AKU BENCI AYAHKU 29
(Tien Kumalasari)
Terengah Tomy melangkah pergi, sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri. Kenyataan bahwa Boy tak pernah mau menerimanya, sangat menyakiti hatinya. Tiba-tiba terdengar pintu kembali dibuka, tapi Tomy mengacuhkannya.
Ia terus melangkah, sampai kemudian ia menghentikannya ketika mendengar suara Monik memanggilnya.
“Mas Tomy.”
Tomy tak hendak menoleh. Ia khawatir suara yang terdengar hanyalah sebuah halusinasi.
“Mas, tunggu Mas.”
Tomy membalikkan tubuhnya, dan melihat Monik melangkah mendekat.
“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanya Monik pelan.
“Aku hanya ingin bilang, sesuatu yang tak penting.”
“Katakanlah, biarpun tak penting.”
“Besok aku mau pergi dari kampung ini.”
“Maksudmu … pindah kost?”
Tomy mengangguk.
“Maaf mengganggumu. Aku pergi.”
Tomy melangkah pergi. Monik memandangi punggung tegapnya dengan perasaan yang campur aduk. Laki-laki itu secara hukum masih suaminya, tapi mereka tak pernah saling mencintai. Bahkan menyentuh setelah menikahpun tak pernah. Hanya sekali, ketika awal mulanya Boy hadir di dalam rahimnya. Sesuatu yang tak mereka inginkan, dan Tomy selalu menyebutnya sebagai kecelakaan.
Monik masih berdiri di halaman, ketika Tomy tak lagi tampak bayangannya. Rupanya Tomy hanya ingin mengatakan bahwa dia akan pindah tempat kost. Apakah ada yang terasa hilang dari hatinya? Tidak. Monik menepisnya, ia tak pernah mencintainya setelah gagal merabuk tanaman rumah tangga yang diharapkan bisa tumbuh subur. Tapi ternyata tanaman itu mati kekeringan. Tak ada yang tersisa. Monik membalikkan tubuhnya, memasuki rumah setelah mengusap setitik air matanya. Galau, adakah setitik saja rasa cinta? Entahlah.
“Ibu kenapa?” sambutan si kecil Boy terasa sangat hambar. Monik merasa, Boy tak akan pernah menyukai ayahnya.
“Tidak apa-apa.”
“Mengapa bapak datang kemari?”
“Tidak apa-apa.”
“Mau mengajak kita pulang?”
“Tidak.”
“Ibu, jangan pernah mau pulang bersama bapak. Boy tidak suka,” katanya sambil lari menjauh, lalu memasuki kamarnya.
Monik menghela napas berat. Boy masih susah untuk mengerti.
Mengapa juga Tomy bersikap seperti itu? Hanya untuk pindah kost, mengapa harus memberi tahukannya pada dirinya? Monik bisa mengerti kalau Boy belum bisa bersikap lebih lunak ketika menghadapi ayahnya. Mereka tak pernah dekat. Apalagi merasakan kehangatan kasih sayang seorang ayah. Boy tak memilikinya. Bapak hanya sebutan, tapi arti sebenarnya dari seorang ayah tak pernah dirasakannya. Padahal melihat sikap Tomy yang melunak, hati Monik yang semula kaku terasa lebih lentur. Tak apa kalau hanya bertegur sapa. Bukankah bagaimanapun dia adalah ayah Boy?
Monik mengunci semua pintu, kemudian masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuhnya karena lelah bekerja seharian.
***
Tomy tak segera bisa memejamkan matanya. Banyak sandungan dalam hidupnya saat dia melangkah. Tak ada Tomy yang manja dan suka menghambur-hamburkan uang. Tak ada Tomy yang selalu membangkang pada setiap anjuran ibunya. Tak ada Tomy yang menganggap perempuan hanya mainan. Tak ada keburukan, karena apa yang dilaluinya telah memberikan dirinya banyak pelajaran. Dia mulai bisa memilah-milah, mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang pantas dilakukan dan mana yang tidak. Sekarang dia mulai ingin mendekati Boy yang selama ini tak pernah disayanginya. Dulu dia merasa, Boy hanyalah buah dari sebuah kecelakaan, dan tak pernah akan disayanginya. Tapi darimana perasaan ini tumbuh? Rasa sakit karena penolakan Boy, karena ucapan yang mengatakan benci, karena pintu dibanting keras saat dia mendatangi tempat tinggalnya?
