Monday, October 13, 2025

LANGIT TAK LAGI KELAM 35

 LANGIT TAK LAGI KELAM  35

(Tien Kumalasari)

 

Mobil polisi itu berhenti di depan becak, di mana Srining dan Rizki sudah duduk di dalamnya.

“Ya ampun, pak polisi, sampeyan menghalangi jalannya becak saya, ini sedang membawa orang sakit,” omel Srining kesal. Hanya karena yang dihadapinya adalah polisi, maka ia tak berkata kasar.

“Apakah ada yang bernama Rizki?”

“Tidak ada Pak, ini Jarot, anak saya.”

“Jarot? Jangan bohong. Bukankah saudara ini adalah anak angkat pak Hasbi?”

Rizki membuka matanya yang terasa berat. Ia masih mengigil.

“Anda Rizki kan?”

“Pak, sudah saya bilang, ini Jarot anak saya.”

“Menurut pengamatan, ini adalah saudara Rizki yang semalam pergi dari rumah pak Hasbi.”

“Memangnya ada apa, kalau dia Rizki. Dia tuh sedang sakit. Bapak boleh lihat, badannya panas sekali, dia hampir pingsan. Biarkan dulu kami ke rumah sakit. Soal ada urusan kan bisa diselesaikan nanti. Kalau sampai anak saya ini meninggal gara-gara tidak segera ditangani, saya akan ganti melaporkan Bapak karena telah membunuh anak saya,” ancam Srining.

Rizki yang bingung karena wanita yang dua kali membuatnya bertengkar dengannya, tiba-tiba mengaku sebagai ibu kandungnya. Ia ingin memprotesnya, tapi bibirnya gemetar, tak mampu mengeluarkan suara. Walau begitu dia kemudian sadar, bahwa ayahnya ternyata melaporkannya ke polisi.

Dan Rizki tiba-tiba jatuh terkulai ketika mencoba turun dari becak. Seorang polisi menangkap tubuhnya sehingga tidak jatuh mencium tanah.

“Dia sakit, kita antarkan dulu ke rumah sakit, badannya panas sekali,” kata polisi yang menahan tubuh Rizki.”

“Saya sudah bilang kalau anak ini sakit. Biar saya bawa ke rumah sakit saja. Tolong naikkan dia ke atas becak ini.”

“Biar kami yang mengantar ke rumah sakit Bu,” kata polisi yang kemudian membopong tubuh Rizki yang terkulai, ke dalam mobil tahanan.

Srining mencak-mencak marah karena para polisi mengganggu pertemuannya dengan anak kandungnya.

“Pak, ikuti mobil itu. Pastinya ke rumah sakit,” perintah Srining kepada tukang becak.

“Kalau mengejar tidak bisa den, saya susulkan saja ke rumah sakit, paling ke rumah sakit pusat yang lebih dekat,” kata si tukang becak.

“Ya sudah, cepatlah,” jawab Srining yang merasa sangat gelisah. Di sepanjang perjalanan, Srining segera teringat cerita suaminya, bahwa anak muda yang dua kali berseteru dengannya adalah anak pak Hasbi. Benar, namanya Rizki, tapi menurut perasaan Srining yang tanpa sengaja melihat tanda lahir di pundak kiri Rizki, ia yakin bahwa RIzki adalah Jarot.

Dengan perasaan yang tak menentu, dia menyuruh si tukang becak untuk menuju ke rumah sakit terdekat,

“Tapi mengapa Rizki berurusan dengan polisi? Apa yang dilakukannya? Dan mengapa Rizki membawa kopor besar ini dan bernaung dibawah bekas warung yang bobrok tadi? Tapi aku yakin dia Jarot anakku. Tanda lahir itu tak bisa bohong,” gumamnya.

Srining yakin Allah mengijinkan dirinya bertemu dengan anak kandungnya. Tapi mengapa dia anak pak Hasbi? Apa dia anak angkat? Kalau Rizki adalah anak kandung pak Hasbi, bisa jadi dia salah, biarpun Rizki memang memiliki tanda lahir yang sama dengan Jarot. Tapi kalau hanya anak angkat pak Hasbi, kemungkinan besar dia memang anak kandungnya. Bukankah petugas panti mengatakan bahwa bayi yang ditinggalkannya diambil anak angkat oleh seseorang?

