Saturday, March 22, 2025

ADA MAKNA 17

 ADA MAKNA  17

(Tien Kumalasari)

 

Wahyu menoleh ke arah ibunya, tapi sang ibu pura-pura tak melihatnya.

“Jangan sampai membuat malu orang tua. Aku sudah ketemu ayahnya dan berbincang dengan sangat baik. Tia juga begitu sayang padaku,” katanya seperti kepada dirinya sendiri.

“Ibu jangan nekat, yang menjalani itu Wahyu, bukan Ibu.”

Wanda menyalakan televisi dan pura-pura asyik menikmati acaranya.

“Terserah,” kata Wahyu sambil masuk ke dalam kamarnya. Tapi kemudian Wahyu teringat pada Reihan. Mengapa sang ibu ada di rumah? Reihan dengan siapa?

Wahyu mengambil jacket, kemudian keluar lagi dari kamarnya.

“Ke mana lagi? Pergilah ke rumah sakit. Reihan sendirian.” Wanda baru teringat pada Reihan yang tanpa teman di rumah sakit.

Wahyu tak menjawab. Ia mengambil mobilnya dan pergi.

Wanda mengotak-atik ponselnya.

Sudah tengah malam. Dengan ragu dia menatap sebuah nomor yang akan ditelponnya. Untunglah dia ingat bahwa waktunya tidak tepat. Dia mengurungkannya. Tapi dia berjanji akan terus mendekati Tia. Kalau Tia mau, apakah Wahyu juga akan menolak? Wanda tersenyum bersama keyakinannya. Ia sama sekali tak tahu bahwa Tia sudah mengetahui kebohongan Wanda tentang Kinanti.

Wanda masuk ke kamarnya dan tidur dengan nyenyak. Ia bermimpi tentang menantu cantik yang berdandan bagai putri dari kahyangan, bersanding dengan Wahyu yang rupawan bak pangeran dari negeri dongeng. Ia bertepuk tangan dengan gegap gempita, tapi ketika ia menatap ke sekeliling, tak saorangpun hadir pada hari bahagia itu.

“Kemana mereka? Kenapa tak ada yang ingin menemani kebahagiaan aku ini? Lihatlah, pengantinku begitu cantik dan tampan,” teriaknya sambil berputar-putar di sekeliling ruangan. Tak ada orang, beraneka bunga penghias memenuhi area pesta. Tapi tiba-tiba dia terkejut. Puteri dan Pangeran yang semula bersanding, tak lagi tampak? Wanda kembali berteriak.

“Heiiii, ke mana kaliaaaan?”

Karena marah Wanda membanting sebuah vas bunga berhiaskan sedap malam. Suara berkerontang terdengar, mengejutkannya.

Wanda membuka mata, lalu melihat barang-barang alat berhias berserakan di lantai. Sebuah bantal nangkring di depan cermin. Mata Wanda terbelalak. Rupanya dia meraih bantal untuk dilempar, lalu mengenai benda-benda yang ada di depan cermin hiasnya.

Wanda turun dari ranjang. Keringat dingin membasahi wajah dan tubuhnya. Ia memungut bedak yang runtuh berkeping-keping, dan pecahan botol parfum yang wanginya kemudian memenuhi ruangan.

“Apa? Parfum ini baru aku beli tadi di tempat arisan. Harganya ratusan ribu. Itupun belum aku bayar karena bisa dicicil selama lima kali. Lalu sekarang apa? Botolnya pecah berserakan. Aduuuh, rugi … rugi … Masa aku harus membayarnya setelah hanya memakainya beberapa kali semprotan?

Ia terduduk di lantai, dengan perasaan kacau, lalu tiba-tiba ia menjerit karena pantatnya tertusuk sesuatu.

“Haaa, beling ini juga berhasil menyakiti aku?”

Wanda menarik baju tidurnya, dan melihat darah di baju itu. Rasa perih yang dirasakan, bukan hanya karena luka karena beling itu, tapi juga karena kecewa atas mimpinya yang ternyata juga impian kosong belaka.

