ADA MAKNA 17
(Tien Kumalasari)
Wahyu menoleh ke arah ibunya, tapi sang ibu pura-pura tak melihatnya.
“Jangan sampai membuat malu orang tua. Aku sudah ketemu ayahnya dan berbincang dengan sangat baik. Tia juga begitu sayang padaku,” katanya seperti kepada dirinya sendiri.
“Ibu jangan nekat, yang menjalani itu Wahyu, bukan Ibu.”
Wanda menyalakan televisi dan pura-pura asyik menikmati acaranya.
“Terserah,” kata Wahyu sambil masuk ke dalam kamarnya. Tapi kemudian Wahyu teringat pada Reihan. Mengapa sang ibu ada di rumah? Reihan dengan siapa?
Wahyu mengambil jacket, kemudian keluar lagi dari kamarnya.
“Ke mana lagi? Pergilah ke rumah sakit. Reihan sendirian.” Wanda baru teringat pada Reihan yang tanpa teman di rumah sakit.
Wahyu tak menjawab. Ia mengambil mobilnya dan pergi.
Wanda mengotak-atik ponselnya.
Sudah tengah malam. Dengan ragu dia menatap sebuah nomor yang akan ditelponnya. Untunglah dia ingat bahwa waktunya tidak tepat. Dia mengurungkannya. Tapi dia berjanji akan terus mendekati Tia. Kalau Tia mau, apakah Wahyu juga akan menolak? Wanda tersenyum bersama keyakinannya. Ia sama sekali tak tahu bahwa Tia sudah mengetahui kebohongan Wanda tentang Kinanti.
Wanda masuk ke kamarnya dan tidur dengan nyenyak. Ia bermimpi tentang menantu cantik yang berdandan bagai putri dari kahyangan, bersanding dengan Wahyu yang rupawan bak pangeran dari negeri dongeng. Ia bertepuk tangan dengan gegap gempita, tapi ketika ia menatap ke sekeliling, tak saorangpun hadir pada hari bahagia itu.
“Kemana mereka? Kenapa tak ada yang ingin menemani kebahagiaan aku ini? Lihatlah, pengantinku begitu cantik dan tampan,” teriaknya sambil berputar-putar di sekeliling ruangan. Tak ada orang, beraneka bunga penghias memenuhi area pesta. Tapi tiba-tiba dia terkejut. Puteri dan Pangeran yang semula bersanding, tak lagi tampak? Wanda kembali berteriak.
“Heiiii, ke mana kaliaaaan?”
Karena marah Wanda membanting sebuah vas bunga berhiaskan sedap malam. Suara berkerontang terdengar, mengejutkannya.
Wanda membuka mata, lalu melihat barang-barang alat berhias berserakan di lantai. Sebuah bantal nangkring di depan cermin. Mata Wanda terbelalak. Rupanya dia meraih bantal untuk dilempar, lalu mengenai benda-benda yang ada di depan cermin hiasnya.
Wanda turun dari ranjang. Keringat dingin membasahi wajah dan tubuhnya. Ia memungut bedak yang runtuh berkeping-keping, dan pecahan botol parfum yang wanginya kemudian memenuhi ruangan.
“Apa? Parfum ini baru aku beli tadi di tempat arisan. Harganya ratusan ribu. Itupun belum aku bayar karena bisa dicicil selama lima kali. Lalu sekarang apa? Botolnya pecah berserakan. Aduuuh, rugi … rugi … Masa aku harus membayarnya setelah hanya memakainya beberapa kali semprotan?
Ia terduduk di lantai, dengan perasaan kacau, lalu tiba-tiba ia menjerit karena pantatnya tertusuk sesuatu.
“Haaa, beling ini juga berhasil menyakiti aku?”
Wanda menarik baju tidurnya, dan melihat darah di baju itu. Rasa perih yang dirasakan, bukan hanya karena luka karena beling itu, tapi juga karena kecewa atas mimpinya yang ternyata juga impian kosong belaka.
***
Wahyu memasuki kamar adiknya, yang ternyata belum tidur. Padahal sudah lewat tengah malam.
“Mengapa belum tidur?” tanya Wahyu.
“Menunggu Mas Wahyu.”
“Kamu takut sendirian di sini.”
“Bukan. Tanganku terasa sakit lagi.”
“Sudah bilang sama susternya?”
“Belum. Nggak ada yang ke sini.”
