Monday, January 13, 2020

DALAM BENING MATAMU 84


DALAM BENING MATAMU  84

(Tien Kumalasari)

 

Setelah berbelanja itu, bu Susan menelpon Anggi agar segera enemuinya dirumah. Dan Anggi yang penasaran segera datang menemui ibunya.

"Ada apa ma, mama sehat kan?" tanya Anggi begitu sampai dirumah bu Susan.

"Sehat lah, kamu kan melihat sendiri bahwa mama baik-baik saja?"

"Perasaan Anggi nggak enak, tumben mama ingin saya datang dan tampaknya penting sekali."

"Penting, tapi mama mau nanya dulu, bagaimana kesehatan kamu?"

"Baik kok ma, jauh lebih baik, cuma nafsu makan kok masih mengganggu, rasanya nggak selera walau dikasih lauk apapun."

"Nanti ibu masakin masakan kesukaan kamu, yakin pasti kamu mau makan lebih banyak"

"Nggak usah ma, Anggi tadi hanya pamit sebentar, sekarang mama katakan saja, mengapa mama memanggil Anggi."

"Ini tentang Mirna..."

"Mirna ? Ada apa lagi dengan Mirna?"

"Kemarin mama ketemu Mirna, lalu mengikuti kemana dia pergi. Ternyata dia itu bekerja di salah satu keluarga. Mama tau dimana rumah keluarga itu."

Anggi terkejut. Ini berita yang sangat diharapkannya. Tapi dia menyimpan kegembiraannya. Dia lebih kesal pada ibunya karena ibunya berkata telah mengikuti Mirna dengan nada yang kurang suka. 

"Rumahnya di Jl. Dr. Supomo, sebelum perempatan, kiri jalan cat kuning, mama nggak tau nomor berapa."

Mirna menelan rasa suka yang memenuhi hatinya. Ibunya tidak boleh tau bahwa dia senang mendengar berita itu."

"Mama, baiklah, mungkin ini sebuah berita, tapi yang Anggi heran, mengapa mama sebegitunya.. sampai mengikuti mbak Mirna."

"Karena mama masih curiga sama dia."

"Curiga bagaimana ma?"

"Bagaimana kalau ternyata suamimu masih mengadakan hubungan dengan dia? Kalau kamu tau dimana harus menemui dia, maka gampang bagi kamu untuk melabraknya, atau ...."

"Tidak ma, mama terlalu berprasangka, tak mungkin mas Adhit melakukannya. Pada suatu hari nanti Anggi akan mengatakan sesuatu yang mungkin mama akan tidak suka, tapi itu keputusan Anggi."

"Mama tidak mengerti."

"Nanti saja ma, sekarang bukan sa'at yang baik."

"Itu tentang Mirna?"

"Ma, mengapa mama begitu tidak suka pada mbak Mirna, sementara dia tidak melakukan apa-apa yang bisa menyakiti mama ? Dan ber-kali-kali juga Anggi mengatakan bahwa mbak Mirna tidak akan mengadakan hubungan dengan mas Anggi diluar sepengetahuan Anggi."

Bu Susan menghela nafas. Sesungguhnya apa yang dikatakan Anggi itu benar. Kalau Anggi ber kali-kali mengatakan tidak ada hubungan apa-apa antara Adhit dan Mirna, mengapa dia selalu merasa tidak suka.Ia selalu mencari alasan untuk menyakiti perasaan Mirna, bukan hanya sejak ia melihatnya berduaan dengan Adhit. Mungkin itu hanya sebuah alasan.  Bu Susan tiba-tiba teringat sesuatu, apakah karena wajahnya mirip keponakannya yang telah pergi dengan mencoreng nama keluarga? Benar, wajah itu membuatnya sangat membencinya, baru sekarang dirasakannya. 

"Mama, Anggi tidak bisa lama-lama ya, mas Adhit melarang Anggi sering-sering bepergian yang membuat Anggi lelah. Memang sih, Anggi sudah merasa jauh lebih baik, tapi Anggi harus benar-benar merasa pulih dan sehat."

"Apa Adhit sangat menjagamu?"

"Pasti lah bu.."

"Mengapa dulu kamu pernah mengatakan ingin bercerai?"

Anggi teringat peristiwa itu, ketika pertama kalinya merasa sakit hati dan juga terluka parah, ketika disadarinya suaminya ternyata mencintai perempuan lain. Tapi bukankah sekarang semuanya sudah dia tepiskan. Bahkan dia merelakannya dan sangat mengharapkan suaminya mau menikahinya?.

"Biasa ma, orang berkeluarga kan bisa saja berselisih paham," jawab Anggi memberi alasan.

Bu Susan meng angguk-angguk. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Anggi, apa kamu masih membawa foto mama yang kamu temukan digudang itu? Foto yang sedang bersama Daniar?"

