MAWAR HITAM 05
(Tien Kumalasari)
Andra terkejut. Sampai ia menggeliat. Tapi dekapan dipinggangnya sangat kencang, seperti belitan ular.
“Hei … kamu bukan Andira ?”
“Mana mungkin Andira memiliki tubuh sebagus ini? Ini adalah Mawar, Tuan Andra.”
“Sinah, kamu ini kenapa? Lepaskan aku,” pekik Andra.
“Jangan berteriak Tuan, apa Tuan ingin istri tuan bangun lalu mengamuk melihat kita seperti ini?”
Sinah mendorong tubuh Andra, yang kemudian tak berdaya merasakan gaya Sinah memperlakukan tubuhnya.
Dengan gila Sinah mendorong tubuh Andra, kemudian memasuki kamarnya.
"Biar aku masukkan tas kerja ini dulu ke kamarku."
"Biar saya saja," kata Sinah sambil mengambil tas kerja sang tuan, segera dimasukkan ke dalam kamar, lalu keluar lagi, kembali mendekap sang tuan, didorongnya masuk ke dalam kamarnya sendiri.
“Sinah, mau apa kamu? Ini kamarmu kan?”
“Apakah Tuan mengajak saya ke kamar Tuan?” tanya Sinah sambil mengunci pintu kamarnya.
“Apa yang kamu lakukan?”
Andra terbelalak melihat Sinah. Ia baru tahu bahwa Sinah berpakaian sangat tipis setinggi di atas lutut.
“Tuan, kalau dulu Tuan memaksa saya, maka sekarang saya akan memaksa Tuan.”
Sinah sungguh berani. Ia tak pernah merasa takut demi mencapai apa yang diinginkannya. Tak ada alasan untuk takut kepada Andra karena juragan kaya itu sekarang ada di bawah kendalinya. Sinah juga melihat Andra menatapnya tak berkedip.
“Mengapa Tuan merasa sungkan ketika hidangan sudah siap untuk disantap? Lagipula Tuan tidak usah merasa sungkan ketika berhadapan dengan calon istri tuan.”
“Ca … calon istri?”
“Seminggu yang saya berikan kepada Tuan sudah habis waktunya, jawablah sekarang.”
“Sinah, kamu sadar bahwa kamu hanya seorang perempuan. Kalau aku membunuh kamu sekarang, tak akan ada yang tahu tentang kejadian itu, istrikupun tidak. Mengapa kamu begitu bodoh?” kata Andra dengan suara gemetar, karena dari sedikit ia mulai tergoda pada penampilan Sinah. Istrinya tak semolek itu. Istrinya hanyalah bantal yang punya nyawa.
“Tuanlah yang bodoh. Saya tidak sedungu yang Tuan pikirkan. Di sebuah tempat yang tersembunyi saya sudah menulis surat. Saya bersiap untuk segala kemungkinan yang terjadi, termasuk kalau Tuan akan membunuh saya. Tuan ingin tahu surat apa itu? Yang saya tuliskan adalah kejadian malam itu, dan semua kemungkinan yang akan terjadi. Kalau aku mati, pembunuhnya tak lain adalah Tuan. Kelak surat itu akan terbaca oleh orang-orang, dan Tuan akan membusuk di penjara."
Sinah adalah mawar penuh duri yang tiba-tiba menjadi sangat berbahaya. Entah belajar dari mana, atau karakter jahat itu memang sudah ada dalam hatinya, maka dia bisa melakukan hal kejam dan mengerikan, juga ucapan yang sangat tajam.
Kapan dia menulis surat, di mana dia menyembunyikannya? Tapi ucapan itu sudah membuat Andra tak berkutik. Padahal benar atau tidak tentang adanya surat itu, tak seorangpun tahu. Mungkin karena pintarnya Sinah, lalu ia bisa mengucapkan kata-kata penuh nada ancaman itu sehingga membuat seorang tuan juragan tak berdaya.
Sinah melihat keraguan di wajah Andra. Ia juga melihat pesona yang beberapa hari terakhir ini membuatnya terpana. Perlahan dia mendekat.
“Apa jawaban Tuan?”