“Kan ada bel di atas kamu itu, kamu bisa memanggilnya kalau ada keluhan atau kamu membutuhkan sesuatu."
“Mas Wahyu saja.”
“Kolokan.”
Wahyu keluar dari kamar dan menemui perawat jaga. Ia mengatakan keluhan adiknya.
“Saya laporkan dulu pada dokternya.”
Wahyu kembali masuk ke kamar, dan tak lama kemudian perawat datang lalu menyuntikkan obat ke lengan Reihan.
“Tidak apa-apa Mas, sebentar lagi pasti hilang sakitnya. Jangan banyak bergerak-gerak, terutama di lengan yang dibebat itu,” pesan perawat.
“Sebenarnya ibu kenapa ya Mas?”
“Ada apa?”
“Ibu marah-marah terus dari tadi.”
“Biarkan saja. Tidurlah. Besok Mas mau ujian, takutnya bangun kesiangan.”
Reihan mengangguk. Hatinya merasa tenang ketika ada kakaknya di dekatnya.
Tapi Wahyu justru tidak merasa tenang. Ia selalu teringat Tia yang marah-marah. Wahyu menyesal tidak berpikir jauh, dan menelan apa yang didengarnya begitu saja dari ibunya. Lalu ia merasa, ternyata sang ibu telah memfitnah Kinanti, yang barangkali lebih dicintai dokter Guntur.
“Apakah Emmi mau memaafkan aku? Bagaimana kalau terlanjur membenciku? Tapi kenapa aku ini? Aku mencintainya dengan cinta yang sesungguhnya? Bagaimana dengan Tia?”
Wahyu mengacak rambutnya dengan kegelisahan yang mengganggu.
Ketika menjelang pagi, Wahyu baru bisa memejamkan matanya.
***
Pagi-pagi sekali, Tia sudah bebenah. Ia adalah karyawan teladan. Setiap hari dia akan datang di kantornya sebelum yang lain. Itu sebabnya sang pimpinan sangat mengasihinya. Ia juga bisa mengerjakan semua tugas dengan baik.
Pagi itu belum selesai Tia bebenah, ketika tiba-tiba ponselnya berdering.
Nomor tak dikenal. Tia enggan membukanya, tapi dering yang terus menerus membuat tangannya segera meraih ponselnya dan membukanya.
“Selamat pagi,” sapanya.
“Selamat pagi, Tia. Ini ibu,” suara dari seberang yang terdengar sangat gembira.
“Ibu … siapa ya?”
“Tia, bagaimana kamu bisa melupakan aku? Aku ibu Wanda.”
Lenyap seketika senyuman yang tersungging dibibir Tia, sementara sebelumnya dia mengira si penelpon adalah seseorang yang menghubunginya tentang masalah pekerjaan.
“Hallooooo, Tia …”
“Ada apa ya Bu?” tanyanya kesal.
“Ini lho, hari ini Wahyu ujian. Kamu harus mendoakan dia supaya lulus ya.”
“Ya. Baik. Tapi saya sedang bersiap untuk berangkat kerja, jadi mohon Ibu tidak mengganggu ya.”
Tia langsung menutup ponselnya. Dering yang kemudian berdering bertalu-talu diacuhkannya, membuat Wanda sangat terkejut atas sikap Tia yang biasanya ramah.
***
“Aneh, mengapa tiba-tiba mengacuhkan pembicaraanku?”
Wanda masih menatap ponsel yang masih digenggamnya. Ia melihat jam, dan tertera setengah tujuh pagi.
“Ah, mengapa aku berpikir yang tidak-tidak? Ini masih pagi, dan saatnya dia bersiap ke kantor. Mana mungkin dia mau ngobrol di hari sepagi ini? Baiklah, nanti saat istirahat saja aku menelponnya lagi."
Lalu ponselnya berdering, Wanda mengangkatnya, dari Reihan.
“Ada apa Rei? Bukankah kakakmu menemani di sini semalam?”
“Mas Wahyu sudah pulang. Dia mau ujian kan? Reihan akan dirontgen jam delapan nanti.”
“Oh iya, ibu sudah bersiap mau berangkat. Tunggu ya.”
Wanda bergegas ke kamar dan merapikan dandanannya. Sebelum dia berangkat, Wahyu pulang.
“Kamu ujian pagi ini kan?”
“Ya.”
“Wajahmu kusut, apa kamu tidak tidur semalaman?”
“Tidur.”
