LANGIT TAK LAGI KELAM 35
(Tien Kumalasari)
Mobil polisi itu berhenti di depan becak, di mana Srining dan Rizki sudah duduk di dalamnya.
“Ya ampun, pak polisi, sampeyan menghalangi jalannya becak saya, ini sedang membawa orang sakit,” omel Srining kesal. Hanya karena yang dihadapinya adalah polisi, maka ia tak berkata kasar.
“Apakah ada yang bernama Rizki?”
“Tidak ada Pak, ini Jarot, anak saya.”
“Jarot? Jangan bohong. Bukankah saudara ini adalah anak angkat pak Hasbi?”
Rizki membuka matanya yang terasa berat. Ia masih mengigil.
“Anda Rizki kan?”
“Pak, sudah saya bilang, ini Jarot anak saya.”
“Menurut pengamatan, ini adalah saudara Rizki yang semalam pergi dari rumah pak Hasbi.”
“Memangnya ada apa, kalau dia Rizki. Dia tuh sedang sakit. Bapak boleh lihat, badannya panas sekali, dia hampir pingsan. Biarkan dulu kami ke rumah sakit. Soal ada urusan kan bisa diselesaikan nanti. Kalau sampai anak saya ini meninggal gara-gara tidak segera ditangani, saya akan ganti melaporkan Bapak karena telah membunuh anak saya,” ancam Srining.
Rizki yang bingung karena wanita yang dua kali membuatnya bertengkar dengannya, tiba-tiba mengaku sebagai ibu kandungnya. Ia ingin memprotesnya, tapi bibirnya gemetar, tak mampu mengeluarkan suara. Walau begitu dia kemudian sadar, bahwa ayahnya ternyata melaporkannya ke polisi.
Dan Rizki tiba-tiba jatuh terkulai ketika mencoba turun dari becak. Seorang polisi menangkap tubuhnya sehingga tidak jatuh mencium tanah.
“Dia sakit, kita antarkan dulu ke rumah sakit, badannya panas sekali,” kata polisi yang menahan tubuh Rizki.”
“Saya sudah bilang kalau anak ini sakit. Biar saya bawa ke rumah sakit saja. Tolong naikkan dia ke atas becak ini.”
“Biar kami yang mengantar ke rumah sakit Bu,” kata polisi yang kemudian membopong tubuh Rizki yang terkulai, ke dalam mobil tahanan.
Srining mencak-mencak marah karena para polisi mengganggu pertemuannya dengan anak kandungnya.
“Pak, ikuti mobil itu. Pastinya ke rumah sakit,” perintah Srining kepada tukang becak.
“Kalau mengejar tidak bisa den, saya susulkan saja ke rumah sakit, paling ke rumah sakit pusat yang lebih dekat,” kata si tukang becak.
“Ya sudah, cepatlah,” jawab Srining yang merasa sangat gelisah. Di sepanjang perjalanan, Srining segera teringat cerita suaminya, bahwa anak muda yang dua kali berseteru dengannya adalah anak pak Hasbi. Benar, namanya Rizki, tapi menurut perasaan Srining yang tanpa sengaja melihat tanda lahir di pundak kiri Rizki, ia yakin bahwa RIzki adalah Jarot.
Dengan perasaan yang tak menentu, dia menyuruh si tukang becak untuk menuju ke rumah sakit terdekat,
“Tapi mengapa Rizki berurusan dengan polisi? Apa yang dilakukannya? Dan mengapa Rizki membawa kopor besar ini dan bernaung dibawah bekas warung yang bobrok tadi? Tapi aku yakin dia Jarot anakku. Tanda lahir itu tak bisa bohong,” gumamnya.
Srining yakin Allah mengijinkan dirinya bertemu dengan anak kandungnya. Tapi mengapa dia anak pak Hasbi? Apa dia anak angkat? Kalau Rizki adalah anak kandung pak Hasbi, bisa jadi dia salah, biarpun Rizki memang memiliki tanda lahir yang sama dengan Jarot. Tapi kalau hanya anak angkat pak Hasbi, kemungkinan besar dia memang anak kandungnya. Bukankah petugas panti mengatakan bahwa bayi yang ditinggalkannya diambil anak angkat oleh seseorang?
Apa benar, Rizki anak pak Hasbi, bekas majikan suaminya? Kalau keadaan Rizki sudah membaik, ia akan bertanya kepada suaminya, di mana rumah pak Hasbi, Semuanya harus segera dituntaskan.
