Thursday, September 26, 2019

DALAM BENING MATAMU 07

DALAM BENING MATAMU  07

(Tien Kumalasari)

Hari masih sekitar pukul delapan malam. Mirna masih tergolek diranjang, didalam kamar yang lebih terlihat bersih dan rapi. Entah berapa uang yang dihabiskan ibunya untuk menyulap kamar pengapnya menjadi lebih bercahaya. Ia memang memberikan separuh uang gajinya untuk ibunya, selebihnya disimpannya sendiri untuk kebutuhannya. Mungkin dari uang itu ibunya membuat kamarnya tampak lebih nyaman. Tapi mengapa bukan dimulai dari depan, misalnya plafon diatas teras yang bolong bolong, pintu yang juga bolong..

Tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Mirna tak mendengar suara ketukan, pasti ibunya yang pulang. Katanya lembur dirumah majikannya, mengapa pulang sangat cepat? Mirna memejamkan matanya, supaya ibunya mengira di sudah tidur sehingga tak banyak omelan yang didengarnya.

Mirna mendengar pintu kamarnya dibuka perlahan. Mirna masih memejamkan matanya. Ia mencoba men duga-duga, apa yang akan dikatakan ibunya nanti. Dimana kamu letakkan botol berisi serbuk putih itu? Matiiiii... aku... botol itu raib entah kemana..

Tapi MIrna terkejut ketika terdengar suara berdehem, suara laki-laki. Ketika ia membuka matanya, dilihatnya pak Sarno berdiri di tengah-tengah pintu.. Mirna terbelalak. Cepat-cepat ia bangkit dan duduk ditepi pembaringan, memandang pak Sarno dengan tatapan aneh.

"mBak Mirna, sudah.. tiduran saja.. " kata pak Sarno.

"Ada apa pak Sarno?" tanya Mirna heran.

"Mbak Mirna sakit kan? Tadi bu Ayud menelpon saya, menyuruh saya menjemput mbak Mirna dan mengantarkan kerumah sakit."

"Apa?" 

Mirna kebingungan, tapi dengan cepat ia menangkap terjadinya peristiwa itu. Ini Pasti ulah ibunya.

Mirna turun dari tempat tidur. Pak Sarno juga kebingungan. Mirna memberi isyarat untuk berbicara diluar.

"Silahkan duduk dulu pak.."

Pak Sarno mundur sampai keluar dari pintu, lalu mengikuti Mirna duduk.

"Bagaimana mbak?" tanya pak Sarno kebingungan.

"Itu pak... ibu saya itu.. kalau saya sakit sedikit saja lalu kebingungan. Tadi saya cuma sedikit sakit perut, dan sudah sembuh kok. Pasti ibu menelpon pak Adhit karena bingung," kata Mirna sekenanya. 

"Ough... ya ampuun, saya pikir sakit keras dan harus dibawa kerumah sakit. Kalau begitu saya permisi mbak."

"Sebentar pak, ini sudah ada teh siap dimeja, silahkan minum dulu pak..." kata Mirna sambil menuangkan teh dari  porong kedalam cawan.

"Aduh mbak, kok repot jadinya, nggak usah lah.."

"Jangan menolak pak, wong sudah ada, siap dan tinggal minum, silahkan pak.."

Pak Sarno sudah memegang cawan itu dan siap diminumnya, tapi kemudian ia teringat sesuatu.

"Sebentar mbak, apa ini teh manis?"

"Iya pak, manis.."

"Aduh ma'af mbak, kalau ada saya minta air putih saja, saya nggak minum yang manis-manis, saya menderita gula darah mbak," kat pak Sarno sambil meletakkan kembali cawan itu.

"Saya ambilkan air putih pak," Mirna bangkit, mengambil segelas air putih yang diberikannya pada pak Sarno.

Begitu meneguk segelas air putihnya, pak Sarno langsung berdiri, untuk berpamitan.

"Ma'af ya pak, sudah merepotkan."

"Nggak apa-apa mbak, syokurlah kalau ternyata mbak Mirna nggak sakit."

***

Adhitama masih berada dirumah makan itu bersama Raka dan Ayud, ketika pak Sarno menelpon Ayud.

"Hallo, bagaimana pak? Sudah dirumah sakit? Rumah sakit mana? Dia pingsan? Atau mau bunuh diri?" nerocos kata Ayud ketika pak Sarno baru mengucapkan hallo. Adhitama mendelik menatap adiknya mendengar kata-kata bunuh diri. Ayud hanya memeletkan lidahnya.

"Ternyata dia nggak sakit kok bu." suara pak Sarno dari seberang.

"Apa? Tapi mengapa ibunya bilang bahwa dia sakit?"

"Menurut mbak Mirna, dia tadi hanya sakit perut biasa, tapi ibunya yang sedang bepergian merasa khawatir, lalu menelpon kemari."

"Jadi hanya sakit perut biasa dan membuat kita hampir saja kehilangan sa'at santai seperti ini? Dan pak Sarno yang lagi istirahat juga jadi repot kan?" kata Ayud kesal.

"Ibunya sedang pergi jauh, tampaknya sangat khawatir akan anaknya."

"Hm, ya sudah pak Sarno, ma'af jadi merepotkan ya pak," kata Ayud dengan suara rendah.  Lalu menutup pembicaraan itu.

"Kasihan pak Sarno, sudah susah-susah datang kesana, orangnya nggak apa-apa," omel Ayud yang masih merasa kesal.

"Ibunya sangat protect pada anak gadisnya," gumam Adhit.