***

Wahyu memasuki kamar adiknya, yang ternyata belum tidur. Padahal sudah lewat tengah malam.

“Mengapa belum tidur?” tanya Wahyu.

“Menunggu Mas Wahyu.”

“Kamu takut sendirian di sini.”

“Bukan. Tanganku terasa sakit lagi.”

“Sudah bilang sama susternya?”

“Belum. Nggak ada yang ke sini.”

“Kan ada bel di atas kamu itu, kamu bisa memanggilnya kalau ada keluhan atau kamu membutuhkan sesuatu."

“Mas Wahyu saja.”

“Kolokan.”

Wahyu keluar dari kamar dan menemui perawat jaga. Ia mengatakan keluhan adiknya.

“Saya laporkan dulu pada dokternya.”

Wahyu kembali masuk ke kamar, dan tak lama kemudian perawat datang lalu menyuntikkan obat ke lengan Reihan.

“Tidak apa-apa Mas, sebentar lagi pasti hilang sakitnya. Jangan banyak bergerak-gerak, terutama di lengan yang dibebat itu,” pesan perawat.

“Sebenarnya ibu kenapa ya Mas?”

“Ada apa?”

“Ibu marah-marah terus dari tadi.”

“Biarkan saja. Tidurlah. Besok Mas mau ujian, takutnya bangun kesiangan.”

Reihan mengangguk. Hatinya merasa tenang ketika ada kakaknya di dekatnya.

Tapi Wahyu justru tidak merasa tenang. Ia selalu teringat Tia yang marah-marah. Wahyu menyesal tidak berpikir jauh, dan menelan apa yang didengarnya begitu saja dari ibunya. Lalu ia merasa, ternyata sang ibu telah memfitnah Kinanti, yang barangkali lebih dicintai dokter Guntur.

“Apakah Emmi mau memaafkan aku? Bagaimana kalau terlanjur membenciku? Tapi kenapa aku ini? Aku mencintainya dengan cinta yang sesungguhnya? Bagaimana dengan Tia?”

Wahyu mengacak rambutnya dengan kegelisahan yang mengganggu.

Ketika menjelang pagi, Wahyu baru bisa memejamkan matanya.

***

Pagi-pagi sekali, Tia sudah bebenah. Ia adalah karyawan teladan. Setiap hari dia akan datang di kantornya sebelum yang lain. Itu sebabnya sang pimpinan sangat mengasihinya. Ia juga bisa mengerjakan semua tugas dengan baik.

Pagi itu belum selesai Tia bebenah, ketika tiba-tiba ponselnya berdering.

Nomor tak dikenal. Tia enggan membukanya, tapi dering yang terus menerus membuat tangannya segera meraih ponselnya dan membukanya.

“Selamat pagi,” sapanya.

“Selamat pagi, Tia. Ini ibu,” suara dari seberang yang terdengar sangat gembira.

“Ibu … siapa ya?”

“Tia, bagaimana kamu bisa melupakan aku? Aku ibu Wanda.”

Lenyap seketika senyuman yang tersungging dibibir Tia, sementara sebelumnya dia mengira si penelpon adalah seseorang yang menghubunginya tentang masalah pekerjaan.

“Hallooooo, Tia …”

“Ada apa ya Bu?” tanyanya kesal.

“Ini lho, hari ini Wahyu ujian. Kamu harus mendoakan dia supaya lulus ya.”

“Ya. Baik. Tapi saya sedang bersiap untuk berangkat kerja, jadi mohon Ibu tidak mengganggu ya.”

Tia langsung menutup ponselnya. Dering yang kemudian berdering bertalu-talu diacuhkannya, membuat Wanda sangat terkejut atas sikap Tia yang biasanya ramah.

***

“Aneh, mengapa tiba-tiba mengacuhkan pembicaraanku?”

