Saturday, September 13, 2025

LANGIT TAK LAGI KELAM 10

 LANGIT TAK LAGI KELAM  10

(Tien Kumalasari)

 

Rizki menatap tajam ayahnya, dengan pandangan tak percaya.

“Bapak bilang apa?”

“Apa kurang jelas? Masa aku harus mengulangnya?”

“Bapak mengusir aku?”

“Apakah ada arti lain dari perkataan itu?”

Rizki menahan gejolak rasa yang tak menentu. Tak pernah ia bermimpi bahwa ayah angkat yang begitu perhatian padanya itu mengusirnya. Tapi itu benar. Mata laki-laki tua yang bertahun-tahun dipanggilnya bapak itu menatapnya tajam. Ada api memercik di sana, membuat Rizki surut ke belakang.

“Bapak mengusir aku?” ulangnya, pelan.

Tapi tak ada penolakan dari laki-laki tua itu. Berarti Rizki memang harus pergi. Tiba-tiba Rizki merasa marah, merasa bahwa laki-laki tua itu telah membuangnya. Ia membalikkan badannya lalu bergegas meninggalkan rumah, langsung keluar dari halaman dan menghilang di balik pagar.

Pak Hasbi bergeming di tempatnya duduk. Tak sedikitpun ia ingin menahannya. Sikap Rizki sudah keterlaluan. Pak Hasbi merasa Rizki sama sekali tak menghormatinya sebagai ayah. Ada sedikit sesal, karena bagaimanapun rasa sayang itu sudah tumbuh dihatinya setelah bertahun-tahun bersama, tapi pak Hasbi menguatkan hatinya. Ia harus tak lagi mempedulikannya.

Tiba-tiba pak Misdi dan Misnah sudah muncul di depannya, lalu duduk ngelesot di lantai, sehingga membuat pak Hasbi berteriak.

“Eeeh, siapa menyuruh kalian duduk di situ?”

“Saya sudah melihat kamarnya, besok pagi-pagi sekali saya akan datang bersama Misnah untuk membersihkannya,” kata pak Misdi tanpa mempedulikan larangan pak Hasbi.

“Tidak usah terburu-buru, kamu harus beristirahat dulu setelah sakit.”

“Saya kan tidak sakit apa-apa uan, saya hanya kelelahan. Jadi mulai besok saya akan datang kemari. Setelah membenahi kamarnya, saya akan mulai bekerja.”

“Baiklah, terserah kamu saja. Tapi ada satu yang aku minta, sering-seringlah menemani aku ngobrol.”

Pak Misdi tertawa.

“Tentu saja Tuan, saya siap melakukan apapun untuk Tuan.”

“Terima kasih banyak.”

“Minum dan makanlah dulu Pak,” kata simbok tiba-tiba.

“Lho, kami sudah mau pamit, Mbok,” sergah pak Misdi.

“Sudah aku siapkan, Tuan yang menyuruh. Kalau kalian menolak, Tuan bisa marah. Ya kan Tuan?”

“Iya, benar, kalian makan ke belakang sana dulu, setelah itu aku akan mengantarkan kalian pulang.”

“Tidak usah Tuan, kami pulang sendiri saja.”

“Jangan nekat, benar kata simbok. Kalau menolak, aku akan marah,”  kata pak Hasbi sambil tersenyum.

“Setelah makan, aku antarkan kalian pulang, supaya aku juga tahu di mana rumahmu," lanjut pak Hasbi.

“Hanya sebuah gubug kecil, itupun kami menyewa per bulan.”

“Oh ya, kalau begitu mulai sekarang tidak usah menyewa, rumah kalian di sini.”

Bukan hanya pak Misdi yang berlinang air matanya, Misnah juga menangis.

"Hei, ada apa kalian?" kata pak Hasbi.

“Ayo Pak, nanti sayurnya keburu dingin,” kata simbok.

Tak urung pak Misdi dan Misnah mengikuti simbok ke belakang, lalu menyantap hidangan makan yang disediakan simbok di meja dapur.

***

Rizki berjalan tak tentu arah. Ia tak percaya pak Hasbi mengusirnya. Seperti mimpi ia melangkah sambil menghitung hari-hari yang dilaluinya. Kalau dia diusir, dia harus ke mana? Ikut siapa? Kembali ke panti asuhan? Membantu membersihkan kebun dan meladeni anak-anak kecil yang terkadang menjengkelkan? Tentu saja Rizki tak sudi. Bertahun hidup nyaman tak kekurangan, sekarang harus kembali hidup sengsara?

