LANGIT TAK LAGI KELAM 36
(Tien Kumalasari)
Tapi sampai di sana pak Mantri tak berani membongkar semua kapsul ramuan yang masih tersisa.
“Lalu bagaimana Pak, saya yakin mas Rizki yang melakukannya.”
“Bukankah dia putra pak Hasbi yang sangat dikasihi?”
“Bukan putra kandung, hanya putra angkat. Disayangi, diperhatikan, dimanjakan, tapi balasannya sungguh tidak sebanding dengan kebaikan yang diterimanya.”
“Apa yang dilakukannya, dan mengapa, seandainya benar, dia meracuni ayah angkatnya?”
“Saya tidak tahu Pak, banyak yang terjadi, banyak yang dilakukan mas Rizki sehingga tuan Hasbi marah. Yang terakhir, semalam mas Rizki di usir dari rumah, gara-gara uang sumbangan ke beberapa panti tidak disetorkan.”
“Ya ampun.”
“Entah mengapa dia meracuni tuan. Pasti tadinya berharap dapat warisan. Kalau saja kelakuannya tidak ketahuan.”
”Ah, aku bingung Mbok, tidak mengerti permasalahannya. Sebaiknya semua ini dilaporkan ke yang berwajib saja, supaya mereka yang menangani. Siapa saja yang ada di rumah ini?”
“Ya tidak ada Pak, tadi non Dewi datang, bersama suaminya, tapi langsung membawa tuan ke rumah sakit, karena keadaannya memang sudah sangat membuat saya khawatir."
“Bagaimana ya, supaya bisa mengabarkan masalah isi kapsul ini kepada keluarganya? Saya tidak berani membukanya, takutnya sudah menjadi urusan polisi.”
“Kalau begitu kita harus bagaimana Pak?”
“Kita tunggu saja mereka pulang. Kalau memang sudah lapor polisi, kapsul dan temuan Simbok ini kan bisa jadi barang bukti?”
“Baiklah, pak Mantri. Semoga tuan baik-baik saja ya, saya kasihan mengingat tuan Hasbi itu orangnya sangat baik, bahkan kepada semua orang dia baik. Tapi kok ada-ada saja cobaannya.”
“Orang baik, ujiannya lebih berat Mbok.”
“Iya, Pak Mantri. Sekarang ini rasanya saya ingin lari ke rumah sakit, untuk melihat keadaan Tuan. Tapi kalau saya ke sana, yang di rumah tidak ada siapa-siapa.”
Tiba-tiba simbok melihat ada seseorang datang. Dia adalah Srining yang ingin mencari keterangan tentang anak pak Hasbi.
“Permisi…” sapanya.
Simbok bergegas menyambutnya, agak heran karena belum pernah mengenal tamunya.
“Siapa ya?”
“Saya mau ketemu tuan Hasbi.”
“O, tuan sedang sakit. Ibu ini siapa?”
“Saya Srining. Suami saya, dulu karyawan di kantornya tuan Hasbi.”
“O, begitu. Tapi saat ini Tuan sedang ke rumah sakit.”
“Tuan Hasbi sakit apa?”
“Tadi pagi pingsan. Entahlah. Kalau saya boleh tahu, ada perlu apa ya mencari tuan Hasbi? Nanti kalau sudah pulang saya sampaikan.”
“Sebenarnya saya hanya ingin tahu tentang Rizki.”
“Memangnya ada apa? Mas Rizki sekarang sudah tidak ada di sini.”
“Mau tanya saja, apakah Rizki itu anak kandung tuan Hasbi?”
“Sebenarnya bukan. Saat ini tuan sedang marah sama mas Rizki.”
“Jadi bukan anak kandung ya?”
“Menjadi putra tuan Rizki ketika sudah besar. Lalu dikuliahkan. Tapi dia itu tidak membalas kebaikan tuan. Eh, tapi Ibu ini siapa? Kok mengenal mas Rizki? Apa mas Rizki melakukan hal buruk terhadap Ibu?”
“Tidak … tidak, ya sudah, saya permisi dulu, terima kasih ya,” kata Srining sambil membalikkan tubuhnya.
Simbok menatapnya heran.
"Siapa dia, dan kenapa mencari tuan, lalu menanyakan mas Rizki anak siapa?” gumam simbok.
“Siapa Mbok?” tanya pak Mantri.
“Entahlah pak Mantri, saya belum pernah melihat orang itu, tiba-tiba menanyakan mas Rizki.”
“Apa mas Rizki melakukan sesuatu yang buruk terhadap wanita itu?”
