Wednesday, March 9, 2022

BUKAN MILIKKU 08

 

BUKAN MILIKKU 08

(Tien Kumalasari)

 

Retno melepaskan pegangan penolongnya yang ternyata Budiono, adiknya Sapto. Ia tersenyum tipis dan mengangguk, sebagai ucapan  terima kasih. Rambut panjang yang semula di gelung, terurai begitu saja. Sejenak Budiono terpesona.

“Manusiakah dia, atau bidadari?” lalu Budiono mengibaskan perasaan itu, dan memandang kesal kepada sang penabrak yang sudah membuat orang hampir terjatuh, tapi masih sempat mengulaskan sebuah senyuman. Senyuman penuh keangkuhan, dan merasa lebih tinggi dari siapapun.

“Mbak Kori gimana sih?”

“Kok aku yang disalahin? Dia sendiri berjalan nggak pakai mata,” ujarnya sengit.

“Ya ampun Mbak, mengapa kasar begitu? Aku melihat sendiri Mbak yang menabraknya,” kesal Budiono.

“Kok kamu jadi membela dia sih?” dengusnya kesal, kemudian berlalu.

“Terima kasih, saya hanya akan meletakkan pakaian kotor ini. Dimana ya?”

“Oh, itu Mbak, di dekat dapur ada keranjang, taruh saja disitu, nanti yu Asih yang akan mengurusnya,” kata Budiono sambil menunjuk ke arah dapur.

Retno mengangguk, meletakkan baju-baju kotornya ke keranjang yang ditunjukkan, kemudian dia bermaksud kembali ke kamarnya. Tapi di ruang tengah, dia melihat wanita yang tadi menabraknya dan dipanggil Kori, sedang duduk sambil menyandarkan kepalanya di bahu Sapto. Retno acuh saja, dan terus melangkah ke arah kamarnya.

Beberapa pertanyaan memenuhi benaknya. Siapa perempuuan galak yang menabraknya dan mengucapkan kata-kata kasar itu tadi? Adik Sapto kah?

Ketika hampir memasuki kamar, didengarnya sekilas suara Kori.

“Cantik sih, tapi itu kan wajah kampungan. Kamu suka Mas?”

“Pertanyaan apa itu? Itu kemauan Bapak, kamu kan tahu?”

Retno masuk kekamar dan menutupnya. Ia tak merasa sakit hati dikatakan cantik tapi kampungan. Memangnya siapa yang menyuruhnya datang ke rumah ini dan menikah dengan laki-laki berwajah dingin bernama Sapto itu? Ia juga tak merasa sakit hati ketika Sapto menunjukkan rasa ketidak sukaannya terhadap dirinya. Ia lebih merasa sakit karena harus berada di tempat yang tak pernah dibayangkannya.

“Aku tidak suka sama dia, apalagi cinta. Aku hanya mencintai mas Yudi. Dimana sekarang dia? Apa yang dilakukannya? Sedang meruntuki aku karena meninggalkannya untuk menikah dengan pria lain? Bertanya-tanya apa salahnya sehingga aku melakukannya?”

Retno mengusap air matanya yang tak bisa lagi ditahannya untuk tidak menitik.

Ia duduk ditepi pembaringan yang beralaskan seprei lembut berwarna merah muda, dan menebarkan harum bunga yang menyegarkan. Namun Retno tidak merasakan kesegaran itu, manakala wajah Yudi tak pernah lepas dari angan-angannya.

Sambil duduk itu ia bahkan merasa bahwa semua adalah mimpi. Mimpi yang sangat buruk. Tapi tidak, ini nyata. Retno meraih bantal dan memeluknya erat, lalu menyembunyikan wajahnya di bantal itu, tersedu di sana.

Tiba-tiba ia mendengar suara pintu diketuk. Retno berdebar dan berharap itu bukan Sapto, lalu pintu itu terbuka karena memang dia tidak menguncinya.

“Bu Retno, Ibu meminta Ibu ke taman,” suara seorang wanita. Retno melepaskan bantalnya dan menatap seorang wanita yang kira-kira umurnya sedikit lebih tua dari padanya.

