halaman yang dihias seadanya, dan di
sambut oleh pak Kartomo dengan terbungkuk-bungkuk.
“Aduh, tidak mengira Ibu akan datang menghadiri,
silakan , silakan Bu. Ini kan nak Budiono?”
“Iya Pak,” jawab Budiono ramah.
“Sekarang ada disini?”
“Iya, Bapak menyuruh saya pulang untuk mengurus
usahanya yang ada di sini.”
“Syukurlah. Ayo silakan.” Lalu pak Kartomo berteriak
memanggil isterinya.
“Bu … bu .. keluar sebentar Bu.”
Seorang wanita keluar dari dalam rumah. Bu Siswanto
menatapnya tajam. Tak ada tanda kebahagiaan pada raut muka wanita yang
dikenalnya sebagai bu Kartomo ini. Ia justru melihat bekas air mata yang
membuat wajahnya sembab.
“Selamat datang Bu,” sambut bu Kartomo lirih. Ia juga
menyalami Budiono tanpa berkata apa-apa.
“Acara siraman sudah selesai Bu, kalau saja Ibu datang
tadi, kami akan meminta Ibu memandikan calon menantu Ibu,” kata pak Kartomo.
“Tidak apa-apa. Kami hanya ingin hadir saja. Bolehkah
aku bertemu Retno?” tanya bu Siswanto.
“Bu, antarkan bu Siswanto menemui anak kita,”
perintahnya kepada sang isteri.
“Mari Bu, dia ada di dalam,” kata bu Kartomo yang
kemudian mengajak bu Siswnto masuk, sementara Budiono duduk di luar, bersama
beberapa tamu yang lain.
Begitu memasuki kamar Retno, Bu Siswanto melihat wajah
Retno yang muram, tak jauh bedanya dengan ibunya. Wajahnya juga sembab, terlalu
lama menangis, atau bahkan menangis terus tak henti-hentinya.
“Kamu Retno?” tanya bu Siswanto setelah bu Kartomo keluar.
Retno mengangkat kepalanya. Menatap wajah wanita yang baru datang itu dengan tatapan sayu. Wanita itu begitu cantik dan anggun, tapi matanya teduh dan terasa bersahabat.
“Aku ibunya Sapto, calon mertua kamu,” kata bu
Siswanto.
Retno heran. Suara yang begitu lembut, tatapan yang
begitu teduh, seperti suara dan tatapan ibunya. Ada rasa nyaman mendengarnya.
Tapi ia hanya mampu mengangguk.
“Kamu tampak tidak berbahagia,” kata bu Siswanto
sambil duduk disamping Retno, yang waktu itu sudah dirias cantik sehabis acara
siraman.
Air mata Retno kembali menitik, dan Bu Siswanto
mengusapnya dengan jemarinya.
“Jangan menangis. Aku kan menjadi ibu kamu juga. Kita
akan bersahabat.”
Retno kembali menatap pemilik mata teduh itu. Suara
itu benar-benar menyentuh.
“Kamu tidak menyukai puteraku?”
“Kami … belum pernah bertemu.”
“Nanti kamu akan mengenalnya. Kamu tahu, keluarga kami
ingin segera memiliki cucu. Dan kamu gadis pilihan yang tepat.”
“Saya mencintai pria lain,” Retno berkata dengan
berani.
“O …” desis bu Siwanto iba.
“Retno, semuanya sudah berjalan. Terkadang apa yang
terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Aku sangat menyesal tak
bisa melepaskan kamu dari keterpaksaan ini, karena semuanya memang harus
terjadi.”
Air mata itu kembali menitik, dan bu Siswanto kembali
mengusapnya lembut.
“Aku akan selalu membantu kamu, dan berharap kamu akan
bisa menemukan kebahagiaan itu. Jangan sedih ya.”
***
Dan memang semuanya sudah harus terjadi. Tak ada yang
bisa menghalanginya, walau tangis Wahyudi pecah seharian mengingat kekecewaan
dan kesedihan yang dihadapinya.
