CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 22
(Tien Kumalasari)
Langkah mbok Manis semakin mendekat, wajahnya muram, tak ada manis-manisnya walau namanya adalah mbok Manis. Arum menyambutnya dengan hati berdebar.
“Mbok, apa kabar?” katanya berusaha ramah.
“Buruk,” jawabnya singkat, lalu tanpa dipersilakan mbok Manis langsung duduk di kursi tamu. Arum mengikutinya, lalu duduk di depannya sambil memangku Aryo.
“Kamu tega meninggalkan kehidupanmu di istana kecil den mas Adisoma, karena kamu bisa menemukan kemewahan di sini,” katanya dengan nada mengejek.
Arum diam saja. Ia yakin, mbok Manis mengira ia memang benar-benar hidup mewah di rumah itu dengan riang gembira.
“Kamu juga tega mengingkari janjimu kepada den ayu Saraswati, dengan melarikan den Aryo yang sudah diangkat sebagai putra den ayu.”
Arum menekan rasa nyeri di dadanya.
“Rupanya semua kemuliaan yang kamu terima dengan diangkatnya anakmu menjadi priyayi, masih belum membuatmu puas. Kamu merayu den mas, kamu menginginkan lebih, dan berhasil menjadi majikan yang hidup enak di sini.”
Air mata Arum runtuh tanpa bisa ditahan lagi.
“Aku tidak menyalahkan kamu sepenuhnya. Siapa orangnya yang tidak ingin hidup mulia? Siapa orangnya yang suka menjadi abdi atau gedibal tak berderajat selama hidupnya? Tapi kamu harus ingat, kebaikan dan kemuliaan den ayu Saraswati akan membuat hidup kita punya arti. Aku heran, pada wajah cantikmu itu ternyata tersembunyi sebuah keserakahan,” tandas semua kata-kata mbok Manis.
Tangis Arum semakin menjadi. Yang semula ditahannya agar tak menimbulkan suara, akhirnya meluap menjadi isak yang memenuhi ruangan.
Aryo yang semula dipangkunya, kemudian ikut menangis, seakan merasakan apa yang sebenarnya diderita oleh ibunya.
Arum melambaikan tangan ke arah pembantunya yang kebetulan terlihat dari tempat dia duduk, lalu mengulurkan Aryo agar digendongnya.
Sang pembantu yang keheranan melihat tamu yang membuat majikannya menangis, tak berani bertanya apapun juga. Ia segera menggendong Aryo, dibawanya keluar, dan di ayun-ayunkannya agar tangisnya mereda.
“Aku datang kemari hanya untuk mengatakan itu. Berhentilah menyakiti hati den ayu Saraswati. Jangan mengganggu suaminya lagi,” kata mbok Manis sambil bangkit. Tapi kemudian Arum memegangi lengannya, memintanya untuk duduk kembali.
“Ada apa lagi? Kamu ingin mengatakan bahwa kamu melarang aku melaporkan semua ini kepada den ayu?” kata mbok Manis yang kemudian terpaksa kembali duduk.
“Simbok salah sangka. Aku tidak berbahagia di sini. Aku terpaksa melakukannya.”
“Terpaksa? Terpaksa melakukan kehidupan yang manis dan mewah ini?” kata mbok Manis sambil tertawa.
“Aku terpaksa pergi dari sana, untuk menghindari den mas Adisoma yang sering mendatangi kamarku dan memperkosaku.”
“Apa? Memperkosa kamu? Den mas Adisoma memperkosa kamu? Alangkah mudahnya kamu mengungkapkan alasan konyol ini. Kamu pikir aku anak kecil yang mudah mempercayai apa yang kamu katakan?”
“Itu benar,” kata Arum masih dengan tangisnya.
“Dan kamu ingin agar aku percaya?”
“Mbok, tolong percaya pada apa yang aku katakan. Karena denmas Adisoma sering menemui aku, maka aku terpaksa pergi. Aku membawa Aryo karena tak bisa berpisah dengan anakku.”