“Ibu menunggu di taman,” ulang wanita itu.

“Oh, iya Mbak.”

“Panggil saya yu Asih,” pinta wanita itu.

“Oh, apakah ada bedanya?”

“Tentu Mbak, saya hanyalah pembantu di rumah ini, semuanya memanggil saya dengan ‘yu Asih’, demikian juga seharusnya Bu Retno memanggil saya.”

Retno agak risih mendengar panggilan ‘bu’ itu. Tapi Retno tak bisa membantahnya.

“Mari saya antarkan,” kata yu Asih sambil tersenyum ramah.

Hari itu sudah sore. Matahari sudah condong ke arah barat, dan tak lama lagi akan tenggelam karena malam akan menggantikannya.

Retno melangkah mengikuti yu Asih yang membawanya ke arah belakang. Ada sebuah kolam dengan patung-patung cantik sedang mengguyurkan air bening yang menimbulkan suara gemericik di kolam itu. Dan bunga-bunga segar tampak berayun oleh tiupan angin sore yang menyegarkan.

“Duduklah Retno,” kata bu Siswanto. Retno mendekat, sementara yu Asih kembali masuk ke rumah.

Retno melihat bu Siswanto duduk di sebuah kursi taman, dan di bangku yang ada di hadapannya, terletak dua cangkir teh dan sepiring cemilan.

“Ayo duduk,” katanya sambil menunjuk ke arah kursi di sampingnya.

Retno duduk dengan ragu-ragu. Sesungguhnya ia lebih suka menyendiri.

“Minumlah. Ini untuk kamu.”

Retno mengangguk, tapi ia belum menyentuh cangkirnya.

“Ini adalah rumahku. Aku dan Bapak serta Budiono tinggal disini. Tapi Sapto memilih tinggal di rumah yang lain.”

Retno berdebar. Apakah dia juga akan tinggal bersama Sapto di rumah yang lain seperti dikatakan bu Siswanto?

“Tapi kamu akan tetap tinggal disini. Ini kemauan Sapto.

Retno sedikit merasa lega.

“Ia hanya akan sesekali saja datang kemari.”

Retno kembali berdebar. Yang sesekali itu membuatnya sangat tidak nyaman. Sungguh ia sangat takut menghadapi sesuatu yang pastinya akan dilakukan Sapto terhadapnya. Ia adalah isterinya, yang punya kewajiban untuk melayaninya. Diam-diam Retno merasa ngeri.

“Kamu tidak suka?”

Retno menundukkan kepalanya. Kalau tidak salah dia pernah mengatakan kepada bu Siswanto bahwa dia mencintai pria lain. Ya pasti lah dia tidak suka berada di rumah itu.

“Kamu masih teringat pada pria yang kamu cintai itu?” Ah ya, rupanya bu Siswanto mengingatnya. Retno mengangguk dengan cepat.

“Aku sangat menyesal harus memisahkan kamu dengannya. Maaf ya Retno.”

Retno masih menundukkan kepalanya.

“Kamu sudah bertemu Kori?”

Retno mengangkat wajahnya. Ia ingin tahu, siapa sebenarnya Kori. Gadis sombong dan kasar yang tampak sangat membencinya.

Retno mengangguk.

“Sebenarnya, dia adalah isteri Sapto.”

Retno terlonjak mendengar keterangan itu.

“Kalau sudah punya isteri, mengapa mengambil saya juga sebagai isteri?” Retno menatap bu Siswanto tajam, seperti ingin memprotesnya.

“Benar. Sapto sudah punya isteri. Tapi belum lama ini dia mengalami kecelakaan, saat sedang mengandung tiga bulan. Luka parah pada rahimnya, menyebabkan dokter harus mengangkatnya. Jadi dia tidak akan bisa hamil lagi.”

Retno melongo.

“Bapaknya Sapto sangat ingin memiliki cucu dari anak sulungnya, dan kamu adalah pilihannya.”

“Mm_ maksudnya … saya … ss_saya ….”

