Saturday, September 21, 2019

DALAM BENING MATAMU 05

DALAM BENING MATAMU  05

(Tien Kumalasari)

Pagi itu Adhitama melihat Mirna yang berbeda dari biasanya. Wajahnya sedikit pucat, mungkin karena semalam kurang tidur. Hatinya benar-benar gelisah. Ia mendengar semuanya tentang ibunya, kisah hidupnya sungguh membuatnya merinding,  lalu  tentang dendam yang harus terlapiaskan dan tak ingin dibawanya sampai mati.

"Kamu masih sakit?" tanya Adhit

"Oh, tidak.. saya baik-baik saja, jawab Mirna gugup. Ia kemudian mengeluarkan laptopnya, lalu mulai menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya.

"Kan kemarin kamu bilang pusing?"

"Sekarang sudah enggak.."

"Tapi wajah kamu pucat sekali."

"Oh, masa? Tapi sungguh saya tidak apa-apa."

"Baiklah, tapi kalau memang sakit jangan dipaksakan juga. Hari ini akan banyak pekerjaan buat kamu. Ada surat perjanjian kerja yang harus kamu selesaikan hari ini."

"Nggak apa-apa, akan saya kerjakan pak."

Adhitama meng angguk-angguk.Tapi demi dilihatnya wajah pucat itu, runtuhlah rasa iba nya. Adhit pasti terpengaruh oleh latar belakang keluarga Mirna yang sangat sengsara. Seorang ibu yang cacat dan bekerja keras demi anaknya, alangkah mulia ibu itu. Seandainya Adhit tau ....

Tapi sebelum makan siang itu, ia melihat Mirna terkulai dimeja. Adhit sangat terkejut. Ia mendekati meja Mirna dan menyentuh lengannya. Mirna mengangkat kepalanya pelan.

"Ma'af pak, ma'af...." katanya lalu bermaksud melanjutkan pekerjaannya.

"Jangan, kamu beristirahat saja dulu, kalau mau berbaringlah di sofa sebentar, aku akan memanggil dokter."

"Tidak, jangan pak.. saya tidak apa-apa, biarlah saya berbaring saja disofa sebentar.." kata Mirna yang kemudian berdiri, dan berjalan kearah sofa. Adhit menuntunnya. Tubuh gadis itu bergetar. Lalu ia membiarkannya terbaring di sofa lanjang, memberinya bantal agar bisa berbaring lebih nyaman.

Mirna terkulai, matanya terpejam, Adhit membenarkan letak rok pendeknya yang sedikit tersingkap, ah.. dia kan tidak sengaja, lalu Adhit kembali ke mejanya. Ditekannya interkom diruang Ayud, yang masuk keruangannya tak lama kemudian.

"Ada apa mas? Heii... kenapa dia?" tiba-tiba kata Ayud sambil mendekat.

"Dia sakit."

"Tidur dia," pekik Ayud pelan.

"Dia sakit.." tolong antar dia ke dokter.."

"Aku? Nggaaak, biar CS saja mengantarya.. aku akan memanggil pak Sarno," kata Ayud yang kemudian memutar nomor telepone pak Sarno sopirnya, kemudian ia memanggil CS masuk kedalam untuk membantunya.

"Menurutku dia tidur pulas," kata Ayud lagi.

"Ayud.." Adhit memelototkan matanya kearah adiknya.

"Dia mendengkur, dengar, tidur nyenyak, dia tidak sakit, hanya mengantuk sekali."

Adhit juga mendengar dengkuran halus Mirna, ia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu suruh Sarno mengantarnya pulang,"

"Nah, itu baru bagus, enak saja sa'at kerja dia mengantuk. Apa semalam dia ronda?" omel Ayud.

"Ayud !!" lagi-lagi Adhit memelototi adiknya.

Ayud memeletkan lidahnya, lalu begitu CS masuk segera disuruhnya membangunkan, karena pak Sarno sudah siap didepan pintu.

Mirna menggeliat, lalu tiba-tiba duduk begitu melihat siapa yang membangunkan, dan ada Ayud serta pak Sarno disitu.

"Ma'af... saya.."

"Kamu boleh pulang dan tidur seharian, biar pak Sarno mengantarmu.

"Ttap..pi.. saya..."

"Pulanglah, ini perintah."tegas kata Adhit yang tak mau lagi Mirna membantahnya.

Begitu Mirna pergi, Ayud memprotes kakaknya.

"Aku juga mengantuk, bolehkah aku pulang?" ejak Ayud.

"Ayud, kamu tidak tau, dia tidak sekedar mengantuk, mungkin semalaman tidak tidur, tapi ada yang membebani perasaannya. Biarkan dia istirahat dulu."

"Senang ya, ponya bos yang penuh pengertian dan serba tau tentang karyawannya," kata Ayud sambil melangkah keluar. Entah mengapa Ayud sangat tidak suka pada Mirna, dan Adhit tak bisa mengerti mengapa Ayud bersikap seperti itu.

Menurut Adhit, Mirna gadis yang pantas dikasihani. Cerita tentang ibunya yang penuh derita sangat menyentuh hatinya. Jangan bilang jatuh cinta, tidaaak.. Adhit seorang yang tidak mudah jatuh cinta, tapi hatinya lembut, selembut salju. Penuh belas kasihan dan kasih pada sesama. Berbeda dengan Ayud yang angin-anginan, dan sering melakukan hal sekehendak hatinya. Beruntung Ayud masih punya sungkan dan takut pada kakaknya, sehingga kenakalan yang dilakukannya sering bisa terkendalikan.