“Wahyu,”
“Wahyu mau ujian, sekarang mau mandi dulu,” katanya sambil berlalu.
“Tadi ibu menelpon Tia, tapi dia masih sibuk.”
“Mengapa menelpon Tia?”
“Hanya ingin mengabarkan saja, dan mengatakan kalau kamu ujian hari ini.”
Wahyu terus melangkah ke arah kamarnya.
“Nanti siang ibu mencoba menelponnya lagi.”
Tapi Wahyu sudah tidak mendengarnya, karena sudah masuk ke kamar mandi.
***
Pagi hari itu juga, Emmi sedang menyuapi bubur yang disediakan rumah sakit. Agak lega hati Emmi karena sang ayah tidak rewel soal makanan, bahkan semangkuk bubur dihabiskannya.
“Bagus sekali. Bapak sudah mau makan banyak,” puji Emmi.
“Karena bapak tidak ingin mengecewakan kamu, Emmi.”
“Jangan karena Emmi. Ini demi kesehatan Bapak, kan?”
“Bapak merasa lebih sehat. Menurut bapak, ada baiknya kamu segera pulang.”
“Bapak mengusir Emmi?”
“Jangan salah paham. Kamu kan harus kuliah. Terlalu lama meninggalkan kuliah bisa membuat kamu kerepotan dalam mengejar nantinya.”
“Semua sudah Emmi perhitungkan. Bapak tidak usah khawatir. Ini jus apel, Bapak mau?”
“Baiklah, sedikit saja.”
“Sedikit-sedikit, lama-lama pasti habis.”
Guntur tersenyum. Ia sendiri heran mengapa ingin mengulaskan senyum. Apakah dia terlalu bahagia karena kehadiran anak-anaknya?
Emmi juga senang melihat senyum ayahnya. Ketika dokter visite, komentar dokter sangat melegakan.
“Dokter sudah kelihatan lebih segar, apa ya penyebabnya?” tanya dokter Dian yang menangani sambil melirik ke arah Emmi yang berdiri tak jauh dari sana, membuat Emmi tersipu. Mengapa ya, senyuman dokter muda itu terasa begitu manis?
“Dia anak saya, Dok.”
“Oh ya? Dia menunggui Dokter sejak kemarin?”
“Ya.”
“Luar biasa kecintaannya kepada sang ayah,” kata dokter Dian lagi.
“Boleh berkenalan?” lanjutnya.
“Emmi, ini dokter Dian yang menangani penyakit bapak.”
Emmi mengangguk, dan menerima uluran tangan sang dokter muda.
“Emmi,” katanya lirih, memperkenalkan namanya.
“Dian.”
“Dokter ini masih muda, tapi sudah menjadi ahli penyakit dalam lho Em, sungguh mengagumkan ya?” kata sang ayah, yang membuat Emmi heran. Mengapa ayahnya memperkenalkan dokter muda itu seperti sedang mempromosikannya.
Emmi menanggapinya sambil tersenyum.
“Kami sudah berbincang tadi, sepertinya tidak perlu tranplantasi, ini keadaannya membaik. Luar biasa. Pasti dokter Guntur sangat bahagia ditungguin putrinya.”
Guntur tampak tersenyum. Ia memang merasa lebih segar. Benarkah karena Emmi menungguinya?
“Hati yang gembira bisa menjadikan obat. Lebih dari semua obat yang ada,” kata sang dokter muda, lagi-lagi sambil melirik ke arah Emmi.
“Kalau sudah baik, saya ingin pulang.”
“Lho, mengapa begitu? Istirahat dulu beberapa saat, sampai dokter benar-benar pulih.”
Dokter Dian menuliskan sesuatu di catatan yang dibawa perawat yang mengikutinya, kemudian berlalu.
“Jaga ayah dengan baik, ya.” katanya sambil menatap Emmi.
Emmi hanya mengangguk tersipu. Ia merasa ada yang aneh dengan tatapan itu. Ada debar yang mengusiknya, dan Emmi belum pernah merasakannya.
***
Wanda terkejut karena ternyata lengan Reihan memang patah. Hal itu terlihat ketika diadakan rontgen atas tangan Reihan yang terluka. Jadi Reihan harus segera dioperasi. Wanda keluar sebentar untuk melihat uangnya di bank.
“Aku tidak mau dioperasi,” kata Reihan pelan.
Lalu tiba-tiba Reihan melihat kakaknya datang.
“Mas, sungguh, aku takut dioperasi.”
