MAWAR HITAM 06
(Tien Kumalasari)
Andra terkejut, Sinah punya keinginan yang sangat muluk. Hal yang sangat langka ditemukan pada pembantu yang lain. Sinah bukan sembarang pembantu. Ketika ia menemukan peluang untuk mencapai kehidupan seperti yang diinginkannya, maka ia melakukan semua hal yang bisa dilakukannya. Baik itu hal buruk, kejam ataupun nista. Ia merasa ia menemukan keberuntungan dengan semua itu. Ia merasa hidupnya memang harus berubah. Ia harus berhasil. Dan ia berhasil menekan sang juragan ketika menemukan titik kelemahannya.
“Mengapa Tuan menatapku seperti itu? Bukankah selain karena terpaksa, Tuan juga menyukaiku? Bukankah aku mawar yang berduri tapi cantik? Bukankah aroma mawar itu memabukkan? Bukankah durinya yang tajam tidak menyakiti Tuan selain menggelitik rasa bagi Tuan?”
“Kamu terlalu serakah, untuk ukuran seorang pembantu.”
“Tuan jangan meremehkan saya karena saya hanya seorang pembantu. Pembantu juga boleh punya cita-cita. Saya tidak akan mencuri atau merampok harta Tuan, saya melakukannya dengan upaya, dengan keterus terangan. Saya jujur bukan? Kalau saya mau, sejak dulu saya bisa mencuri harta nyonya Andira. Semua perhiasan yang nilainya tak sedikit, bisa saja saya mencurinya, tapi saya tidak melakukannya. Sekarang saya punya peluang untuk mengangkat derajat saya, apa salah kalau saya melakukannya?”
Andra tak bisa berkata-kata. Apapun nanti penolakannya, Sinah tak akan berhenti. Rupanya Sinah tahu kalau Andira adalah kelemahannya. Barangkali karena kedekatannya dengan sang nyonya, maka dia sudah mendengar perihal kehidupan mereka, sampai kepada seluk beluk perjalanan usaha mereka, dimana orang tua Andira sangat berperan pada kemajuan usahanya, sehingga tak mungkin dia berpisah dengan Andira.
“Tuan kelamaan berpikir. Bagaimana kalau tiba-tiba nyonya bangun dan mencari Tuan?”
Andra terkejut. Ia sadar bahwa ia sedang berada di kamar Sinah, menghabiskan malam dengan hal-hal yang menghanyutkan tapi juga mengejutkannya.
Ia segera berdiri, bersiap keluar dari kamar.
“Jawablah dulu, Tuan.”
“Baiklah, akan aku pikirkan.”
“Tuan terlalu lama berpikir. Katakan ya atau tidak.”
“Ya. Akan aku cari waktu yang baik.”
“Sekaligus carikan rumah untuk saya yang bisa saya pergunakan untuk usaha. Barangkali usaha sebuah rumah makan, atau salon kecantikan, atau apa.”
Andra hanya mengangguk, lalu keluar dari kamar. Tepat ketika dia keluar, suara Andira memanggil-manggilnya. Andra bergegas ke dapur, dan mambuka kulkas, menuang air dingin di gelas. Ketika ia mendengar lagi Andira berteriak, ia menjawabnya dari dapur.
“Aku di dapur.”
Lalu sambil masih membawa gelas, Andra menuju ke ruang tengah, dimana Andira sedang berdiri menunggu.
“Mengapa Mas sekarang sering sekali minum di dapur? Bukankah di sini banyak minuman dingin?”
“Aku hanya suka air tawar. Bukan minuman-minuman yang ada di sini.”
“Andira diam, ia menggandeng tangan suaminya.”
“Mengapa tangan Mas berkeringat?”
“Udara sangat panas, itu sebabnya aku mencari air dingin,” katanya sambil mendahului istrinya masuk kamar, langsung ke kamar mandi. Ia khawatir sang istri mencium aroma aneh dari tubuhnya.
Andira mengikuti masuk ke kamar, lalu kembali naik ke tempat tidur.