***
Srining merasa lebih tenang, ketika Rizki sudah siuman, dan panas badannya sudah menurun. Dua orang polisi menjaga di luar pintu ruang IGD.
Ia menemui Rizki yang sudah tersadar, setelah meminta ijin kepada polisi yang berjaga di sana. Ia memegangi tangannya yang berkeringat.
“Apa kamu bukan Jarot?” tanya Srining.
“Aku tidak tahu maksudmu, Bu.”
“Aku sedang mencari anakku. Apa benar kamu anak pak Hasbi?”
Rizki terdiam. Kalau ia mengaku anak pak Hasbi, wanita itu pasti tidak akan mengusiknya.
“Aku Rizki, anak pak Hasbi.”
“Anak kandung?”
“Ada apa sebenarnya Ibu ini? Saya masih pusing, jangan banyak bertanya.”
Srining merasa, Rizki menutupi sesuatu. Satu-satunya jalan adalah menemui suaminya, bertanya di mana rumah pak Hasbi. Dia harus tahu siapa sebenarnya Rizki dan mengapa ditangkap polisi.
Ketika kemudian keluar, dia bertanya pada polisi yang menjaga tentang apa kesalahan Rizki, tapi penjaga itu tak bisa memberi jawaban.
“Sebaiknya Ibu ke kantor saja, saya tidak bisa memberikan jawaban.”
Srining menitipkan kopor Rizki kepada polisi penjaga, kemudian dia pergi untuk menemui suaminya di tempat kerja. Hanya itu satu-satunya cara mendapatkan jawaban. Ia harus menemui pak Hasbi.
***
Hari masih pagi, belum begitu siang. Srining memasuki kantor suaminya, tapi ruangan kantor suaminya kosong. Salah seorang pegawai menunjukkan sebuah ruang yang lain. Srining menuju ke ruang yang ditunjuk karyawan itu.
Tapi betapa terkejutnya Srining, ketika melihat sang suami sedang bercanda dengan seorang wanita. Tawa keduanya memenuhi ruangan itu, begitu akrab, tak peduli pada pegawai yang satu ruang dengannya. Darah Srining mendidih. Tapi sebenarnya dia ingin mengacuhkannya. Bukankah sang suami siap untuk menceraikannya? Kedatangannya hanya untuk menanyakan di mana alamat rumah pak Hasbi.
Sartono membelalakkan matanya dengan marah, melihat Srining tiba-tiba memasuki ruangan itu.
“Ada apa kamu datang kemari? Bukankah aku sudah bilang bahwa aku akan menikah lagi, dan kamu sudah setuju diceraikan? Inilah wanita itu, yang segala nya lebih baik dari kamu.”
Kalau dalam keadaan biasa, Srining sudah pasti akan mendamprat perempuan yang dianggap merebut suaminya itu, atau bahkan ingin menjambak rambutnya, atau mencakar wajahnya sampai berdarah-darah. Tapi pikirannya sedang tak tertuju kepada perselingkuhan suaminya yang memang sudah diketahuinya sejak lama. Ia berpikir tentang anak kandungnya.
“Ada apa kamu ini? Kamu ingin membuat gaduh di kantor ini? Atau ingin aku panggilkan satpam agar melemparkan kamu keluar dari kantor ini?”
Srining mengangkat kepalanya. Ancaman Sartono sama sekali tidak membuatnya takut. Ia juga tak peduli seandainya Sartono akan menikahi kuntilanak sekalipun. Ia hanya berpikir tentang anaknya.
“Aku tidak peduli kamu mau menikah, aku hanya ingin bertanya, tentang rumah pak Hasbi, bekas majikan kamu itu,” katanya datar.
“Rumah pak Hasbi? Mau apa kamu ke sana?”
“Bukan urusan kamu.”
“Apa kamu ingin mendekati kakek tua itu karena dia kaya raya?”
“Ternyata kamulah yang sesungguhnya membuat gaduh di sini. Kalau aku mendekati siapapun, apa kamu peduli? Bukankah kamu sudah akan menceraikan aku? Jadi tolong katakan saja alamatnya.”
“Aku tidak akan memberi tahu.”
“Sartono, ini ada hubungannya dengan anak kandungku!” kata Srining agak berteriak, karena dia sudah sangat kesal.