“Mana bisa tidak mau, ini perintah dokter. Apa kamu ingin tangan kirimu bengkok seperti Gareng?” canda Wahyu.
“Parahkah?”
“Ya parah. Namanya juga tulang patah. Kalau tidak diluruskan, tumbuhnya akan bengkok. Nah, kalau bengkok kan jadi seperti Gareng?”
Reihan terdiam. Tapi sungguh, dia takut.
“Kamu tidak mau mendengar kabar gembira dari mas Wahyu?”
“Kabar gembira apa? Aku sedang tidak gembira, tahu,” keluh Reihan.
“Aku lulus.”
“Ah ya? Syukurlah, aku senang.”
“Maukah kamu menemui dokter Guntur?”
“Mau, aku sebenarnya ingin. Kemarin baru ngomong sebentar.”
“Mau aku antar ke sana?”
“Mau. Tidak usah menunggu ibu. Kelihatannya ibu akan lama, dan bapak kelihatan tidak suka mendengar ibu berkata-kata.”
Wahyu mengatakan kepada perawat, yang kemudian mengijinkan Reihan ke kamar dokter Guntur.
“Aku jalan kaki saja, tidak mau pakai kursi roda.”
“Baiklah, tidak apa-apa.”
Tapi ketika sampai di depan ruang rawat inap Guntur, tertulis pesan bahwa pasien tidak bisa diganggu. Wahyu mengatakan kepada perawat bahwa Reihan adalah putra dokter Guntur.
“Sebentar ya, saya lihat dulu ke dalam, bagaimana keadaan dokter Guntur. Siapa nama putra dokter Guntur?” kata perawat itu.
”Reihan. Katakan pada dokter Guntur, ini Reihan, putranya,” terang Wahyu.
Perawat itu tersenyum mengerti. Memang sebenarnya yang dilarang adalah wanita cantik yang kemarin terlalu banyak bicara, jadi kemudian perawat itu menemui Emmi dan mengatakan tentang Reihan yang ingin bertemu.
“Dia bersama ibunya?” tanya Emmi.
“Tidak, bersama anak muda yang lain. Kelihatannya kakaknya, sejak kemarin dia yang mengantarkannya.”
“Baiklah, biarkan dia masuk,” kata Emmi. Lalu perawat itu keluar untuk mempersilakan Wahyu dan Reihan masuk.
“Siapa?” tanya Guntur.
“Reihan ingin bertemu Bapak,” jawab Emmi, yang tak lama kemudian melihat Reihan memasuki ruangan, digandeng Wahyu, kakaknya.
“Reihan, bagaimana dengan tanganmu?” tanya Emmi.
“Kata dokter, harus dioperasi.”
“Patah?”
“Ternyata patah,” jawab Reihan.
Guntur melambaikan tangannya, lalu Reihan dan Wahyu mendekat.
“Tanganmu mau dioperasi?”
“Ya Pak, katanya patah. Pantesan sakit sekali.”
“Lain kali hati-hati,” kata Guntur setelah meraba tangan anaknya.
“Bapak, mas Wahyu sudah lulus,” kata Reihan sambil menarik lengan kakaknya, yang semula hanya diam.
“Wahyu, aku ikut senang. Semoga segera mendapat pekerjaan yang baik.”
“Terima kasih Pak.”
“Emmi, maukah menolong bapak?”
“Ada apa Pak?”
“Ini … di dalam dompet bapak ada kartu ATM, tolong ambilkan lima juta.”
Emmi mengambil dompet ayahnya seperti perintah sang ayah. PIN nya adalah tanggal lahir bapak.
“Untuk apa Bapak mengambil uang? Kalau butuh sesuatu, Emmi membawa uang kok.”
“Jangan uangmu, ini akan bapak berikan kepada Reihan.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteAda Makna 17 sudah tayang.
Matur nuwun bu Tien.