“Kamu ingin agar aku percaya? Kamu pergi menghindari den mas, lalu kenyataannya kamu mendapatkan rumah ini, menjadi nyonya besar yang punya pembantu, hidup tidak kekurangan?”
"Nasib membawaku ke kehidupan yang sangat buruk. Dalam pelarianku, aku ditemukan kembali oleh den mas Adisoma. Saat itu Aryo sakit, tapi bersamaan ketika aku ke dokter, aku yang juga diperiksa karena kurang sehat, kemudian dinyatakan hamil.”
Arum menangis mengguguk.
Tak urung hati mbok Manis luluh melihat dan mendengar Arum menangis mengharu biru, walau dia tidak sepenuhnya percaya pada apa yang dikatakan Arum.
“Lalu den mas menikahi aku secara siri. Aku dicarikan rumah ini, diberi uang untuk aku hidup bersama anak-anakku.”
“Ini lebih mewah dari seorang abdi,” mbok Manis mengucapkan dengan nada yang masih mengejek.
“Ada satu hal lagi yang akan aku ceritakan sekalian, yaitu bahwa sebenarnya Aryo memang putra den mas Adisoma.”
“Apa??” mbok Manis berteriak.
Lalu Arum menceritakan asal mula ia bertemu Adisoma. Ketika itu Arum tidak mengira Adisoma punya keluarga, lalu dia mencintainya, dan ketika hamil justru ditinggalkannya. Tanpa diduga kemudian ternyata den mas Adisoma itulah laki-laki yang telah meninggalkannya.
“Mengapa kamu tidak berterus terang?”
“Mana saya berani? Saya tidak menduga ketika pada suatu malam den mas Adisoma mendatangi saya dan memaksa saya.”
“Bukankah kamu tadi mengatakan bahwa kamu mencintainya ketika mengenalnya di kampung?”
“Dulu saya kira dia laki-laki baik. Tapi setelah dia melakukan hal buruk di kamar itu, bahkan berkali-kali, rasa cinta itu sudah hilang. Saya anggap dia laki-laki terkutuk dengan perangai yang sangat buruk.”
“Buktinya kamu mau dipelihara di rumah ini?”
“Saya terpaksa, demi bayi yang saya kandung ini. Saya sudah bilang pada den mas, bahwa setelah melahirkan, saya minta cerai. Rumah dan semua isinya tidak membuat saya bahagia. Saya hidup dengan perasaan bersalah, dengan beban dosa saya kepada den ayu Saraswati. Saya tidak bohong, saya berani bersumpah. Tanyakan pada pembantu saya itu, bahwa setiap hari saya menangisi hidup saya ini. Dan tanyakan pada man Tangkil yang pernah memergoki ketika den mas memasuki kamar saya. Man Tangkil tahu banyak. Dia juga yang mencarikan rumah yang kemudian saya tinggali. Dia pastinya tahu kalau saya tidak gembira ketika itu.”
Arum mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Mbok Manis melihat, itu bukan air mata buatan, tapi air mata yang keluar dari lubuk hati yang sedang papa.
Sekarang mbok Manis menatap Arum dengan pandangan iba. Tampaknya Arum tidak berbohong.
Ketika keluar dari rumah itu, lalu naik becak menuju pasar, pikirannya masih dipenuhi oleh perasaan rumit tentang Adisoma. Sama sekali dia tak menduga. Jadi Arum pergi karena merasa terganggu oleh ulah Adisoma, yang kemudian kebetulan menemukannya lagi dalam pelariannya. Arum tak berkutik, karena ternyata dia hamil.
Mbok Manis tak berhenti geleng-geleng kepala. Ia masih saja duduk di dalam becak ketika tukang becak mengingatkannya dan membuatnya terkejut.
“Mbok, jadi mau belanja tidak?”
