Friday, September 20, 2019

DALAM BENING MATAMU 04

DALAM BENING MATAMU  04

(Tien Kumalasari)

"Apa yang kamu pikirkan Yud?" tanya bu Broto ketika melihat Ayud seperti memikirkan sesuatu.

"Enggak eyang, Ayud jadi teringat sekretarisnya mas Adhit. Si Mirna, itu ibunya juga ke mana-mana memakai cadar. Tapi itu karena mukanya cacat."

"Oh ya? Nggak tau eyang, apakah perempuan itu memakai cadar karena cacat atau karena memang suka memakai cadar."

"Iya, kan nggak kelihatan wajahnya ."

"Tapi matanya itu...."

"Matanya kenapa yang?"

"Nggak tau kenapa, ketika menatap, sorot matanya kok seperti.. aduh, nggak tau kenapa tiba-tiba eyang jadi merinding melihatnya.

"Wah.. sayang tadi Ayud nggak sempat melihatnya."

"Memangnya ibunya Mirn itu cacat kenapa?"

"Kata mas Adhit disiram air keras sama suaminya."

"Wadhuuh, ada suami sekejam itu? Jadi teringat eyang kakungmu, dia itu galak, selalu mau menang sendiri, tapi sama eyangmu ini sayang banget lho. Jadi kangen.." kata bu Broto sendu.

"Eyang nih, sudah.. kan eyang sendiri bilang baha eyang kakung sudah ada di surga sana. Aamiin."

"Aamiin.."

Ketika mobil Ayud memasuki pekarangan rumah, dilihatnya Adhit dan Raka sudah ada disana.

Raka segera berlari mendekat begitu melihat Ayud mengangkat barang belanjaan yang banyak, ia menyalami bu Broto dan mencium tangannya, lalu membantu mengangkat belanjaan  kedalam.

"Terimakasih nak," kata bu Broto senang.

Ayud langsung kebelakang mencari yu Supi.

"Yuuu... masakan sudah matang?"

"Sudah jeng, segera saya tata dimeja ya."

"Baik yu, sekalian ada tamunya mas Adhit ya."

"Baik jeng."

***

Mirna menunggu didepan rumah sambil berpangku tangan. Ini hari Minggu, tapi ibunya nekat berangkat kerja. Katanya hanya setengah hari, sambil mau belanja setelah mengambil uang gaji bulanannya. Tapi sudah lewat tengah hari ibunya belum nampak juga. Ia memandangi sekeliling rumah, mendongak keatas langit-langit rumah, dan batinnya mengeluh. Rumah sederhana yang mereka tinggali bertahun-tahun lalu belum nampak perubahan apapun. Ada beberapa genting pecah, plafon yang bolong keropos karena tua, dan cat yang kusam dan tampak lumut di sana -sini. Mirna melangkah kearah  jalan.. lalu menebarkan lagi pandangannya kearah rumah. Ia melihat pintu masuk yang juga sudah tua, dan bolong disamping serta bawahnya. Mirna merasa bahwa hidupnya sengsara selama ber-tahun-tahun. Ia kesal pada ayahnya yang kejam, yang kemudian meninggalkan ibunya dalam keadaan terluka bakar diseluruh wajahnya, dan membuat hidup mereka benar-benar sengsara. Yang membuat dia heran, ibunya tak pernah merasa dendam pada ayahnya. Dendam itu justru terus membakarnya terhadap seseorang yang dia belum pernah melihatnya, yang kemudian dirinya lah yang mendapat tugas untuk membalaskannya. 

Mirna menghela nafas panjang. Terbayang olehnya wajah Adhitya yang tampan, santun dan sangat baik terhadap dirinya. Lalu ia merasa dadanya berdebar. HANCURKAN DIA SAMPAI LUMAT MENJADI DEBU !!

 Aduhai.... orang sabaik dia, setampan batara Kamajaya dalam pewayangan, begitulah dulu kalau ibunya mendongeng tentang wayang. Yang terbaik dan tertampan adalah batara Kamajaya, berpasangan dengan Dewi Kamaratih, bidadari paling cantik di kahyangan.

Jauh didalam lubuk hatinya Mirna berontak. Ia tak bisa mengerti mengapa ibunya bersikap seperti itu. Apakah karena ia merasa jatuh hati pada atasannya yang tampan itu? Mirna akan menanyakan se jelas-jelasnya tentang dendam itu.