“Sinah, aku akan menjadikanmu seorang pegawai di perusahaan yang aku miliki, atau aku nikahkan kamu dengan salah seorang karyawanku yang masih bujang, bagaimana?”
“Tak ada tawar menawar. Itu sudah harga mati.”
Sinah dengan berani semakin mendekat, lalu sebelah tangannya memencet tombol lampu. Gelap di kamar kecil itu, gelap hati semuanya, gelap karena akal waras sudah benar-benar sirna.
***
Nyonya Andira terbangun karena ia ingin buang air kecil. Tak ada Sinah di dekatnya, karena malam sudah larut, dan Sinah pasti sudah terlelap di kamarnya.
Susah payah dia bangun, lalu tertatih berjalan ke arah kamar mandi. Tapi di atas sofa, ia melihat tas kerja suaminya.
“Mas Andra pulang? Mengapa aku tidak tahu? Tidur di mana dia?”
Andira melanjutkan langkahnya ke kamar mandi, kemudian setelah selesai barulah ia keluar. Gelap di ruang tengah itu, ia mencium aroma suaminya, tapi ia tak melihat bayangan sang suami.
“Mas Andra, mas Andra?” Andira berteriak.
Lalu tiba-tiba ia melihat sang suami dari arah belakang, hanya memakai celana pendek.
“Mas Andra dari mana?”
“Haus, mencari air dingin di dapur.”
“Mengapa harus ke dapur? Di sini ada air yang disiapkan untuk kita minum sewaktu-waktu.”
“Aku mengambil gelas dulu.”
“Mana gelasnya?”
“Sudah aku taruh di sana, aku minum dari air kulkas di dapur.”
“Mengapa tidak membangunkan simbok atau Sinah?”
“Kasihan, sudah malam. Mengapa kamu keluar dari kamar?”
“Aku melihat tas kerja Mas, tapi tidak Mas bangunkan aku. Jadi aku mencari Mas keluar. Ayo tidur saja, ini sudah malam,” kata Andira yang tiba-tiba kemudian memeluk suaminya.
“Iih, badan Mas baunya kok nggak enak sih.”
“Iya, kan aku baru datang, keringatan, pastinya,” katanya sambil mendorong pelan tubuh istrinya.
“Tapi ini baunya aneh, tidak seperti biasanya.”
“Kamu mengada-ada. Baru bangun, jadinya seperti mimpi.”
“Apa hubungannya bau badan sama mimpi?”
“Ya ada, kamu setengah mimpi, lalu merasa bau badan suamimu ini aneh. Biarkan aku mandi dulu.”
“Pakaian Mas yang kotor di mana?”
“Itu, di belakang, sudahlah, ayo kembali ke kamar dan tungguin aku mandi dulu,” kata Andra sambil menarik tangan sang istri, diajaknya masuk ke kamar.
Andira merasa senang, diperlakukan suaminya dengan manis. Ia menyuruhnya menunggu sementara sang suami mandi, pasti dia sudah sangat kangen. Sambil membenahi tempat tidur, Andira tersenyum senang. Hampir sebulan sang suami tak menyentuhnya, dengan alasan sibuk dan pekerjaan selalu menumpuk.
Tapi ketika suaminya keluar dari kamar mandi, dan Andira sudah membaringkan tubuhnya dengan berdebar-debar, sang suami yang kemudian berbaring di sisinya, ternyata tidur miring membelakanginya.
“Mas, katanya kangen?”
“Tolong jangan ganggu aku dulu, capek sekali nih,” katanya tanpa menoleh. Andira memukulnya dengan bantal, kemudian membalasnya tidur membelakangi pula dengan wajah kesal.
***
Karena kesal, Andira tak bisa tidur sampai pagi. Sang suami masih terlelap, Andira malah turun dan keluar dari kamar.
“Ia berteriak memanggil Sinah, tapi lama tak ada jawaban.
Yang muncul adalah simbok pembantu yang keluar sambil membawa dua gelas coklat susu.
“Mana Sinah?”
“Belum bangun Nyonya, nggak tau kenapa, hari ini dia bangun kesiangan.”