"Ada ma, tapi Anggi mau buru-buru pulang."

"Coba liat sebentar, mama lupa-lupa ingat wajah anak kurangajar itu."

Anggi mengeluarkan dompetnya, lalu mengambil selembar foto yang dulu diambilnya dari album lama mamanya.

"Ini ma.."

Bu Susan mengamati foto itu, agak lama.

"Memang benar, mirip dia," gumamnya lirih.

"Mirip siapa ma?" 

Tapi bu Susan tak mau menjawabnya. Ia mengembalikan foto itu, yang kemuian disimpan kembali oleh Anggi.

"Sudahlah, bawa saja lagi, mama ingin mengingat  wajah keponakan mama itu. Sudah puluhan tahun berlalu, wajar kalau jadi lupa-lupa ingat."

"Baiklah ma, Anggi pamit dulu ya."

"Baiklah, hati-hati menjaga suami kamu."

Anggi hanya mengangguk, ia bergegas kedepan dan memanggil taksi.

***

Tapi Anggi tidak segera pulang. Ia mencatat baik-baik kata mamanya tentang alamat keluarga dimana Mirna bekerja. Ia segera menyuruh taksi yang ditumpanginya untuk menuju ke Jl.Dr.Supomo.

Hati Anggi berdebar-debar. Tapi nomor yang dikatakan bu Susan tidak begitu jelas, dan dia enggan menanyakan kejelasan ancer-ancernya. Sebelum perempatan, kiri jalan, cat kuning. Perempatan yang mana, kanan atau kiri itu dari arah selatan atau utara?

Tapi bukan Anggi kalau ia menyerah karena tak bisa menemukannya. Ia menyuruh taksi itu menyusuri sepanjang jalan dr.Supomo, dan matanya nyalang melihat kekiri dan kekanan jalan. Mana pagar cat kuning... cat kuning... cat kuning. Lalu ketika belum ketemu juga ia menyuruh taksi itu kembali menyusuri jalan itu dari arah yang berlawanan.

Anggi terus men  cari-cari.

"Haaa... bukankah itu cat kuning? Benar, rumah bagus kiri jalan, berarti mama melihatnya dari arah utara," gumam Anggi.

"Pelan-pelan pak.. " perintahnya kepada sang sopir.

Tapi dari arah berlawanan tiba-tiba dilihatnya sebuah mobil berhenti tak jauh dari pagar rumah bercat kuning itu. Mobil yang sangat dikenalnya. Mobil Adhit, suaminya.

Berdesir darah Anggi. Bagaimana suaminya bisa tau tempat itu? Benarkah kata ibunya bahwa Adhit dan Mirna mengadakan hubungan diluar sepengetahuannya? Memang sih ia rela, tapi ketika melihat Adhit diam-diam menemui Mirna, entah mengapa hatinya terasa seperti teriris. Kalau Anggi mengatakan sudah rela berbagi, mengapa Adhit menemuinya diam-diam? Jadi Adhit seakan tak perduli apa yang diinginkannya, tapi diam-diam ketemuan? Tidakk... ini menyakitkan. Jerit batin Anggi.

"Terus saja pak, jangan berhenti," perintahnya lagi kepada sopir taksi.

"Langsung kemana bu?"

"Ke alamat yang tadi saya sebutkan pertama kali."

Dan taksi itu melintas, melewati mobil Adhit yang berhenti disana, tapi belum tampak Adhit keluar dari mobilnya.

***

"Apa kabar mama kamu Nggi?" kata bu Broto ketika menyambut kepulangan Anggi.

"Baik eyang, mama sehat," jawab Anggi yang langsung masuk kedalam. Bu Broto mengikutinya dari belakang.

"Kamu baik-baik saja kan Nggi?" tanya bu Broto karena melihat wajah Anggi muram. Ia mengikutinya sampai Anggi masuk kedalam kamar.

"Ya eyang, Anggi baik-baik saja."

"Tapi wajah kamu agak pucat."

"Masa sih eyang? Anggi nggak apa-apa kok."

"Baiklah, Supi sudah menyiapkan makan, kamu harus makan dan minum obat kamu."

"Tapi eyang."

"Anggi, ganti bajumu. Bukankah kamu harus segera minum obat? Suami kamu wanti-wanti agar eyang selalu mengingatkan kamu."

Anggi mengangguk. Ia mengganti bajunya setelah bu Broto keluar dari kamar. Ada perasaan tak enak yang selalu mengganggunya. Adhit dan Mirna ketemuan diam-diam? Itu sangat menyakitkan. Mengapa Adhit ber pura-pura? Pura-pura tidak mau padahal diam-diam melakukannya. Bulir-bulir air mata berjatuhan dan membasahi pipinya. 

Ketukan dipintu kamar menyadarkannya.

"Anggi, ayolah, eyang menunggu dimeja makan ya."