“Saya sudah bertanya, dia tidak menjawab, malah langsung pergi.”
“Ya sudah Mbok, saya pamit dulu. Obat-obat itu biarkan dulu di tempatnya, biarkan yang berwenang menelitinya.”
“Baik pak Mantri, terima kasih sudah mau datang.”
“Tidak apa-apa. Tuan Hasbi kalau ada apa-apa juga pasti memanggil aku."
***
Srining kembali ke arah rumah sakit. Ia semakin yakin bahwa Rizki adalah anak kandungnya yang bernama Jarot. Tapi ada yang mengganjal, mengapa Jarot ditangkap polisi? Kejahatan apa yang dilakukannya?
“Ya Tuhan, berikan yang terbaik untuk anakku,” gumamnya di sepanjang perjalanan kembali ke rumah sakit.
Sesampai di rumah sakit, Rizki masih berada di ruang IGD, dan masih ada polisi yang menjaganya di luar.
Srining tak tahan lagi, ia meminta ijin untuk kembali menemui Rizki, tapi salah seorang polisi mengawasinya.
“Jarot, kamu adalah Jarot,” tangisnya ketika sudah bertemu Rizki.
“Apakah Ibu mengenal aku?”
“Kamu adalah Jarot. Aku yang salah. Kamu aku tinggalkan di panti asuhan itu tanpa meninggalkan pesan apapun. Lalu kamu diberi nama Rizki, setelah besar kamu dipungut oleh pak Hasbi. Iya kan?”
Rizki menatap wanita di depannya, yang mengakuinya sebagai ibunya. Ada perasaan aneh mengingat dua kali ia berseteru dengannya.
“Apa kamu tidak percaya pada penuturan ibumu ini?”
”Mengapa Ibu begitu yakin kalau aku adalah anak Ibu?”
”Ibu mengenali kamu Nak, barangkali Allah yang menuntun ibu, untuk melihatmu tanpa baju, sehingga bisa melihat tanda lahir di bahu kirimu. Kamu adalah Jarot.”
Rizki terdiam. Ketika rasa sakitnya berkurang, ia sekarang dilanda ketakutan karena ditangkap polisi. Dosanya cukup banyak. Mencuri, memfitnah, lalu menyerempet Misnah, dan terakhir dia mengganti isi kapsul obat pak Hasbi dengan racun entah apa, yang diberikan Citra.
“Citra akan terlibat. Dia yang membuat aku begini,” gumamnya lirih, tapi Srining mendengarnya.
“Siapa Citra? Dan mengapa kamu ditangkap polisi? Kamu telah melakukan kejahatan apa?”
Rizki memejamkan matanya, menahan sesak dadanya karena dosa yang telah dilakukannya terasa menindihnya dan itu sangatlah berat.
“Kamu melakukan apa? Kalau bisa ibu akan menolongmu.”
“Menolong seorang yang melakukan kejahatan?”
“Kejahatan apa yang kamu lakukan? Kata pembantu itu, yang namanya tuan Hasbi adalah orang baik.”
“Ibu ke rumah tuan Hasbi?”
“Ya, untuk memastikan, apakah kamu anak kandung tuan Hasbi, ataukah anak angkat. Kalau anak angkat, berarti kamu adalah anakku.”
“Ibu bertemu tuan Hasbi?”
“Tidak, hanya pembantunya. Katanya, tuan Hasbi sakit, dan dibawa ke rumah sakit.”
“Ya Tuhan,” keluh Rizki yang lama sekali tidak menyebut nama Tuhan.
Air matanya tiba-tiba menitik.
“Ada apa Nak?”
“Tuan Hasbi sangat baik. Tak ada orang sebaik dia. Aku bersalah, aku berdosa, aku pantas dihukum.”
“Apa yang kamu lakukan?”
“Banyak.”
“Jarot, ibu akan menolongmu.”
“Tidak Bu, tak seorangpun bisa menolong aku,” tangis Rizki pecah. Tangis penuh penyesalan.
“Sudahlah Nak, jangan menangis lagi.”
“Kalau Ibu adalah ibuku, siapakah ayahku?”
“Ayahmu adalah seorang tukang tambal ban.”
“Apa?” Rizki berteriak.
“Namanya Misdi.”
“Apa?” teriakannya lebih keras, membuat beberapa perawat menoleh ke arahnya.
“Ya Allah, ya Allah … “ Rizki mengguguk.
Srining merangkulnya.
