Tuesday, October 28, 2025

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 08

 RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  08

(Tien Kumalasari)

 

Sanusi dan Alvin sama-sama terkejut dan sedikit terhibur. Mereka bisa saling mendengar walau entah bisa bertemu atau tidak. Itu karena batu penutup itu tidak sangat rapat, sehingga bisa bicara satu sama lain.

“Alviin, kamu di mana?” Teriak Sanusi.

“Ya di sini, nggak tahu aku ini ada di mana,” jawab Alvin juga berteriak.

“Ada banyak senjata di sini. Ini sepertinya gudang senjata. Bentuknya tombak, ujungnya batu.”

Mereka mencoba saling bercerita.

“Di sini banyak kotak-kotak, bentuknya panjang, entah isinya apa, aku takut.”

”Kamu sama siapa?”

“Sendiri, maksudku ingin menyusul kamu.”

“Berarti kamu berada di tempat yang tadi aku lalui. Ada batu menonjol, yang ketika aku dorong lalu pintunya terbuka, Tapi begitu aku masuk, tertutup rapat. Aku tak bisa mendorongnya lagi. Berat.”

“Batu menonjol? Maksudmu … ini?”

“Yah, mana aku tahu apa yang kamu tunjuk?”

“Aku melihat celah kecil. Hari sudah pagi. Kelihatan dari celah itu.”

“Sama, aku juga melihat celah, hanya sebesar telapak tangan. Agak terang di sini.”

“Tunggu. Batu menonjol ini tampaknya bisa berputar.”

“Bisa berputar? Tadi gelap, aku tak melihat jelas.”

“Sekarang agak terang, iya benar. Kalau aku putar, lalu apa yang terjadi ya?”

“Coba saja. Siapa tahu ada pintu terbuka, lalu kita bisa bertemu.”

“Aku coba ya.”

Dan Alvin mulai meraba batu berbentuk bulat itu, memutarnya. Ternyata tidak bisa diputar ke kanan.

“Tidak bisa, berat.” teriak Alvin.

“Coba ke arah yang berlawanan.”

Alvin memutarnya ke arah yang berlawanan, dan suara gemuruh terdengar. Batu penutup itu bergerak, dan membuka. Sanusi dengan cepat melompat ke arah di mana Alvin berada.

“Alhamdulillah,” teriak keduanya hampir bersamaan. Lalu mereka berangkulan dengan air mata berlinang. Yang aneh adalah pintu tidak menutup kembali, jadi antara ruang di mana Alvin berada dan di mana Sanusi berada, bisa terhubung dari pintu itu.

“Bagaimana teman-teman yang lain?”

“Masih di tempat yang tadi, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya kembali ke sana.”

“Kelihatannya tempat kita ini lebih tinggi. Berarti tidak berada di bawah tanah. Buktinya kita melihat dunia luar biarpun hanya sedikit. Dan itu membuat kita bernapas agak lega."

Lalu Alvin dan Sanusi mendekati peti-peti yang berjajar rapi.

“Apa ya isinya?” tanya Alvin sambil menatap sahabatnya.

“Entahlah. Kok aku takut membukanya. Ini bentuknya seperti peti mati,” kata Sanusi yang tak urung kemudian meraba salah satu peti itu.

“Eh, jangan sembarangan San, jangan-jangan berisi tengkorak manusia. Kotak ini kan bentuknya seperti peti mati.” kata Alvin khawatir.

“Berat sekali,” kata Sanusi yang mencoba mengangkat dari salah satu ujungnya.

“Tak mungkin isinya tengkorak. Tengkorak tak akan seberat ini. Aku buka saja ya, bantuin dong," lanjut Sanusi.

Karena yakin bukan berisi tulang manusia, Alvin mau membantunya. Ternyata tutupnya tak seberat yang mereka bayangkan. Dengan kekuatan keduanya, tutup itu terbuka, lalu mereka terkejut, sampai sama-sama terjengkang.

“Ya Allah .. Ya Allah,” Sanusi terengah-engah.

“Ini harta karun,” teriak Alvin.

Kemudian keduanya kembali mendekat, duduk ngelesot di bibir kotak. Sinar berkilauan memancar dari dalamnya.

“Harta. Emas dan berlian? Ini bukan milik orang sembarangan. Orang biasa tak mungkin memiliki harta sebanyak ini.”

“Ini baru satu kotak. Masih ada dua kotak lainnya.”

“Ini bukan main. Apa kita akan mengambilnya?” tanya Alvin lagi.

“Apa maksudmu? Ini bukan milik kita.”

“Ini juga bukan milik siapa-siapa,” bantah Alvin.