Apa benar, Rizki anak pak Hasbi, bekas majikan suaminya? Kalau keadaan Rizki sudah membaik, ia akan bertanya kepada suaminya, di mana rumah pak Hasbi, Semuanya harus segera dituntaskan.

***

Srining merasa lebih tenang, ketika Rizki sudah siuman, dan panas badannya sudah menurun. Dua orang polisi menjaga di luar pintu ruang IGD.

Ia menemui Rizki yang sudah tersadar, setelah meminta ijin kepada polisi yang berjaga di sana. Ia memegangi tangannya yang berkeringat.

“Apa kamu bukan Jarot?” tanya Srining.

“Aku tidak tahu maksudmu, Bu.”

“Aku sedang mencari anakku. Apa benar kamu anak pak Hasbi?”

Rizki terdiam. Kalau ia mengaku anak pak Hasbi, wanita itu pasti tidak akan mengusiknya.

“Aku Rizki, anak pak Hasbi.”

“Anak kandung?”

“Ada apa sebenarnya Ibu ini? Saya masih pusing, jangan banyak bertanya.”

Srining merasa, Rizki menutupi sesuatu. Satu-satunya jalan adalah menemui suaminya, bertanya di mana rumah pak Hasbi. Dia harus tahu siapa sebenarnya Rizki dan mengapa ditangkap polisi.

Ketika kemudian keluar, dia bertanya pada polisi yang menjaga tentang apa kesalahan Rizki, tapi penjaga itu tak bisa memberi jawaban.

“Sebaiknya Ibu ke kantor saja, saya tidak bisa memberikan jawaban.”

Srining menitipkan kopor Rizki kepada polisi penjaga, kemudian dia pergi untuk menemui suaminya di tempat kerja. Hanya itu satu-satunya cara mendapatkan jawaban. Ia harus menemui pak Hasbi.

***

Hari masih pagi, belum begitu siang. Srining memasuki kantor suaminya, tapi ruangan kantor suaminya kosong. Salah seorang pegawai menunjukkan sebuah ruang yang lain. Srining menuju ke ruang yang ditunjuk karyawan itu.

Tapi betapa terkejutnya Srining, ketika melihat sang suami sedang bercanda dengan seorang wanita. Tawa keduanya memenuhi ruangan itu, begitu akrab, tak peduli pada pegawai yang satu ruang dengannya. Darah Srining mendidih. Tapi sebenarnya dia ingin mengacuhkannya. Bukankah sang suami siap untuk menceraikannya? Kedatangannya hanya untuk menanyakan di mana alamat rumah pak Hasbi.

Sartono membelalakkan matanya dengan marah, melihat Srining tiba-tiba memasuki ruangan itu.

“Ada apa kamu datang kemari? Bukankah aku sudah bilang bahwa aku akan menikah lagi, dan kamu sudah setuju diceraikan? Inilah wanita itu, yang segala nya lebih baik dari kamu.”

Kalau dalam keadaan biasa, Srining sudah pasti akan mendamprat perempuan yang dianggap merebut suaminya itu, atau bahkan ingin menjambak rambutnya, atau mencakar wajahnya sampai berdarah-darah. Tapi pikirannya sedang tak tertuju kepada perselingkuhan suaminya yang memang sudah diketahuinya sejak lama. Ia berpikir tentang anak kandungnya.

“Ada apa kamu ini? Kamu ingin membuat gaduh di kantor ini? Atau ingin aku panggilkan satpam agar melemparkan kamu keluar dari kantor ini?”

Srining mengangkat kepalanya. Ancaman Sartono sama sekali tidak membuatnya takut. Ia juga tak peduli seandainya Sartono akan menikahi kuntilanak sekalipun. Ia hanya berpikir tentang anaknya.

“Aku tidak peduli kamu mau menikah, aku hanya ingin bertanya, tentang rumah pak Hasbi, bekas majikan kamu itu,” katanya datar.

“Rumah pak Hasbi? Mau apa kamu ke sana?”

“Bukan urusan kamu.”

“Apa kamu ingin mendekati kakek tua itu karena dia kaya raya?”

“Ternyata kamulah yang sesungguhnya membuat gaduh di sini. Kalau aku mendekati siapapun, apa kamu peduli? Bukankah kamu sudah akan menceraikan aku? Jadi tolong katakan saja alamatnya.”

“Aku tidak akan memberi tahu.”

“Sartono, ini ada hubungannya dengan anak kandungku!” kata Srining agak berteriak, karena dia sudah sangat kesal.