“Oh, eh … sudah sampai ternyata? Iya, aku mau belanja. Tungguin ya, sebenarnya belanjaanku tidak banyak,” katanya sambil turun dari atas becak.
***
Pagi hari itu Adisoma mengenakan pakaian dinas masuk ke keraton, dibantu sang istri. Ia harus datang karena sudah dipertanyakan ketidak hadirannya.
“Tumben harus pakaian dinas Kangmas, biasanya kangmas hanya pakai kemeja biasa, bahkan pernah hanya memakai kaus berkerah.”
“Karena ini benar-benar masuk ke keraton, biasanya kan tugas di luar keraton,” jawab Adisoma yang masih setia dengan ucapan-ucapan kebohongan.
“Aku tidak melihat mbok Manis dari tadi?” kata Adisoma sambil menikmati sarapan paginya.
“Mbok Manis harus ke pasar sendiri.”
“Biasanya ada yang disuruh kan?”
“Kalau ada barang penting yang habis, dia memerlukan berangkat sendiri ke pasar, sekalian belanja masakan hari ini. Tapi menurut aku dia sudah pergi cukup lama. Tumben ini.”
“Jangan-jangan kesasar.”
“Ya nggak mungkin kesasar, seperti orang baru pertama kali ke pasar saja. Barangkali ada yang susah dicari.”
“Apa kira-kira barang yang susah dicari?”
“Kangmas tentu saja tidak tahu, aku saja juga tidak tahu.”
Adisoma tertawa. Sebenarnya dia sangat memanjakan sang istri, sehingga melarangnya untuk melakukan apapun, kecuali berjalan-jalan di taman, memetik bunga, atau bermain-main di tepi kolam.
“Suatu hari aku akan membantu mbok Manis memasak di dapur.”
Adisoma tertawa.
Saraswati berbeda dengan Arum, yang bisa melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Wajahnya mendadak muram manakala diingatnya Arum. Ia minta bercerai setelah melahirkan? Mana mungkin? Adisoma terlanjur benar-benar mencintainya. Ia tak akan melepaskan Arum, ia akan membuatnya hidup lebih menyenangkan seandainya Arum memintanya. Rumah mewah? Oh ya, selama ini dia belum pernah memberinya perhiasan yang bagus untuk Arum. Besok dia akan membelikannya di toko emas di sekitar pasar Klewer. Masa Arum tidak suka kalau melihat perhiasan-perhiasan bagus? Dengan begitu dia pasti akan mengurungkan permintaannya untuk bercerai. Senyuman di bibir Adisoma mengembang.
“Kangmas, mengapa tiba-tiba tersenyum?” tegur Saraswati ketika melihat suaminya tiba-tiba tersenyum.
“Apa? Oh … iya, aku sedang membayangkan istriku tercinta sedang bekerja di dapur. Pasti lucu,” jawabnya, lagi-lagi berbohong.
“Kangmas ada-ada saja, hanya membayangkan aku bekerja di dapur saja dianggap lucu.”
“Kan selama ini Diajeng tidak pernah melakukannya?”
“Mulai hari ini aku akan mencobanya. Tapi mana ya, mbok Manis?”
“Paling sudah ada di dapur, menata belanjaannya. Ya sudah, aku mau berangkat dulu, Diajeng.”
Saraswati mengantarkan Adisoma sampai ke pendopo, dimana Tangkil sudah menunggunya diatas kereta.
***
Ketika memasuki rumah, dilihatnya mbok Manis sedang menata jajanan pasar di atas sebuah nampan.
“Baru pulang mbok?”
“Iya Den Ayu.”
“Tumben lama sekali, Mbok.”
“Iya, beli jajanan ini agak lama, Den Ayu. Ini kesukaan Den Ayu bukan? Klepon sama putu-ayu.”
“Iya, sudah lama simbok tidak membeli jajanan seperti ini.”
“Tadi karena masih pagi, jadi masih lengkap macamnya.”
“Ini cucur, aku juga suka. Sayangnya tadi aku sudah makan, melayani kangmas, sarapan.”