“Astaghfirullah … Alvin, kamu lupa kita sedang di mana. Sedangkan untuk keluar saja kita belum tentu bisa, bagaimana kamu bisa menginginkan harta yang bukan milik kita?”

“Maaf, aku hanya bercanda. Nggak jadi … nggak jadi. Nanti pemilik yang asli dan sudah jadi tengkorak, bangun lalu mengejar kita, hiiiiih…”

“Kita hanya ingin tahu. Ayo kita buka yang dua itu."

“Kamu itu, aku yang ini.” kata Alvin.

Tapi yang dua itu ternyata agak berat. Walau begitu, sambil ah uh ah uh, keduanya berhasil membuka dua kotak itu. Tapi apa yang terjadi, begitu terbuka, keduanya berteriak dan langsung menjauh. Isi dua kotak itu adalah tengkorak manusia.

“”Astaghfirullah … Astaghfirullah …”

Keduanya terengah-engah.

“Aku kira harta karun juga,” kata Alvin.

“Ayo kita tutup kembali peti-peti itu,” kata Sanusi setelah merasa lebih tenang.

“Sanusi, kalau boleh aku usul … ini kan harta yang tidak terpakai, aku kira pemiliknya adalah yang sudah menjadi belulang di kedua peti lainnya. Ya kan. Itu jelas laki-laki dan perempuan, menilik yang satu ada perhiasan di dekatnya, satunya pakaian laki-laki yang sudah tak berbentuk. Jadi, seandainya kita ambil perhiasan ini, bukan untuk kita, jangan melotot dulu, maksudku, kita bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Bagaimana? Banyak orang miskin di sekitar kita. Kita jual, lalu kita bagi-bagi.”

Sanusi tampak terdiam. Ia seperti ragu-ragu.

Tampaknya pemilik perhiasan itu adalah suami istri, yang saat meninggal di masukkan ke dalam peti, dan semua hartanya di masukkan ke sebuah peti yang lain.

“Sepantasnya kita justru harus melaporkannya kepada yang berwajib atas temuan ini.”

“Pikirkanlah, dilaporkan, atau dibagikan langsung.”

Keduanya terdiam, tapi ketika mereka sadar entah bisa keluar dari tempat itu atau tidak, maka mereka kemudian terlihat tak bersemangat.

“Kita pikirkan nanti, yang penting menemui teman-teman kita yang lain, lalu mencari jalan keluar,” kata Sanusi.

“Iya, kamu benar.”

Lalu dengan perasaan yang sulit digambarkan, keduanya menutup ketiga peti itu.

“Mereka bukan orang biasa. Mungkin orang berpangkat yang lari dari sebuah kerajaan entah kerajaan apa. Ada mahkota di kepala tengkorak itu.”

Tapi keduanya tak ingin menatap belulang itu lebih lama. Seram juga rasanya di suasana remang lalu memandangi sepasang manusia yang sudah menjadi tulang.

Lalu mereka pergi menjauhi letak kotak itu.

Suasana kembali mencekam. Masing masing memikirkan apa yang sebaiknya mereka lakukan. Yang terpenting adalah menemukan kembali ketiga kawan mereka, lalu mencari jalan keluar.

“Celah itu begitu kecil. Kalau saja kita bisa menggesernya lebih lebar, maka kita pasti bisa keluar.”

“Ayo kita coba.”

“Bagaimana caranya?”

“Bukankah kamu bilang kalau di sebelah situ ada banyak senjata?”

“Ya, banyak.”

“Bagaimana kalau kita berusaha mendongkel celah itu supaya bisa menganga lebih lebar?”

“Sepertinya itu celah bebatuan. Tapi tidak apa-apa, kita bisa mencobanya,” kata Sanusi sambil kembali memasuki ruangan tempat senjata itu.

Tapi betapa terkejutnya Sanusi dan Alvin, ketika begitu menginjak ruangan itu, maka pintu batu itu menutup kembali.

“Celaka!”

“Bagaimana ini? Aduh, mengapa kita terpisah kembali?” teriak Sanusi.

Lalu Alvin teringat, bagaimana tadi dia bisa membuka pintu batu itu. Dicarinya batu bulat yang menonjol, yang bisa diputar.

“Ya Allah, semoga berhasil,” kata Alvin sambil memutar batu itu. Dan syukurlah, ternyata memang batu bulat itu yang bisa membuka pintu.

Sanusi kembali melompat ke dekat Alvin.

“Apa yang terjadi?”

“Sekarang aku mengerti. Setiap kali kita masuk, lalu menginjak sebuah batu yang ada di depan pintu itu, maka pintu akan tertutup dengan sendirinya.”

“Lalu bagaimana?”

“Supaya tidak menutup kembali, kita harus melompat agak jauh ke dalam. Jangan menginjak batu yang persis berada di depan pintu.”