Wanda masih menatap ponsel yang masih digenggamnya. Ia melihat jam, dan tertera setengah tujuh pagi.

“Ah, mengapa aku berpikir yang tidak-tidak? Ini masih pagi, dan saatnya dia bersiap ke kantor. Mana mungkin dia mau ngobrol di hari sepagi ini? Baiklah, nanti saat istirahat saja aku menelponnya lagi."

Lalu ponselnya berdering, Wanda mengangkatnya, dari Reihan.

“Ada apa Rei? Bukankah kakakmu menemani di sini semalam?”

“Mas Wahyu sudah pulang. Dia mau ujian kan? Reihan akan dirontgen jam delapan nanti.”

“Oh iya, ibu sudah bersiap mau berangkat. Tunggu ya.”

Wanda bergegas ke kamar dan merapikan dandanannya. Sebelum dia berangkat, Wahyu pulang.

“Kamu ujian pagi ini kan?”

“Ya.”

“Wajahmu kusut, apa kamu tidak tidur semalaman?”

“Tidur.”

“Wahyu,”

“Wahyu mau ujian, sekarang mau mandi dulu,” katanya sambil berlalu.

“Tadi ibu menelpon Tia, tapi dia masih sibuk.”

“Mengapa menelpon Tia?”

“Hanya ingin mengabarkan saja, dan mengatakan kalau kamu ujian hari ini.”

Wahyu terus melangkah ke arah kamarnya.

“Nanti siang ibu mencoba menelponnya lagi.”

Tapi Wahyu sudah tidak mendengarnya, karena sudah masuk ke kamar mandi.

***

Pagi hari itu juga, Emmi sedang menyuapi bubur yang disediakan rumah sakit. Agak lega hati Emmi karena sang ayah tidak rewel soal makanan, bahkan semangkuk bubur dihabiskannya.

“Bagus sekali. Bapak sudah mau makan banyak,” puji Emmi.

“Karena bapak tidak ingin mengecewakan kamu, Emmi.”

“Jangan karena Emmi. Ini demi kesehatan Bapak, kan?”

“Bapak merasa lebih sehat. Menurut bapak, ada baiknya kamu segera pulang.”

“Bapak mengusir Emmi?”

“Jangan salah paham. Kamu kan harus kuliah. Terlalu lama meninggalkan kuliah bisa membuat kamu kerepotan dalam mengejar nantinya.”

“Semua sudah Emmi perhitungkan. Bapak tidak usah khawatir. Ini jus apel, Bapak mau?”

“Baiklah, sedikit saja.”

“Sedikit-sedikit, lama-lama pasti habis.”

Guntur tersenyum. Ia sendiri heran mengapa ingin mengulaskan senyum. Apakah dia terlalu bahagia karena kehadiran anak-anaknya?

Emmi juga senang melihat senyum ayahnya. Ketika dokter visite, komentar dokter sangat melegakan.

“Dokter sudah kelihatan lebih segar, apa ya penyebabnya?” tanya dokter Dian yang menangani sambil melirik ke arah Emmi yang berdiri tak jauh dari sana, membuat Emmi tersipu. Mengapa ya, senyuman dokter muda itu terasa begitu manis?

“Dia anak saya, Dok.”

“Oh ya? Dia menunggui Dokter sejak kemarin?”

“Ya.”

“Luar biasa kecintaannya kepada sang ayah,” kata dokter Dian lagi.

“Boleh berkenalan?” lanjutnya.

“Emmi, ini dokter Dian yang menangani penyakit bapak.”

Emmi mengangguk, dan menerima uluran tangan sang dokter muda.

“Emmi,” katanya lirih, memperkenalkan namanya.

“Dian.”

“Dokter ini masih muda, tapi sudah menjadi ahli penyakit dalam lho Em, sungguh mengagumkan ya?” kata sang ayah, yang membuat Emmi heran. Mengapa ayahnya memperkenalkan dokter muda itu seperti sedang mempromosikannya.