Dulu Tomy tak peduli, lalu darimana datangnya kepedulian itu sekarang ini?
Malam itu ponselnya berdering. Tomy meraih ponselnya dengan malas. Ternyata dari Satria.
“Kamu sudah tidur?”
“Belum. Ada apa?”
“Lupa bilang, besok kamu perlu aku samperin?”
“Mengapa harus disamperin? Aku naik ojol saja seperti biasa.”
“Kamu kan mau pindahan, barangkali membawa banyak barang-barang, sebelum mobilku aku jual, kan masih bisa membantu kamu,” canda Satria.
Tomy tertawa.
“Tidak, aku punya apa? Hanya beberapa baju, tak ada yang lainnya. Masa harus dijemput mobil sih?”
“Jadi kamu bisa membawanya sendiri?”
“Bisa, jangan khawatir.”
“Ya sudah, tidurlah kembali.”
“Eh, aku memang belum tidur nih.”
“Kenapa, ini sudah malam. Mikirin mau berpisah sama Monik?”
“Apa?”
Satria tertawa, tapi kemudian menutup ponselnya begitu saja.
Tomy tersenyum. Satria bercandanya keterlaluan, pikir Tomy. Mikirin berpisah sama Monik? Mana mungkin?
Tomy menutup wajahnya dengan bantal, berusaha mengibaskan bayangan Monik dan anaknya yang tiba-tiba melintas.
***
Ketika ayah Tomy datang menjenguk Indira, dilihatnya sang cucu sedang duduk diam di tepi sebuah kolam. Sang kakek mendekati, langsung mengangkat tubuhnya, membuat Indi berteriak-teriak.
“Kakek bikin Indi kaget saja,” katanya ketika sudah diturunkan.
“Kamu lagi ngapain?”
“Itu Kek, melihat ikan-ikan.”
“Oh ya? Kamu suka melihat ikan-ikan di kolam? Besok kakek mau beli lagi yang lebih bagus.”
“Apakah ikan punya ayah?”
Ayah Tomy terkejut mendengar pertanyaan Indi.
“Mengapa kamu menanyakannya?”
“Ikan-ikan itu besarnya sama. Apa ada ayahnya?”
Ayah Tomy melihat ke arah kolam. Memang ikan-ikan itu besarnya hampir sama. Mana yang ayah, mana ibunya, nggak jelas. Tapi ayah Tomy heran, mengapa tiba-tiba Indi menanyakannya.
“Tentu saja ada. Mengapa?”
“Yang mana ayahnya?”
“Ketika anak ikan tumbuh besar, ia akan menjadi sebesar ayah atau ibunya.”
“Kapan Indi menjadi besar?”
“Nanti, lama-lama Indi akan menjadi besar.”
“Sebesar ayah?”
Mengapa hanya ayah yang disebutkan, dan bukan ibunya juga. Ayah Tomy bertanya-tanya dalam hati.
“Apa kamu rindu pada ayahmu?”
“Apa Kek?”
“Kamu ingin bertemu ayahmu?”
“Bukankah bapak sudah pergi jauh? Kata ibu dia tak akan kembali lagi kemari.”
Ayah Tomy mengangguk-angguk. Tomy bukan orang lain. Ia adalah darah dagingnya. Mana mungkin ayah Tomy membencinya dan tega melepaskannya dari kehidupannya?
“Benar. Apa kamu ingin melihatnya?”
“Apa aku bisa?”
“Kalau kamu ingin, kamu boleh bertemu, tapi sebentar saja. Tidak bisa lama.”