“Anak kandungmu? Apa dia tahu tentang anak kandungmu?”

“Tolong katakan saja alamatnya, aku akan mengurusnya. Tolonglah, aku tidak ingin ramai di sini. Kalau aku ribut, bukankah kamu akan bertambah malu?”

Dengan wajah gelap akhirnya Sartono menuliskan alamat pak Hasbi, yang dilemparkan seenaknya ke wajah Srining. Tapi Srining tak merespon kelakuan suaminya. Ia memungut tulisan yang kemudian jatuh kelantai, kemudian bergegas pergi.

***

“Itu istri kamu?” tanya perempuan teman bercanda Sartono setelah Srining pergi.

“Iya, benar. Tepatnya, calon bekas istri, karena sebentar lagi aku akan menceraikannya.”

“Bagus. Kelihatannya dia itu kasar sekali.”

“Itu sebabnya aku akan menceraikan dia, dan memilih kamu.”

“Tapi heran aku, kamu tidak suka karena dia kasar?”

“Ya, tentu saja.”

“Tapi kamu bertahan sampai 20 tahunan bersama dia.”

“Tidak persis seperti itu, Yang lima tahun  lebih kan bersamamu.”

“Walau begitu lumayan lama.”

“Aku pertahankan. Maksudku … kalau aku bisa, ternyata tidak bisa. Untunglah ada kamu yang selalu menghiburku.”

“Kamu serius akan menceraikan dia?” 

"Ya serius, masa aku bercanda? Aku juga bilang di depannya tadi, kan? Kamu dengar tidak?”

“Kalau begitu gaji kamu nanti sepenuhnya kamu serahkan padaku kan? Bukan hanya sebagian seperti biasanya?”

“Tentu saja, sayang, kalau kamu sudah jadi istriku, gajiku semua adalah milikmu.”

“Ya sudah, nanti saja kita ngobrol lagi, kalau ketahuan mandor kamu ngobrol di sini nanti dipecat, bagaimana?”

“Baiklah, aku kembali ke ruanganku, nanti makan siang bersama kan?”

“Tentu saja. Makan siang di luar ya, bosan makan di kantin.”

“Sesukamulah, asalkan nanti aku diijinkan menginap di rumah kamu.”

“Pakai minta ijin segala, bukankah biasanya juga begitu?”

Sartono terkekeh, lalu meninggalkan ruangan selingkuhannya.

***

Sementara itu di rumah pak Hasbi, simbok sedang menangis terisak. Rumahnya kosong, karena pak Hasbi dibawa kembali ke rumah sakit.

Pagi hari itu seperti biasa pak Hasbi sarapan, lalu minum obat, dilayani simbok. Tapi belum lama setelahnya, tiba-tiba pak Hasbi pingsan. Simbok sendirian di rumah, sementara Dewi yang biasanya datang belum tampak batang hidungnya.

Simbok berlari keluar untuk meminta pertolongan tetangga, tapi kemudian mobil Satria datang. Simbok menggebrak-gebrak pintu mobil dengan panik.

“Cepat Non, cepaaat. Tuan Hasbi tiba-tiba pingsan.”

Satria melompat turun, diikuti Dewi. Mereka melihat pak Hasbi tergeletak di lantai, mulutnya berbusa.

Satria segera menggendongnya, dan bergegas membawanya ke rumah sakit. Tinggallah simbok yang sendirian di rumah dengan hati ketar ketir.

"Ada apa, tuan Hasbi ini, tadi baik-baik saja. Lalu minum obat … apa salah aku memberikan obatnya? Padahal obatnya juga hanya itu, dan sudah ditempatkan tersendiri di dalam kotak. Tadi seperti keracunan begitu. Ya Tuhan, ada apa ini?"

Tiba-tiba simbok teringat ketika Rizki membuka almari obat, yang mengatakan sedang mencari obat pusing. Tapi lama sekali dia membuka almari itu.

“Astaghfirullah, apakah mas Rizki mengganti obatnya dengan racun?”

Simbok menuju ke arah almari obat. Ia belum sempat menyapu sepagi itu, karena yang paling utama adalah melayani majikannya dulu. Tiba-tiba matanya melihat sesuatu. Ada bubuk kekuningan berserak di bawah almari itu.

Simbok berjongkok. Mengamati bubuk itu. Lalu dengan hati-hati ia mengumpulkan bubuk itu dan meletakkannya di selembar kertas yang bersih.