“Apa salahku Retno? Apa dosaku? Aku sangat mencintai
kamu, hanya kamu yang aku harapkan bisa hidup mendampingi aku selamanya. Hanya
kamu Retno. Apa salahku?” rintihnya berkali-kali.
“Mengapa tiba-tiba seperti ini? Katakan Retno. Apa
yang terjadi ?”
Wahyudi membentur-benturkan kepala nya di tembok,
menjambak rambutnya, memukul-mukulkan tangannya sampai berdarah-darah. Sungguh
mengenaskan. Hatinya sakit, dan dia juga menyakiti raganya.
“Apa salahku … Ya Allah … apa salahkuuuu….”
Jeritnya seakan membubung menembus langit. Tapi siapa
yang peduli? Wahyudi hanya tinggal sendiri, setelah ayah ibunya meninggal
beberapa tahun yang lalu. Beruntung ia segera mendapatkan pekerjaan di Jakarta
dan menemukan gadis yang sangat dicintainya di kota asalnya, yang diharapkan bisa
menemaninya dalam rindu dan sepi yang menyelimuti hari-hari sebelumnya. Tapi
harapan itu pupus sudah. Ada yang memporak-pandakan segala mimpi dan
angan-angannya, tanpa ia ketahui apa dosa dan kesalahannya.
***
Dan pernikahan itu benar-benar terjadi. Retno tak akan
pernah mengira, dirinya akan bersanding bersama seorang pria yang sama sekali
tak dikenal sebelumnya. Laki-laki berwajah dingin yang walau wajahnya tampan
tapi sangat tidak menyenangkan. Dan tiba-tiba Retno teringat. Seorang pria
didalam mobil yang mengawasinya ketika dia pulang dari kampus. Ia merasa, pria
itu adalah yang sekarang duduk bersanding dengannya, dihadapan seorang penghulu
yang kemudian mengesahkan pernikahannya. Teriakan ‘sah’ yang datang dari
orang-orang disekitarnya, terasa bagai sembilu yang merajang-rajang batinnya.
Setitik air matanya keluar, yang kemudian diusapnya sendiri. Dari kejauhan ia
melihat ibunya, menatapnya dengan pandangan pasrah. Dan didepannya pula, ia
melihat seorang wanita menatapnya iba. Ia adalah ibu mertuanya yang tampaknya
peduli pada derita yang disandangnya. Tapi kepedulian itu sama sekali tak bisa
mengentaskannya dari papa yang mengungkungnya.
***
Begitu akad nikah selesai, Retno harus mengikuti suaminya.
Isak tangis ibunya yang melepasnya, terasa semakin membuatnya sedih.
“Hati-hati ya nduk, Ibu selalu berdoa untuk kamu,”
bisiknya sambil memeluk Retno.
Retno hanya mampu mengangguk. Disampingnya, seorang
laki-laki berwajah dingin yang sekarang sudah resmi menjadi suaminya,
membungkuk sesaat untuk menyalami ibu mertuanya, tanpa menciumnya. Demikian
juga terhadap pak Kartomo yang seharusnya juga dihormatinya. Sikap yang dinilai oleh
bu Kartomo sebagai sebuah keangkuhan yang sangat tidak menyenangkan. Diam-diam
ada rasa khawatir di hati bu Kartomo ketika melepas anak gadisnya bersama
laki-laki sombong yang sama sekali tak ada manis-manisnya.
Mereka sudah pergi, membawa sang buah hati yang
mengiringi mereka dengan hati pedih perih. Bu Kartomo memasuki rumah yang
semakin terasa sepi, dengan isak yang tertahan.
“Anakmu sudah bersama orang yang tepat, mengapa kamu
menangis tak henti-hentinya?” tegur pak Kartomo yang dengan gembira menghitung
uang yang diberikan keluarga Siswanto sebagai tebusan, bersama barang-barang
lain yang masih terserak di meja.