"Baik eyang," jawab Anggi sambil mengusap air matanya.

Tapi sungguh makan siang itu terasa tak enak. Ia hanya terpaksa menyuapkan beberapa sendok nasi ke mulutnya karena bu Broto menungguinya, dan meletakkan obat-obat disampingnya.

"Makan yang banyak Anggi."

"Sudah cukup eyang, lumayan sudah kemasukan makan. Sekarang Anggi akan minum obatnya."

"Barusan suami kamu menelpon, nanti pulang agak malam karena ada pertemuan dengan klient sore nanti."

Anggi tersedak, dan beberapa butir obat yang ada dimulutnya terlempar keluar.

"Anggi, pelan-pelan.." tegur bu Broto.

"Eyang, Anggi mau tiduran dulu."

"Tapi obatmu terlempar nih harus minum lagi dong, mana tadi yang kamu minum?"

"Nanti saja eyang, biar Angggi istirahat dulu," kata Anggi sambil meminum lagi seteguk air. Ia menata debur jantungnya, kemudian berdiri dan berjalan kearah kamarnya.

Bu Broto hanya geleng-geleng kepala. Ia merasa ada sesuatu pada cucu menantunya, tapi tak satupun ucapan keluar dari mulutnya. Ia yakin Anggi hanya akan berkata.. tidak apa-apa eyang...

***

Sore hari itu, ketika Ayud datang untuk menjemput Ananda, ia tak melihat Anggi. Kata bu Broto Anggi tidur  dikamar dari siang. Ayud mengetuk pintu kamarnya, lalu masuk dan dilihatnya Anggi terbaring memeluk guling. Matanya terpejam. Tampak sembab.

"mBak Anggi..."

Anggi membuka matanya, ia langsung duduk begitu melihat Ayud didepannya. Biasanya Adhit datang hampir bersamaan. apakah Adhit juga sudah pulang, atau seperti tadi dikatakan bu Broto bahwa akan pulang agak malam? 

"Mbak Anggi sakit? Katanya sudah lebih baik." 

"mBak Ayud, Anggi baik-baik saja. Hanya merasa sedikit lelah, padahal tidak mengerjakan apa-apa."

"Ada yang mbak fikirkan?"

"Nggak ada", jawab Anggi sambil melongok kepintu. Ia berharap Adhit datang dibelakang Ayud.

"Mas Adhit datang belakangan, tadi masih bicara sama client. Mudah-mudahan nggak sampai malam," kata Ayud seakan mengerti bahwa Anggi sedang menunggu suaminya.

"Oh.." tiba-tiba Anggi merasa sedikit lapang didadanya. Ayud pasti tak akan bohong. Jadi benar Adhit sedang menemui client, dan bukan sedang berkencan dengan Mirna.

"Aku meninggalkan mas Adhit karena mas Raka ingin aku menjemput Ananda lebih dulu."

"Iya mbak."

"Mbak Anggi habis nangis ya?"

"Oh, nggak... masa sih.. kelihatan sembab ya? Mungkin kebanyakan tidur, aku baik-baik saja kok."

"Syukurlah, sekarang aku pamit dulu ya, Ananda sudah menunggu dimobil."

"Baiklah, aku minta ma'af tak pernah ikut mengasuh Ananda, habisnya aku ini kan..."

"Nggak apa-apa mbak, mbak Anggi kan kurang sehat, lagian Ananda sudah ada yang mengasuhnya, jadi jangan difikirkan."

"Aku juga kurang cakap menimang anak kecil, itu sebabnya Tuhan tidak memberiku anak untuk ditimang."

"Sudahlah, jangan difikirkan mbak, yang penting mbak Anggi sehat," jawab Ayud sambil memeluk kakak iparnya.

***

Anggi merasa lega karena Adhit tidak pulang terlalu malam. Tapi masih ada sedikit ganjalan mengapa tadi dilihatnya Adhit berada dirumah bercat kuning itu. Anggi tak ingin menanyakannya. Sungkan kalau dia dikira cemburu, walau itu benar. Ehem...

"Katanya pulang malam mas," kata Anggi menyambut suaminya.

"Nyatanya masih sore sudah selesai, ya sudah, nggak jadi pulang malam."

"Syukurlah."

"Saya akan bantu menyiapkan makan malam dulu ya mas."

"Nggak usah, kamu disini saja, kan aku sudah bilang kamu nggak boleh melakukan apa-apa selama kesehatanmu belum pulih benar."

"Tapi aku baik-baik saja."

"Kamu kan selalu bilang begitu."

"Hanya masih sering mual, tapi nggak apa-apa, asalkan jangan dipaks makan banyak saja."

"Yang penting bisa makan, dan jangan lupa obatnya."

"Iya, itu sudah."

Adhit memasuki kamar, dan Angggi menyiapkan ganti baju suaminya setelah mandi nanti.