“Mau, aku mau.”
“Janji ya, tidak akan lama?”
Indira mengangguk. Dia tidak tahu di mana dia bisa menemui ayahnya. Tapi ia percaya, sang kakek tak akan mengingkari janjinya.
“Kapan Indi bisa ketemu bapak?”
“Segera. Ikutlah denganku.”
Indira berlari-lari kecil mendekati sang kakek, yang kemudian menggendongnya masuk ke dalam mobil.
Ayah Tomy seorang yang keras, tegas dan tak pernah tergoyahkan. Karena itulah dia selalu sukses dalam mengelola perusahaannya. Tapi pak Drajat, ayah Tomy, memiliki sisi hati yang lembut dan perasa. Melihat Indira termenung sambil memandangi ikan-ikan yang berkeliaran di kolam, ia tahu bahwa sesungguhnya Indi kangen pada ayahnya. Ada rasa haru yang menyentuh sanubarinya.
***
Hari itu pak Ratman menerima telpon dari pak Drajat. Mereka berbincang lama, dan terkadang bercanda. Mereka memang sahabatan sejak masih muda, walau umur pak Ratman beberapa tahun lebih tua dari pak Drajat.
Setelah beberapa saat menelpon, tiba-tiba pak Ratman memanggil Tomy.
Tomy yang segera menghadap, mengira pak Ratman ingin pulang siang hari itu juga. Tapi ketika ia menghampiri tas kerja pak Ratman, pak Ratman menggoyang-goyangkan tangannya tanda melarang.
“Tomy, siang ini kamu tidak mengantarkan aku pulang terlebih dulu. Aku lupa, tadi Kartika memesan untuk dibelikan es krim di rumah makan Ayem Tentrem. Ambil es krim pesanannya, lalu kamu bawa pulang dan berikan kepada Kartika."
“Baiklah.”
“Kamu tinggal datang dan bilang akan mengambil pesanan Kartika. Kamu tidak usah membayarnya, karena aku sudah menstransfer pembayarannya.
"Baik.”
Tomy segera mundur, dan pergi ke rumah makan, di mana pak Ratman menyuruhnya mengambil pesanan untuk Kartika. Rupanya pak Ratman tidak ingin pulang cepat, buktinya justru menyuruh mengirimkan es krim pesanan Kartika.
“Kartika memang kolokan. Es krim saja minta ayahnya yang membelikan, bukankah dia bisa berangkat sendiri untuk membeli?” omel Tomy dalam perjalanan ke rumah makan yang dimaksud, demi mengambil pesanan Kartika.
Tapi baru saja dia memasuki rumah makan itu, seorang anak kecil terdengar memanggilnya.
“Bapaaak!”
Tomy terkejut. Ketika ia menoleh ke arah datangnya suara, matanya terbelalak karena melihat Indira berdiri di tengah pintu.
“Indira?” pekik Tomy.
Indira segera berlari mendekati sang ayah.
“Kamu sama siapa?”
“Sendiri,” katanya sambil tertawa-tawa.
“Sendiri?” Tomy menoleh ke sana dan kemari, tapi ia tak melihat siapapun yang dikenalnya. Tapi dia tak percaya Indira datang sendiri.
“Bapak, aku mau es krim
“Baiklah, ayo makan es krim,” kata Tomy sambil menggandeng tangan Indira, sementara matanya terus mencari-cari seseorang, yang datang bersama Indi.
“Indi sendiri. Bapak nggak percaya? Ayo makan es krim saja.”
Tomy tersenyum. Tiba-tiba saja rasa kebapakannya muncul. Memang, selama ia bersama Desy, sudah ada Indi bersamanya, tapi ia tak pernah memperlihatkan kasih sayang yang besar, sebagai seorang ayah dan anak. Kali ini, ada perasaan lain di hatinya. Entah mengapa, ia merasa menjadi bapak. Ia merasa bahwa Indi adalah darah dagingnya yang harus dikasihi dan dilindunginya. Perasaan ini mirip seperti perasaannya, ketika bertemu kembali dengan Boy.