”Baiklah, sekarang mari kita ambil senjata yang kira-kira bisa dipergunakan untuk mencongkel celah itu.”

“Aku saja, kamu tetap di sini, supaya nanti kalau ternyata pintu tertutup lagi maka kamu bisa membukanya.”

Alvin mengangguk dengan berdebar-debar. Lalu ia melihat Sanusi melompat keruangan itu, sehingga tidak menginjak batu di depan pintu. Maka amanlah dia.

Alvin menarik napas lega.

Tak lama kemudian Sanusi tampak membawa dua buah tombak, yang dibawa di kiri kanan tangannya. Ketika dia keluar, pintu itu tak terusik. Aneh, padahal Sanusi lupa untuk melompat. Dan tadi ketika bertemu Alvin untuk pertama kalinya dia juga menginjak batu itu kan?

“Sungguh aneh orang yang membangun rumah terowongan ini.”

“Rupanya tempat ini dijadikan tempat sembunyi, jadi kalau ada musuh mengejar, mereka akan terjebak karena bingung.”

“Mungkin. Sekarang ayo cepat kita congkel celah itu.”

“Tempatnya tinggi, kamu harus memanggulku,” kata Sanusi.

Maka dengan memanggul Sanusi, maka Sanusi bisa mencapai celah itu. Dengan tombak yang ujungnya dari batu itu ia berusaha mencongkel-congkel, berharap bisa membuat celah lebih lebar.

Tapi ternyata tidak mudah. Tanah di ujung celah runtuh ke bawah, tapi batu bercelah itu tak bergeser, jadi hanya menambah lebar celah, tapi tetap tak mungkin dilalui manusia.

“Kurang lebar,” kata Sanusi sambil melompat turun dan terengah-engah.”

“Batunya di dorong juga tak bisa?”

“Berat sekali. Batu itu sudah tertanam lama, dan bukan batu kecil, aku sudah berusaha mendorongnya, tetap bergeming."

"Bagaimana dengan celah di ruangan satunya?"

"Entahlah. Yang itu lebih sempit. Kita akan menemui kesulitan yang sama."

Keduanya duduk bersandar dinding batu dengan dada sesak. Mereka lelah. Lelah lahir batin, dan mereka juga haus dan lapar.

Mereka teringat ketika mendengar tetes-tetes air. Mengapa tetesan air itu tak terdengar lagi?

“Bagaimana ini?”

“Jangan putus asa, teruslah memohon pertolonganNya.”

TIba-tiba mereka mendengar langkah kaki dari atas sana.

“Ada orang di dalam?”

Sanusi dan Alvin terkejut. Itu suara perempuan.

***

Besok lagi ya.

32 comments:

  1. Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~08 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  2. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien ..

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah epsd berikutnya dah tayang, critanya membuat hati deg2 sar,..... maturnuwun Bu Tien, tetap sehat2 dan bahagia selalu, terus semangat berkarya ..πŸ™

    ReplyDelete
  4. Terima ksih bundaqu cerbungnya..slmt mpm slmt istrhat .salam seroja dan aduhaaiii unk bunda bersm keluarga πŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  5. Alhamdulliah. Terimakasih Bu Tien semoga sehat slalu

    Suara siapa ya ? Mungkinkah suara kenanga ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Endang

      Delete
  6. 🏚️πŸŽ‹πŸš️πŸŽ‹πŸš️πŸŽ‹πŸš️πŸŽ‹
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    Cerbung eRKaDeBe_08
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲.Salam seroja 😍
    🏚️πŸŽ‹πŸš️πŸŽ‹πŸš️πŸŽ‹πŸš️πŸŽ‹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  7. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Salam aduhai hai hai

      Delete
  8. Alhamdulillah Alvin, Sanusi yang terjebak bawah tanah "bukit senyap" sdh hadir.
    Matur nuwun bu Tien, tetap sehat, semangat, tetap ADUHAI dan berkarya.
    SALAM SEROJA.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek. Salam seroja

      Delete
  9. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  10. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat.....

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 08 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  12. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....08..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.

    Usaha Alvin dan Sanusi hampir berhasil keluar dari gua. Ada suara di atas di luar gua, tapi suara perempuan.
    Semoga suara manusia beneran, bukan suara siluman ..😁☂️🌨️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  13. Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Seru juga cerita nya, uji nyali yg baca antara takut & penasaran ,πŸ˜‚πŸ€­

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Ditengah Belantara telah tayang

    ReplyDelete

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 08

  RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  08 (Tien Kumalasari)   Sanusi dan Alvin sama-sama terkejut dan sedikit terhibur. Mereka bisa saling men...