“Aku harus bertemu Citra, untuk sementara aku mau minta agar dia mengijinkan aku tinggal di rumahnya, sebelum berpikir tentang apa yang harus aku lakukan,” gumamnya pelan.

Ia harus menyeberang jalan, tapi dalam pikiran kalut, ia tak melihat sepeda motor yang melintas. Ia terkejut, lalu mundur ke belakang, tapi tak urung sepeda motor itu mampu menyerempatnya, membuatnya terjatuh.

Pengendara sepeda motor itu seorang wanita. Melihat seseorang terjatuh karena sepeda motornya, bukannya minta maaf atau menolongnya, ia malah memaki-makinya.

“Hei, apa kamu tidak punya mata?”

Mendengar makian perempuan itu, Rizki balas memaki.

“Kamu yang tidak punya mata. Bukankah kamu yang hampir menabrakku?”

“Kalau ada kendaraan mau lewat, ya jangan menyeberang. Bodoh!”

“Kamu yang bodoh! Sudah membuatku luka berdarah masih memaki-maki,” kata Rizki sambil berdiri, lalu mengibas-ngibaskan pakaiannya yang kotor. Ada darah di siku kirinya.

“Kalau mata kamu bisa melihat bahwa ada kendaraan mau lewat, harusnya tidak menyeberang dong.”

Rizki sangat marah. Ia ingin menampar mulut perempuan yang memaki-makinya setelah membuatnya jatuh, tapi sebuah tangan kekar menahan tangannya.

“Mau kamu apakan istriku?”

“O, kamu suami perempuan ini? Memangnya kenapa kalau aku menampar mulutnya yang tajam itu?”

“Mas, hajar saja dia.”

“Kamu tidak apa-apa, Srining?”

“Dia jatuh karena ulahnya sendiri, tapi berani memaki aku.”

“Kamu yang lebih dulu memaki aku kan?”

Laki-laki itu tiba-tiba menonjok wajah Rizki sehingga membuat Rizki  terjatuh.

“Mau apa kamu? Membalas aku?”

“Habisi saja Mas, anak muda tak berguna,” omel perempuan yang memang Srining, mantan istri pak Misdi. 

“Kamu terlambat menjemput aku, Sri. Aku sampai jalan kaki ini tadi.”

“Hanya terlambat sedikit, soalnya tadi harus mencari kunci motor, kelupaan aku meletakkannya, ternyata masih tergantung di situ,” katanya sambil menunjuk ke arah sepeda motornya.

“Ayo pulang, jangan hiraukan anak muda yang bisanya hanya berteriak,” kata Srining sambil mendekati sepeda motornya, lalu suaminya menstarternya, dan membawa Srining melaju pergi.

Rizki masih duduk di tanah di tepi jalan. Beberapa orang melihatnya, tapi karena tak melihat sesuatu yang serius, mereka membiarkannya.

Rizki bangkit lalu melanjutkan langkah kakinya sambil masih mengomel memaki-maki. Ia juga merasa sakit karena wajahnya sedikit bengkak, siku kirinya berdarah.

“Dasar perempuan gila! Sudah menabrak, masih menyuruh suaminya menghajar aku. Mentang-mentang badan suaminya besar. Hatiku sedang kalut sih, coba tidak, walau badannya segede gajah, aku pasti bisa membalasnya.

***

Pak Misdi duduk di bangku dalam rumahnya, ketika Misnah bersih-bersih kamar. Karena habis sakit, pak Misdi harus tidur di tempat yang nyaman.

“Nah, istirahatlah dulu, dari tadi kamu bersih-bersih.”

“Supaya bapak nanti tidurnya nyaman.”

“Tinggal sehari kita tinggal di sini. Nanti sore bapak akan membayar lunas uang sewanya.”

“Bapak punya uang? Ini uang yang aku bawa, dibawa Bapak saja.”

“Bawa saja oleh kamu. Tadi tuan Hasbi memberi bapak uang, cukup untuk membayar sewa.”

“Syukurlah, tapi sungkan banget ya Pak, masa baru saja kenal, tuan Hasbi itu memberi banyak kepada kita.”