“Oh, sayang sekali. Maaf saya tidak melayani, saya serahkan tadi menata meja kepada abdi yang lain.”
“Tidak apa-apa Mbok, Simbok kan ada keperluan ke pasar. Tapi aku mau jajanan itu, sedikit-sedikit saja, ambilkan di piring kecil.”
“Baiklah, untuk Den Ayu, klepon, cucur, sama putu ayu? Yang lain?”
“Yang lain nanti saja Mbok. Perutku kenyang.”
“Ini Den Ayu, silakan.”
“Mbok, nanti aku mau belajar memasak di dapur ya? Masa sih, aku ini perempuan, sudah setua aku, tapi tidak bisa memasak?”
“Den Ayu, jangan. Nanti kalau den mas tahu, simbok yang dimarahi.”
“Aku sudah bilang sama kangmas, boleh kok.”
“Boleh?”
“Iya. Nanti simbok masak apa? Yang gampang dulu saja.”
“Baiklah kalau begitu, Den Ayu habiskan makan jajanan pasar ini dulu, saya mau ke belakang. Tadi belum selesai menata barang-barang.”
***
Tapi dari arah belakang, mbok Manis menuju ke arah kebun. Dilihatnya Tangkil sedang memangkas ranting-ranting yang tumbuh tidak beraturan. Ketika melihat mbok Manis, Tangkil menghentikan kegiatannya.
“Ada apa lagi, mbakyuku ini?”
“Aku tadi pergi ke rumah Arum.”
“Apa? Simbok ini nekat ya? Kalau den mas tahu, aku bisa ikutan mati setelah Simbok.”
“Aku merasa tersiksa memikirkannya, dan rasa ingin menghujat Arum sudah lama ingin aku lakukan. Kebetulan aku tahu alamat rumahnya. Tadi aku langsung ke sana.”
“Simbok memarahi Arum? Sebenarnya aku kasihan pada dia.”
“Mengapa?”
“Dia melakukannya dengan terpaksa, karena dia terlanjur hamil.”
“Seberapa banyak kamu tahu tentang hubungan Arum dan den mas?”
“Pada suatu malam aku memergoki den mas keluar dari arah dapur, di mana ada kamar-kamar para abdi. Sekilas aku melihat den mas keluar dari kamar Arum, dan aku sering melihat Arum yang wajahnya selalu murung. Ketika dia pergi dengan membawa den Aryo, aku sudah tahu apa yang terjadi. Dia menghindari den mas. Tapi apa boleh buat, den mas menemukannya ketika dia sedang di jalan. Aku juga yang diutus untuk mencarikan rumah. Aku melihat Arum tidak gembira.”
“Berarti apa yang dikatakan Arum itu benar.”
“Arum mengatakan apa?”
Lalu mbok Manis menceritakan apa yang dikatakan Arum sambil menangis. Tangkil mengangguk-angguk.
“Tampaknya itu benar.”
Mbok Manis kembali ke dapur dengan kebingungan yang membuat perasaannya kacau. Di satu sisi ia ingin berterus terang pada Saraswati, tapi di sisi lain ada perasaan iba kalau nanti Saraswati berduka.
***
Siang hari itu Saraswati mengajak simbok berkeliling dengan kereta, Tangkil yang menjadi kusirnya.
“Sudah lama Den Ayu tidak keluar, ada baiknya sekali-sekali berjalan-jalan seperti ini,” kata Tangkil sambil memacu kudanya pelan.
“Iya benar. Banyak bangunan baru yang tadinya tidak ada. Di mana sebenarnya bangunan yang digarap kangmas?”
“Wah, saya tidak tahu, Den Ayu.”
“Tangkil, aku ingin melewati keraton, lewat saja, sudah lama juga aku tidak melihatnya.”
“Baiklah.”