Emmi menanggapinya sambil tersenyum.

“Kami sudah berbincang tadi, sepertinya tidak perlu tranplantasi, ini keadaannya membaik. Luar biasa. Pasti dokter Guntur sangat bahagia ditungguin putrinya.”

Guntur tampak tersenyum. Ia memang merasa lebih segar. Benarkah karena Emmi menungguinya?

“Hati yang gembira bisa menjadikan obat. Lebih dari semua obat yang ada,” kata sang dokter muda, lagi-lagi sambil melirik ke arah Emmi.

“Kalau sudah baik, saya ingin pulang.”

“Lho, mengapa begitu? Istirahat dulu beberapa saat, sampai dokter benar-benar pulih.”

Dokter Dian menuliskan sesuatu di catatan yang dibawa perawat yang mengikutinya, kemudian berlalu.

“Jaga ayah dengan baik, ya.” katanya sambil menatap Emmi.

Emmi hanya mengangguk tersipu. Ia merasa ada yang aneh dengan tatapan itu. Ada debar yang mengusiknya, dan Emmi belum pernah merasakannya.

***

Wanda terkejut karena ternyata lengan Reihan memang patah. Hal itu terlihat ketika diadakan rontgen atas tangan Reihan yang terluka. Jadi Reihan harus segera dioperasi. Wanda keluar sebentar untuk melihat uangnya di bank.

“Aku tidak mau dioperasi,” kata Reihan pelan.

Lalu tiba-tiba Reihan melihat kakaknya datang.

“Mas, sungguh, aku takut dioperasi.”

“Mana bisa tidak mau, ini perintah dokter. Apa kamu ingin tangan kirimu bengkok seperti Gareng?” canda Wahyu.

“Parahkah?”

“Ya parah. Namanya juga tulang patah. Kalau tidak diluruskan, tumbuhnya akan bengkok. Nah, kalau bengkok kan jadi seperti Gareng?”

Reihan terdiam. Tapi sungguh, dia takut.

“Kamu tidak mau mendengar kabar gembira dari mas Wahyu?”

“Kabar gembira apa? Aku sedang tidak gembira, tahu,” keluh Reihan.

“Aku lulus.”

“Ah ya? Syukurlah, aku senang.”

“Maukah kamu menemui dokter Guntur?”

“Mau, aku sebenarnya ingin. Kemarin baru ngomong sebentar.”

“Mau aku antar ke sana?”

“Mau. Tidak usah menunggu ibu. Kelihatannya ibu akan lama, dan bapak kelihatan tidak suka mendengar ibu berkata-kata.”

Wahyu mengatakan kepada perawat, yang kemudian mengijinkan Reihan ke kamar dokter Guntur.

“Aku jalan kaki saja, tidak mau pakai kursi roda.”

“Baiklah, tidak apa-apa.”

Tapi ketika sampai di depan ruang rawat inap Guntur, tertulis pesan bahwa pasien tidak bisa diganggu. Wahyu mengatakan kepada perawat bahwa Reihan adalah putra dokter Guntur.

“Sebentar ya, saya lihat dulu ke dalam, bagaimana keadaan dokter Guntur. Siapa nama putra dokter Guntur?” kata perawat itu.

”Reihan. Katakan pada dokter Guntur, ini Reihan, putranya,” terang Wahyu.

Perawat itu tersenyum mengerti. Memang sebenarnya yang dilarang adalah wanita cantik yang kemarin terlalu banyak bicara, jadi kemudian perawat itu menemui Emmi dan mengatakan tentang Reihan yang ingin bertemu.

“Dia bersama ibunya?” tanya Emmi.

“Tidak, bersama anak muda yang lain. Kelihatannya kakaknya, sejak kemarin dia yang mengantarkannya.”

“Baiklah, biarkan dia masuk,” kata Emmi. Lalu perawat itu keluar untuk mempersilakan Wahyu dan Reihan masuk.