“Aku tidak mengerti. Tampaknya anak pak Sis itu tidak
menyukai Retno,” keluh bu Kartomo sedih.
“Darimana kamu tahu? Kalau tidak suka, dia tidak akan
membawanya.”
“Entah mengapa, aku merasa bahwa pernikahan ini hanya
seperti sebuah permainan. Ada sesuatu di baliknya. Entah itu apa.”
“Apa maksudmu? Jangan berpikiran yang tidak-tidak.
Bayangkan anak kamu hidup mulia dan derajad kita terangkat karena berbesan
dengan orang ternama seperti pak Siswanto.”
“Aku benci keadaan ini,” kata bu Kartomo sambil masuk
ke dalam kamarnya. Ia berganti pakaian dan bersiap pergi.
“Mau kemana?” tanya sang suami.
Bu Kartomo tak menjawab. Ia terus melangkah keluar,
bermaksud menemui Wahyudi.
“Semoga dia juga ada di kota ini dan tidak di Jakarta,”
gumamnya lirih sambil terus melangkah.
Tapi sebelum sampai ke ujung jalan, seorang
tetangganya menyapa.
“Bu Kartomo mau ke mana?”
“Mau keluar sebentar Bu.”
“Baru saja pengantinnya pergi.”
“Iya,” bu Kartomo mencoba tersenyum.
“Ini lho Bu, sebenarnya saya mau bilang. Kemarin itu
ada tamu Ibu yang naik mobil, menitipkan sepeda motor di rumah saya. Itu, sepeda
motornya ada di depan.”
“Tamu saya yang naik mobil?”
“Kalau tidak salah itu keluarga besannya bu Kartomo.
Anak muda, ganteng, bersama ibunya saya kira. Tapi dia menunggunya di dalam mobil.”
“Mungkin dia nak Budiono dan bu Siswanto ya? Yang
datang kemarin cuma itu. Kok dia menitipkan sepeda motor sih Bu, saya tidak
mengerti.”
“Dia bilang, waktu itu ada seorang anak muda yang
jatuh didepan situ, lalu dia menolongnya. Terus tiba-tiba anak muda itu pergi
begitu saja, sepeda motornya ditinggal dipinggir jalan, lalu si penolong itu
membawa sepeda motornya kemari, menitipkannya sama saya. Maksudnya kalau pemiliknya
kembali dan mencarinya, biar gampang. Gitu Bu.”
Bu Kartomo mengamati sepeda motor itu dan berdebar.
Itu seperti sepeda motor Wahyudi. Bu Kartomo sangat mengenalnya karena setiap
kali datang mengunjungi Retno, sepeda motor itu yang dipakainya.
“Jadi nak Wahyudi kemarin datang kemari? Ya Tuhan,
apakah dia terluka dan tidak mampu membawa sepeda motornya untuk pulang? Pasti
hatinya sakit sekali. O walah nak, maafkan ibu yang tidak bisa mencegah
semuanya ya. Ini bukan kemauan Retno, bukan juga kemauan ibu. Kasihan sekali
kamu nak,” rintih bu Kartomo pelan.
“Kenapa Bu?” tanya tetangganya heran melihat bu
Kartomo menggerak-gerakkan bibirnya tanpa tahu apa yang diucapkannya.
“Tidak apa-apa Bu, rasanya saya mengenali pemilik
sepeda motor ini, nanti saya bilang sama dia. Terima kasih ya Bu, saya permisi
dulu,” kata bu Kartomo sambil berlalu.
***
Retno turun dari mobil. Bu Siswanto lah yang
menuntunnya masuk ke rumah, bukan suaminya. Retno tak peduli. Ia mengikuti bu Siswanto.
“Retno, ini kamar kalian. Tidak dihias seperti kamar
pengantin ya, tapi semoga kamu merasa nyaman,” kata bu Siswanto.
Retno lagi-lagi hanya mengangguk. Kamarnya luas, bagus, perabotnya mewah, berbau harum yang menyegarkan. Tapi itu tak membuat Retno senang.
