Thursday, October 23, 2025

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 3

 RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA  03

(Tien Kumalasari)

 

Alvin terkejut bukan alang kepalang. Sudah jelas ada yang melihatnya tanpa busana, dan itu adalah perempuan-perempuan. Ia menenggelamkan dirinya semakin dalam, tinggal hidung dan matanya yang kelihatan.

“Tolong, pasti kalian sembunyikan bajuku, kembalikanlah.”

Tapi tak ada sahutan. Tiba-tiba Alvin teringat akan dongeng ibunya saat dia masih kecil. Laki-laki bernama Jaka Tarub mengintai tujuh bidadari sedang mandi di sebuah telaga, lalu ia menyembunyikan salah satu baju bidadari itu, yang akhirya karena tak bisa terbang kembali ke kahyangan maka bidadari bernama Nawangwulan itu dijadikannya istrinya. Tapi ini kan Alvin yang sedang mandi? Apakah kebalikannya, lalu ada tujuh bidadari mengintai?

“Tolong kembalikan bajuku. Tolooong,” katanya memelas dengan sama sekali tak berani mengangkat tubuhnya dari dalam air.

Alvin sudah menggigil kedinginan karena hari masih pagi, dan air sungai itu memang dingin sekali. Kalau sekedar mandi, mungkin menjadikan tubuhnya segar, tapi ini Alvin berendam sudah lumayan lama.

“Tolonglah ….”

Tiba-tiba ia kembali melihat kera besar itu. Kera bongkok yang tadi memberinya buah pisang. Entah siapa yang menyuruh maka dia membawakan pisang untuknya. Lalu sekarang dia datang lagi? Tanpa suara dia meletakkan tumpukan baju di atas batu. Bajunya sendiri. Jadi kera itukah yang nakal dengan menyembunyikan baju dan celananya?

Dan tanpa suara pula kemudian kera itu membalikkan tubuhnya, meninggalkan Alvin yang bengong seperti sapi ompong. Dan kemudian bayangan kera itu lenyap begitu saja. Alvin merinding. 

Masa kera bongkok itu yang menyembunyikan bajunya? Ia tahu, kera terkadang nakal. Tapi mengembalikan barang yang sudah diambilnya, itu susah. Pernah ia pergi bersama ibunya ke sebuah perkebunan, lalu tiba-tiba seekor kera melarikan tas ibunya yang pastilah kemudian berteriak-teriak. Kera itu tak peduli, bahkan membawa tas itu ke atas pohon. Ia mau melepaskan tas itu ketika seseorang mengiming iminginya dengan buah-buahan.

“Alvin menggaruk kepalanya karena bingung. Banyak hal aneh dilaluinya. Ada perempuan cantik membuatnya tergila-gila, ada kera baik yang mengriminya pisang dan sekarang mengembalikan bajunya. Siapa gerangan pelakunya? Siapa pula perempuan-perempuan yang tertawa cekikikan ketika ia bingung mencari bajunya?

Alvin sudah benar-benar menggigil kedinginan. Baju itu tidak bisa dengan mudah dijangkau, ia harus keluar dari sungai dan berjalan beberapa langkah. Kalaupun bisa diraih, mana mungkin mengenakan baju dan celana dari dalam air.

Alvin menoleh ke kiri dan ke kanan, berputar melihat ke sekeliling, barangkali ia melihat bayangan orang. Tapi tak ada. Monyet bongkok itu bisa menghilang secepat angin, jadi tak ada mahluk hidup di sekelilingnya. Alvin naik ke atas, bergegas mengenakan celana dan bajunya, juga sepatunya. Selendang milik Kenanga masih ada  diantara tumpukan baju. Bahkan pisang yang dimasukkan ke dalam sakunya juga masih ada.

Alvin meninggalkan tempat itu, melanjutkan langkahnya. Ia harus turun, karena ia sadar sedang berada di atas bukit.

Sambil melangkah itu Alvin terus berpikir tentang semua hal yang dia alami, seperti mimpi, tapi nyata. Buktinya adalah selendang Kenanga yang masih tersampir dipundaknya, dan sekarang dilingkarkannya ke leher agar tidak terjatuh. Mengapa Alvin seperti takut kehilangan selendang itu? Alvin juga tidak tahu alasannya. Ada rasa sayang untuk membuangnya, apakah karena baunya yang seperti bunga kenanga? Entahlah.