“Akhir-akhir ini suamiku sering kali bangun malam lalu mencari air dingin di dapur. Kamar begini dingin karena AC selalu menyala, mengapa dia kegerahan? Sakit barangkali dia,” gumamnya sambil menunggu sang suami yang ada sedang di kamar mandi.
“Lalu dia mandi? Di malam selarut ini?”
Lelah menunggu, kemudian Andira terlelap kembali, dia memang masih mengantuk.
***
Hari terus berlalu. Hari itu Saraswati melihat mbok Manis selalu termenung sendirian. Ketika kemudian Saraswati memergokinya, ia melihat mbok Manis mengusap air matanya.
“Ada apa Mbok, kamu kelihatan sedih akhir-akhir ini?”
“Den Ayu, saya tidak apa-apa.”
“Kalau ada yang kamu pikirkan, bilang saja, siapa tahu aku bisa membantu meringankan beban pikiran kamu.”
“Saya hanya memikirkan Sinah.”
“Sinah sudah dewasa, pasti dia bisa menjaga diri.”
“Saya pikir tidak. Dia itu suka berbuat semaunya, tidak peduli apapun. Bahkan simboknya sendiri juga tidak dipedulikannya.”
“Dia punya keinginan yang tidak sejalan dengan keinginan simboknya. Bukankah dia tidak suka pulang kampung dan lebih suka menjadi gadis kota?”
“Saya takut dia melakukan hal-hal yang tidak benar.”
“Semoga segala petuah yang simbok berikan selalu dibawanya, sehingga dia selalu bisa menjaga diri dengan baik.”
“Akhir-akhir ini saya sering mimpi buruk tentang dia.”
“Jangan percaya mimpi. Orang bilang, mimpi itu bunga tidur.”
“Maunya begitu, Den Ayu, tapi tetap saja saya merasa terganggu.”
“Selalulah berdoa untuk anakmu Mbok, agar dia selamat dunia akhirat.”
“Iya, Den Ayu, saya cuma punya dia. Saya harapkan dia menjadi seseorang yang membuat saya bangga, nyatanya dia malah mengecewakan saya.”
“Sabar Mbok, jangan dulu merasa sedih. Siapa tahu Sinah justru menemukan kehidupan yang lebih baik dan membuat simbok merasa bangga.”
Mbok Manis hanya mengangguk. Sesungguhnya dia tidak yakin Sinah bisa melakukan hal-hal baik, mengingat dia begitu keras kepala dan selalu bertindak semaunya.
“Ayo Mbok, kamu harus senang. Besok kita ke Jogya, kamu ikut ya, aku mau melihat Aryo dan adik-adiknya. Lama sekali tidak bertemu mereka, bahkan sejak bayi Arum lahir,” kata Saraswati yang ingin menghibur mbok Manis.
“Baiklah, Den Ayu.”
“Aku juga ingin mengabarkan Dewi, bagaimana kuliahnya, lalu Satria yang katanya sudah lulus dan sedang mencari pekerjaan.”
“Syukurlah Den Ayu. Simbok ingin hidup sampai den ajeng Dewi menikah dan hidup bahagia.”
“Mengapa Simbok berkata begitu? Tentu saja Simbok akan bisa melihat mereka bahagia. Simbok masih kuat dan sehat.”
“Semoga saja, Den Ayu. Umur seseorang, siapa yang tahu?”
“Berpikir untuk sesuatu yang menyenangkan, Mbok. Jangan tenggelam dalam pemikiran yang menyedihkan.”
“Baik, Den Ayu.”
***
Pagi itu Sinah berdandan sangat cantik. Ia mengenakan pakaian serba hitam. Itu adalah pakaian kesukaannya akhir-akhir ini. Ketika mendekati nyonya majikan, sang nyonya menatapnya heran.
“Mengapa kamu mengenakan pakaian serba hitam?”
“Saya tiba-tiba suka warna hitam, Nyonya. Bukankah hitam itu menandakan sesuatu yang mantap?”