Selamat milad 22 Maret 2025. Baarakallahu fii umrik, fii rizky, fii afiat, fiiddunnya wal akhirah. Aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih mas Kakek
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 17 "
ReplyDeleteπ·πΉ πππSemoga Bunda selalu sehat wal afiat .bahagia sejahtrera di hari ulang tahun yg penuh berkah ini ,Aamiin yaa Robb π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih perhatian dan doanya pak Herry
Alhamdulillah... maturnuwun Bunda. Barokalloh fii umrik
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Tutus
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah ADA MAKNA~17 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien π
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Djodhi
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 17" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan . aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Bu Tien ultah ya ? Selamat ultah ya bun sehat sehat dan berbahagia sll bersama kel tercinta aamiin yraπ€²π€²
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Sri
Aduhai aduhai selalu
Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
Deleteππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung ADA MAKNA 17
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
di hari ulang tahun ini,
Bu Tien panjang umur, sehat
selalu, banyak berkah &
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam cinta ππΉ
ππππππππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih jeng Sari
ADUHAI
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteBarakallahu fii umrik fiddunya wal akhirat Ibu Tien, semoga senantiasa sehat wal'afiat dan bahagia selalu....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Reni
Alhamdulillah "Ada Makna 17" sdh hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tienπ
Sugeng ambal warsa, mugi Bu Tien ugi keluarga tansah pinaringan sehat π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Sis Gunarto
Matur nwn bu Tien, semoga sehat selaluπ€²
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Bam's
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
Ternyata bunda ULTAH ya
Selamat nggeh
Barokalloh fii riski
Barokalloh fii dunnia wal akhiroh
Selalu bahagia bersama keluarga tercinta . Aamiin YRA ....πππ
Kirim kadonya...
DeleteKirim kadonya..
Kirim kadonya
sekarang juga
sekarang juga...π₯°π₯°πΉ❤️
Wwkkk..
DeleteMas Kakek ada2 saja
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Endah
π₯π¦π₯π¦π₯π¦π₯
ReplyDelete**Happy Milad**
πBundaqu TIEN KUMALASARIπ
π₯Selamat Mensyukuri Hari Kelahiran π₯
*π.,¸π.,π...π
πSemoga diberi Sisa Usia yang penuh Rahmat.
πKesehatan yang Prima.
πDilancarkan Rezeki yang Luas.
πDiberikan Kemudahan disetiap urusan serta dalam Lindungan dan Keselamatan Dunia dan Akherat.
π€²Aamiin..Aamiin..Ya Rabbal Aalamiin.π€²
ππ°πππ₯³πππΉπ₯€π₯π€ππππ₯°πΉ❤️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Farida
Alhamdulillah "AM ~17" sdh tayang. Matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 17* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Wedeye
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Salamah
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteHehe...Wanda yg culas ketiban sial terus ya...celaka karena ulah sendiri.π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...selamat ulang tahun ya, ikut bersyukur untuk pertambahan usia Ibu hari ini serta mendoakan Ibu dikaruniai panjang umur yg penuh berkah Allah, sehat selalu, terus berkreasi dan berbahagia bersama keluarga tercinta. Amiin...ππ»ππ»ππ»ππππππππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Nana
Ayah ibu Emmi dokter, jadi kalau Emmi berjodoh dengan dokter saya sangat setuju sekali.
ReplyDeleteTia rupanya tidak ingin melanjutkan hubungan dengan Wahyu. Yang jadi penyebab ya si Wanda. Terus bagaimana nasib Wahyu..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Latief
Guntur memang berhati emas, cuma karena badailah dia terhempas seperti ini...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
DeleteTernyata bertemu dan saling bicara dan juga perhatian anak-anaknya membuat semangat menjalani kehidupan ini merasa tidak sendiri lagi.
ReplyDeleteWanda bingung mempersiapkan biaya operasi tangan kiri Reihan, ternyata masih kurang.
Wah ini kegiatan para mantan kadang berlebihan ketemuan saja cari tempat yang view nya membuat rasa lega, refreshing kata mereka, apalagi buat selfi, biarlah mereka saling mengisi hari hari dengan melepas penat disela kesibukannya, senang sekali apabila ada yang sambil menawarkan berbagai produk demi penampilan
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Ada Makna yang ke tujuh belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih mas Crigis
Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),17 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Uchu
Alhamdulillaah, Guntur sdh membaik, trs Raihan akan operasi , Wahyu sdg mengharap-harap cemas dr Emmi ya π€
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°π
Sami2 ibu Ika
DeleteTerimakasih bunda Tien. Selamat hari lahir bunda Tien, sehat selalu , panjang umur, murah rejeki, dan bahagia senantiasa.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Komariyah
Semoga Allah swt memberi umur yang berkah kepada Bunda Tien, sll sehat, bahagia dan sejahtera aamiin YR'A ...terima kasih Bunda atas cerbung-cerbungnya
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih banyak ibu Yulian