Banyak hal aneh yang dialami, yang membuatnya terheran-heran. Nenek Wungkuk yang membuatnya merinding, kera bongkok yang selalu membantunya. Siapa menyuruh kera itu melakukan sesuatu untuknya?

Alvin terus melangkah, tapi ia kembali heran ketika menemukan tempat semula, di mana dia terbangun dari tidur itu lagi.

Alvin menjatuhkan tubuhnya ke atas rumput. Tak tahu harus melakukan apa. Sedih dan bingung melingkupi hatinya. Ia terpisah dari keramaian, terpisah dari teman-temannya dan menghilang dari keluarganya. Tak bisa dibayangkan bagaimana sedihnya orang tuanya kalau mengetahui dirinya tak bisa ditemukan. Apa yang bisa dilakukannya? Ia kembali menekuk kedua kakinya lalu merangkulnya sambil menyembunyikan kepalanya diantara lutut.

***

Sementara itu di rumah keluarga Alvin sudah sejak pagi terjadi keributan. Ribut oleh tangis kedukaan karena Alvin menghilang. Upaya sudah dilakukan. Ada beberapa orang yang bersedia menolong, yang kemudian nekat menaiki bukit, karena menurut penduduk di sana, kemungkinan besar Alvin naik ke bukit itu, oleh karena kekuatan gaib yang menariknya. Orang-orang itu adalah empat teman-teman Alvin yang berbekal kenekatan dan keberanian. Mereka adalah Rasto, Sanusi, Sarman dan Hasto. Bukit itu memang pantas disebut Bukit Senyap, karena tak ada suara apapun di sana. Suara angin juga tidak. Barangkali anginpun menghindar daripada berurusan dengan penduduk yang tak tampak di sana.

Perasaan mencekam tiba-tiba meliputi setiap hati mereka. Tanpa suara pula, mereka mendaki naik. Terkadang mereka harus bergandengan tangan ketika menaiki tanah yang terjal.

“Apa benar, Alvin datang kemari?”

“Aku juga berpikir begitu. Tidak mudah naik ke atas, jalanan begini sulit.”

“Untuk apa juga Alvin naik kemari. Apa yang dicarinya, coba?”

“Siapa tahu ada kekuatan gaib yl11

llllllllang menariknya sampai ke sini.”

“Aduh, kalau masalah gaib aku nggak tahu. Tapi kita sudah berjanji akan membantu menemukannya, jadi mau tak mau kita harus menemukannya bukan?”

“Kita akan berusaha, tapi kalau benar ada kekuatan gaib yang membuat Alvin menghilang, maka kita tidak bisa mencarinya dengan jalan begini.”

“Apa maksudmu?”

“Lihat, kita sudah berjalan jauh. Tak ada tanda-tanda kita bisa menemukan dia.”

“Alviiiiin!” salah satunya berteriak.

“Alviiiinnnn!!” mereka bersahutan, dan yang terdengar hanya gaung suaranya sendiri, yang membubung tinggi seakan menembus langit.”

“Tobat aku.”

“Aku tadi bilang apa, kita lebih baik turun.”

“Lalu apa?”

“Harus ada orang pintar yang bisa membuka tabir hilangnya Alvin. Jadi lebih baik kita turun, tak akan ada hasilnya.”

Maka mereka benar-benar turun, tapi tiba-tiba pandangan mereka menjadi gelap.

“Hei.. apa hari sudah malam? Di mana kalian?” salah seorang yang bernama Rasto berteriak.

“Heeiii, kalian di mana,” kali ini Sanusi berteriak.

Demikian juga Hasto dan Sarman. Tapi masing-masing tak bisa menemukan teman-teman mereka. Semuanya seperti terpisah oleh kegelapan yang tiba-tiba menyergap.

Sanusi atau bahkan yang lainya juga berpikir sama. Belum lama mereka berbincang, lalu sepakat untuk turun, tiba-tiba kehilangan satu sama lain? Teriakan demi teriakan mereka seperti terpisah oleh sebuah tabir yang tak bisa tertembus suara.

Tidak saling melihat, apalagi mendengar. Walau gelap, harusnya bayangan orang itu pasti ada. Tapi mereka hanya melihat bayangan pohon-pohon besar tegak di sekitar mereka, seperti hantu yang siap menerkam.

