Tuesday, December 10, 2019

DALAM BENING MATAMU 63

DALAM BENING MATAMU  63

(Tien Kumalasari)

 

Pertemuan itu berlanjut dirumah Anggi yang mungil dan ada salon kecantikan milik ibunya disana. Bu Susan, ibunya Anggi menyambutnya dengan ramah. Mereka duduk dihalaman yang teduh, dibawah pohon tanjung yang rindang, dan menebarkan aroma harum yang menyejukkan rasa.

Anggi melayani tamunya dengan senyuman yang menebar disetiap pertemuan mata dengan Adhit. Gdis cantik itu tampak sedikit canggung, namun tampak sekali bahwa dia mengagumi ketampanan Adhit. Adhit menerima keramahan itu dengan senang hati. Memang benar Anggi cantik, menawan, tampak tak ada cacat celanya, tapi Adhit terus terngiang kata-kata Dewi bahwa dia harus ber hati-hati. Ada apa dengan gadis ini ?

"Mas, kok nggak cerewet kayak biasanya sih?" tegur Dinda karena Adhit lebih banyak tersenyum dan mendengarkan ocehannya. 

"Aku harus ngomong apa, kan  sudah bagus aku menjadi pendengar yang baik." jawab Adhit sambil tersenyum. Sesungguhnya memang agak terasa canggung berbicara dengan anak-anak remaja seumuran Dinda. Lalu Adhit measa, apakah memang dirinya sudah terlalu tua? 

Pembicaraan itu memag berkutat disekitar teman-teman kampus mereka, dosen-dosen mereka, suka duka ketika masih sekolah SMA.. ah.. apa yang harus dhit katakan? 

Ketika pulang sambil mengantar Dinda pulang ke tempat kost nya, Dinda mengomel tak henti-hentinya.

"Mas itu kelihatan sombong tadi," omel Dinda.

"Sombong bagaimana?"

"Habis.. nggak mau ikutan bicara, hanya senyam senyum nggak jelas begitu."

"Aku harus ngomong apa, kalian bicara so'al kampus, so'al dosen-dosen.. so'al.. apa lagi tuh.. aku nggak bisa dong nyambungnya."

"Baiklah, lalu bagaimana kesan mas ketika bertemu Anggi? Menarik kah dia?"

"Biasa aja..."

"Biasa bagaimana?" tanya Dinda yang mulai merasa kesal.

"Dia cantik... menarik.. apakah itu tidak biasa? Mas sudah sering ketemu gadis-gadis cantik, itu sebabnya mas bilang itu biasa."

"Jadi.. mas nggak tertarik sama sekali?"

"Tertarik atau suka itu kan membutuhkan proses.. bukan ketemu lalu aku boleh bilang suka."

"Benar kata mbak Ayud, bahwa mas Adhit sangat susah jatuh cinta."

"Bukan susah... kamu ini gimana ta Din, masa baru ketemu sekali lalu aku harus sudah bilang suka. Nggak lah..."

"Anggi itu dalam mata kuliah memang nggak begitu pintar. Tapi dia baik hati. Pada suatu hari mengeluh pengin punya pacar, lalu Dinda kenalin deh sama mas Adhit, siapa tau cocog."

"Iya.. tapi kalau baru pertama kali bertemu kan nggak bisa bilang cocog."

"Berarti mas Adhit mau dong, ketemu di hari-hari berikutnya nanti."

"Nggak apa-apa, kapan kamu mau, mas Adhit akan datang. Tapi jangan memaksa untuk mas lalu suka sama dia. Harus ada proses.. mungkin butuh waktu lama."

Dinda terdiam. Ia tau tampaknya Adhit tak tertarik. Tapi sebenarnya Adhit sedang memikirkan apa yang dikatakan Dewi sebelum bertemu Anggi. Mengapa dia harus berhati hati? Apakah Anggi itu terkenal sebagai cewek matre? Suka gonta ganti pacar? Atau apa?

***

Tanpa diduga sore itu Anggi datang ke toko Dewi. Ibunya menyuruh belanja beberapa barang. Mirna sebelum pulang melayaninya.

Dewi yang ada disana ingin sekali tau kelanjutan perkenalan Adhit dan Anggi. Ia mengetahui sesuatu dan harus mencegah Adhit mendekati Anggi.

"{Sampai jam berapa tadi mas Adhit main kerumah Nggi?" tanya Dewi menyelidik.

"Cuma sebentar kok mbak, paling satu jam an, lalu mereka pulang."

"Sudah lama kenal mas Adhit?"

"Baru ketemu sekali mbak, tapi Dinda adiknya itu teman kuliah Anggi."

"Kayaknya cocog nih," anncing Dewi.

"Ah, entahlah mbak, Anggi sebenarnya tkut."

"Kenapa takut?"

"mBak kan tau, Anggi punya penyakit.. setahun lalu pernah operasi kan?"

"Bagaimana kalau Adhit bisa menerima?"

