Wednesday, September 25, 2019

DALAM BENING MATAMU 06

DALAM BENING MATAMU 06

(Tien Kumalasari)

Pagi itu diruang kerjanya Mirna lebih banyak termenung. Adhitama mengawasinya dan menangkap kesedihan nyang tersirat dmatanya. 

"Kamu sakit?"

"Tidak pak... saya baik-baik saja.." 

Lalu Mirna melanjutkan pekerjaannya. Ia mncoba mengibaskan perasaannya, tentang obat bubuk sebotol kecil yang diberikan ibunya. Untuk apakah obat itu? Membunuh Adhitama? Tidak.. Mirna tak akan mampu melakukannya. Pandangannya yang teduh dan bersahabat, sama sekali tak menunjukkan bahwa ia laki-laki jahat. Ia benci ditempatkan pada situasi ini. Seberapa besar yang dilakukan nayahnya Adhitama sehingga ibunya ingin membaasnya dengan kejam? Sebenarnya kesalahan yang bagaimana yang dilakukan Galang sampai ibunya bersikap seperti itu.

Ketika istirahat tiba, dilihatnya Adhitama berdiri dan bersiap untuk makan diluar.

"Mirna, mau makan siang bersama aku? Aku akan panggil bu Ayud dulu."

Wouw, undangan yang menyenangkan, tapi Mirna benci karena Adhitama akan mengajak adiknya. Bukankah adiknya tampak tak suka pada dirinya? Entah kenapa, Ayud tak pernah bersikap ramah padanya.

"Bagaimana?"

"Oh, terimakasih pak, tidak, saya akan makan di kantin saja nanti."

Dan Adhitama pun melangkah keluar. Mirna menyesal, mengapa bos ganteng itu tak mau memaksanya? Mirna mengambil air mineral yang terletak dimejanya, meneguknya beberapa teguk, tapi sesungguhnya ia memang lapar. Ia meraih tasnya untuk mengambil dompetnya, tapi tersentuh olehnya botol kecil itu. Tak urung Mirna mangambilnya, lalu mengamatinya. Apa sebenarnya serbuk putih itu? Bagaimana kalau ia mencicipinya terlebih dulu? Aduh.. mana mungkin, kalau itu racun mematikan, lalu ia mati... jangan dulu.. 

"Mana pak Adit?" tiba2 suara Ayud membelah lamunannya, ia mengangkat kepalanya.

"Sudah keluar bu," jawab Mirna sambil mengangguk.Ia meggenggam botol berisi serbuk putih itu erat-erat.

Ayud tanpa menjawab lalu membalikkan tubuhnya dan keluar.

Mirna menghela nafas.

"Apa salahku padanya?" bisiknya, lalu memasukkan botol serbuk putih itu kembali kedalam tas nya.

Mirna berdiri, mengambil dompetnya lalu keluar dari ruangnnya.

***

"Baru saja menelpon, sudah meninggalkan kantor. Gimana sih mas?"  keluh Ayud setelah bertemu kakaknya yang ternyata menunggunya di mobil.

"Aku menelpon sambil berjalan ke parkiran, gitu aja kok ngedumel."

"Habisnya, aku tadi masuk keruangan mas, ternyata mas sudah keluar."

Mobil Adhitama meluncur keluar halaman kantor.

"Disana masih ada Mirna ?"

"Masih ada, lagi ngelamun atau lagi ngapain dia itu tadi."

"Akhir-akhir ini dia tampak nggak sehat."

"Sakit"

"Seperti ada beban yang menggayuti perasaannya."

"Mmm... perhatian bener mas sama dia," ejek Ayud.

"Bagaimana nggak perhatian, dia ada diruangan aku."

"Lama-lama bisa jatuh cinta mas sama dia."

"Ah, enak aja, nggak deh... bukan selera aku,"

"Masa? Kan dia cantik?"

"Cantik itu kan tidak selalu menarik?"

"Bagaimana kalau witing trisna jalaran saka kulina?"

Adhitama terbahak.

"Itu pasti meniru kata-kata simbok. Eh, diam-diam kangen aku sama simbok."