Ketika kereta itu berada di depan keraton, tiba-tiba ia melihat serombongan orang sedang mengiringi Sinuhun yang sedang berjalan. Kendaraan yang lewat harus minggir. Tapi ia tidak melihat suaminya ada diantara mereka.
Tangkil meminggirkan keretanya, tapi Sinuhun melambaikan tangannya ke arah Saraswati.
Saraswati berdebar, ia terpaksa turun, lalu berjalan mendekat, jongkok di hadapan Sinuhun sambil menghaturkan sembah.
“Saraswati, kamu tidak pernah ikut suami kamu masuk keraton? Itu keharusan.”
“Mohon ampun, Sinuhun, lain kali akan hamba lakukan.”
“Adisoma juga sudah beberapa bulan tidak datang ke keraton, baru kemarin aku melihatnya. Dia sibuk apa?”
“Sinuhun, bukankah kangmas mendapat tugas mengawasi renovasi bangunan?”
“Bangunan apa?”
Saraswati tertegun.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteCeJeDePeeS_22 sudah tayang.
Arum ....oh Arum... Kasihan nasibmu....
Semoga Bu Tien sehat selalu dan selalu sehat.
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.....π©·πΉ
Salam kagem mas Widayat, semoga recovery lancar, kersa dahar lan ngunjuk.... Supaya gak dehidrasi maneh.
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwuun mas Kakek
Matur nuwun jeng Ning
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwuun ibu Endah
Aduhai hai hai
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteHamdallah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Cintaku Jauh Di Pulau Seberang sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah.... salam SeRoJa bunda matur nuwun
ReplyDeleteSami2 i bu Wiwik
DeleteSalam seroja juga
Matur nuwun, Bu Tien. Salam sehat dan Aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 22 " sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan Pak Tom bertambah sehat, bertambah segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Matur nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteSami2 pak Bam's
DeleteSalam sehat dari Solo
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 22 "sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteNhaaaa...sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, akhirnya tercium juga....
ReplyDeleteMaturnuwun mbak Tien.
Menarik sekali cerita romsn dengan latar belakang ningrat ini..aduhaiii
Matur nuwun jeng Iyeng
DeleteAduhai juga
Alhamdullilah..terima ksih cerbungnya bunda..slmt mlm dan salam seroja..aduhai unk bunda berserta bpk ππ₯°ππΉ
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteAduhai juga
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom
Sami2 ibu Salamah
DeleteAlhamdulillah ...... terima kasih Bu Tien semoga selalu.
ReplyDeleteSami2ibu Yati
DeleteTerima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 22..sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Nah...Adisoma skrng benar2 ketahuan belangnya. Sering absen ke keraton Surakarta Hadiningrat...akhir nya Ingkang Sinuhun...curigasion...ππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteMatur nuwun Bu Tien, semakin seru ceritanya. Semoga Ibu tetap sehat wal'afiat dan Pak Tom semakin sehat....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Mtr nwn Bu Tien. Smg Bu Tien & Pak Tom sehat selalu. Aamiin.π€²
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah Retno
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien, semoga ceritanya nanti happy ending,kalau sudah ada kata "besuk lagi ya" bikin penasaran....
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sehat, dan terus berkarya menulis cerbung......
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Alhamdulillaah CJDPS- 22 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiinπ€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Bisa-bisa ijazah palsu eh bohong Adisoma terbongkar..
ReplyDeleteMaafkan saya salah ucap ya Mbak Tien..
Terimakasih Mbak Tien...
Mas MERa bisa aja.
DeleteAdisoma jadi pejabat tanpa ijazah lhoh. Hehee.. bercanda
sesuatu yg tidak benar...pasti terbongkar...waduuuhhh
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atiek
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSuwun bu Tien...sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Atik
Ohoo...mulai terbuka deh rahasia kebohongan Adisoma...gimana caranya mengelak ya?π€π
ReplyDeleteTerima kasih ibu Tien...semoga sehat selalu.ππ»πππΉ
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat,ππ€π₯°π
ReplyDeleteSemakin menegang kan ....