***

"Mengapa kamu sudah ada dirumah ketika aku baru saja pulang?"  

"Tadi Mirna ketiduran di kantor, dan tampak seperti sakit, sehingga pak Adhitama menyuruh Mirna pulang. Ini Mirna juga baru bangun dari tidur."

"Diantar oleh bos kamu?"

"Tidak, sopirnya,"

"Mengapa kamu tidak minta supaya dia mengantarkan kamu?"

"Ya sungkan lah bu, kan dia sudah memerintahkan sopirnya buat mengantar."

"Kamu kurang pintar merayu laki-laki," omel ibunya.

"Ibu.... Mirna baru sebulan bekerja, belum berani berbuat yang aneh-aneh. Nanti kalau tiba-tiba malah Mirna dikeluarkan bagaimana?"

"Bodoh !! Itu jangan sampai terjadi. Dengar Mirna, cepat atau lambat kamu harus membuat dia jatuh cinta sama kamu. Lalu hancurkan dia !!"

"Ibu..."

"Mirna, mengapa kamu menatap ibu seperti itu?"

"Dia sangat baik..." kata Mirna lirih, sambil menghempaskan perasaan aneh yang tiba-tiba menyelinap dihatinya. Wajah ganteng itu, tatapan yang menghipnotisnya selalu...

"Mirna, jangan bilang kalau kamu tertarik padanya. Awas kamu !!"

"Ya bu,"jawab Mirna pelan.

Ibunya melepas cadar yang dikenakannya, lalu melangkah kebelakang untuk mandi. Bagai teriris hati Mirna melihat wajah yang buruk dan pasti menakutkan bagi orang lain. Bibirnya hampir tak ada, menampakkan gigi yang beberapa biji sudah tanggal, hidung yang tak berbentuk , pipi yang penuh carut-carut, beruntung mata itu masih bisa melihat, walau tak lagi indah karena kelopak matanya tak lagi utuh.  Mirna menghela nafas sedih. Batinnya bertarung antara menuruti dendam ibunya atau hanyut dalam tatapan mata bapak bos yang menawan.

***

"Ibu, tadi mas Raka menelpon," kata Dinda kepada ibunya, ketika ibunya baru saja pulang dari belanja.

"Oh ya, dia bilang apa?"

Dia nanti mau bilang sendiri sama ibu. Tapi itu karena dia diterima menjadi dosen disanaa."

"Syukurlah, dia itu seperti almarhum kakekmu yang juga seorang guru, semoga cita-cita kakek bisa dilanjutkan oleh cucunya."

 "Aamiin, Dinda juga senang."

"Ayo bantuin menata barang-barang belanjaan ibu ini."

"Ibu.."

"Hm... "

"Bolehkah Dinda kuliah di Solo?"

"Lho, itu lagi, kamu tega ninggalin ibu sendiri?"

"Ibu kan sama bapak, masa sendiri."

"Kalau bapak di kantor kan ibu jadi sendiri."

"Tapi Dinda pengin kuliah disana, kan ada mas Raka juga."

"Ya nanti, kalau bapak pulang kamu bilang saja sama bapak."

"Nanti kalau di Solo, Dinda boleh kan tinggal dirumah mbak Ayud?"

"Lho, Ayud kan tinggal sama neneknya. Apa kamu nggak ingin tinggal sama simbah?"

"Mas Raka kan sudah tinggal disana, kalau dirumah mbak Ayud aku kan ada temannya."

"O, pasti mbak Ayudmu merayu kamu supaya dia punya teman kan?" kata ibunya sambil tersenyum.

Dinda tertawa.

"Nanti kalau bapak pulang, bilang saja sama bapak."

"Dinda sudah pernah bilang sama bapak, katanya tererah ibu, gitu .."

"Masa?"

"Iya... 

"Ya, nanti kita omong-omong lagi ya?"

"Horeeee..."

"Belum-belum sudah hore. Sebentar, ibu mau menelpun kakakmu dulu."

***

Tiga bulan lebih Mirna bekerja dikantor Adhit. Hari-hari yang dilaluinya terasa sangat menyiksa. Disatu sisi ia jatuh hati pada bosnya, disisi lain ia harus menghancurkannya. Aduhai.  Tapi Mirna juga merasa bahwa hati Adhit tak gampang ditundukkan. Apakah dia sudah punya pacar? Batin Mirna penuh penasaran. 

"Bagaimana?" tanya ibunya mengejutkannya dimalam ketika matanya hampir terpejam.

"Apanya bu?"

"Sudah tiga bulan lebih kamu bekerja, apa saja yang kamu lakukan? Kamu benar-benar bodoh, tak tau caranya merayu laki-laki."

"Dia itu sangat santun, nggak gampang tertarik sama wanita cantik."

"Masa?"

Tiba-tiba ia teringat Galang yang dengan seribu satu macam cara sulit ditundukkannya. Geram hati Widi mengingatnya. Bagaimana mungkin ada laki=laki memiliki hati sekeras batu?

"Mirna..."

Mirna urung lagi memejamkan matanya. Ia ingin segera tidur dan mimpi bercumbu dengan atasannya. Ahaa.. apakah mimpi bisa diatur?

"Mirna ngantuk bu."

"Dengar, ibu punya sesuatu."

"Sesuatu apa bu?" Mirna menatap ibunya yang terbaring disisinya dengan tatapan nanar kelangit langit yang kusam.

"Obat, "

"Obat?"

"Kamu satu ruangan dengannya, sangat mudah memasukkan obat ini ke dalam minumznnya."

Mirna tertegun. Ibunya ingin membunuh Adhitama?

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 


4 comments:

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...