Sebenarnya Anggi menunggu Adhit mengatakan sesuatu, tapi tidak ada, apalagi tentang rumah bercat kuning itu. Dibiarkannya Adhit mandi, lalu Anggi keluar dari kamar.

Anggi menunggu diruang tengah sambil menyiapkan teh hangat untuk suaminya. Dirasanya tadi wajah suaminya biasa-biasa saja. Tapi biasalah, laki-laki kan pintar menyembunyikan perasaan hatinya.

"Aku ingin mengatakan sesuatu," kata Adhit setelah selesai mandi dan duduk didepan isterinya. Dihirupnya teh hangat yang sudah disiaapkan dimeja itu.

Anggi berdebar menunggu.

"Apa kamu mau ikut aku besok sore?"

Ah, mengapa malah mengajak bepergian. Anggi masih diam.

"Aku mengetahui sesuatu," katanya kemudian. Anggi mengangkat kepalanya.

"Aku sudah tau dimana Mirna tinggal."

Wajah Anggi mendadak berseri. Ternyata Adhit tak sejahat yang dikiranya.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 















19 comments:

  1. Maturnuwun mba Tien yg ditunggu part 84 akhirnya muncul, part selajutnya jgn kelamaan ya mba ikin penasaran keren ceritanya 🤗🤗💓💓

    ReplyDelete
  2. Terima kasih mba Tien,, akhirnya n pls episode selanjutnya jangan lama2 ya 👃

    ReplyDelete
  3. Terima kasih mba Tiean akhirnya muncul juga yang ditunggu n utk kalanjutannya jangan lama2 ya plsss,,,,

    ReplyDelete
  4. Makasih mba tien.. lnjutannya d tunggu . Jgn lama2 ya mbak.. 🤗❤

    ReplyDelete
  5. Udah kecewa abisss..tiap malam buka blogspotnya selalu ngga berhasil..e.e.e.h ternyata malem ini muncul juga..setiap malam muncul yaaa mbak Tien sayang.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah....Akhirnya datang juga yg slalu aku tunggu part 84.. terima kasih mbak Tuen..

    ReplyDelete
  7. tetima.kadih emba .... jangan lama lama untuk 85. 86. dan selanjutnya ..maunya. tiap hari . .

    ReplyDelete
  8. Trimakasih ... semakin membuat penasaran dan meningkaykab sabaaaaar saja

    ReplyDelete
  9. Bu tien jangan buru2 ngetiknya bu .... namanya jadi ketuker2 tuh hehehe.

    Klo Dahniar atau disini ibu tulis Diandra keponakan bu susan berarti anggi tantenya mirna ya?

    ReplyDelete
  10. Terimakasih mba'..semakin penasaran aja. Ditunggu 85 dan selanjutnya. Jangan lama2 yaa.

    ReplyDelete
  11. Terimakasih mba'..semakin penasaran aja. Ditunggu 85 dan selanjutnya. Jangan lama2 yaa.

    ReplyDelete
  12. Seneng mbak Tien bahasanya sdh kembali sperti dulu, bukan bahasa program lagi yg aneh.
    Trimaksih mbak, ditunggu kelanjutannya.

    ReplyDelete
  13. Terima kasih bu Tien no 84nya sdh bisa dibuka..
    Tp ada koreksi :
    Kata ibu diantara percakapan Anggi dg mamanya biasanya dg kata mama bukan ibu.. Salam

    ReplyDelete
  14. Kalau ada salah ketik, selama tdk merubah jalannya cerita, bagi saya sih Ok saja. Tp kok beberapa episode terakhir seperti jalan ditempat, nggak maju maju hanya masalah Anggi dan Mirna seperti sengaja diulur ulur. Keburu bosan dong mba. Hayo maju, apakah Anggi mau meninggal atau Mirna keukeuh nggak mau atau akhirnya Adhit nikah sama Dewi aja gitu. He he

    ReplyDelete
  15. Tks mbak, udh nunggu 3 hr akhirnya datang jgvyg ditunggu

    ReplyDelete
  16. Di episode awal diceritakan bapak dan ibunya Adhit mau ke Solo, tapi sampai sekarang gk kunjung datang padahal logisnya klo punya cucu dari Ayud, kakek nenek langsung datang jenguk..

    ReplyDelete
  17. Bagus bun...sbenernya kangen nih sm bapak ibunya adit lama g kecerita y bun. Klo mirna anak dinara berarti mirna cucu mm nya anggi y...
    Banyak typonya bun...

    ReplyDelete
  18. Terimakasih mbak Tien. Ditunggu kelanjutannya.

    ReplyDelete
  19. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 04

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  04 (Tien Kumalasari Widayat)   Sejenak Satria tertegun, melihat Sinah tiba-tiba duduk di sampingnya dan ik...