“Mau pesan apa?”
“Yang coklat, Indi suka coklat. Bapak juga ya?”
“Baik, bapak juga akan pesan es krim coklat untuk bapak sendiri.”
Tomy memesan es krim, sementara matanya terus melihat kesekeliling tempat mereka. Tak mungkin Indi sendiri, pasti ada temannya. Desy?
“Bapak mencari siapa?”
“Benar kamu sendiri? Tidak bersama ibu?”
“Bersama orang.”
“Orang … siapa?”
“Es krimnya sudah datang, ayo kita makan.”
Anak kecil ini kok bisa-bisanya menutupi sesuatu yang pastinya dirinya tidak boleh tahu. Tomy bingung harus dengan apa untuk memaksa Indi bicara.
“Ayo Bapak makan es krimnya, kenapa bengong?”
Indi dengan lahap menyantap es krimnya. Ia tersenyum ke suatu arah, lalu mengacungkan jempolnya. Tomy menoleh ke arah di mana tadi Indi menatap, tapi tak ada siapa-siapa yang sekiranya mengantarkan Indi sampai ketempat itu.
“Kamu tadi senyum-senyum sama siapa?”
“Tidak sama siapa-siapa.”
“Kamu mengacungkan jempolmu sama siapa?”
“Ini, es krimnya enak.”
Indi asyik menghabiskan es krimnya. Tomy terus saja berpikir. Pasti bersama Desy yang enggan bertemu dengannya. Ia mengambil ponselnya, menelpon nomor kontak Desy, tapi ternyata nomornya mati. Sudah sejak Desy pergi dia menelpon dengan nomor itu, tapi tak pernah nyambung.
“Indi nanti mau pulang ke mana?”
“Ke rumah kakek.”
“Kamu pasti tidak sendiri.”
“Sendiri kok, Bapak.”
Indi sudah selesai makan es krimnya.
“Mau beli untuk dibawa pulang?”
“Nggak usah.”
Tomy kemudian teringat bahwa dia sedang mengambil pesanan es krim untuk Kartika.
“Tunggu di sini ya, ada yang harus bapak kerjakan,” kata Tomy sambil berdiri.
Memamg benar ada pesanan es krim dari pak Ratman dan sudah dibayar, karenanya Tomy tinggal mengambilnya saja. Tomy menenteng kotak es krim yang sudah dimasukkan ke dalam paper bag, lalu kembali ke meja, di mana Indi sedang menunggu. Tapi ternyata Indi tidak ada lagi di sana. Tomy kebingungan.
“Indi! Indiii!” Tomy berteriak-teriak. Lalu dia keluar mencari-cari. Tapi Indi tak kelihatan bayangannya.
“Bapak mencari siapa?” tanya satpam yang sedang berjaga.
“Seorang anak kecil, rambutnya dikucir dua. Bapak melihatnya keluar dari sini?”
“Oh, dia? Dia sudah naik mobil bersama seorang laki-laki tua.”
“Laki-laki tua?”
“Iya, dia juga yang tadi datang bersama anak kecil itu, dan menunggu di sini.”
Tomy merasa lemas.
“Bapak … “ bisiknya pelan dengan perasaan yang tak bisa digambarkan. Gembira bertemu anak, kemudian kecewa karena pergi begitu saja? Laki-laki tua itu pasti ayahnya.
“Bapak sedang menyakiti aku lagi,” bisiknya sambil melangkah ke arah mobilnya.
***
Tomy memasuki rumah pak Ratman, disambut bu Ratman dengan heran, karena Tomy datang sendiri.
“Nak Tomy, mengapa datang sendiri? Bapak mana?”
“Bapak masih di kantor. Saya kemari hanya untuk mengantarkan es krim pesanan mbak Kartika,” kata Tomy sambil memberikan paper bag kepada bu Ratman.