“Kami ingin kamu bisa menjadi isteri Sapto dan melahirkan anak untuknya, sekaligus memberi kami cucu.”

Retno menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia terkejut bahwa pernikahannya hanya dijadikan alat bagi keluarga Siswanto untuk bisa memiliki keturunan. Alangkah lebih menyedihkannya.

“Retno, maafkan kami ya. Tapi aku sangat menyayangi kamu. Aku akan membuat agar kamu berbahagia menjadi menantu keluarga ini,” kata bu Siswanto sambil mengelus pundak Retno.

Retno melepaskan tangannya. Teringat olehnya tatapan kebencian yang memancar dari wajah Kori sebelum menabraknya.

“Dia pasti membenci saya,” gumam Retno pelan.

“Ya, itu aku bisa mengerti. Kamu akan menjadi pesaingnya karena sama-sama menjadi isteri Sapto.”

Retno menghela napas. Sebuah permusuhan tidak akan membuatnya tenang. Ia sangat menyayangkan pernikahannya yang hanya akan dijadikan wadah persemaian benih dari Sapto yang ternyata tidak bisa memiliki anak bersama Kori. Mengapa pak Siswanto tidak mengatakannya sejak awal? Yah, tentu saja. Kalau dia mengatakannya, besar kemungkinan ayahnya akan menolak. Tapi entahlah. Sekarang semua sudah terjadi. Retno terjebak dalam kungkungan keadaan yang tak lagi bisa dihindari kecuali pasrah.

“Maukah kamu memaafkan kami?”

Maaf begitu mudah diucapkan, yang sulit adalah mengobati hati yang terluka. Retno tak menjawab.

“Aku berjanji akan membuat kamu bahagia,” ucap bu Siswanto, entah untuk yang keberapa kali.

Apa yang harus Retno lakukan?

“Bu, kunci almari dimana?” tiba-tiba Budiono sudah ada di dekat mereka. Ia melirik sekilas ke arah Retno, kemudian duduk begitu saja di depan mereka.

“Kamu menanyakan kunci apa?”

“Kunci almariku Bu.”

“Tanya yu Asih. Dia yang memasukkan baju-baju kamu yang sudah disetlika kedalam almari.”

“Yu Asih sedang mandi. Biar Budi menunggu disini saja.”

Retno masih menundukkan wajahnya.

“Tampaknya sedang berbicara tentang hal serius ya Bu?”

“Tidak terlalu serius. Kakak iparmu ini harus akrab dengan keluarga suaminya. Ya kan? Kamu juga harus ikut menjaganya.”

“Tentu saja Bu,” jawab Budiono sambil menatap Retno. Ia selalu menangkap kesedihan di wajah Retno, dan itu membuatnya iba.

“Mas Sapto sudah pulang bersama mbak Kori.”

Retno menarik napas lega diam-diam. Ia selalu ketakutan mengingat Sapto, membayangkan apa yang akan dilakukannya nanti.

“Mbak Retno senyum dong, dari tadi cemberut saja.”

Retno mengangkat wajahnya. Menatap pria tampan yang selalu bersikap manis itu, lalu tersenyum tipis.

“Kalau Mbak Kori menyakiti lagi, aku akan membela Mbak Retno,” kata Budiono yang kembali disambut senyuman oleh Retno.

“Retno, minumlah teh kamu, sudah dingin, dan ini sosis goreng buatan Asih, cobalah. Asih itu rajin dan pintar. Dia juga bisa memasak sangat enak.”

“Iya Mbak, minum, dan makan sosisnya, biar aku temani.”

“Ya sudah Bud, temani kakak kamu, ibu masuk ke dalam dulu. Bapakmu mau keluar kota malam ini,” kata bu Siswanto sambil berdiri.

“Baik,” sambut Budiono bersemangat, sambil mencomot sepotong sosis.

“Ayo dimakan,” katanya kemudian kepada Retno.

“Besok aku mau jalan-jalan, maukah Mbak ikut?” lanjutnya.

“Kemana?”