Tiba-tiba dilihatnya langkah-langkah gontai memasuki gang yang menuju kearahnya. Itu ibunya. Mirna berjalan menjemputnya, lalu meraih sebuah tas belanjaan yang dibawanya.

"Ibu belanja apa saja?"

"Banyak, kebutuhan untuk beberapa hari, mumpung ibu ada uang. Tapi sial.. dompet ibu hilang."

Mirna menatap ibunya iba. Dompet hilang? 

"Ada banyak uang didalamnya bu?"

"Aku menerima gajiku limaratus ribu rumiah, lalu aku belanja, kira-kira seratusan limapuluh ribu. Sisanya didalam dompet, hilang," Omelnya sambil melangkah tersaruk saruk.

"Ya ampun hu, bagaimana bisa hilang? Jatuh, atau dicopet orang?"

"Nggak tau aku, begitu aku duduk sambil menungu angkutan lewat, dompet itu sudah nggak ada."

"Jadi ibu pulang berjalan kaki?"

"Nggak, ada orang memberi aku uang seratus ribu, untuk ongkos. Ini sisanya," katanya sambil menunjukkan segenggam uang kembalian dari tukang angkot.

"Oh, baik benar orang itu.. beruntung ada orang baik sehingga ibu tak harus pulang sambil berjalan kaki.

"Ya, sebenarnya aku tidak suka.."

"Apa maksud ibu?"

"Orang itu, keluarga musuh besarku."

"Ibu..."

"Sudah jangan banyak bertanya, aku letih dan lapar."

"Iya, masih ada makanan sisa pagi dan sudah Mirna angetin," kata Mirna sambil menggandeng ibunya masuk kedalam rumah.

***

Malam itu sambil berbaring disamping Mirna, Widi perempuan cacat itu masih saja mengeluh.

"Uang itu lumayan banyak, aku bekerja sebulan baru mendapatkannya, bagaimana bisa hilang begitu saja," keluhnya.

"Sudahlah bu, yang sudah hilang tidak usah disesali. Sebentar lagi Mirna akan menerima gaji, nanti Mirna berikan semuanya pada ibu," hibur Mirna.

"Hmh...," Widi mendengus kesal.

"Nanti ibu tidak usah bekerja lagi, Mirna kira itu cukup untuk kita berdua."

"Ibu tidak suka berdiam diri saja dirumah."

"Kalau begitu bekerjanya jangan jauh-jauh dari rumah, didekat dekat sini saja."

"Mana mau orang-orang sekitar memperkerjakan aku? Mereka sudah tau aku ini seperti apa, wajahku ini menakutkan bagi semua orang. Itu sebabnya aku berkerja ditempat yang agak jauh, mereka tidak memaksa aku membuka cadarku, yang penting aku bekerja dengan baik dan tidak mengecewakan mereka."

"Ibu pasti letih."

"Tidaak, berpuluh tahun aku bekerja dan tidak pernah merasa letih."

"Bu,  bolehkah Mirna bertanya lagi?"

"Bertanya apa lagi? Besok aku dan kamu harus berangkat bekerja pagi-pagi, jadi cepatlah tidur."

"Sedikit saja.."

"Apa itu?"

"Ibu, sesungguhnya Mirna tidak bisa mengerjakan sesuatu yang tidak sepenuhnya Mirna mengerti. Maksud Mirna, ibu menyuruh Mirna menghancurkan sesuatu yang Mirna tidak tau mengapa.."

"Mirna, kamu sudah pernah mendengar ibu berkata bahwa laki-laki itu penyebab semuanya? Penyebab ibumu ini terbuang dari keluarga, hidup terlunta dan menjadi perempuan hina?"

Mirna merinding, karena keras sekali suara ibunya ketika mengetakan itu.

"Tapi, dia itu sangat baik.. sangat..."

"Hentikan Mirna, baiklah, dengar baik-baik ibu akan katakan semuanya."