“Dia laki-laki baik, ibu telah meninggalkannya karena tergiur bujukan laki-laki lain yang lebih kaya. Sepeninggal ibumu, ayahmu menjadi penambal ban, setelah bekerja serabutan dan hidup kekurangan bersama ibumu ini.”
“Rizki jahat, Rizki orang jahat. Aku ingin bertemu ayahku, katakan di mana ayahku?”
“Tenanglah Nak, jangan begini,” kata Srining yang tak urung ikut meneteskan air mata.
“Dosa Rizki sangat banyak, sangat banyak, tak terampuni, Rizki tak cukup hanya dipenjara, Rizki ingin mati saja.”
“Jarot, anakku, tidak boleh bicara begitu. Katakan pada ibu, apa yang terjadi.”
“Katakan di mana ayahku sekarang? Di mana dia?”
“Ibu juga belum bisa bertemu ayahmu.”
“Dulu dia ikut tuan Hasbi, menjadi tukang kebun, tapi diusir gara-gara aku memfitnahnya. Memfitnah ayahku sendiri.”
“Ayahmu tadinya ikut tuan Hasbi?”
“Entah bagaimana sekarang dia. Ya Allah, ampunilah dosaku.”
Tangis Rizki tak berhenti, sampai dokter kembali memeriksa. Sehari Rizki dirawat, lalu setelah dokter menyatakan sehat, kemudian polisi membawanya ke kantor untuk diperiksa.
***
Srining menangis di sepanjang langkahnya keluar dari rumah sakit itu, ketika tiba-tiba ia melihat seseorang yang dikenalnya.
“Mas Misdi!” Srining berteriak.
Pak Misdi menoleh, terkejut melihat Srining ada di rumah sakit, sambil menangis pula.
“Mas, itu anakmu Mas, anakmu dibawa polisi,” tangis Srining, membuat pak Misdi bingung.
“Anakku?”
“Jarot. Lihatlah dia, dia dibawa polisi mas.”
“Jarot?”
Pak Misdi melihat polisi menggandeng seseorang, yang dikenalnya sebagai Rizki.
“Itu kan mas Rizki. Pantas dia dibawa polisi. Dia jahat sekali.’
“Dia itu Jarot Mas, bukan Rizki. Dia diambil anak angkat dari panti asuhan, dia anak kita Mas.”
Pak Misdi terkejut. Ia melihat Rizki yang menatapnya, lalu Srining menarik keras tangan pak Misdi agar mendekat ke arah mobil tahanan.
“Jarot, dia ayahmu, Jarot,” teriak Srining, yang kemudian meminta ijin agar Rizki jangan dibawa pergi dulu.
Rizki sudah diborgol, mohon ijin untuk turun, lalu menangis di dada pak Misdi yang sangat bingung tiba-tiba menyadari kalau Rizki adalah Jarot, anak kandungnya.
“Maafkan Rizki Pak, maaf ya Pak, dosa Rizki sangat besar, Rizki pantas dihukum,” tangis Rizki.
“Kkamu … Ja ... rot?”
“Iya Mas, aku baru mengenalinya kemarin, dalam keadaan sakit, aku melihat tanda lahir di bahu kirinya. Itu Jarot Mas.”
“Jarot?” pak Misdi merangkul Jarot erat-erat. Iapun menangis.
“Maafkan Rizki Pak, dosa Rizki sangat besar.”
“Mohon ampun kepada Allah, dan bertobatlah,” bisik pak Misdi yang merasa seperti mimpi menghadapi situasi tak terduga ini.
Tak lama mereka bertangisan, karena polisi tak mau menunggu lebih lama lagi.
Dengan berat hati pak Misdi dan Srining melepaskan anak kandung mereka dibawa polisi dengan mobil tahanan.
***
Pak Misdi dan Srining saling bercerita tentang Rizki atau Jarot. Tentang kejahatan Rizki yang sangat dimanja oleh pak Hasbi tapi kemudian membalasnya dengan melakukan hal jahat, bahkan membuatnya terusir dari rumah pak Hasbi karena Rizki memfitnahnya. Srining juga menceritakan bagaimana dia mencari Rizki tanpa hasil, tapi kemudian dipertemukan ketika Rizki terusir dari rumah pak Hasbi dalam keadaan sakit, lalu Srining melihat tanda lahir di bahu kirinya setelah Rizki kembali dari kamar mandi dan terjatuh tertabrak becak yang ditumpanginya.
Sebentar-sebentar pak Misdi mengusap air matanya. Menyesali kelakuan anak kandungnya, tapi juga merasa lega telah bisa bertemu dengannya.