“Kemana saja. Sudah lama aku tidak pulang, ingin melihat-lihat saja. Mau ya, daripada di rumah, ingat yang enggak-enggak, siapa tahu bisa sedikit terhibur.”

Retno masih diam, menimbang-nimbang.

“Percayalah, mas Sapto tidak akan marah.”

Kata-kata itu membuat Retno kemudian mengangguk. Siapa takut kalau Sapto marah? Budiono tersenyum senang.

Retno sedikit merasa lega. Ada orang-orang baik disekitarnya. Ada keinginan untuk membujuk Budiono agar mengantarkannya menemui Wahyudi, entah bagaimana caranya.

***

Bu Kartomo melangkah, menyusuri jalan yang pernah ditunjukkan Retno tentang rumah Wahyudi. Ia belum tahu persis, tapi ancar-ancarnya adalah di belakang kantor cabang sebuah Bank, dekat gardu ronda. Dan ia sudah sampai di sana. Rumah kecil ber cat biru. Rumah itu sudah kelihatan. Bu Kartomo melangkah perlahan.  Memasuki halaman.

Rumah itu tampak tertutup rapat.

“Sepi, apakah dia pergi?” gumamnya sambil mendekat, lalu memencet sebuah bel tamu yang ada didepan pintu.

Bu Kartomo menunggu beberapa saat, lalu terdengar langkah mendekat.

Seorang laki-laki dengan wajah kuyu dan rambut awut-awutan membuka pintu, dan begitu melihat siapa yang datang, kemudian jatuh berlutut dihadapannya.

Bu Kartomo terkejut. Nyeri dadanya melihat keadaan Wahyudi.

“Nak, bangunlah Nak, jangan begini, ayo bangun,” susah payah bu Kartomo membangunkannya, tapi tetap tak mampu karena tubuh Wahyudi begitu kokoh dan besar. Akhirnya bu Kartomo ikut duduk bersimpuh didepan Wahyudi yang menangis terisak-isak.

“Sabar ya Nak. Nak Wahyudi harus kuat.”

“Apa salah saya Bu?” hanya itu yang bisa diucapkan Wahyudi.

“Nak Yudi tidak salah. Ibu yang salah karena tidak bisa mencegah semuanya. Ayahnya Retno begitu memaksakan kehendak, tak ada yang bisa menghalanginya,” bu Kartomo ikut menangis. Tampak memilukan melihat keduanya duduk bersimpuh di lantai sambil bertangis-tangisan.

“Retno juga sangat menderita. Berkali-kali dia bilang bahwa dia hanya mencintai Nak Yudi.”

Wahyudi menncengkeram tangan bu Kartomo, dan bu Kartomo merasa bahwa tangan itu terasa panas.

“Kamu sakit Nak?”

Wahyudi menggeleng lemah.

“Kamu sakit, ayo Ibu antar ke dokter.”

Wahyudi kembali menggeleng.

“Kamu harus ke dokter, ayo Ibu antar.”

Karena Wahyudi tetap menggeleng, Bu Kartomo bergegas keluar rumah untuk membeli obat panas di warung, dan juga membeli minuman hangat serta makanan seadanya, karena Wahyudi tampak sangat lemas. Kemudian ia memapah Wahyudi keatas sofa karena itulah tempat berbaring terdekat, lalu memaksanya makan nasi bungkus yang dibelinya serta memberinya obat. Bu Kartomo merasa sangat iba melihat keadaan Wahyudi.

Beberapa saat kemudian panas badan Wahyudi sudah turun. Bu Kartomo merasa lega. Ia meninggalkan rumah Wahyudi ketika Wahyudi sudah tidur, dengan meninggalkan minuman hangat yang diletakkannya di sebuah gelas, dan roti yang dibelinya kemudian sebelum dia meninggalkan rumah itu,

“Besok pagi-pagi aku akan kemari lagi nak,” katanya pelan penuh rasa iba.

***

Hari masih pagi ketika Wahyudi membuka matanya. Ia merasa bajunya pasah oleh keringat. Ia heran mendapatkan dirinya tidur di sofa. Ia bangkit lalu mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Ia merasa telah bermimpi bertemu dengan bu Kartomo.