Ketika itu, karena dia, aku terusir dari keluargaku. Om Haris yang adik kandung ibuku, mengusirku seperti anjing dari perusahaan besarnya. Karena dia, karena ulah dia !! Aku tak berani pulang ke Semarang, aku melanjutkan hidup di Jakarta dengan sisa uang yang masih ada, dan bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya karena tak ada satupun dari pekerjaan itu yang bisa membuatku tenang. Wajah tampan yang dengan penuh kebencian menatapku, selalu terbayang dalam ingatanku. Dan aku simpan dendam itu, yang kemudian memuncak ketika dia dan isterinya kemudian mengandung anak keduanya, dan mendapatkan kedudukan penting diperusahaan itu.Ada pesta hiruk pikuk ketika sepupuku Retno akhirnya juga menikah dan bahagia, sedangkan aku menatap dari kejauhan dengan linangan air mata darah.

Aku melangkah dengan gontai malam itu, Pulang ke rumah kontrakanku dengan hati semakin hancur.

Setahun dua tahun aku  bertahan, kemudian aku memutuskan untuk pulang ke Semarang.

Malam itu ketika sedang menunggu kereta yang akan membawaku pulang, aku didekati seorang laki-laki gagah. 

"Anda mau ke Semarang?" tanyanya

"Ya," jawabku

"Kebetulan, Semarang nya dimana?"

Aku tak mau mengatakan alamatku yang sesungguhnya karena sesunguhnya aku tidak percaya pada laki-laki itu.

"Aku sedang mencari alamatnya," jawabku sekenanya.

"Didaerah mana ya? Siapa tau kita bisa bareng nanti."

"Nanti sesampai di Semarang aku baru mau menelpon dia," jawabku.

Dan celakanya, laki-laki itu ternyata memiliki tempat duduk yang berseberangan denganku. Disepanjang perjalanan ia mentraktirku makan dan minum yang tak sempat aku tolak.Sesungguhnya karena aku memang lapar.

Tapi sebelum sampai di Semarang aku merasa kepalaku sangat pusing, aku tidak sadar ketika dia memapahku turun dan membawaku entah kemana. Ketika kemudian dia membaringkan aku disebuah tempat tidur, aku merasa sangat menginginkannya. Aku seperti orang kehausan yang mengharapkan setetes air, aku lupa segalanya dan menuruti semua keinginannya.

Pagi hari ketika sadar aku sudah berada didalam sebuah kamar, yang ternyata adalah kamar hotel.  Aku merasa tubuhku sakit semua, aku melihat ceceran darah dialas tidurku, dan aku menyadari bahwa aku nyaris tanpa pakaian. Tubuhku berselimut dan laki-laki itu sedang duduk ditepi pembaringan sambil merokok.

Aku berteriak marah.

"Ssst... jangan berteriak, tak akan ada gunanya."

"Jahanam kamu, bedebah ! Kamu memperkosa aku!!"

"Tidaaaak, kamu melayani aku dengan suka rela, sungguh kamu menikmatinya.." katanya santai.

Aku menangis keras, tapi dengan lembut dia memelukku.

"Jangan menangis, semuanya sudah terjadi. Percayalah aku akan bertanggung jawab."

Aku seperti kehilangan pegangan. Kalau aku pulang, aku harus pulang pada siapa? Dalam keadaan seperti ini?

Dan beruntung dia memang benar-benar mengambil aku sebegai isterinya, lalu aku melahirkan kamu. Dia yang seorang buruh bangunan berpindah pindah pekerjaan, dimana ada proyek yang membutuhkannya kesitulah kami pindah, sehingga sampai kekota ini.

Tapi aku tak pernah mencintai dia.

Widi menghela nafas sejenak, disampingnya Mirna mendengarkan dengan air mata bercucuran dan jiwa penuh luka.

Lalu terjadilah peristiwa itu, ayahmu menyiram aku dengan air keras dan aku menjadi seperti ini. Bukan sepenuhnya salah ayahmu, aku yang membuatnya marah. Widi tak pernah menceriterakan bahwa kemarahan suaminya adalah karena dia berkencan dengan laki-laki yang bisa memberinya uang banyak. Itu sebabnya ia tak sepenuhnya menyalahkan suaminya. Atau mungkin saja ada pikiran lain dalam benak Widi, entahlah.

Laki-laki bernama Galang itulah yang membuat hidupku ter lunta-lunta, sengsara, hina dan penuh nestapa. Aku harus membalasnya, melalui kamu Mirna !!

Mirna terpaku diam, dan ibunya memejamkan matanya, tenggelam dalam lautan dendam.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...