“Kata siapa? Menurut aku, hitam itu gelap. Menggambarkan sesuatu yang kelam, tak bersinar.”
“Masa Nyonya? Bukankah saya cantik dengan pakaian hitam? Beberapa hari ini saja beli beberapa baju, semuanya hitam. Kalau berkembang-kembang, dasarnya juga hitam. Kalau bergaris-garis, dasarnya juga hitam. Nyonya tertarik?”
“Tidak. Saya lebih suka warna yang cerah. Warna cerah itu menggambarkan hati yang bersih, pikiran yang terang dan cemerlang.”
“Sudah bosan pakaian bercorak terang. Hitam lebih menarik," katanya ngeyel.
“Terserah kamu saja, yang penting jangan mengabaikan aku dan jangan mengecewakan dalam melayani aku.”
“Nyonya, sebenarnya saya ingin mengatakan sesuatu.”
“Jangan bilang kamu sakit, jangan bilang ijin mau jalan-jalan, karena beberapa hari ini kamu sering minta ijin untuk pergi keluar sendiri.”
“Saya hanya ingin beli sesuatu untuk kebutuhan saya, Nyonya.”
“Baiklah, lalu kamu akan mengatakan apa?”
“Nyonya, sudah bertahun-tahun saya mengabdi kepada Nyonya.”
“Ingin gaji dinaikkan lagi?”
“Nyonya, biarkan saya bicara dulu.”
“Baik, bicaralah.”
“Saya ini sudah dewasa, dan sudah saatnya menikah.”
“O, kamu mau menikah? Menikah saja, nanti suamimu biar ikut aku sekalian, biar jadi sopir bergantian dengan sopir lama.”
“Bukan begitu. Saya ingin pulang saja.”
“Pulang? Apa maksudmu?”
“Orang tua saya menyuruh saya pulang, untuk dinikahkan dengan pilihan mereka.”
“Apa maksudmu?”
“Nyonya, karena sudah lama mengabdi, saya ingin berhenti,” kata Sinah tandas.
“Maksudmu berhenti menjadi pembantuku? Sinah, kamu boleh menikah, tapi tidak usah pergi, aku akan menaikkan gajimu, bahkan akan memberikan pekerjaan bagi suamimu. Kalian tidak akan kekurangan. Percayalah Sinah.”
“Maaf Nyonya, orang tua saja tidak mengijinkan saya bekerja lagi. Saya harus menjadi istri yang baik.”
“Sinah, kalau kamu pergi lalu aku bagaimana?”
Rasa ketergantungan kepada Sinah, membuat Andira merasa berat ditinggalkan. Tapi tawaran gaji yang menggiurkan dan kedudukan untuk ‘suami’ yang dikatakan Sinah sama sekali tidak membuat Sinah menghentikan niatnya.
“Saya akan mencarikan pembantu yang baik untuk Nyonya.”
“Saya sudah berganti pembantu puluhan kali, tidak ada yang cocok. Kecuali kamu ini. Biarpun kamu agak kurangajar, tapi aku suka pekerjaan kamu.”
“Nyonya belum mencoba yang lain. Nanti akan saya carikan, dan percayalah dia akan menjadi lebih baik dari saya.”
Andira terdiam, matanya berkaca-kaca. Tiba-tiba ia merasa seperti ditinggalkan orang tuanya, sangat kehilangan. Tapi Sinah tetap pada pendiriannya. Mana Andira tahu kalau Sinah sudah menemukan kehidupan yang kaya raya sebagai nyonya juragan? Rumah yang dijanjikan Andra sudah siap, usaha yang disetujui sudah berjalan walau perlahan. Itu sebabnya dia sering ijin keluar.
***
Malam ketika sang suami pulang, Andira sudah mengadu kepadanya tentang Sinah yang mau pamit pergi. Tapi jawaban Andra sangat enteng, karena dia tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Mas tidak merasakan, aku kan bingung Mas.”
“Apa tidak ada pembantu lain yang bisa melayani kamu?”