"Ah, nggak tau mbak.. yang ada hanya rasa takut. Oh ya, berapa belanjaann saya tadi?" tanya Anggi mengalihkan pembicaraan.

"Mirna, sudah dibuat notanya?" teriak Dewi kepada Mirna.

"Oh.. eh.. ya.. sebentar mbak, jawab Mirna gugup, karena is mendengar sedikit perihal Anggi dan Afhit. Ia heran, mengapa Dinda yang dicintai Adhit malah mengenalkannya dengan temannya yang juga cantik ini? Dengan gugup ia kemudian menulus belanjaan Anggi disebuah nota.

"Kirain sudah sekalian buat Mir.." tegur Dewi.

"Ma'af mbak... ini.. sebentar, tinggal menjumlah.."

"Sebentar ya Nggi, duduk dulu..."

"Nggak usah mbak, nanti kelamaan ditunggu mama.."

"Ini belanjaannya, sebentar notanya..."

Anggi menerima belanjaannya .. lalu Mirna mengulurkan notanya.

"Ini dik.."

Anggi membayar semua belanjaan. Mereka sebenarnya sudah lama kenal karena Anggi sering belanja di toko Dewi, dan Mirna lah yang melayani. Tapi siapa kira ada cerita yang ada hubungannya dengan Adhit yang dipujanya. Hm, siapalah aku ini, mengapa masih saja bermimpi? Pikir Mirna yang kemudian berkemas untuk pulang setelah Anggi pergi.

"Kasihan sebenarnya Anggi, Tampaknya sebenarnya dia tertarik sama Adhit," gumam Dewi.

"Bukankah pak Adhit itu pacarnya Dinda?" tiba-tiba Mirna terpaksa mengucapkan kata itu terdorong oleh rasa keingin tahuannya.

"Tadinya aku juga mengira begitu, tapi Dinda itu kan iparnya Ayud. Mungkin Adhit sadar akan hal itu, jadi lebih baik mencari psangan lain saja.Mungkin lho, aku juga nggak begitu tau secara pasti."

"Mengapa mbak Dewi merasa kasihan? Tampaknya mereka pasangan yang cocog," kata Mirna memancing.

"Anggi itu kira-kira setahun lalu kan habis operasi."

"Oh, sakit apa?"

"Rahimnya harus diangkat, karena ada miom yang diduha ganas disana."

"Oh... jadi..."

"Dia tak akan punya anak... aku tak yakin kalau Adhit suka, bisakah dia menerima?"

Mirna terkejut. Itu sangat parah, kasihan kalau sampai Adhit terlanjur jatuh cinta, lalu kecewa karena tak akan bisa memiliki keturunan.

"Aku akan bicara sama Adhit, agar nanti jangan kecewa setelah terlanjur."

Mirna meng angguk-angguk. Ia tak mungkin memiliki Adhit, tapi dalam hati ia berharap, agar bos gantengnya bisa hidup bahagia.

***

"Gimana mas, sudah ketemuan sama gadis itu?" tanya Ayud ketika sore itu Adhit mampir kerumahnya.

"Namanya Anggi.. cantik.. " jawab Adhit seperti bergumam.

"Wah.. kayaknya masku jatuh hati nih.." goda Ayud..

"Nggaaaak... terlalu cepat itu.." bantah Adhit sambil duduk bersandar dikursi.

"Tapi setidaknya mas tau bahwa dia cantik kan?"

"Gadis cantik kan banyak.."

"Mas mas nggak tertarik sedikitpun? Jangan gitu dong mas, mas terlalu me milih-milih.. nanti mas bisa jadi perjaka tua."

"Entahlah, baru ketemu sekali, dan tampaknya biasa saja."

Ayud ingin mengatakan sesuatu tapi diurungkannya ketika mendengar ponsel Adhit berdering.

"Ya Wi.." sapa Adhit. Rupanya Dewi menelpone.

"Dhit, aku ingin ketemu kamu. Bisa kerumah?"

"Iya, aku juga sedang berfikir mau kerumah kamu, ada yang ingin aku tanyakan."

"Aku tau, tentang Anggi kan? Nggak enak ngomong di telephone, sebaiknya kamu datang kerumah."

"Baiklah, ini aku lagi dirumah Ayud, aku menunggu suaminya pulang, setelah ini aku kerumah kamu."

"Baiklah, aku tunggu Dhit."

"Ada apa dengan mbak Dewi?" tanya Ayud begitu Adhit menutup ponselnya.

"Aku mau kerumahnya sekarang. Ternyata dia itu tetangganya Anggi."

"Oh, mas Adhit mau mencari informasi tentang Anggi dari mbak Dewi?"

"Dewi bilang aku harus ber hati-hati, ada apa dengan pesan itu? Dewi belum mengatakannya, aku penasaran, ingin tau."

"Itu tandanya mas juga tertarik pada Anggi, walau baru sedikit."