“Ah, bukan, bukan mimpi. Kemarin sore bu Kartomo memang datang kemari,” gumamnya sambil bangkit, lalu melihat segelas minuman yang masih utuh, dan beberapa potong roti masih terbungkus plastik. Ia juga melihat blister obat yang sudah berkurang sebutir.

“Bu Kartomo membeli semuanya ini karena melihat aku tidak sehat. Aku ingat semuanya.”

Lalu Wahyudi membuka pintu depan rumahnya, serta menghirup udara pagi yang segar. Ia mengisi paru-parunya dengan udara segar sebanyak-banyaknya.

Pagi memang masih remang. Wahyudi turun ke halaman, dan tiba-tiba perutnya terasa sangat mual.

Wahyudi berlari ke arah pagar, dan muntah-muntah disana. Napasnya terengah. Ia bersandar pada dinding pagar, ketika suara seorang wanita menyapanya.

“Mas Yudi?”

Wahyudi melihat seorang gadis membawa keranjang belanjaan berdiri di depannya, dan tiba-tiba tubuhnya terhuyung. Gadis itu mencoba menahan tubuhnya.

“Kamu kenapa Mas?”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

81 comments:

  1. Sapa ta iki sing dorong², sabar sithik apo'o. Wong awake lagi lara kabeh koq di surung².... Jeng Iin, ya? *_Pantesan_*

    ReplyDelete
  2. Trimakasih bunda BM sudah tayang.
    Aduhai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Owh.....jeng Wiwik ta sing dorong² aku. Wong isih gleyoran koq diajak balapan. Tujune ora kesosop......

      Matur nuwun by Tien, BM_8 Sampun tayang.
      Salam sehat tetap semangat.

      Delete
    2. Waduh...
      Lega dikit nih hati krn Retno bersama ibu Siswanto, Budiyono dan yu Asih yg semuanya baik hati dan menyayanginya.

      Semoga pagi itu Retno bisa diantar untuk menemui mas Yudi.

      Monggo ibu Tien dilanjut aja, tetap penasaran. Matur nuwun. Berkah Dalem.

      Delete
    3. Assalamualaikum bunda Tien K, salam kemal dr penggemar bunda yg selalu menunggu di blog bunda salam sehat selalu sukses dalam karya² cantiknya

      Delete
  3. Asyik tayang gasik tak maca Sik aahhh

    ReplyDelete
  4. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan,

    ReplyDelete
  5. Kakeekk ngendikane pusing,,,,ternyata Sudah loncat duluan

    ReplyDelete
  6. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, salam sehat ya mbak Tien dan salam ADUHAI...

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun bu Tien....salam aduhai

    ReplyDelete
  10. Terima kasih bu tien ...salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  11. Slmt mlm bunda Tien.. Trimaksih BM 8 nya.. Salamsehat dan tetap Aduhai dri skbmi🙏🙏🥰🥰🌹🌹

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam seroja tuk kita semua... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.. maturnuwun bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah BM 08 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  15. Yang ditunggu sudah datang. Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu Dan Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  16. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap..

    ReplyDelete
  17. Yes yes...lebih awal aku bisa baca .. episode 8...,melu tegang
    Salam sehat untuk semuanya
    Salam Aduhaiii mbak Tien😘

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Sabar ya Retno itulah jalan hidupmu, jalani dengan ikhlas.
    Yudi harus kuat, tidak boleh sakit, apa lagi sampai stress.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien
    yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  19. Trimakasih bu Tien...BM08 sdh hadir...

    Walah...lakok gitu to maksud pak Siswanto..duuuh..
    Kenapa ga sm Budiono saja ya Retno..yg sama2 lajang..toh nanti jg ada cucu...malah jd istri kedua..tentu kaget..mngkin marah..geram..malu..apalagi alasannya itu...😠😒

    Siapa gadis yg akn menolong Yudi?..Retnokah yg diantar Budiono menemui Yudi???

    Lanjutannya besok lagiii...

