(Tien Kumalasari)
Ini nama ayahnya. Damar ingin sekali membacanya. Namun baru saja ia membuka map itu terdengar tiriakan Mimi dari luar.
"Damaaar...."
Mimi memasuki kamarnya dan Damar menuimpan map itu kembali ketempatnya.
"Damar.. maukah mengantarku belanja?"
Damar mengangguk. Daripada nanti Mimi mengomel dan pak Surya apalagi bu Surya pasti merasa tidak senang.
"Damar, kau sudah mema'afkan aku bukan?" Mimi mencoba memecah kesunyian
ketika selama perjalanan mereka saling diam. Mereka sedang beristirahat
disebuah taman, diantara lalu lalang orang mencari angin disore itu.
Ada sepasang muda mudi saling berpelukan.. ada kakek nenek saling
bergandengan. Damar menghela nafas. Pada suatu hari nanti apakah
hidupnya akan sebahagia itu? Apakah ia bisa menjalani hidup bahagia
bersama wanita yang tidak dicintainya? Dilihatnya lagi sepasang muda
mudi dan Damar tertegun. Apakah itu Asri?
"Asriii ," Damar berteriak. Tapi perempuan yang diteriakinya diam saja. Tentu saja diam karena dia memang bukan Asri.
Mimi ingin marah, tapi kata2 mamahnya terngiang kembali ditelinganya.
KAU HARUS BERSABAR. KAU HARUS BISA MEMADAMKAN API YANG MENYALA DIHATIMU.
Itulah sebabnya ia memegurnya dengan lembut.
"Damar, dia bukan Asri. Mana mungkin Asri rambutnya sependek itu?"
Damar terdiam. Ia heran atas sikap.Mimi yang sangat manis.
"Kau mau mema'afkanku bukan? Kau belum menjawab pertanyaanku tadi.
"Ya.." Damar menjawab pendek.
Diaparteme itu pak Surya sedang ribut dengan isterinya. Pasalnya pak Surya sedang mencari seberkas surat2 yang dianggapnya penting. Semua laci dan tumpukan buku sudah di obrak abriknya semua. Tapi ia tak menemukan apa yang dicarinya.
" Berkas apa to pah.. yang papah cari itu?"
"Pokoknya surat2.. penting.. kamu itu mah.. sukanya bersih2 tapi selalu saja membuat aku bingung mencari cari." Omel pak Surya.
"Tapi kalau itu surat2.. mana mungkin aku memindahkannya. Semua pasti kembali ditempatnya semula."
"Buktinya mana.. sekarang aku tidak menemukannya."
Pak Surya kembali membuka laci yang sebenarnya tadi sudah dibongkar isinya.
"Mungkin papah lupa."
"Nggaak.. aku nggak lupa... mana mungkin aku lupa."
"Namanya manusia kan bisa saja lupa pah,"
"Yang iki aku nggak lupa. Aku ingin mempelajarinya disini." Pak Surya mulai kesal.
"Tertinggal di Jakarta mungkin, atau di Solo?"
"Tidaak.. tidaak.." pak Surya sudah sangat kesal karena isterinya sama sekali tak bisa membantunya.
"Sebenarnya surat2 itu seperti apa... mungkin wadahnya amplop.. atau map.. lha isinya juga apa kok papah sampai kebingungan seperti itu."
"Isinya ya tentang pekerjaan. Mamah mana mungkin tau."
"Ditaruhnya di amplop atau apa?" Bu Surya mengulang pertanyaannya.
"Didalam map.. berwarna kuning."
Map berwarna kuning? Bu Surya bergumam. Dia mengingat ingat.. kapan dan dimana melihat map berwarna kuning itu.
#adalanjutannyalho#
"Asriii ," Damar berteriak. Tapi perempuan yang diteriakinya diam saja. Tentu saja diam karena dia memang bukan Asri.
Mimi ingin marah, tapi kata2 mamahnya terngiang kembali ditelinganya.
KAU HARUS BERSABAR. KAU HARUS BISA MEMADAMKAN API YANG MENYALA DIHATIMU.
Itulah sebabnya ia memegurnya dengan lembut.
"Damar, dia bukan Asri. Mana mungkin Asri rambutnya sependek itu?"
Damar terdiam. Ia heran atas sikap.Mimi yang sangat manis.
"Kau mau mema'afkanku bukan? Kau belum menjawab pertanyaanku tadi.
"Ya.." Damar menjawab pendek.
Diaparteme itu pak Surya sedang ribut dengan isterinya. Pasalnya pak Surya sedang mencari seberkas surat2 yang dianggapnya penting. Semua laci dan tumpukan buku sudah di obrak abriknya semua. Tapi ia tak menemukan apa yang dicarinya.
" Berkas apa to pah.. yang papah cari itu?"
"Pokoknya surat2.. penting.. kamu itu mah.. sukanya bersih2 tapi selalu saja membuat aku bingung mencari cari." Omel pak Surya.
"Tapi kalau itu surat2.. mana mungkin aku memindahkannya. Semua pasti kembali ditempatnya semula."
"Buktinya mana.. sekarang aku tidak menemukannya."
Pak Surya kembali membuka laci yang sebenarnya tadi sudah dibongkar isinya.
"Mungkin papah lupa."
"Nggaak.. aku nggak lupa... mana mungkin aku lupa."
"Namanya manusia kan bisa saja lupa pah,"
"Yang iki aku nggak lupa. Aku ingin mempelajarinya disini." Pak Surya mulai kesal.
"Tertinggal di Jakarta mungkin, atau di Solo?"
"Tidaak.. tidaak.." pak Surya sudah sangat kesal karena isterinya sama sekali tak bisa membantunya.
"Sebenarnya surat2 itu seperti apa... mungkin wadahnya amplop.. atau map.. lha isinya juga apa kok papah sampai kebingungan seperti itu."
"Isinya ya tentang pekerjaan. Mamah mana mungkin tau."
"Ditaruhnya di amplop atau apa?" Bu Surya mengulang pertanyaannya.
"Didalam map.. berwarna kuning."
Map berwarna kuning? Bu Surya bergumam. Dia mengingat ingat.. kapan dan dimana melihat map berwarna kuning itu.
#adalanjutannyalho#
No comments:
Post a Comment