“Di almari ini, ada baju-baju yang bisa kamu pakai.
Pasti ribet kalau terus-terusan memakai kebaya, kamu bisa menggantinya, dan
pilih yang kamu suka. Itu kamar mandinya kalau kamu mau membersihkan diri,”
kata bu Siswanto panjang lebar, menerangkan apa yang mungkin nanti
dibutuhkannya dan sudah ada di dalam kamar itu. Setelah itu bu Siswanto keluar.
Retno membuka almari yang ditunjukkan bu Siswanto, dan
memilih sebuah daster rumahan berwarna pink berkembang biru. Bukan karena dia
suka bajunya, tapi dia merasa risih dengan pakaian kebaya yang dikenakannya. Ia
masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri, sekaligus mengganti baju yang
semula dikenakannya. Sejauh ini tak tampak Sapto memasuki kamar itu. Retno
bersyukur, dan diam-diam berharap agar tidak usah masuk selamanya juga tidak
apa-apa.
Kemudian Retno mengumpulkan baju yang bekas
dipakainya, lalu dibawanya keluar. Maksudnya ia akan membawanya ke belakang,
barangkali ada tempat baju kotor yang bisa dipergunakan untuk meletakkan
baju-bajunya. Tiba-tiba disebuah pintu ia melihat seorang wanita cantik yang
berpapasan dengannya, dan menatapnya dengan mata tak suka. Wanita itu terus saja berjalan dan entah sengaja atau
tidak, menabrak Retno yang sedang membawa baju-baju bekas pakai, sehingga Retno
terjengkang. Untunglah sebuah tangan kuat menangkapnya dari belakang. Retno
menoleh, ternyata bukan Sapto yang menyelamatkannya. Sepasang tangan itu milik pria
tampan yang lain, yang wajahnya ramah dan penuh senyuman.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteDuuuh kalah karo mbk Iin
DeleteSelamat ya mbk juara 1
Selamat jeng In.
DeleteJeng Nani kurang banter
Di sebul kakek bunda he hehe
DeleteBiar kakek ngekek trus pulih kembali sehat
Moga bunda Tien sehat selalu
Aamiin
ADUHAI
Yes, g cape? Selamat juara. Suwun bu Tien BM tayang
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMakasih Bunda
ReplyDeleteSami2 Mas Bambang
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah berkunjung.
ReplyDeleteSami2 Pak Latief
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien BM 7 nya.. Slmtsht sll dan semangat dri skbmi🙏🥰
ReplyDeleteSami2 Ibu Farida
DeleteSalam sehat semangat
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,
Alamdulillah...
DeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Huaduh
DeleteSy ketinggalan terussss
Yg penting TETAP SEMANGAT
Lari Pak Wedeye
DeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan,
Alhamdulillah sdh tayang.
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien. Salsm sehat selalu
Sami2 Ibu Endang
DeleteSalam sehat
Alhamdulillah... luar biasa mbu part nya... sehat² trs....
ReplyDeleteTerimakasih Pak Zimi
DeleteADUHAI Ibu Atiek
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien BM-07 sdh tayang...
ReplyDeletesehat slalu bunda n kel besar
salam.Aduhaaiii dr Semarang
Semoga saja Yudi kuat menghadapi semua masalah.
ReplyDeleteBagaimana ya nasib Retno selanjutnya, ditolong adik ipar kah...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Trimakasih bu Tien..BM07 sdh tayang..
ReplyDeleteWaduuh...
Kasian Retno..
Kasian Yudi..
Kasian bu Kartomo..
Kasian bu Siswanto..
Yang menolong Retno Budikah?..
Siapa wanita cantik yg nyenggol Retno..
Masih tanda tanya semua..hehehe..
Lanjuut besok lagii..