“Kurangajar dia. Panggil dia Mbok. Siram dengan air segayung kalau tidak bangun juga.”
“Baik, Nyonya.”
“Andira menyeruput minumannya dengan omelan panjang-pendek. Suaminya membuatnya kecewa, lalu Sinah membuatnya marah dengan bangun kesiangan.
Ketika tiba-tiba Sinah mendekat dengan awut-awutan, kemarahan Andira semakin menjadi-jadi.
“Apa maksudmu dengan penampilan seperti itu?”
“Maaf, Nyonya, badan saya agak kurang enak.”
“Jangan mencari alasan. Kamu ini hanya akan malas-malasan kan? Jam enam pagi belum bangun, yang majikan itu aku atau kamu?”
“Maaf, Nyonya, saya benar-benar sedang tidak enak badan.”
“Baumu juga aneh, nggak karuan, pergi mandi lalu segera kemari. Aku tahu kamu bangun siang dengan alasan sakit. Aku tidak percaya.”
Sinah membalikkan tubuhnya, bersiap untuk mandi. Ia masuk ke dalam kamarnya, mengambil pakaian sang tuan yang berserakan, lalu cepat-cepat membawanya ke belakang, langsung dimasukkan ke dalam mesin cuci.
“Anak perawan, bangun kesiangan,” omel simbok pembantu.
Sinah tak menjawabnya. Ia merasa badannya seperti habis dipukuli, sakit semuanya. Lalu ia masuk ke kamar mandi. Sambil mengguyur tubuhnya dengan air bergayung-gayung, ia bergumam pelan.
“Sebentar lagi aku tidak akan mandi dengan cara begini. Mengambil gayung lalu mengguyurkannya ke tubuh. Tidak .. masuk ke dalam bathup yang berisi air hangat dan wangi, lalu aku suruh pembantu menggosok tubuhku sambil memijatnya. Ia ingat apa yang dijanjikan tuannya semalam di kamar. Ia benar-benar akan menjadikannya istri. Sampai pada siraman terakhir untuk membilas tubuhnya, Sinah masih tersenyum bahagia.
Ia keluar dari kamar mandi, sambil hanya membalut tubuhnya dengan handuk. Dari arah dapur simbok pembantu berteriak.
“Sinah, apa kamu sudah gila? Ada tuan di rumah ini, kalau melihat kamu dengan penampilan seperti itu, apa kamu tidak akan didampratnya?”
Tapi Sinah melanjutkan langkahnya ke arah kamarnya sendiri sambil tersenyum.
“Kamu tidak tahu saja Mbok, kalau tuan melihatku seperti ini, ia tidak akan mendampratku, tapi akan menubrukku seperti kucing melihat tikus,” kata batinnya.
***
Begitu selesai berdandan, ia segera menghadap sang nyonya majikan.
“Saya sudah selesai, Nyonya.”
“Bagus. Siapkan mandi untukku, dan pakaian ganti yang pantas, karena ada suamiku di rumah.”
“Baik,” kata Sinah sambil masuk ke kamar, langsung ke kamar mandi. Sebelum sampai di kamar mandi, Sinah melongok ke kamar sebelah, di mana sang tuan sedang pulas. Senyuman Sinah mengembang. Pasti tuan majikan kecapekan, kata batinnya.
Setelah menyiapkan air hangat dan baju ganti yang diletakkan di ruang ganti, Sinah keluar menemui nyonya majikan lagi.
“Sudah selesai Nyonya.”
“Antarkan aku ke kamar mandi.”
Seperti biasa Sinah melayani sang nyonya mandi, terkadang sang nyonya minta untuk dibantu menggosok tubuhnya juga, seperti pagi itu.
“Kamu kelihatan malas pagi ini, kerjanya tidak seperti biasa.”
“Saya kan sudah bilang, Nyonya, hari ini saya kurang enak badan. Kalau Nyonya ijinkan, saya akan istirahat di kamar sehari ini saja,” kata Sinah memelas. Ia memang merasa sangat capek.
“Hm, jangan karena malas lalu kamu beralasan sakit, ya.”
“Sungguh Nyonya, saya tidak bohong. Mana berani saya bohong kepada Nyonya.”