    Salam sehat selalu dan aduhaii bu 🙏💟🌷Tien..

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah.. Terima kasih mbak Tien Cerbung Bukan Milikku Eps 08 sudah tayang. Salam sehat selalu dan salam hangat dari Tangerang

    ReplyDelete
  21. Sampun tayaaang... alhamdulillah.
    Matur nuwun buuu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien untuk BMnya
    Wahyudi ketemu siapa ya,,kok malah ambruk

    Salam sehat wal'afiat semua bu Tien,
    Dan Salam ADUHAAII 🤗💖

    ReplyDelete
  23. Salam Aduhai.Alhamdulillah & Maturnuwun Cerbungipun

    ReplyDelete
  24. Makasih Bunda untuk cerbungnya.Met malam dan met istirahat.Salam sehat dan tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  25. Terimakasih BMnya bunfa Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat
    Dalam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah.
    Matur nuwun Bunda Tien, mugi tansah sehat,
    Salam ADUHAI.

    ReplyDelete
  27. Trimakasih bu Tien. Alhamdulillah sampun tayang. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  28. Alhdulillah BM 08 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien,semoga Ibu selalu sehat dan bahagia bersama keluarga
    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  29. Witing tresno jalaran soko kulino.
    Gadis yg menolong Yudi mungkin akan bisa menghibur dan mengobati luka hati.

    Budiyono yg baik dan ingin menemani Retno lama2 bisa saling cinta juga.

    Liku2 hidup yg ditulis ibu Tien luar biasa... Tegang... Sedih... Pilu... Terhibur... Ini yg bikin penasaran untuk dibaca.

    Matur nuwun ibu Tien, semoga selalu sehat semangat.

    ReplyDelete
  30. Alhamdulilah, BK08 sudah bisa dinikmati, salam sehat selalu dan Aduhai teruntuk bunda Tien

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah .hadir sby...sehat2 ya bu Tien ..hayo sapa wanita yg nolong Wahyudi apa dia yg akan jadi istri yudi ..kasian yaa Retno cinta yg tak akan bisa bersatu dan dasar Kastomo ma Siswanto si biang kerok

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah BM sdh hadir..
    Terima kasih Ibu Tien..
    Sehat selalu ya..
    Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  33. Pinisirin simi ciritinyi... mikisih...bu Tien...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Simi2 jing dokter Dewi
      IDIHAI dih
      Hahaaa... jeng dokter bisa lucu ah

      Delete
  34. Diakah gadis pengganti sosok Retno yg dihadirkan mb Tien utk menemani Yudi? smg... slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk🙏

    ReplyDelete
  35. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu.
    Aduhai

    ReplyDelete
  36. 𝘞𝘢𝘩 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘳𝘪𝘬, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴. 𝘏𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘶𝘢 𝘴𝘦𝘳𝘪 𝘺𝘢...
    𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯....
    𝘔𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘦𝘣𝘢𝘵...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 KP LOVER
      Heheee.. kalau semalam dua kali, nanticepat selesai dong
      ADUHAI deh

      Delete
  37. Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.

    ReplyDelete
  38. Assalamualaikum wr wb. Siswanto manusia jahat banget yg tdk ada tandingannya. Mengapa hrs memilih Retno, bukan wanita lain, klo hanya ingin memperoleh cucu. Sementara Sapto manusia kardus yg tdk punya hati. Kartomo manusia penjilat yg mau saja menjual anaknya Retno, demi uang uang dan uang, dasar manusia bejat. Bikin penasaran untuk mengikuti lanjutan ceritanya. Semoga Retno terselamatkan dari orang orang jahat yg ada di sekelilingnya termasuk bu Siswanto serigala berbulu domba. Maturnuwun Bu Tien yg sdh begitu apik membuat cerita yg penuh kekerasan, tapi tetap menarik. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  39. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
    Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun pak Mashudi

    ReplyDelete
  40. Terimakasih bu Tien..
    Semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu..
    Salam aduhai

    ReplyDelete
  41. Semoga ibu Tien sehat selalu.....aduhai....salam santun...

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...