Salam sehat selalu bu Tien dan aduhaiii...🙏💟🌷
Sami2 Ibu Maria
DeletePaling ADUHAI yuuk
Hore.....nomer 1..#maunya tp gagal terus😀😀😀
ReplyDeleteTrima kasih Bu Tien...sehat selalu😘😘😘
Lari cepat Ibu Wening
DeleteAlhamdulillah, BM7 telah hadir,
ReplyDeleteTrm ksh mbak Tien, sehat selalu dan bahagia bersama keluarga. Salam aduhai
Alhamdulillah, erimakasih bunda Tien BM 7 dah hadir
ReplyDeleteSemoha bunda selalu sehat
Salam sehat dan aduhai
Alhamdulillah ..
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
sy nggak mau balapan ... biarlah apa adanya
Agar tetap ADUHAI 😊
Terima kasih bu tien ... alhamdululah bm sdh tayang ...makin seru dan bikin penisirin ...salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteADUHAI
Matur nuwun mbak Tien Kamalasari, Alhamdulillah Cerbung Bukan Milikku Eps 07 sudah tayang menghibur.
ReplyDeleteSalam sehat selalu dari Tangerang.
Sami2 Mas Dudut
DeleteSalam sehat
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda tien
Sami2 Ibu Endah
DeleteAlhamdulillah...🙏
ReplyDeleteMatur nuwun Ibu Nanik..
DeleteMatur nuwun ibu Tien BM 07 hadir bikin hati risau, iba, syukur ada orang2 baik diantara orang2 berhati keras.
ReplyDeleteSemoga Retno terhibur dgn hadirnya orang2 baik, semoga Yudi juga agak tenang setelah dikunjungi ibunya Retno.
Cewek cantik yang menabrak Retno mungkin yg menyukai Sapto.
Monggo dilanjut aja ibu Tien, penasaran nih. Matur nuwun Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
ReplyDeleteAamiin
Makasih bu Tien. Semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat.
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
Sugeng dalu mb Tien, cerita semakin mantap...
ReplyDeleteTp banyak yg sedih
Semoga Budi ya.
Salam manis n aduhai mb Tien.
Yuli Suryo
Semarang
Sugeng dalu Ibu Yuli
DeleteManis dan ADUHAI
Jeng Yuli Suryo Semarang koq durung update profil ya.... Padahal sudah saya beritahu caranya:
Delete1. Ketuk/klik UNKNOWN diprofil Anda.
2. Lihat kanan atas ada tulisan EFIT PROFIL, ketuk/klik
3. Edit atau isi biodatamu dengan lengkap, up load fotomu.
4. Periksa kembali biodata dan fotonya, jika sudah "OK" semua ketuk/klik SIMPAN.
5. Selesai sdh pekerjaan edit profil, selanjutnya keluar.
InsyaAllah masuk lahi profil ddh berganti ada nama dan fotomu
Aduhainya mb Tien bikin penasaran
ReplyDeleteada banhak hati yg terluka Retno Yudi Bu Kartomo Bu Siswanto.. ads tokoh yg msh misterius wanita cantik istri pertama Saptokah? smtr hadir baru pria tampan yg baik hati Budiono... jd milik siapakah retno
di akhir crt? Bukan Milikku🤗
ADUHAI jeng Sapti
DeleteMaturnuwun mbak Tienku sayang. Belum sampai episode ke 10, hati pembaca sudah dibikin gemez dan gregetan pada pak Kartomo yang gila harta dan pak Siswanto yang belum jelas motifnya memaksakan kehendak menikahkan Retno dengan Sapto.
ReplyDeleteTapi jujur...saya sempat gemas juga dengan Retno, yang sudah tahu kalau situasi genting, kok ngajak ketemuan dengan Wahyudi di kosannya. Sudah jelas dia sudah pernah dibuntuti dan diawasi laki-laki misterius. Mbok ketemu di lobi Rumah Sakit, gitu, malah aman. Tapi Retno masih sangat polos sih ya..
Hmmm...jangan-jangan Retno dijodohkan dengan Sapto untuk menjauhkan Sapto dari wanita yang dibenci pak Siswanto..