"Itu keterlaluan. Menurut saya mereka itu manja. Mas Adhit itu terlalu perhatian sama dia. Tadinya mungkin diharapkan bosnya yang akan datang sendiri nyamperin Mirna kerumah."

"Eii.. halloooo... kenapa marahnya panjang banget, ya sudahlah.. alhamdulillah nggak terjadi apa-apa, gitu kan?" kata Raka mencoba menenangkan Ayud.

"Aku nggak akan komentar, bisa panjang nanti omelannya kalau aku komentar," kata Adhit sambil melirik kearah adiknya.

Ayud mencibir, Raka menatapnya dan menahan degup jantungnya. Dulu, gadis kecil yang galak ini suka mengganggunya, dan membuatnya marah, tapi sekarang, galaknya rupanya belum ilang, cuma... wajahnya mengapa sekarang jadi cantik sekali? Beberapa kali bertemu akhir-akhir ini, ia tak sempat memperhatikan wajah tirus dengan hidung mancung dan bibir tipis itu, tapi malam ini, diantara remang cahaya dirumah makan yang memang dibuat begitu redup, wajah itu tampak bercahaya dan berpendar. Mata galak itu tampak seperti bintang, membuat jantungnya berdetak lebih keras. Aduhai, apa yang terjadi? Ayud itu lebih tua setahun atau lebih darinya, mengapa Raka merasa bahwa ia jatuh cinta? Ini gila, mana mungkin si galak itu suka sama aku.

"Heiiii... mengapa menatap aku seperti itu?" tiba-tiba Ayud menepuk tangan Raka yang terletak diatas meja, membuatnya terkejut.

"Aku ? " Raka sangat gugup.

"Jangan bilang kamu jatuh cinta sama aku ya?"

"Apa?"

Dan Ayud tertawa terkekeh, merasa berhasil mengganggu Raka.  Raka meneguk minumannya yang memang tinggal seteguk.

"Raka ini memang cocognya sama kamu," sela Adit sambil tersenyum.

"Apa? Dia itu lebih muda dari aku, bisa kualat kalau dia jatuh cinta sama aku," kata Ayud seenaknya.

Raka terperangah. Aduh, bisa kualat? Benarkah?

"Kamu itu biar lebih tua tapi sifatmu masih seperti anak kecil, jadi nggak pantas kamu bilang lebih tua dari dia. Justru kalian cocog, satunya galak, cerewet, satunya baik, santun, pendiam, eh.. ada lagi.. ganteng dan mempesona," kata Adhit panjang lebar.

Raka ter batuk-batuk karena minumnya tinggal seteguk. Ia melambai kearah pelayan agar dibuatkan lagi segelas lemon tea.

"Pelan-pelan Raka, itu cuma candaan mas Adhit, jangan dimasukkan ke hati ya?" kata Ayud enteng, padahal Raka kelimpungan setengah mati.

 ***

Mirna masih termenung di kursi rotan tua, dimana dia tadi menemui pak Sarno. Ia heran pada ibunya, dan kemudian sedikit menemukan jawab atas kejadian itu. Ibunya pergi, lalu bilang pada pak Adhit bahwa anaknya sakit keras, supaya Adhit datang kemari, masuk kekamar yang sudah dibuatnya rapi, agar.... ya Tuhan, apakah ibunya mengira bos Adhitama itu begitu gampang memasuki kamar tidur seorang gadis? Lalu melakukan hal yang tak senonoh? Ibunya pasti salah besar, dan  kalau dia tau rencana itu sebelumnya pasti ia akan menentangnya. Hm.. lama-lama aku kesal sama ibu, bisik batin Mirna. Untung bukan pak Adhit yang datang, dan kayaknya nggak mungkin pak bos yang begitu berwibawa mendatangi rumah anak buahnya dengan alasan yang tak masuk akal.

Tapi diam-diam Mirna berharap, bahagia barangkali rasanya kalau pak Adhit yang datang. Hm, senyuman itu, tatapan mata teduh itu, mengapa sangat mengganggunya? Padahal kata ibunya/// JANGAN SAMPAI KAMU JATUH CINTA... hm.. bisakah mengatur datangnya cinta? Dia datang dan pergi semau dia. Tapi beranikah dia menentang ibunya?

Sebesar pakah luka dihati ibunya terhadap ayahnya Adhitama ? Tidak, orang sebaik dia, mana mungkin berbuat jahat. Janagn-jangan ibunya yang jahat. Tapi sejahat apapun, dia adalah ibunya, bisakah dia mengecewakannya? 

Malam telah larut, mengapa ibunya belum datang juga? Mirna membuka pintu, dan keluar, dilihatnya hanya kegelapan yang tampak. Ternyata lampu teras juga padam, tak sempat ibunya membelinya. Mirna kembali masuk kerumah, lalu mencoba menelpon ibunya. Lama kelamaan Mirna merasa khawatir juga ketika sampai larut belum juga sampai dirumah. Tapi rupanya ibunya mematikan ponselnya. Mirna menghela nafas, lalu kembali duduk dikursi. Ia ingin tidur, tapi pasti tak bisa tidur karena pikirannya tertuju pada ibunya yang belum pulang juga.

Ia menyandaarkan kepalanya, lalu mencoba memejamkan mata. Tiba-tiba ia merasa haus. Tapi sebelum berdiri ia ingat ada cawan berisi minuman yang tadi belum sempat diminum pak Sarno.

***

besok lagi ya


No comments:

Post a Comment

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...