“Siapa?” tanya Guntur.

“Reihan ingin bertemu Bapak,” jawab Emmi, yang tak lama kemudian melihat Reihan memasuki ruangan, digandeng Wahyu, kakaknya.

“Reihan, bagaimana dengan tanganmu?” tanya Emmi.

“Kata dokter, harus dioperasi.”

“Patah?”

“Ternyata patah,” jawab Reihan.

Guntur melambaikan tangannya, lalu Reihan dan Wahyu mendekat.

“Tanganmu mau dioperasi?”

“Ya Pak, katanya patah. Pantesan sakit sekali.”

“Lain kali hati-hati,” kata Guntur setelah meraba tangan anaknya.

“Bapak, mas Wahyu sudah lulus,” kata Reihan sambil menarik lengan kakaknya, yang semula hanya diam.

“Wahyu, aku ikut senang. Semoga segera mendapat pekerjaan yang baik.”

“Terima kasih Pak.”

“Emmi, maukah menolong bapak?”

“Ada apa Pak?”

“Ini … di dalam dompet bapak ada kartu ATM, tolong ambilkan lima juta.”

Emmi mengambil dompet ayahnya seperti perintah sang ayah. PIN nya adalah tanggal lahir bapak.

“Untuk apa Bapak mengambil uang? Kalau butuh sesuatu, Emmi membawa uang kok.”

“Jangan uangmu, ini akan bapak berikan kepada Reihan.”

***

Besok lagi ya.

 

59 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah....
    Ada Makna 17 sudah tayang.
    Matur nuwun bu Tien.

    Selamat milad 22 Maret 2025. Baarakallahu fii umrik, fii rizky, fii afiat, fiiddunnya wal akhirah. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih mas Kakek

      Delete
  3. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 17 "
    🌷🌹 πŸ™πŸ™πŸ™Semoga Bunda selalu sehat wal afiat .bahagia sejahtrera di hari ulang tahun yg penuh berkah ini ,Aamiin yaa Robb 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih perhatian dan doanya pak Herry

      Delete
  4. Alhamdulillah... maturnuwun Bunda. Barokalloh fii umrik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Tutus

      Delete
  5. Alhamdulillah ADA MAKNA~17 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien πŸ™
    Semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Djodhi

      Delete
  6. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 17" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan . aamiin yra 🀲🀲
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bu Tien ultah ya ? Selamat ultah ya bun sehat sehat dan berbahagia sll bersama kel tercinta aamiin yra🀲🀲

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Sri
      Aduhai aduhai selalu

      Delete
  7. Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....

    ReplyDelete
  8. πŸŽπŸŽ‚πŸŽπŸŽ‚πŸŽπŸŽ‚πŸŽπŸŽ‚
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’
    Cerbung ADA MAKNA 17
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    di hari ulang tahun ini,
    Bu Tien panjang umur, sehat
    selalu, banyak berkah &
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam cinta πŸ’žπŸŒΉ
    πŸŽπŸŽ‚πŸŽπŸŽ‚πŸŽπŸŽ‚πŸŽπŸŽ‚

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih jeng Sari
      ADUHAI

      Delete
  9. Barakallahu fii umrik fiddunya wal akhirat Ibu Tien, semoga senantiasa sehat wal'afiat dan bahagia selalu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Reni

      Delete
  10. Alhamdulillah "Ada Makna 17" sdh hadir.
    Matur nuwun Bu TienπŸ™
    Sugeng ambal warsa, mugi Bu Tien ugi keluarga tansah pinaringan sehat 🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Sis Gunarto

      Delete
  11. Matur nwn bu Tien, semoga sehat selalu🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Bam's

      Delete
  12. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
    Ternyata bunda ULTAH ya
    Selamat nggeh
    Barokalloh fii riski
    Barokalloh fii dunnia wal akhiroh
    Selalu bahagia bersama keluarga tercinta . Aamiin YRA ....πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kirim kadonya...
      Kirim kadonya..
      Kirim kadonya
      sekarang juga
      sekarang juga...πŸ₯°πŸ₯°πŸŒΉ❤️