“Besok kalau bapak bekerja di sana, akan bapak tolak saja gaji yang diberikan. Yang penting kita dapat makan. Ya kan Nah?”

“Lagipula aku disekolahkan juga oleh tuan Hasbi. Sudah banyak yang diberikan. Benar kalau Bapak nanti tidak usah menerima gaji yang diberikan. Yang penting kita bisa makan.”

“Kalau pulang sekolah aku bekerja apa ya Pak?”

“Jangan bilang kamu mau buka tambal ban lagi. Kamu sudah disekolahkan, kamu harus membantu simbok bekerja di dapur, atau bersih-bersih.”

“O, gitu ya Pak.”

“Itu sebagai bentuk balas budi, karena tidak bisa membalasnya dengan uang, kamu bisa membalasnya dengan tenaga.”

“Ya sudah kalau begitu Pak. Pasti banyak yang bisa Misnah kerjakan. Bukankah Misnah sudah biasa mengerjakan banyak hal? Mencuci, bersih-bersih, belanja.”

“Betul. Kebisaan itu akhirnya bisa kamu pergunakan untuk bekal dalam hidup kamu, sehingga kamu bisa melakukan semuanya karena sudah terbiasa.”

***

Hari sudah sore, ketika simbok menyajikan minuman hangat untuk sang tuan.

“Mengapa ada dua minuman ini, Mbok?”

“Yang satu untuk mas Rizki, biasanya dia juga minta.”

“Rizki tidak ada, bawa saja ke belakang.”

“Memangnya mas Rizki ke mana?”

“Aku … mengusirnya,” kata pak Hasbi pelan, seakan menyesali apa yang telah terjadi.”

Simbok melongo.

"Sudah, jangan pikirkan. Nanti aku ceritakan semuanya sama kamu."

Simbok mengangguk, lalu membawa gelas minuman yang sedianya disiapkan untuk Rizki.

***

Tertatih Rizki memasuki halaman rumah Citra, membuat Citra sangat terkejut, juga heran.

“Riz, wajahmu kenapa? Bajumu juga kotor begini?” tanyanya setelah sampai di teras, lalu Rizki duduk dengan lemas. Capek berjalan kaki dari rumah ayahnya sampai ke rumah keluarga Citra. Jauhnya kira-kira tiga atau empat kilometer.

“Ini juga luka?”

“Kamu punya obat merah? Atau kapas? Tolong jangan banyak bertanya dulu.”

“Aku tidak punya obat merah. Aku bersihkan dengan air hangat saja ya, kalau kapasnya aku punya,” katanya sambil beranjak ke belakang.

Ketika keluar dia membawa baskom kecil berisi air hangat, lalu ia membersihkan luka di siku Rizki. Kemudian mengompres wajah Rizki yang bengkak, dengan handuk kecil setelah dicelup air hangat.

“Sebenarnya ada apa?”

“Aku jatuh, hampir terserempet sepeda motor. Wajahku ini ditonjok suami perempuan yang hampir menyerempetku.”

“Ditonjok? Memangnya kenapa?”

“Dasar perempuan gila dia itu. Sudah membuat aku terjatuh, masih menyuruh suaminya memukulku.”

“Kamu berjalan kaki? Mobilnya mana?”

Rizki diam beberapa saat lamanya

“Kamu lagi mau lihat mobil, di show room mobil?”

“Apa maksudmu? Aku diusir dari rumah, gara-gara mobil itu.”

“Diusir?”

“Ya. Entahlah, tiba-tiba ayahku sangat marah.”

“Intinya adalah, permintaan kamu tidak diberikan? Dia menolak membelikan mobil baru? Kasihan sekali kamu, punya orang tua yang pelit, seperti orang miskin saja. Kemana akan dibawa semua harta orang tua kamu yang katamu sangat banyak itu?”

Citra tidak pernah tahu kalau Rizki adalah anak angkat. Ketika mengenal Citra ia mengaku anak kandung pak Hasbi yang kaya raya. Itu sebabnya Citra sangat menggandrungi Rizki karena berharap hidup berkecukupan kalau menjadi istri Rizki nanti.

“Entahlah, aku pusing sekali. Citra, maukah kamu menolongku?”

“Menolong apa? Jangan bilang kamu mau pinjam uang atau sebangsanya karena kamu pergi tanpa membawa uang sepeserpun.”