“Tidak ada yang membuat aku puas, semuanya menjengkelkan.”
“Kamu sudah berpuluh kali ganti pembantu, artinya bukan pembantu itu yang menjengkelkan, tapi kamu yang susah.”
“Mas Andra kok begitu. Bukan membela istrinya malah membela pembantu.”
“Kamu itu yang harus dibela apanya? Kenyataannya memang kamu yang susah dilayani. Buktinya berapa kali kamu ganti pembantu?”
“Lalu bagaimana aku nanti, kalau Sinah sudah pergi?”
“Ada beberapa pembantu di sini, pilih salah satu untuk khusus melayani kamu. Tapi kamu jangan terlalu rewel. Jadi majikan itu bukan karena banyak uang lalu bisa memerintah semaunya, bisa memaki semaunya, bisa membentak-bentak semaunya. Mereka juga manusia. Kalau kita kasar, apalagi sampai membentak atau memaki, mereka tak akan betah. Bukan kamu saja yang bisa memberi gaji. Ya kan?”
“Tapi Sinah tidak pernah marah atau sakit hati.”
“Tidak semua orang seperti Sinah. Dan aku ingatkan kamu, jangan semua-semua suruhan orang. Mengambil ini … mengambil itu … suruhan orang, sementara kamu bisa melakukan. Mandi juga harus dilayani, makan … minum … dilayani. Pantas badanmu semakin membengkak, karena kurang gerak.”
“Mas Andra kok malah memarahi aku.”
“Bukan memarahi kamu, aku mengatakan yang sebenarnya. Coba turuti kata-kataku supaya kamu bisa menikmati menjadi nyonya rumah yang nyaman, karena banyak orang juga nyaman menghadapi kamu. Jadi artinya kamu harus berubah. Berolah ragalah supaya badanmu tidak semakin bulat.”
“Itukah sebabnya maka Mas jarang menyentuh aku?”
“Itu karena aku sangat sibuk dan kelelahan.”
“Bukan karena bosan melihatku semakin gemuk?”
“Sama sekali tidak, bagaimana aku bisa bosan kepada istriku yang menjadi cinta pertamaku ini?” Andra tentu tak mau istrinya mencurigai penyelewengannya.
“Benarkah? Dan menjadi cinta terakhir Mas?”
“Tentu saja.”
Dan Andira yang sebenarnya lugu sangat bahagia hanya mendengarkan kata-kata manis suaminya.
***
Hari itu Saraswati mengajak mbok Manis dan Mbok Randu pergi ke Jogya, bersama Adisoma pastinya, dengan Tangkil sebagai sopirnya. Mereka juga tidak langsung ke Jogya, tapi mampir ke tempat wisata dulu, untuk menyenangkan para abdinya.
Mbok Manis agak terhibur dengan kepergiannya itu, dan melupakan pemikiran sedih tentang anak semata wayangnya.
“Diajeng, bagaimana kalau kita mampir makan dulu, agar tidak terlalu merepotkan yang punya rumah setelah kita sampai nanti.”
“Terserah Kang Mas saja, tadi kita semua juga belum sarapan saat pergi,” kata Saraswati.
“Tangkil, mampir cari rumah makan dulu, kita sudah lapar kan?”
“Baik, Den Mas. Sebaiknya mampir di mana?”
“Terserah saja, pokoknya kita bisa makan enak dan nyaman.”
Tiba-tiba Adisoma melihat sebuah papan nama sebuah rumah makan di kiri jalan.
Rumah Makan MAWAR HITAM.
“Berhenti dulu Kil, ada rumah makan baru di situ.”
Tangkil berhenti dan agak memundurkan mobilnya karena letak rumah makan itu sudah lewat sedikit ke depan.
“O iya, ini rumah makan baru. Bagus sekali kita coba ya Kang Mas, semoga saja enak. Namanya aneh.”
“Biar tampak berbeda barangkali. Ayo turun.”