Lalu mereka masing-masing berusahs untuk berjalan turun. Tapi tanpa disadari, mereka justru sedang berjalan menanjak. Jalan yang dilalui serasa tak begitu berat, kecuali hanya semak-semak yang sebenarnya juga sangat menghambat langkah mereka.

Gelap masih melingkupi suasana, membuat mereka berjalan meraba-raba.

Tiba-tiba kegelapan itu sirna. Sanusi melihat ada empat kawannya berdiri di suatu tempat. Saling berhadapan, saling bertatapan dengan perasaan heran.

“Celaka, kita sudah terkena pengaruh gaib,” Sanusilah yang pertama kali mengatakannya.

“Ini tempat apa?”

“Ya Allah, kita tersesat,”

“Apa berarti kita tidak bisa kembali?”

“Apa Alvin ada di sekitar tempat ini?”

“Jangan-jangan iya.”

“Alviiiiin….”

“Alviiiiiiiin..”

“Bodoh, mengapa kita tidak mencoba menghubungi ponselnya?”

Tapi tak satupun ponsel dari mereka menyala.

“Celaka, bukankah sebelum berangkat aku sudah mengecasnya penuh?”

“Sama, aku juga begitu.”

Tiba-tiba ada yang melempari mereka dengan batu. Memang tidak mengenai tubuh mereka dan menyakitinya, tapi membuat mereka terkejut. Lalu memandang ke sekeliling.

Tak ada siapa-siapa, tapi Sanusi melihat seekor kera agak jauh dari tempat mereka.

“Lihat! Ada kera!” teriaknya.

“Besar sekali, sebesar manusia, tapi kera itu mengapa berjalan terbungkuk-bungkuk?” mereka berbicara pelan.

“Kera itu memang bongkok. Awas, jaga diri kalian, kalau-kalau kera itu menyerang kita.”

Tapi kera itu diam di tempat, menatap tak berkedip. Sanusi mengawasinya, sambil bersiaga, kalau kera itu tiba-tiba menyerangnya.

“Kera itu hanya mengawasi kita. Maukah dia menolong kita ya?”

“Memangnya dia tahu bahasa manusia? Bisa-bisa kita malah diserangnya.”

“Mata kera itu buta sebelah.”

“Kisanak, maukah kamu menolong kami?” tanya Sanusi sambil menatap kera itu.

“Ssst, mengapa kamu panggil dia kisanak?” bisik Sarman.

“Biar dia tahu kalau kita ingin berteman,” jawab Sanusi, sambil berbisik pula.

“Memangnya dia tahu bahasa manusia? Jangan-jangan dia yang melempari kita batu.”

Tiba-tiba mereka mundur selangkah. Kera itu menampakkan giginya, seperti kalau dia sedang marah. Yang aneh adalah gigi kera itu tinggal dua, menonjol keluar.

Mereka berpikir, kenapa kera ada yang ompong? Pemikiran yang sama, tapi tak berani mengatakannya.

“Maaf … maaf … “ kata Sarman yang mulai ketakutan.

“Sebenarnya kami sedang mencari teman kami, namanya Alvin,” Sanusi seperti tak peduli, apakah kera itu mengerti atau tidak, dia terus saja bicara.

Tapi kera itu tiba-tiba membalikkan badannya, pergi lalu lenyap dalam sekejap.

Tanpa sengaja mereka saling berpegangan. Ketakutan mulai merayapi hati mereka.

“Ayo kita pergi dari sini,” kata Sanusi yang kemudian melangkah pergi, entah ke mana karena mereka juga tidak tahu harus ke mana.

“Kita cari jalan kembali. Itu bukan sembarang kera. Dia bisa menghilang,” kata Hasto sangat lirih.

Mereka berjalan beriringan, maksudnya menuju turun.

Tiba-tiba mereka menemukan sebuah sungai. Barangkali itu adalah sungai di mana Alvin pernah mandi tanpa busana di situ. Mereka bergegas menuju sungai, lalu mencopot sepatunya, dan menceburkan dirinya ke air.

“Lumayan segar.”

“Ini jam berapa?”

Satu-satunya yang membawa arloji adalah Hasto. Tapi ketika menengok ke arah arloji tangannya, arloji itu mati.

“Kok mati?”

“Kita tak bisa berhubungan dengan dunia luar. Kita harus mencari jalan untuk keluar dari sini.”