“Anak kandungmu? Apa dia tahu tentang anak kandungmu?”
“Tolong katakan saja alamatnya, aku akan mengurusnya. Tolonglah, aku tidak ingin ramai di sini. Kalau aku ribut, bukankah kamu akan bertambah malu?”
Dengan wajah gelap akhirnya Sartono menuliskan alamat pak Hasbi, yang dilemparkan seenaknya ke wajah Srining. Tapi Srining tak merespon kelakuan suaminya. Ia memungut tulisan yang kemudian jatuh kelantai, kemudian bergegas pergi.
***
“Itu istri kamu?” tanya perempuan teman bercanda Sartono setelah Srining pergi.
“Iya, benar. Tepatnya, calon bekas istri, karena sebentar lagi aku akan menceraikannya.”
“Bagus. Kelihatannya dia itu kasar sekali.”
“Itu sebabnya aku akan menceraikan dia, dan memilih kamu.”
“Tapi heran aku, kamu tidak suka karena dia kasar?”
“Ya, tentu saja.”
“Tapi kamu bertahan sampai 20 tahunan bersama dia.”
“Tidak persis seperti itu, Yang lima tahun lebih kan bersamamu.”
“Walau begitu lumayan lama.”
“Aku pertahankan. Maksudku … kalau aku bisa, ternyata tidak bisa. Untunglah ada kamu yang selalu menghiburku.”
“Kamu serius akan menceraikan dia?”
"Ya serius, masa aku bercanda? Aku juga bilang di depannya tadi, kan? Kamu dengar tidak?”
“Kalau begitu gaji kamu nanti sepenuhnya kamu serahkan padaku kan? Bukan hanya sebagian seperti biasanya?”
“Tentu saja, sayang, kalau kamu sudah jadi istriku, gajiku semua adalah milikmu.”
“Ya sudah, nanti saja kita ngobrol lagi, kalau ketahuan mandor kamu ngobrol di sini nanti dipecat, bagaimana?”
“Baiklah, aku kembali ke ruanganku, nanti makan siang bersama kan?”
“Tentu saja. Makan siang di luar ya, bosan makan di kantin.”
“Sesukamulah, asalkan nanti aku diijinkan menginap di rumah kamu.”
“Pakai minta ijin segala, bukankah biasanya juga begitu?”
Sartono terkekeh, lalu meninggalkan ruangan selingkuhannya.
***
Sementara itu di rumah pak Hasbi, simbok sedang menangis terisak. Rumahnya kosong, karena pak Hasbi dibawa kembali ke rumah sakit.
Pagi hari itu seperti biasa pak Hasbi sarapan, lalu minum obat, dilayani simbok. Tapi belum lama setelahnya, tiba-tiba pak Hasbi pingsan. Simbok sendirian di rumah, sementara Dewi yang biasanya datang belum tampak batang hidungnya.
Simbok berlari keluar untuk meminta pertolongan tetangga, tapi kemudian mobil Satria datang. Simbok menggebrak-gebrak pintu mobil dengan panik.
“Cepat Non, cepaaat. Tuan Hasbi tiba-tiba pingsan.”
Satria melompat turun, diikuti Dewi. Mereka melihat pak Hasbi tergeletak di lantai, mulutnya berbusa.
Satria segera menggendongnya, dan bergegas membawanya ke rumah sakit. Tinggallah simbok yang sendirian di rumah dengan hati ketar ketir.
"Ada apa, tuan Hasbi ini, tadi baik-baik saja. Lalu minum obat … apa salah aku memberikan obatnya? Padahal obatnya juga hanya itu, dan sudah ditempatkan tersendiri di dalam kotak. Tadi seperti keracunan begitu. Ya Tuhan, ada apa ini?"
Tiba-tiba simbok teringat ketika Rizki membuka almari obat, yang mengatakan sedang mencari obat pusing. Tapi lama sekali dia membuka almari itu.
“Astaghfirullah, apakah mas Rizki mengganti obatnya dengan racun?”
Simbok menuju ke arah almari obat. Ia belum sempat menyapu sepagi itu, karena yang paling utama adalah melayani majikannya dulu. Tiba-tiba matanya melihat sesuatu. Ada bubuk kekuningan berserak di bawah almari itu.
Simbok berjongkok. Mengamati bubuk itu. Lalu dengan hati-hati ia mengumpulkan bubuk itu dan meletakkannya di selembar kertas yang bersih.