Eh, sepertinya Budiono terpikat oleh Retno. Mudah-mudahan dia bisa melindungi Retno dari Sapto yang kesannya perilakunya tidak baik.
Retno...bersabarlah...
Salam kangen untuk mbak Tien
Sami2 Jeng Iyeng.
DeleteWah iki wis sehat tenan brarti. Komennya dawa kaya ula.
Hehee.. ho oh Retno ki bodo. Lha ngko ndang bubar no.
ADUHAI deh
Sampai diepisode7 ini, pembaca mulai bertanya :
Delete1. Retno Bukan Milik 'Wahyudi"
2. Retno Bukan Milik "SAPTO" dan juga
3. Tetno Bukan Milik "BUDIONO' aku manut bu Tien wae AMAN ora ngayawara
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah... maturnuwun bu Tien🙏
ReplyDeleteSami2 Pak Djodhi
DeleteWalah pasti si Sapto udah punya istri tp TDK bisa memberikan keturunan MK Retno dijadikan istri ke 2....walah kasihan Retno...semoga suatu saat Retno menemukan kebahagian....trims Bu tien
ReplyDeleteWaah.iya...jangan-jangan gitu
DeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien . .
ReplyDeleteSugeng dalu
DeleteTerimakasih Mbak Tien,
ReplyDeletekasian Retno jd istri ke 2,
Salam sehat selalu Mbak Tien...
Aduhai.....matursuwun bu Tien....salam sehat dari Yk.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteKasihan Retno. Jadi istri kedua yg tak diinginkan ya?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu mba. Aduhai
Sami2 Ibu SUL
DeleteADUHAI
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Woow, ternyata Retno jadi istri kedua. Mengapa Bu Siswanto tdk jujur kpd Retno. Ada tangan raksasa yg mengangkangi keluarga itu, shg tdk ada satu orang pun yg berani melawannya, Siswantokah atau Saptokah, yg jelas menambah derita Retno, kasihan... Seru, seram, klo membayangkan kelakuan orang yg suka memaksakan kehendaknya kpd orang lain, krn mereka punya segalanya. Hanya yg tdk dimiliki itu adalah kepercayaan diri nya kpd Allah Yang Maha Kuasa di dunia dan di akhirat. Mereka itu punya penyakit WAHN, yg sangat mencintai harta dan dunia secara berlebihan. Na'udzubillah... Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
DeleteAamiin ya robbal alamiin
Matur nuwun Pak Wahyudi
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien BMnya,, seperti nya Budi,,jgn2 suka dia,,wah msh terlalu dini,,🤭
Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien n Aduhaaii 🙏🙏🙏🤗
Sami2 Ibu Ika Laksmi
DeleteAamiin sehat
ADUHAI
Alhmdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun bu tien, sehat selalu njih bu..
Sami2 Ibu Eko Mulyani
DeleteAamiin
Assalamualaikum bunda tien. Semoga bunda beserta keluarga senantiasa dalam keadaan sehat. Dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aaamiiiin!
ReplyDeleteAduhai! Lama gak buka blog kejora pagi, sampai-sampai judul ceritanya udah ganti.
Kenapa Ibu Echy
DeleteADUHAI deh
Matur nuwun bu Tien BM ke 7 sudah hdr...dan sdh sy bc...menunggu berikutnya
ReplyDeleteSalam sehat selalu bu
Salam silaturahiim
Sami2.
ReplyDeleteAsma sinten njih ?
Teruslah berkarya
ReplyDeleteOala Sapto punya istri yg tdk bisa hamil.krn ingin cucu dinikahilah Retno u Sapto si anak yg tampan dan dingin u anak hahhaha edan ..paling ini drh ..Bu Tien waduh jahat juga pak Siswanto...selamat malam bu Tien..terimakasih
ReplyDeleteTerimakasih Bu Kejora Pagi, Bu Tien cantik, karyanya selalu bikin penasaran,ditunggu lanjutannya, semoga sehat Bu salam Aduhai..
ReplyDelete