“Aku sudah bilang tadi, jangan nekat naik. Ini akibatnya,” kata Hasto yang mulai ketakutan.

TIba-tiba terdengar suara kecipak air sungai, seperti ada orang yang sedang mandi. Mereka juga mendengar mereka saling bercanda dan tertawa cekikikan. Berarti yang mandi lebih dari satu dan pastilah wanita.

Tanpa sengaja mereka menoleh ke arah datangnya suara, tapi betapa terkejutnya ketika melihat yang mandi adalah empat ekor kera.

“Haaaa …”

Sanusi dan kawan-kawannya segera mengentas kaki mereka dan buru-buru mengenakan sepatu, kemudian lari tunggang langgang.

Kera bisa mandi seperti manusia, dan tertawa seperti tawa manusia. Perempuan pula.

Keempatnya jatuh bangun karena ketakutan.

***

Sementara itu Alvin masih duduk sambil menyembunyikan kepalanya di antara lututnya. Tak terasa ia mendengar sesuatu, seperti sedang bermimpi.

Ada suara dua orang wanita sedang bertengkar.

“Kamu jangan berani menyentuhnya. Dia milikku,” itu seperti suara Kenanga.

“Kenapa kamu serakah? Setiap laki-laki tampan selalu kamu yang harus memilikinya?” jawab wanita yang lain.

“Memang aku yang menemukannya, dan dia sudah jadi milikku. Dia perjaka yang aku cari selama ini.”

“Kita lihat saja siapa yang akan berhasil memilikinya.”

“Tetap saja aku, karena aku yang menemukannya.”

“Aku pernah melihat dia mandi, aku melihat semuanya dan aku menginginkannya.”

“Seruni, jangan membuatku marah,” Kenanga berkata tandas.

“Aku bunuh kamu Kenanga.”

“Awas saja kalau berani!”

Lalu terdengar seperti jeritan-jeritan dua orang perempuan yang sedang cakar-cakaran.

Alvin membuka matanya. Ia merasa tak tidur, ia mendengar dengan jelas suara-suara itu, seperti sangat dekat dengannya, tapi ia tak melihat apa-apa.

***

Besok lagi ya.

41 comments:

  1. Alhamdulillah eRKaDeBe_03 sudah hadir.....
    Matur nuwun, Dhe....

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien

    ReplyDelete
  3. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Rumah Kenanga di Tengah Belantara 03" sampun tayang...
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun 🤲🙏🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  4. 🍁🍂🍁🍂🍁🍂🍁🍂
    Alhamdulillah 🙏😍
    Cerbung eRKaDeBe_04
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam aduhai 🦋🌹
    🍁🍂🍁🍂🍁🍂🍁🍂

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang

    ReplyDelete
  6. Matur suwun bu Tiens ..salam sehat utk keluarga.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  8. Bundaaaaqu..mksih cerbungnya y bunda..slmt mlm dan slmr isyrhat .slm seroja uno bunda bersm bpk 🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  9. He he he.. Para Lelembut juga berkelahi, berebut cowok ganteng. Tidak usah berantemlah, itu datang lagi empat orang..
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 03 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sdh fit kembali....

    ReplyDelete

  12. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 03* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia
    bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, PONDOK KENANGA DITENGAH BELANTARA (PKDB)03 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah,lnjtan cerbung telah tayang, menarik juga.Matur nuwun Bu Tien,smg tetap sehat,semangat,bahagia bersama Kel tercinta🙏🙏

    ReplyDelete
  15. Cerbung ya berbau mistis....alihkan ke dunia nyata Bu Tien. Maturnuwun sehat2 selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Nuwun ibu Ninik Arsini
      Dibaca siang bu

      Delete
  16. Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~03 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🤲

    ReplyDelete
  17. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....03..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.

    Jadi teringat film Jaelangkung 1 ( 2001 ) yang ada suster ngesot nya. 4 pemuda terjebak di desa Angkerbatu yang akhirnya mengalami kejadian yang seram..horor. Klu ini 4 pemuda yang ingin menemukan Alvin, terjebak di bukit Senyap. Pasti nya nnt banyak kejadian serem dan horor pula.

    ReplyDelete

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 3

  RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA  03 (Tien Kumalasari)   Alvin terkejut bukan alang kepalang. Sudah jelas ada yang melihatnya tanpa busana...