“Bau obat. Baunya sama seperti obatnya tuan.”

“Simbok bukan orang bodoh. Ia membungkus bubuk yang dikumpulkannya dengan rapi, lalu ia membuka kotak obat majikannya.

Ada obat berupa kapsul yang katanya obat ramuan. Simbok duduk di kursi makan, lalu membuka salah satu kapsul yang ada. Lalu dibandingkannya dengan bubuk temuan yang sudah dikumpulkannya.

“Kok sama? Bagaimana obatnya bisa bertaburan di lantai? Apa mas Rizki menggantinya dengan racun pada salah satu obatnya? Simbok bingung, tapi tak berani melakukan apapun. Ia juga tak bisa menghubungi Dewi ataupun Satria yang mengantarkan pak Hasbi ke rumah sakit. Kapsul itu tinggal enam biji, untuk diminum selama tiga hari lagi."

Simbok berlari ke rumah pak Mantri. Barangkali pak Mantri bisa mengerti tentang obat-obat itu.

***

Besok lagi ya.

58 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~35 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  4. Terima ksih bundaqu cerbungnya..slmt mlm dan slmt istrhat..salam sehat sll unk bunda sekeluargaπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  5. Terima kasih Bunda Tien
    Langit tak lagi kelam ..sudah hadir ..
    Semoga sehat selalu ya Bun...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Sriati
      Apa kabar? Gak pernah komen

      Delete
  6. Alhamdulillah udah tayang Langit Tak lagi kelam
    Terimakasih Bu Tien. Semoga sehat selalu
    Aduh c mbok cerdas mendatangi p mantri. Ayo mbok tanyain obatnya mana yg racun dan mana bukan racun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  7. Alhamdulillah.....
    eLTeeLKa_35 sudah hadir.
    Matur nuwun, Dhe

    ReplyDelete
  8. 🌻🌹🌻🌹🌻🌹🌻🌹
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    Cerbung eLTe'eLKa_35
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲.Salam seroja 😍
    🌻🌹🌻🌹🌻🌹🌻🌹

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 35 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  11. Terimakasih Bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  12. Matur nuwun Bu Tien yg memberi konflik yg bertumpuk-tumpuk....
    Semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 35 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  14. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 35 " sampun tayang...
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  15. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah yg ditunggu sdh tayang, mksh Bu Tien smg sll diberikan kesehatan sisa umur ya barokah aamiin

    ReplyDelete
  17. Innalillahi wainna ilaihi roji'un ikut belasungkawa atas meninggalnya bu Bambang Suhaedi semoga Almahumah diampuni semua dosa2nya ,diterima semua amal ibadahnya,klg yg ditinggalkan diberi ketabahan dan keiklasan Aamiin Yaa Roball Alamiin

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien cerbungnya telah tayang, semoga sehat,bahagia,tetap semangat menulis cerbung pecinta para pembaca...πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  19. Semoga pak Hasbi terlindungi dari kejahatan Rizki, orang baik tetap sehat walafiat,dan bahagia dng orang yg dicintai.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
    Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin . .

    ReplyDelete
  21. Rizki itu sudah nakal secara genetik...

    ReplyDelete
  22. Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..35.. .sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.

    Weleh...weleh...sepertinya usaha Rizki berhasil meracuni ayah angkatnya. Semoga kakek Hasbi segera dapat tertolong.

    Tentunya kakek Hasbi di bawa ke rumah sakit Pusat.
    Disana sepertinya dapat bertemu Srining, Rizki, Misnah, Misdi, .. asyik nya...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  23. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Nginap di hotel prodeo ya Rizky untuk merasakan kenikmatan ketika meracuni pak Hasbi & memfitnah Pak Misdi juga Misnah,,
    Salam aduhai & mantab πŸ‘❤️

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Mbak Tien sayang, salam sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillaah " Langit Tak Lagi Kelam- 35" sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiin

    ReplyDelete
  26. Wadooh...sadis si Rizki kalau sampai berani meracuni pak Hasbi. Makin tambah "dosa"nya.

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, matursuwun nggih Bu Tien
    Salam hangat, smg sehat selalubersama keluarga tersayang

    ReplyDelete

LANGIT TAK LAGI KELAM 36

  LANGIT TAK LAGI KELAM  36 (Tien Kumalasari)   Tapi sampai di sana pak Mantri tak berani membongkar semua kapsul ramuan yang masih tersisa....