“Mengapa sampeyan ada di sini?”
“Misnah sakit. Juga gara-gara Jarot itu.”
“Misnah itu siapa? Sampeyan sudah punya istri lagi?”
“Misnah itu anak kecil, anak angkatku, yang aku rawat sejak dia berumur lima tahun.”
“Oh, anak angkat?”
“Aku menemukannya ketika dia kelaparan di pinggir jalan, lalu membawanya pulang dan merawatnya.”
Lalu pak Misdi menceritakan tentang anak angkatnya yang teraniaya gara-gara Jarot juga.
“Ini hukuman untuk aku, karena aku mengkhianati rumah tangga kita, dan membuang anakku dengan semena-mena,” Srining terisak-isak.
“Ya sudah, ayo memohon ampun kepada Allah atas semua dosa kita, dan semoga yang terbaiklah yang diterima Rizki nantinya. Biarlah semuanya menjadi pelajaran baginya,” kata pak Misdi pada akhirnya.
“Apa suami kamu tahu bahwa kamu mencari Jarot dan menungguinya sejak kemarin?”
“Aku sudah mau bercerai dengannya.”
“Bercerai?”
“Dia mau punya istri lagi. Tidak apa-apa, biarlah aku jalani hidupku semampuku. Sekarang aku ingin melihat Misnah.”
“Tadi aku habis membelikan makanan untuk dia, ayo kita temui dia, sudah lama aku tinggalkan dia sendirian di kamarnya.”
Begitu memasuki ruangan, Misnah berteriak.
“Pak, aku sudah ingat semuanya.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteAlhamdulillah......
ReplyDeleteNuwun mas Kakek
Deleteππ©·ππ©·ππ©·ππ©·
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eLTe'eLKa_36
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam aduhai π¦πΉ
ππ©·ππ©·ππ©·ππ©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai
Matur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang
ReplyDeleteAssalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 36 " sampun tayang...
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun π€²ππ©·π©·
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 36 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~36 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.π€²
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Matur nuwun Bu Tien.
ReplyDeleteSemoga Kakek Hasbi bisa diselamatkan....
Semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat.
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun Bu Tien cerbung telah tayang, semoga Bu Tien tetap sehat,semangat,bahagia bersama Kel tercinta,tetap lanjutkan cerbungnya untuk para pembaca tercinta..πππ
ReplyDeleteAamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Nah.. Sudah terkuak tentang Rizki dan Jarot. Tinggal menunggu peran Citra dan kejahatan mereka.
ReplyDeleteMudah mudahan pak Hasbi tertolong jiwanya. Juga Misnah sudah membaik, besok biar tinggal bersama bapaknya di rumah pak Hasbi lagi.
Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Matur nuwun Bunda Tien. sehat srlalu ya Bun dan barokalloh
ReplyDeleteAamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yulian
Alhamdulillaah
ReplyDeleteMakasih bunda
Sami2 ibu Engkas
DeleteAkhirnya Jarot bertemu dengan orang tua kandungnya.... Misnah sdh pulih ingatannya. Terimakasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu bunda Tien sekeluarga, Aduhaiii
ReplyDeleteAamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Aduhai
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteHamdallah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Terima ksih bund cerbungnya..slmr mlm dan slmt istrhat .salam sehat sll unk bund bersm bpk ππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga ibu
Alhamdulillaah " Langit Tak Lagi Kelam - 36" sudah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiinπ€²
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 36 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..36.. .sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.
Weleh...weleh...jebulane bocah...e dewe ta..π
Salut sama sang Sutradara...yang ingin mengumpulkan balong pisah, agar bersatu kembali.
Adapun Misdi dan Srining...lebih baik memakai theklek yang sdh ke cemplong kalen...lebih baik balen wae lah...ππ
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteKok jd ikut terharu, dg bertemu nya #nak & suami-istri Misdi Srining,. sudah mulai terlihat t@nda l@ngit tak lagi kelam, aduhai π
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam sehat ugi
Alhamdulilah. Hatur nuhun bunda atien.. semoga ibu sehat selalu begitu juga pak Tom
ReplyDeleteSeru. Seru. Deg degan JD terhanut Pada cerita.
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Yas Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteNah, mendungnya sudah hampir berlalu, karena Rizki sudah menyadari kesalahannya dan Misnah pulih dari amnesia, sehingga bisa saksi nantinya. Syukurlah kalau keluarga pak Misdi bisa bersatu kembali..
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat selalu.ππ»π