"Aku juga, kalau ada waktu kita harus pulang ke Jakarta, ibu juga bilang sudah kangen sama kita."

"Kita cari waktu yang baik, kalau semua pekerjaan bisa diselesaikan dalam minggu ini, kita pulang."

"Aku tau mengapa ibu bilang kangen sama kita, pasti ibu menyuruh mas Adhit segera mencari isteri. "

"Masa?" kata Adhitama sambil tertawa.

"Aku sudah mengira, pernah ibu nanya sama aku, apa kamasmu sudah punya pacar? Gitu lho mas."

"Terus.. kamu jawab apa.."

"Ya belum lah, aku bilang kalau mas Adhit itu penakut. Trus bapak bilang, harus dicarikan orang tua tuh bu."

"Huaaaaaa....nggak deh, masa jodoh dicarikan?"

"Habis, nggak bisa nyari sendiri. Awas ya, jangan Mirna."

"Aduuh, itu lagi Yud. Kamu tuh..."

Mobil itu berhenti disebuah rumah makan, lalu mereka turun.

Tiba-tiba Ayud melihat seorang wanita berjalan. Wanita bercadar yang dulu pernah diberi uang oleh bu Broto, neneknya.

"Hei.. ayo.. ngapain kamu melihat kesana terus?" tegur Adhit.

"Itu, ada perempuan bercadar. Seperti yang pernah dikasih uang sama eyang."

"Ya sudahlah, orang dia lewat, kamu mau ngapain."

"Pengin ngasih dia uang."

"Eh, jangan sembarangan, kalau dia bukan pe minta-minta bisa tersinggung lho."

"Kan dulu dikasih uang eyang dia mau."

"Itu kan karena dia habis kehilangan dompetnya."

Adhitama menarik Ayud masuk kedalam rumah makan itu, tapi ingatan Adhitama tiba-tiba melayang kearah Mirna. Jangan-jangan ibu ibunya Mirna.

***

Ketika Mirna sampai dirumah, dilihatnya dua orang laki-laki sedang keluar dari rumahnya. Mirna heran, laki-laki itu ada yang membawa alat untuk mengecat. Mereka mengangguk begitu Mirna datang.

"Habis ngapain pak?"

"Itu, disuruh mbetulin plafon kamar sama mengecat, tapi sudah selesai."

"Ouh.."

Mirna langsung masuk kerumah, dilihatnya ibnya sedang membersihkan lantai yang kotor.

"Bu, apa yang ibu lakukan?"

"Membuat kamar ini jauh lebih bagus, supaya nyaman diandang."

"Mana, biar Mirna aja yang menyapu dan mengepel bu," kata Mirna sambil meletakkan tasnya dimeja.

"Jangan, ganti saja sepreinya dengan yang bersih, tuh.. tekena kotoran dari atas."

"Mengapa ibu tiba-tiba membersihkan kamar, dan bukan pintu depan yang sudah bolong-bolong?"

"Pada suatu hari, aku berharap bosmu itu akan tidur disini."

"Apa" Mirna terkejut, ia memandangi ibunya, tapi ibunya sibuk mengepel lantai.

Apa ibu sudah gila? Pikirnya. Mengapa tiba-tiba dia mengira bahwa Adhitama akan tidur disitu?

"Heei.. cepat kerjakan, mengapa bengong?" hardik ibunya.

"Aku tidak mengerti bu.."

"Tidak mengerti ya sudah, yang penting kamu lakukan saja apa yang ibu perintahkan."

Mirna benar-benar tidak mengerti, Mirna menganggap ibunya gila, tapi dirinya juga merasa hampir gila menyaksikan ulah ibunya.

"Bu, sebenarnya bubuk putih itu untuk apa?" meluncur begitu saja pertanyaan Mirna.

"Kamu tidak mengerti juga?"

"Ibu ingin membunuhnya?"

"Ya, dengan caraku. Sudah jangan banyak bertanya. Turuti saja perintahku."