“Baiklah, selesaikan pekerjaanmu dulu. Melayani aku berpakaian, lalu melayani kami makan pagi, setelah itu kamu boleh beristirahat. Tapi besok pagi-pagi sekali kamu tidak boleh lagi bangun kesiangan. Awas saja kalau sampai bangun kesiangan, akan aku guyur kamu dengan air seember.”
“Iya Nyonya.”
***
Hari itu Andra di rumah seharian. Seperti tak terjadi apa-apa, ia duduk santai dan makan pagi bersama istrinya. Andra melihat Sinah cengar cengir setiap ia menatapnya. Ada sesal karena ia harus menuruti kemauan Sinah, tapi ada senang karena Sinah ternyata bisa menyenangkannya. Ia sedang mencari jalan, bagimana dengan Andira sang istri, kalau ia harus mengambil istri Sinah.
Setelah makan pagi, Andra tak melihat bayangan Sinah. Sinah sudah minta ijin untuk istirahat seharian karena badannya terasa tidak enak.
“Hari ini Sinah minta ijin untuk istirahat, katanya badannya terasa tidak enak,” kata Andira kepada sang suami.
“Biarkan dia istirahat.”
“Sebenarnya terkadang dia kurangajar, tapi aku puas dengan pekerjaannya. Ia bisa melayani aku dan menyenangkan aku. “
“Kamu biarkan dia berpakaian seenaknya, dan bersikap seperti keluarga. Dia kan hanya pembantu.”
“Biarkan saja, asalkan dia bisa menyenangkan aku,” kata Andira.
Sang suami hanya diam. Sesungguhnya sebelum ini dia kesal atas penampilan Sinah yang kalau diluar berlagak seperti keluarga istrinya, tapi sekarang Andra berpikir lain. Sinah akan menjadi istrinya, dan itu adalah janjinya. Barangkali kelak, Sinah memang harus berpakaian pantas agar tidak membuatnya malu.
***
Malam ketika Andira sudah tidur, diam-diam Andra memasuki kamar Sinah, yang menyambutnya dengan senang hati.
“Sekaligus saya ingin bertanya kepada Tuan, kapan Tuan menikahi saya?”
“Aku baru mencari jalan, bagaimana caranya, sedangkan kamu hidup serumah bersama istriku.”
“Mengapa bingung? Biarkan aku keluar dari sini, berikan aku rumah sendiri.”
“Apa? Bukankah kamu juga harus melayani Andira?”
“Mana mungkin, Tuan. Aku juga istri Tuan, jadi aku bukan lagi pembantu. Aku harus keluar dari rumah ini dan minta agar Tuan siapkan rumah untuk saya. O, tidak … jangan sekedar rumah, saya juga ingin punya usaha.”
“Usaha apa?”
“Mungkin sebuah rumah makan, dan jangan lagi memanggil nama saya Sinah. Saya adalah Mawar.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteHamdallah....sampun tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 05 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episd 05 " sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan ikut senang melihat kemajuan Pak Tom yang bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteππͺ΄ππͺ΄ππͺ΄ππͺ΄
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eMHa_05
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam aduhai ππ¦
ππͺ΄ππͺ΄ππͺ΄ππͺ΄
Alhamdulillah MAWAR HITAM~05 sudah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat semangat dan bahagia dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA π€²
Alhamdullilah cerbungnya sdh hadir..yterima ksih bundaqu..slm sht sll dan aduhaaii unk bunda bersm keluargaππ₯°❤️πΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu
Semoga sehat selalu & bahagia bersama keluarga
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan Pak Tom Widayat sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah..... terima kasih Bu Tien semiga sehat selalu.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Selamat ya Sinah si Mawar Hitam, berhasil mengalahkan tuanmu. Bagaimana nasib Andira??
ReplyDeleteSemoga keluarga Listyo-Arum, Satria-Dewi baik-baik saja.
Salam sukses mbak T'ien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 05...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Weleh...weleh...Sinah benar benar Mawar berduri ini, duri nya tajam, s Kumbang bisa mati lho klu tertusuk duri nya...ππ
Begitu juga Andra...akhirnya klipuk..π³π€