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Endah

      Delete
  13. πŸ’₯πŸ’¦πŸ’₯πŸ’¦πŸ’₯πŸ’¦πŸ’₯
    **Happy Milad**

    πŸ’žBundaqu TIEN KUMALASARIπŸ’ž

    πŸ’₯Selamat Mensyukuri Hari Kelahiran πŸ’₯

    *πŸŽ‚.,¸πŸŽ€.,πŸŽ€...πŸŽ‚

    πŸ„Semoga diberi Sisa Usia yang penuh Rahmat.
    πŸ„Kesehatan yang Prima.
    πŸ„Dilancarkan Rezeki yang Luas.
    πŸ„Diberikan Kemudahan disetiap urusan serta dalam Lindungan dan Keselamatan Dunia dan Akherat.
    🀲Aamiin..Aamiin..Ya Rabbal Aalamiin.🀲

    πŸŽ‚πŸ°πŸŽπŸŽ‰πŸ₯³πŸŽŠπŸŽˆπŸΉπŸ₯€πŸ₯—πŸ€πŸ™πŸ˜˜πŸ˜πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Farida

      Delete
  14. Alhamdulillah "AM ~17" sdh tayang. Matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete

  15. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *ADA
    MAKNA 17* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Wedeye

      Delete
  16. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Salamah

      Delete
  17. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  18. Hehe...Wanda yg culas ketiban sial terus ya...celaka karena ulah sendiri.😁

    Terima kasih, ibu Tien...selamat ulang tahun ya, ikut bersyukur untuk pertambahan usia Ibu hari ini serta mendoakan Ibu dikaruniai panjang umur yg penuh berkah Allah, sehat selalu, terus berkreasi dan berbahagia bersama keluarga tercinta. Amiin...πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ˜˜πŸ˜˜πŸŽ‚πŸŽπŸ’πŸŽ‰πŸŽ‰πŸŽ‰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Nana

      Delete
  19. Ayah ibu Emmi dokter, jadi kalau Emmi berjodoh dengan dokter saya sangat setuju sekali.
    Tia rupanya tidak ingin melanjutkan hubungan dengan Wahyu. Yang jadi penyebab ya si Wanda. Terus bagaimana nasib Wahyu..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Latief

      Delete
  20. Guntur memang berhati emas, cuma karena badailah dia terhempas seperti ini...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  21. Ternyata bertemu dan saling bicara dan juga perhatian anak-anaknya membuat semangat menjalani kehidupan ini merasa tidak sendiri lagi.
    Wanda bingung mempersiapkan biaya operasi tangan kiri Reihan, ternyata masih kurang.
    Wah ini kegiatan para mantan kadang berlebihan ketemuan saja cari tempat yang view nya membuat rasa lega, refreshing kata mereka, apalagi buat selfi, biarlah mereka saling mengisi hari hari dengan melepas penat disela kesibukannya, senang sekali apabila ada yang sambil menawarkan berbagai produk demi penampilan
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ada Makna yang ke tujuh belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih mas Crigis

      Delete
  22. Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),17 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Uchu

      Delete
  23. Alhamdulillaah, Guntur sdh membaik, trs Raihan akan operasi , Wahyu sdg mengharap-harap cemas dr Emmi ya 🀭

    Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–

    ReplyDelete
  24. Terimakasih bunda Tien. Selamat hari lahir bunda Tien, sehat selalu , panjang umur, murah rejeki, dan bahagia senantiasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Komariyah

      Delete
  25. Semoga Allah swt memberi umur yang berkah kepada Bunda Tien, sll sehat, bahagia dan sejahtera aamiin YR'A ...terima kasih Bunda atas cerbung-cerbungnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih banyak ibu Yulian

      Delete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...