***

Hari-hari berlalu tanpa ada perintah-perintah ibunya, Mirna mendiamknnya. Ia bekerja seperti biasa dan mencoba melupakan semua perintah ibunya. Botol dengan bubuk putih itu masih ad didalam tasnya. Berangkat kerja, pulang kerja, masih saja ada disitu. Tapi sore itu Mirna kehilangan botol kecil itu. Ia bingung, bagaimana kalau ibunya nanti bertanya. Ia men cari-cari.. apakah terjatuh dikasur atau didalam kamarnya, tapi tak ada. Karena ketakutan kalau ibunya marah, Mirna juga tak menanyakannya pada ibunya.

Sore itu Mirna sedang beristirahat dikamarnya, tiba-tiba dilihatnya ibunya menjenguk kedalam, dengan pakaian rapi.

"Ibu mau kemana?"

"Majikan ibu menyuruh ibu lembur sore ini, Katanya anak cucunya dari luar kota datang, cuciannya banyak."

"Apa nggak bisa besok pagi saja?"

"Kalau namanya lembur, itu pasti ada uang lebih, jangan bodoh!!" kata ibunya sambil berlalu.

"Bu..." Mirn bangkit dan keluar kamar, mengikuti ibunya sampai kedepan."

"Ibu buatkan minuman dipoci, kalau ada tamu tuangkan saja di cawan yang sudah ibu sediakan." kata ibunya sambil terus berlalu.

Mirna menghela nafas panjang. Semua yang ibunya katakan, tak satupun boleh dibantahnya. Tapi dia bingung, mau ada tamu siapa?

Tiba-tiba ibunya kembali lagi.

"Masuk kekamarmu dan tidur saja, "

"Apa bu?"

"Lakukan saja," kata ibunya berteriak, sambil menjauh.

Mirna bingung Entahlah, Mirna masuk kekamarnya, dan tiduran.. terbersit diangannya ingin membawa ibunya ke dokter Jiwa. Tapi apakah itu mudah?

***

Malam itu Adhitama dan Raka, sedang makan malam bersama, Ada Ayud disana. 

"Aku senang, akhirnya Dinda akan ke Solo ," kata Ayud sambil menyendok makanannya.

"Benarkah?" tanya Raka..

"Iya, baru tadi siang dia menelpon, mungkin bulan depan dia mau kemari. Ibunya dan ayahnya juga kangen pulang ke Solo bukan?"

"Wah, hebat kamu, aku belum mendengar berita itu, kamau malah sudah bisa cerita."

"Jangan lupa, besok di sini Dinda harus tinggal bersama aku."

Adhitama dan Raka tertawa melihat ulah Ayud, rupanya ia ingin sekali punya teman perempuan dirumah.

Tiba-tiba telepone Adhit berdering. 

"Kok nggak diangkat?" tanya Raka.

"Nomornya nggak kenal aku,"

"Angkat saja ta mas, siapa tau ada yang penting."

"Hallo," akhirnya Adhit mengangkatnya.

"Halloooww..." suara serak perempuan terdengar dari seberang.

"Ini siapa ya,"

"Ini pak Adhitama?"

"Iya benar, ibu siapa?"

"Saya sedang bepergian, anak saya sakit dirumah sendirian, tolonglah kerumah, "

"Ini siapa? Anak ibu siapa?"

"Saya ibunya Mirna,"

"Jadi Mirna sakit?"

"Dirumah, sendirian.. tolonglah pak, saya tidak bisa pulang cepat, saya ada diluar kota."

"Oh, baiklah bu, ibu jangan khawatir, kami pasti menolongnya."

Adhitama menutup ponselnya.

"Dari siapa? Mirna?"

"Ibunya Mirna lagi nggak dirumah, Mirna sakit, dia minta tolong agar aku kesana menolongnya."

"Wauw... mas mau kesana?"

"Bagaimana ya, dia sakit.."

"Suruh pak Sarno kerumahnya, bawa saja kerumah sakit."

"Iya mas, masa mas Adhit mau merawat sendiri orang sakit?"

"Ya sudah, telepone pak Sarno saja suruh kesana. Kasih tau alamatnya Yud." perintah Adhit.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...