“Bau obat. Baunya sama seperti obatnya tuan.”
“Simbok bukan orang bodoh. Ia membungkus bubuk yang dikumpulkannya dengan rapi, lalu ia membuka kotak obat majikannya.
Ada obat berupa kapsul yang katanya obat ramuan. Simbok duduk di kursi makan, lalu membuka salah satu kapsul yang ada. Lalu dibandingkannya dengan bubuk temuan yang sudah dikumpulkannya.
“Kok sama? Bagaimana obatnya bisa bertaburan di lantai? Apa mas Rizki menggantinya dengan racun pada salah satu obatnya? Simbok bingung, tapi tak berani melakukan apapun. Ia juga tak bisa menghubungi Dewi ataupun Satria yang mengantarkan pak Hasbi ke rumah sakit. Kapsul itu tinggal enam biji, untuk diminum selama tiga hari lagi."
Simbok berlari ke rumah pak Mantri. Barangkali pak Mantri bisa mengerti tentang obat-obat itu.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteKomennya kok dikit
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~35 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Terima ksih bundaqu cerbungnya..slmt mlm dan slmt istrhat..salam sehat sll unk bunda sekeluargaππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga
Terima kasih Bunda Tien
ReplyDeleteLangit tak lagi kelam ..sudah hadir ..
Semoga sehat selalu ya Bun...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Sriati
Apa kabar? Gak pernah komen
Alhamdulillah udah tayang Langit Tak lagi kelam
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien. Semoga sehat selalu
Aduh c mbok cerdas mendatangi p mantri. Ayo mbok tanyain obatnya mana yg racun dan mana bukan racun
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteeLTeeLKa_35 sudah hadir.
Matur nuwun, Dhe
Sami2 mas Kakek
Deleteπ»πΉπ»πΉπ»πΉπ»πΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
Cerbung eLTe'eLKa_35
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
π»πΉπ»πΉπ»πΉπ»πΉ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Hamdallah...sdh tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 35 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Terimakasih Bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur nuwun Bu Tien yg memberi konflik yg bertumpuk-tumpuk....
ReplyDeleteSemoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 35 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 35 " sampun tayang...
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun π€²ππ©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteAlhamdulillah yg ditunggu sdh tayang, mksh Bu Tien smg sll diberikan kesehatan sisa umur ya barokah aamiin
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Ida
Innalillahi wainna ilaihi roji'un ikut belasungkawa atas meninggalnya bu Bambang Suhaedi semoga Almahumah diampuni semua dosa2nya ,diterima semua amal ibadahnya,klg yg ditinggalkan diberi ketabahan dan keiklasan Aamiin Yaa Roball Alamiin
ReplyDeleteAamiin.
DeleteMatur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah, maturnuwun Bu Tien cerbungnya telah tayang, semoga sehat,bahagia,tetap semangat menulis cerbung pecinta para pembaca...ππ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Semoga pak Hasbi terlindungi dari kejahatan Rizki, orang baik tetap sehat walafiat,dan bahagia dng orang yg dicintai.
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Tatik
DeleteAlhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSemoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin . .
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Rizki itu sudah nakal secara genetik...
ReplyDeleteMatur nuwun Mas MERa
DeleteTerima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..35.. .sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.
Weleh...weleh...sepertinya usaha Rizki berhasil meracuni ayah angkatnya. Semoga kakek Hasbi segera dapat tertolong.
Tentunya kakek Hasbi di bawa ke rumah sakit Pusat.
Disana sepertinya dapat bertemu Srining, Rizki, Misnah, Misdi, .. asyik nya...ππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteNginap di hotel prodeo ya Rizky untuk merasakan kenikmatan ketika meracuni pak Hasbi & memfitnah Pak Misdi juga Misnah,,
Salam aduhai & mantab π❤️
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam aduhai juga
Matur nuwun Mbak Tien sayang, salam sehat dan bahagia selalu.
ReplyDeleteSami2 jeng Ira
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillaah " Langit Tak Lagi Kelam- 35" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Wadooh...sadis si Rizki kalau sampai berani meracuni pak Hasbi. Makin tambah "dosa"nya.
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat.ππ»
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah, matursuwun nggih Bu Tien
ReplyDeleteSalam hangat, smg sehat selalubersama keluarga tersayang
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Umi