“Tidak, aku sedang banyak pikiran. Aku tak ingin hidup di jalanan. Bagaimana kalau aku menumpang di sini untuk sementara waktu?”

“Apa? Maksudmu menumpang itu apa? Kamu mau tinggal di sini, tidur dan makan di rumahku ini?”

“Ya, untuk sementara, sambil berpikir bagaimana caranya meluluhkan hati orang tuaku.”

“Tidak bisa Rizki, orang tuaku akan bertanya-tanya, bagaimana mungkin aku menerima teman seorang lelaki, dan mengijinkan dia tinggal di sini.”

“Hanya beberapa hari. Masa kamu tega membiarkan aku tidak punya tempat tinggal?”

“Bukan masalah tega. Aku tidak bisa. Apa jawabku kepada orang tuaku kalau aku membiarkan teman lelaki tinggal di sini.”

“Citra, katanya kamu cinta sama aku.”

“Bukan berarti aku bisa menerima kamu menginap di sini, Rizki. Maaf. Sungguh aku minta maaf.”

Rizki pergi dari rumah Citra, ketika hari mulai gelap. Luka di sikunya terasa nyeri, dan kepalanya berdenyut pusing karena dia tak meminum obat apapun sejak luka karena jatuh dan memar kepalanya karena pelipisnya lebam kena pukulan.

“Kebangetan Citra, tak mau menolongku padahal keadaanku seperti ini?”

***

Masih pagi ketika pak Misdi dan Misnah memasuki halaman rumah pak Hasbi. Suasana masih sepi, tapi ketika mendekati rumah, ia mendengar suara pak Hasbi bicara dengan simbok.

“Aku kira pak Hasbi belum bangun.”

“Sudah ada suaranya, berarti sudah bangun, hanya belum membuka pintunya.”

Ketika pak Misdi mendekati pintu rumah, Misnah menarik tangannya.

“Lewat samping situ Pak, jangan mengetuk pintu depan, seperti tamu saja,” tegur Misnah.

Tapi pak Misdi melihat sesuatu di teras itu. Ada seseorang tidur di lantai, persis di depan pintu.

“Siapa itu?” teriak pak Misdi.

***

Besok lagi ya.

25 comments:

  1. Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 10. telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~10 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan & keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🤲

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah , matur nwn bu Tien, Salam sehat selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
  6. Terima ksih bunda cerbungnya..slm sht sll unk bunda sekel 🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah cerbungnya sdh tayang. Suwun Bu Tien. Salam sehat dan semangat.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  9. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  10. Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..09..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.

    Rizky jangan di maapin ya kek Hasby, jangan di kasihani, krn dia belum menyadari kesalahannya.

    Dikarenakan dia hanya anak angkat, bikin perjanjian sama dia, akan menjadi anak yang sholeh, tidak royal, tdk menjadi anak yang sombong dan kementhos..😁

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM 10 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah maturnuwun bu Tien, cerbung kesayangan sampun tayang ... seneng dg ketegasan kakek Hasbi ...biar sekarang dirasakan oleh Rizki akibat kesombongannya

    Salam hormat utk bu tien dan.pak Tom

    ReplyDelete
  13. *revisi : tdk royal...yang benar tdk boros*

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Mbu Tien... seht sllu bersama keluarga trcnta

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya 🙏🤗🥰💖🌿🌸

    Kesombongan Rizky , yg kamu omelin itu ibumu ... masing-masing TDK peka , hihi
    masih balik ke rumah tok,,

    ReplyDelete
  16. Rizki tidur di lantai...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah. Matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  18. 🌻🌾🌻🌾🌻🌾🌻🌾
    Alhamdulillah 🙏😍
    Cerbung eLTe'eLKa_10
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam aduhai 💐🦋
    🌻🌾🌻🌾🌻🌾🌻🌾

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien,cerbung nya dah tayang, semoga Bu Tien sehat,bahagia, dan terus menulis cerbung untuk hiburan para pembaca yg setia....🙏

    ReplyDelete

HANYA BAYANG-BAYANG 17

  HANYA BAYANG-BAYANG  17 (Tien Kumalasari)   Srikanti terus menatap mereka, dan bertanya-tanya. Keakraban mereka itu lebih dari keakraban s...