“Ya ampuun, Kartika pesen es krim?”
“Iya, bapak yang menyuruh saya mengantarkan ke rumah, sementara bapak belum bisa segera pulang.”
“Anak itu memang keterlaluan.”
Bu Ratman tersenyum dan mengucapkan terima kasih, sementara Tomy segera pamit untuk kembali ke kantor.
Bukan hanya Tomy. Ternyata bu Ratman juga heran, si centil Kartika meminta agar dipesankan es krim dan segera dibawa ke rumah. Tapi Tomy tak begitu memperhatikan masalah Kartika dan es krimnya. Ia hanya heran bisa ketemu Indi dalam sekejap mata, kemudian pergi lagi. Mengapa ayahnya melakukan hal itu kepadanya? Apakah sang ayah benar-benar membencinya?
Menitik air mata Tomy, mengalami kejadian-kejadian yang terkadang menyakitkan dalam dia menjalani hari-harinya. Dibenci anak, diketemukan dengan anak, tapi hanya sekejap. Dulu ia tak pernah mempedulikan masalah perasaan hatinya. Tapi sekarang, Tomy sudah menjadi manusia yang memiliki hati dan rasa.
***
Besok lagi ya.
Trmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteHatur nuhun Bu Tien sayang.
Delete🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🌹
AaBeAy_29 sdh tayang.
Matur nuwun sanget,
tetep smangats nggih Bu.
Semoga slalu sehat dan
bahagia. Aamiin.
Salam Aduhai 😍🦋
🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai deh
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteTerima kasih bunda Tien ..sehat2 utk bunda ....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Agustina
Alhamdulillah 👍🌷
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur nuwun
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteAlhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 29 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Salamah
DeleteMatur suwun ibu
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Sami2 ibu Rndah
DeleteMaturnuwun Bu Tien... Semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulilah maturnuwun bu Tien ...salam sehat dan aduhai aduhai ❤️❤️
ReplyDeleteKasihan juga Tomy ya ... semoga dengan pelajaran ini tomy menjadi lebih baik... bu Tien paling bisa menganduk aduk perasaan pembaca ....
DeleteTerima kasih ibu Sri
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulilah matursuwun Bu Tien ...salam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga ❤️❤️
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillah terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Bukan main permainan perasaan yang diperankan Tomy. Ada yang membenci, ada yang merindukan.
ReplyDeleteIstri pertama mulai perhatian, tapi anaknya tetap membenci.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~29 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 29* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💐
ReplyDeleteTerharu ..😭😌.. sabar ya Tomy semua perlu perjuangan, tinggal sedikit lg kamu bisa meraih semuanya
Aduhai 😍
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Jadi bertanya2...apakah kisah Tomy akan berakhir dgn poligami? Sudah beberapa judul cerbung ibu Tien yg bertema serupa akhir2 ini ya...menarik.🙂
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.🙏🙏🙏
Sami2 ibu Nana
DeletePoligami kah?
Alhamdulillah
ReplyDeleteMeski telat sy bacanya...
Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteHamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -29 telah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien,
Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin.
Mantab....Tomy dulu, dengan Tomy skrng sdh lain beda, dulu sebutan nya anak manja...anak Mama...tapi skrng berani menegur Mama nya...yang akan bikin malu Keluarga..😁😁
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Yerima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien tayangan cerbungnya
Semoga bu tien trs sehat² selalu n tetap semangat
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Alhamdulillah ...kari unet komennya..... Matur Bu Tien ABeAy_29 sampun tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah Tomy sdh berubah pikiran, yen dugaanku sih teklek kecemplung kalen (istri resmi) Ning tergantung penulis lho ya......
jangan² aku salah duga ....
Sami2 mas Kakek
ReplyDeleteBener nggak ya?
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dan bahagia selalu....
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam bahagia selalu.
Semakin aduhai...
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
ReplyDeleteKok seri yang ini terasa pendek sekali ya....
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Dingin
ReplyDelete