Saraswati mengajak para abdi untuk turun, lalu mereka memasuki rumah makan itu. Tidak begitu besar, tapi tertata rapi. Semua pelayan memakai baju hitam.
Ketika mereka masuk, seorang wanita cantik menyambut mereka. Pakaiannya juga hitam, tapi lebih mewah.
“Silakan Bapak, Ibu,” sapanya yang memang selalu dilakukannya untuk menyambut tamu yang datang.
Mbok Manis terbelalak menatapnya.
“Sinah?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteGedibal Sinah udah nongol
Moga bunda sehat selalu doaku
ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Gedibal Sinah... hahaa
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah masih bisa mengikuti ceriteranya.... Sehat selalu mbakyu❤
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Kun
DeleteSehat selalu juga untuk jeng
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 06 " sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan mendoakan Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Terima ksih bundaqu..cerbungnya sdj tayang..slmt mlm dan slmt istrhat..salam seroja unk bunda sekel ππ₯°❤️πΉ
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam seroja juga
Terima kasih bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
Semoga bunda dan Pak Tom Widayat sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Alhamdulillah MAWAR HITAM~06 sudah hadir. Maturnuwun Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia senantiasa serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA 9
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung * MAWAR 06
* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ...Bismillah Biidznillah in Syaa Alloh Sehat Sehat Aamiin❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Susi
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk.
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah..... Mawar Hitam 06 sdh tayang, Sinah memang piawi, bisa memanfaatkan peluang dengan caranya...
ReplyDeleteBukan Sinah yang pinter ding, tapi penulisnya yang aduhai dalam.mengaduk-aduk emosi pembacanya...
Banggakah mbok Manis, melihat kesuksesan Sinah, anaknya??
Yuk kita tunggu sepak terjang Sinah dan Arum sama2 korban nafsu lelaki, tapi Arum punya prinsip yang brilian, tapi Sinah jahat .... dan liar.
Semoga bu Tien sehat selalu dan tetap semangat.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Terimakasih bunda Tien, salam sehat bahagia sekeluarga dan selalu....Aduhaii
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteAduhaii
Sinah sinah.. dari awal sllu bkin esmosi.. betul ke, sangat luar biasa penulisnya kerreen..
ReplyDeleteSemoga Mbu Tien sehat sllu bersama keluarga trcnta
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 06 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Apalagi alasan Sinah untuk menjawab pertanyaan Mbok Manis? Jangan seperti lurahku, seringkali bohongnya sehingga bohong yang satu dengan bohong yang lain berbenturan sehingga dia tak tau lagi mana yang bohong dan mana yang bohong lagi..hik hik hik..
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Kalau begitu jangan percaya pada lurah pembohong. Kacau kan.
DeleteTerima kasih MasMERa
ππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eMHa_06
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€². Salam serojaπ¦
ππππππππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Alhamdulillaah Mawar Hitam-06 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin yaa Robbal' Aalaamiinπ€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien,Sinah makin lama makin banyak tingkah, coba nanti akhir cerita,pasti berubah nasibnya,......Bu Tien hebat merangkai kalimat /cerita yg menarik pembaca yg hanyut dlm alur cerita.....Sehat dan bahagia Bu Tien
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Alhamdulillaah
ReplyDeleteSinah keren juga sdh buka rumah makan, kl mengandalkan Andra bisa kacau kl ketahuan istrinya jd kere
Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πππ₯°ππΏπΈ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
matur nuwun Bunda Tien, barokalloh. Tak sabar menunggu 07 hari Senin nih
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yulian
Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 06...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
RM Mawar Hitam...semua karyawan dan pemilik nya serba berpakaian hitam. Tapi mbok manis tetap tidak pangling sama Sinah alias Mawar tsb. Bagaimana reaksi Sinah bertemu dengan Biyunge ya. Jadi penasaran ini...π
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Walaah...Sinah sih, salah pilih usaha, kok rumah makan...coba kalau salon kecantikan kan kecil kesempatan untuk bertemu orang2 dari masa lalunya. Ga cocok lagi namanya. Wkwk...π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.ππ»