"Kamu suka ngarang ya, aku belum tau perasaanku, apalagi dia itu kan masih remaja, penginnya gadis yang sudah dewasa."

"Lhoh, dulu ketika mas bilang suka sama Dinda, mas juga bilang akan sabar menunggu.."

"Itu berbeda, sudahlah... beri aku mkinum, kamu itu, ada tamu nggak segera dikasih minum, gimana sih."

"Oh iya sampai lupa, mas mau minum apa? Dingin atau panas?" tanya Ayud sambil tertawa.

"Teh panas saja, jam segini enaknya minum yang anget-anget kan.

***

"Bagaimana kesanmu tentang Anggi?" tanya Dewi begitu Adhit duduk diruang tamunya.

"Dia baik, cantik... "

"Kamu suka? 

"Setiap orang bertanya dengan pertanyaan yang sama. Dinda.. Ayud.. kamu.."

"Itu pertanyaan wajar kan Dhit."

"Aku tuh nggak gampang tertarik sama orang, dan itu sebabnya sampai sekarang aku nggak laku-laku."

"Iya sih, itu aku tau. Lalu bagaimana dengan Anggi?"

"Ini belum ke masalah suka atau tidak, aku ingin tau, apa maksudmu kamu berpesan supaya aku ber hati-hati, Itu membuat aku penasaran."

"Ya Dhit, sebagai sahabat, aku ingin mengingatkan kamu. Boleh saja sekarang kamu belum merasa suka, tapi nanti, kalau rasa itu tumbuh, kamu harus berfikir dua kali untuk melanjutkannya. Ini masalah penting."

"{Baiklah, sekarang katakan masalah itu apa."

"Setahun yang lalu dia dioperasi."

"Punya penyakit gawat?"

"Bukan? Ada miom dirahimnya, lalu harus diangkat.."

"Apa?"

"Selamanya dia tak akan punya anak. Apa kamu siap menerimanya?"

"Ya Tuhan, itu pasti sangat berat."

"Kasihan dia.."

Adhit terpana oleh berita itu. Seorang gadis cantik, tak akan bisa melahirkan seorang anakpun. Sesuatu yang didambakan hampir setiap pasangan. Apakah selamanya dia akan dijauhi oleh laki-laki? Tidak, dia juga berhak memiliki rasa bahagia dalam hidupnya. Tapi kalau setiap laki-laki menjauhinya karena dia tak akan bisa menjadi seorang ibu yang sempurna...? Mata Adhit menerawang jauh. Ada rasa iba mendera perasaannya. Gadis cantik bermata bening, sebening mata Dinda, tiba-tiba sangat meng haru biru hati nuraninya.

"Dhit, ma'af ya, bukannya aku ingin menghalangi niyat kamu seandainya kamu suka sama dia. Tapi hal terburuk harus sudah kamu ketahui pada awal perkenalan kamu, supaya kamu bisa melangkah sesuai nurani kamu."

"Tidak ada yang perlu dima'afkan Dewi, aku berterimakasih karena kamu telah memberi tahu."

"Jadi pikirkanlah masak-masak atau kamu akan menyesal nanti."

Adhit mengangguk. Tapi dalam perjalanan pulang dari rumah Dewi, terbersit keinginan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Tertarik, tidak, gadis cantik.. banyak.. tapi gadis yang penuh derita dalam hatinya.. harus dikasihani.. baru kali ini ditemukannya.  Harus ada seorang laki-laki yang bersedia menjalani hidup bersamanya, walau tanpa anak sekalipun, dan laki-laki itu adalah dirinya.

***

besok lagi ya

 



 

 

 

 




















6 comments:

  1. Jangan terlalu lama memaibkan tokoh Anggi mb nanti nda. K kelar2 muter terus sdh 63 mau sampai berapa he he mending tamat adhit bhagia terus ganti yg baru trima kadih

    ReplyDelete
  2. Duh jangan sama anggi dong mbak kasian adit...g ada keturunan nantinya..dan jangan karena kasian trus jadiin pacar atau malah.isteri...

    ReplyDelete
  3. Kasian adith, tapi dia emang pemuda ganteng, kaya juga berhati mulia .......mmm yang penting dia bahagia... M

    ReplyDelete
  4. Kecewa kalau. Karena kalau hanya karena kasian trus adit sama anggi...adit orang g baij dua berhak bahagia.. Nahagia yg srbenarnya drngan orang yg dicintai brnar brnat dicintai bukan atas dasar iba...

    ReplyDelete
  5. Wah... Mbak Tien! Ceritanya anti mainstream diluar jalur yg biasa. Sy salut ,cerita luar biasa

    ReplyDelete
  6. males dah nih.. bacanya klo kek gini.. crita udah bagus tapi malah di perpanjang dengan hal2 yg jadi garing bacanya.. ok.. udah gak minat lg baca ampe abis..

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 19

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  19 (Tien Kumalasari)   Sinah terpana. Apa yang didengarnya sungguh membuatnya bertanya-tanya. Ia mendengar...